GERIATRIC OPINION 2018
EDITORS :
dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM
Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM
i KATA PENGANTAR
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia akibat peningkatan usia harapan hidup saling berkaitan sehingga diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan terhadap warga lanjut usia khususnya peningkatan pelayanan kesehatan lanjut usia di rumah sakit yang berkualitas, merata dan terjangkau serta dilakukan secara terpadu melalui pendekatan interdisiplin oleh berbagai tenaga profesional yang bekerja dalam tim terpadu geriatri mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan SNARS ed 1. Rumah Sakit perlu melakukan persiapan-persiapan untuk meningkatan mutu pelayanan geriatri di Rumah Sakit dan mampu mencapai target standar akreditasi rumah sakit secara tepat dan benar.
Buku Geriatric Opinion adalah buku yang disusun oleh Perhimpunan Gerontologi Medik (PERGEMI) cabang Bali untuk dapat memberikan informasi tambahan kepada para pemberi pelayanan kesehatan yang tertarik dalam bidang geriatri agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien geriatri.
Buku ini berisikan tentang berbagai penatalaksanaan terhadap berbagai permasalahan penyakit, sindrom Geriatri, disabilitas dan handicap secara interdisiplin, komprehensif, holistik, dan terpadu. Buku ini akan terus diterbitkan setiap tahun dengan topik berbeda dan terbaru. Usulan topik berikutnya dapat disampaikan melalui email [email protected]. Semoga buku ini bermanfaat buat kita semua. Salam Sehat Lansia Indonesia...
Denpasar, 23 November 2018 Ketua Panitia
ii
DAFTAR KONTRIBUTOR
dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM
Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM
Ketua Instalasi Geriatri Terpadu, Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM
Ketua Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. IB Putu Putrawan, SpPD, FINASIM
Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Ni Ketut Rai Purnami, SpPD
Staf Divisi Geriatri
Departemen / KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
dr. Agustinus I Wayan Harimawan,MPH., SpGK
KSM Gizi Klinik
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
KONTRIBUTOR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
LAW AND DIGNITY IN ELDERLY
Tuty Kuswardhani
1
AGING AND PHYSIOLOGICAL MIXIE CHANGE
Tuty Kuswardhani
13
MANAGEMENT PROBLEM OF URINE INCONTINENCE IN
ELDERLY
IB Putu Putrawan
24
ANTICOAGULANT ADMINISTRATION FOR PREVENT VTE
IN ELDERLY
Ni Ketut Rai Purnami
40
CURRENT MANAGEMENT OUT PRESSURE ULCER IN
ELDERLY
I Nyoman Astika
51
COMPREHENSIVE MANAGEMENT SARCOPENIA IN
ELDERLY
Tuty Kuswardhani
59
PROTEIN DIET FOR SARCOPENIA IN ELDERLY
Agustinus I Wayan Harimawan
iv
GLUTAMIN SUPPLEMENTATION FOR SARCOPENIA IN
ELDERLY
IGP Suka Aryana
IMMUNOSENESCENCE AND RISK OF SEPTIC CONDITION
IN ELDERLY
Ni Ketut Rai Purnami
75
83
ANTI MICROBIAL CONSIDERATION FOR ELDERLY IN
SEPTIC CONDITION
IGP Suka Aryana
96
MANAGEMENT FALLS IN ELDERLY
I Nyoman Astika
103
SYNCOPE AND CONSEQUENCE PROBLEM IN ELDERLY
IB Putu Putrawan
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Antara Kandung Kemih pada Lansia dan Dewasa
26
Table 2. Penyebab Inkontinensia Urin Sementara (DIAPPERS).
27
Tabel 3. Inkontinensia Urin berdasar penyebab dari traktus urinarius bawah dan neurologis
29
Tabel 4. Obat-Obatan yang Dapat Menyebabkan atau Berkontribusi Terhadap Inkontinensia Urin
36
Tabel 5. Faktor Resiko Luka Tekan 52
Tabel 6. Skala Norton 54
Tabel 7. Identifikasi Kondisi Malnutrisi 56
Tabel. 8. Kategori skrining sarkopenia menurut AWGS 2014 62
Table 9. Kuisioner SARC-F 63
Table 10. Kategori Sarkopenia Berdasarkan Penyebab 64
Table 11. Stadium Sarkopenia 64
Tabel 12. Karakteristik Obat Yang Paling Banyak Dipelajari Untuk Pengobatan Sarkopenia8
67
Tabel 13. SOFA 92
Tabel 14. qSOFA 93
Table 15. Perubahan fisiologi dan farmakokinetik yang berhubungan dengan penuaan5
99
Tabel 16. Beberapa efek samping antimicrobial yang sering terjadi lanjut usia
100
Tabel 17. Faktor-faktor Terkait Penuaan dalam Jatuh. 104
Tabel 18. Evaluasi Pada Pasien Lanjut Usia Yang Jatuh7 107
Tabel 19. Terapi Jatuh Pada Lanjut Usia di Komunitas 109-110
Table 20. Etiologi dan faktor-faktor presipitasi sinkop 116
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Inkontinensia urin karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup sempurna disertai dengan kelemahan otot dasar pelvis9
1
Gambar 2. Ringkasan penatalaksanaan Inkontinensia Urin 31
Gambar 3. Target atau tempat kerja antikoagulan dalam kaskade pembekuan darah
47
Gambar 4. Derajat Luka Tekan 55
Gambar 5. Algoritma Manajemen Luka Tekan 57
Gambar 6. Patogenesis Sarkopenia4 61
Gambar 7. Efek ACE-Inhibitor pada Muskuloskletal 69
Gambar 8. Mekanisme Sintesis Glutamin Terhadap Inflamasi 79
Gambar 9. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor imunitas innate
85
Gambar 10. Perubahan terkait penuaan pada sel efektor sistem imun adaptif
87
Gambar 11. Penuaan pada sel somatic dan sel efektor sistem imun, SAPS (senescence-associated secretory
phenotype)
89
Gambar 12. Interaksi antara faktor risiko dan etiologi jatuh. 105
Gambar 13. Alur Upaya Pencegahan Jatuh Pada Lanjut Usia 111
Gambar 14. Interaksi antara ssinkop, umur, frailty, dan komorbiditas
122
Gambar 15. Pengkajian Komprehensif Pasien Geriatri dengan Sinkop
Geriatric Opinion 2018
13
AGING AND PHYSIOLOGICAL MIXIE CHANGE
RA Tuty Kuswardhani
Divisi Geriatri, Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar
PENDAHULUAN
Populasi lansia di dunia saat ini dan periode yang akan datang meningkat pesat di dunia.Berbagai masalah kesehatan dan iatrogenesis pada populasi tua semakin meningkat. Berkaitan dengan salah satu organ yang berperan penting adalah organ terkait masalah berkemih yang melibatkan banyak organ tubuh pada lanjut usia.
Organ Ureter ternyata tidak banyak berubah seiring bertambahnya usia, tetapi kandung kemih dan uretra mengalami beberapa perubahan. Volume maksimum urin yang dapat ditahan oleh kandung kemih mengalami penurunan. Kemampuan seseorang untuk menunda buang air kecil setelah pertama merasakan kebutuhan untuk buang air kecil juga menurun. Tingkat aliran urin keluar dari kandung kemih dan masuk ke uretra melambat ketika kita menjadi tua1.
FISIOLOGIS BERKEMIH PADA ORANG LANJUT USIA
Sepanjang hidup, kontraksi sporadis otot dinding kandung kemih terjadi secara terpisah dari setiap kebutuhan atau kesempatan yang tepat untuk buang air kecil. Pada orang yang lebih muda, sebagian besar kontraksi ini terhalang oleh sumsum tulang belakang dan kontrol otak, tetapi jumlah kontraksi sporadis yang tidak diblokir meningkat seiring bertambahnya usia, yang kadang-kadang terjadi pada episode inkontinensia urin. Jumlah urin yang tersisa di kandung kemih setelah buang air kecil selesai (sisa urin) meningkat2. Akibatnya, orang mungkin harus buang air kecil lebih sering dan memiliki risiko infeksi saluran kemih yang lebih tinggi.
Perubahan tertentu pada saluran kemih dapat membuat kontrol buang air kecil lebih sulit:3
• Volume maksimum urin yang dapat ditahan oleh kandung kemih menurun pada lansia sehingga buang air kecil lebih sering.
• Otot kandung kemih dapat berkontraksi secara tidak terduga (menjadi terlalu aktif), terlepas dari apakah orang perlu buang air kecil.
Geriatric Opinion 2018
14
• Otot kandung kemih melemah. Akibatnya, lansia tidak dapat
mengosongkan kandung kemih juga, dan lebih banyak urin tertinggal di kandung kemih setelah buang air kecil.
• Otot yang mengontrol keluarnya urin keluar dari tubuh (sfingter urin) kurang mampu menutup rapat dan mencegah kebocoran. Sehingga lansia lebih sulit menunda buang air kecil.
Perubahan ini adalah salah satu alasan bahwa inkontinensia urin (kehilangan urin yang tidak dapat dikendalikan) menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia.
Pada wanita, uretra (saluran melalui mana urin meninggalkan tubuh) lebih pendek, dan lapisannya menjadi lebih tipis. Penurunan tingkat estrogen yang terjadi dengan menopause dapat berkontribusi pada perubahan ini di saluran kemih4.
Pada pria,dengan hipertropi kelenjar prostat yang cenderung menjadi besar. Pada banyak pria cukup mengganggu aliran urin. Akibatnya, pria yang lebih tua cenderung buang air kecil dengan lebih tenaga dan lebih lama memulai untuk mengalirkan air kencing dan buang air kecil yang lebih sering. Pria yang lebih tua juga lebih mungkin tidak dapat buang air kecil meskipun memiliki kandung kemih yang sudah penuh (disebut retensi urin). Gangguan ini membutuhkan perawatan medis segera5.
PENGATURAN DIURESIS NORMAL
Inkontinensia urin bukan merupakan konsekuensi normal dari bertambahnya usia. Usia yang lanjut tidak menyebabkan Inkontinensia. Walaupun begitu, beberapa perubahan-perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia, dan faktor-faktor yang timbul akibat seseorang menjadi lanjut usia dapat mendukung terjadinya inkontinensia, yang fisiologis. Faktor-faktor yang berkaitan dengan bertambahnya usia ini antara lain:6
- Mobilitas yang, lebih terbatas karena menurunnya pancaindera. kemunduran sistim lokomosi.
- Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif. Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologik berlangsung di bawah kontrol dan koordinasi sistim saraf pusat dan sistim saraf tepi didaerah sakrum. Saat periode pengisian kandung kemih, tekanan didalamnya tetap rendah (di bawah 15 mmH2O).
Geriatric Opinion 2018
15 Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih normal bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran.
Bila proses berkemih terjadi, otot-otot detrusor dari kandung k e m i h berkontraksi, diikuti relaksasi dari sfingter dan uretra.
Proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di daerah sakrum. Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otomatis membawa informasi tentang isi kandung kemih ke medula spinalis sesuai pengisian kandung kemih6.
MEKANISME DETRUSOR
Otot detrusor kandung kemih merupakan otot-otot yang beranyaman dan bersifat kontraktil. Mekanisme detrusor melibatkan otot detrusor, persyarafan pelvis, medulla spinalis dan pusat-pusat di otak yang mengatur proses berkemih. Bila kandung kemih makin terisi dengan urin, sensasi syaraf diteruskan lewat persyarafan pelvis dan medulla spinalis ke pusat-pesat sub-kortikal dan korteks. Pusat sub-sub-kortikal di ganglia basalis pada serebellum memerintahkan kandung kemih untuk relaksasi; dengan demikian proses pengisian berlanjut tanpa orang mengalami sensasi untuk berkemih. Bila proses pengisian berlanjut, perasaan regangan kandung kemih mencapai pusat kesadaran6.
Selanjutnya pusat di korteks dilobus frontalis akan mengatur untuk menunda berkemih. Gangguan pada pusat-pusat di korteks atau sub-kortikal ini akibat penyakit atau obat-obatan dapat menurunkan kemampuan untuk menunda berkemih.
Bila dikehendaki untuk berkemih, rangsang dari korteks diteruskan lewat medulla spinalis dan persyarafan pelvis ke otot-otot detrusor. Kerja kolonergik dari persyarafan pelvis mengakibatkan kontraksi dari otot-otot detrusor. Gangguan pada aktifitas kolinergik dari persyarafan pelvis ini berakibat penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor. Otot-otot ini juga mempunyai reseptor untuk Prostaglandin, sehingga obat-obat yang menghambat Prostaglandin dapat mengganggu kerja detrusor. Kontraksi kandung kemih juga tergantung pada kerja ion kalsium, sehingga penghambat kalsium juga dapat mengganggu kontraksi kandung kemih.
MEKANISME SFINGTER
Inervasi dari sfingter interna dan eksterna juga kompleks. Walaupun demikian, untuk memberikan obat yang tepat dibutuhkan pemahaman dari persyarafan
Geriatric Opinion 2018
16
adrenergik dari sfingter-sfingter ini serta hubungan anatomik dari urethra dan kandung kemih.
Aktifitas alfa adrenergik menyebabkan sfingter urethra berkontraksi. Karenanya obat-obat yang bersifat alfa adrenergik agonis, misalnya pseudoefedrin, dapat memperkuat kontraksi sfingter. Sedangkan obat-obat penghambat alfa misalnya terazozin dapat mempengaruhi penutupan sfingter. Inervasi beta adrenergik menyebabkan relaksasi dari sfingter urethra dan mengakibatkan aktifitas kontraksi dari obat-obat alfa adrenergik tidak ada yang menghambat6.
Komponen lain dari mekanisme sfingter adalah hubungan anatomik antara urethra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter yang terkendali membutuhkan sudut yang tepat antara urethra dikandung kemih. Fungsi sfingter yang normal juga tergantung dari posisi yang tepat dari urethra, sehingga peningkatan tekanan intra-abdominal dapat secara efektif diteruskan ke urethra.
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih akan cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75% orang lanjut usia yang mengalami inkontinensia.
Pada wanita, menjadi lanjut usia juga berakibat menurunnya tahanan uretra pada uretra dan muara kandung kemih. Ini berkenaan dengan berkurangnya kadar Estrogen dan melemahnya jaringan/otot-plot panggul karena proses melahirkan, apalagi bila disertai tindakan-tindakan berkenaan dengan persalinan tersebut.
Menurunnya pengaruh dari estrogen pada lanjut usia, juga dapat menyebabkan vaginitis atropi dan urethritis sehingga terjadi keluhan-keluhan disuri misalnya polakisuri dan dapat mencetuskan inkontinensia.
Pada pria, pembesaran kelenjar prostat pada saat lanjut usia, mempunyai potensi untuk menyebabkan inkontinensia urin6.
INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Inkontinensia urin merupakan masalah medis dan sosial ekonomi (ICS, 2002) yang semakin meningkat terjadi pada lansia.
Lansia dengan inkontinensia urin memiliki beban psikologis yang besar, dan mengalami masalah sosial serta menjadi beben keluarga dalam perawatannya.
Geriatric Opinion 2018
17 Pada orang dewasa, perkiraan prevalensi gejala saluran kemih adalah 17%, dan pada lansia dengan usia lebih dari 80 tahun sekitar >75%7.
Perkiraan prevalensi inkontinensia urin bervariasi secara signifikan menurut jenis inkontinensia, definisi inkontinensia urin, dan populasi target, serta dengan variasi dalam desain penelitian. Inkontinensia urin dilaporkan sekitar 30%-60% dialami wanita yang setengah baya dan lebih tua.
The NOBLE (National Overactive Bladder Evaluation) Program,
memperkirakan bahwa sepertiga dari wanita berusia lebih dari 65 tahun menderita gangguan kandung kemih, dengan sekitar dua pertiga dari kasus-kasus ini terkait dengan inkontinensia. Inkontinensia urin tipe stress dialami sekitar 13% wanita usia 19-44 tahun dan 22% wanita berusia 45-64 tahun. Pada wanita yang lebih tua, inkontinensia campuran adalah yang paling umum dan dialami sekitar 50% dari semua kasus (Kristen, 2013).
Orang dengan gangguan fungsi kandung kemih yang berusia hingga 65 tahun biasanya memiliki gangguan fungsional pada kandung kemih,, atau dasar panggul, di usia tua terutama dipengaruhi oleh perubahan kontrol neurogenik dan mekanisme kompensasi yang melemah 8.
Inkontinensia urin fisiologis terjadi pada wanita usia lanjut yaitu inkontinensia urin tipe stress. Mekanismenya bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Inkontinensia urin karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup sempurna disertai dengan kelemahan otot dasar pelvis9
Geriatric Opinion 2018
18
INKONTINENSIA URIN FISIOLOGIS ( IU TIPE STRES) :
Inkontinensia fisiologis ini bisa diakibatkan karena: non neurologic disorder
(pelvic disorder,urethra disorder,certain medications),Idipopathic
Faktor Risiko IU Tipe Stres juga diakibatkan:10
Umur
Insidensinya meningkat terkait umur pada 46-86 tahun wanita adalah 15-25%: Terjadi perubahan fisiologis yang menyangkut penurunan jumlah jaringan elastis, peningkatan infiltrasi lemak, atropi sel, degenrasi neuron, dan penurunan tonus otot polos. Hal ini menyebabkan perubahan jaringan penyangga pelvis.
Pasca Melahirkan
Mengakibatkan melorotnya otot pelvis dan jaringan selama mengandung dan partus normal pada multipara
Obesitas
BB yang besar menyebabkan regangan dan penurunan kekuatan otot panggul dan muskulus detrusor, nervus /saraf dan berbagai struktur pelvis
Menopause
o Menurunnya estrogen pada menopause menyebabkan menurunnya
supportive tissue, penipisan uretra dan epitel vagina
o Defisiensi Estrogen faktor penting dari etiologi: lower urinary tract
disease termasuk urge symptoms (frequency, nocturia, urgency, incontinence urge)
PENATALAKSANAAN IU TIPE STRES
Penanganan awal pada IU Tipe Stres, meliputi tatalaksana untuk memperbaiki gaya hidup, terapi fisik, pengaturan jadwal berkemih, terapi perilaku dan medikasi/obat-obatan.
Perbaikan gaya hidup meliputi:
1. Menurunkan berat badan pada obesitas (Tingkat rekomendasi A) 2. Mengurangi asupan kafein (Tingkat rekomendasi B)
Geriatric Opinion 2018
19 Terapi fisik meliputi:
1. Latihan otot dasar panggul, merupakan terapi konservatif lini pertama IU Tipe Stres, dan pada wanita tiga bulan pasca melahirkan dengan gejala IU yang menetap (Tingkat rekomendasi A).
Latihan otot dasar panggul lebih efektif dibandingkan latihan kandung kemih (sebagai terapi lini pertama pada IU tipe Stres (Tingkat rekomendasi B).
Latihan otot dasar panggul dapat dilakukan pada wanita hamil untuk mencegah IU pasca melahirkan (Tingkat rekomendasi A).
2. Latihan dengan menggunakan vaginal cones, dapat ditawarkan pada IU OAB atau campuran (Tingkat rekomendasi B).
3. Stimulasi elektrik dapat ditawarkan pada IU Stres, OAB, dan campuran (Tingkat rekomendasi C).
4. Latihan kandung kemih, merupakan terapi lini pertama untuk IU OAB (Tingkat rekomendasi A).
5. Pengaturan jadwal berkemih dengan interval dua jam dapat disarankan pada IU ringan (Tingkat rekomendasi C)
PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGI INTERVENSI PERILAKU
1. Wanita bisa digunakan dengan tampon atau pampers dengan daya serap besar
2. Technic Toileting yang teratur 3. Bladder Training
4. Kaegel Exercise
CARA CARA:
1. Melakukan Latihan Kegel : • Menemukan otot yang tepat • Menahan otot yang digunakan.
• Jika merasakan perasaan ―tertarik‖ maka siap untuk mendapatkan latihan pelvic
• Jangan lakukan pada otot yang lain pada waktu yang bersamaan atau menahan nafas
• Hanya tekan otot pelvic.
• Tarik otot pelvic dan tahan selama 3 detik • Kemudian rileks selama 3 detik,
• Ulangi jangan berlebihan,
Geriatric Opinion 2018
20
2. Melakukan Latihan Otot Pelvic Dengan Berbaring :
• Posisi ini merupakan cara paling mudah melakukan latihan Kegel karena selanjutnya otot tidak perlu bekerja melawan gravitasi.
• Saat otot-otot mulai kuat, lakukan pelatihan dengan duduk atau berdiri. • Bekerja melawan gaya gravitasi seperti penambahan lebih berat beban, • Hanya perlu waktu 5 menit, tiga kali sehari.
• Kontrol bladder mungkin tidak membaik selama 3 sampai 6 minggu, meskipun sebagian orang mendapatkan perbaikan setelah ≥ 4 minggu.
Penatalaksanaan Non Farmakologi Mixie Jika Tidak Mampu Ditahan
1. Penggunaan drainase kateter indwelling uretra atau suprapubik adalah cara yang paling akhir
2. Terapi Anti Jamur & dan Hindari hidrasi berlebihan pada kulit → Inkontinensia Dermatitis
3. Memperbaiki kasus Artritis dan Osteoporosis dengan terapi yang sesuai → Inkontinensia Fungsional
4. Mengobati Diabetes Melitus dengan pilihan obat yang tepat → Inkontinensia Neurogenik
TERAPI FARMAKOLOGI
Pada terapi farmakologi didapatkan beberapa cara, misalnya:
Terapi Agen Bulking
Agen Bulking jarang digunakan pada pasien dikarenakan tingkat keberhasilan yang kecil.
Terapi Stem Sel
Masih kontroversi , tetapi mulai banyak diteliti untuk dikerjakan.
TERAPI HORMON PADA IU STRES
Susan et al, melakukan penelitian untuk menentukan efek dari MHT (Menopause Hormon Therapy) pada insiden 1tahun dan keparahan gejala Inkontinensia Urin Tipe Stres yang terjadi ketika sukarelawan penelitian mengikuti risetnya.
IU Stres terjadi oleh karena: batuk, tertawa, bersin, mengangkat atau mengejan; urge incontinence yang umumnya disebabkan kontraksi dari otot kandung kemih, terkait dengan urgensi dan juga dengan bersin,, tekanan abdominal, atau batuk pada wanita pasca menopause sehat. Menganalisis data
Geriatric Opinion 2018
21 dari Health Initiative Wanita [WHI] multicenter double-blind, plasebo-terkontrol,dengan uji klinis acak dengan terapi hormon Estrogen pada wanita menopause 27.347 relawan berusia 50 hingga 79 tahun selama 5 tahun. Adanya gejala IU dikenal untuk 23.296 peserta pada awal dan 1 tahun. Perempuan secara acak menerima Estrogen saja (Estrogen Terkonjugasi, [CEE]), Estrogen plus Progestin (CEE ditambahAasetat Medroksiprogesteron [MPA]), atau plasebo.
Ternyata di dapatkan hasil yang bermakna pada yang mendapatkan Estrogen dan Estrogen plus Progestin dibanding plasebo untuk penguatan menahan kencingnya atau penurunan inkontinensia urinnya.
TERAPI ESTROGEN DAN PROGESTERON
Penggunaannya masih kontroversi. Tetapi jika terjadi defisiensi hormonal dan mengganggu tubuh maka sebaiknya dipertimbangkan pemberiannya. Beberapa penelitian menunjukkan efek meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan Estrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia urin dengan tujuan untukmemperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan uro,walaupun belum ada data yang akurat11.
Dosis Estrogen: 0,625 mg
Premarin 0,3( 12-14) ,Estrogen 28 day Injeksi: 0,5-2 gr/hari
Krim, Gel:Patch, Spray:
TERAPI OPERATIF
Inkontinensia Urin tipe Stres, dapat dilakukan dengan cara: tension vaginal
tape, prosedur sling, uretropeksi retropubik dan lainnya.
STIMULASI ELEKTRIK
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutindigunakan sela. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra.Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak
Geriatric Opinion 2018
22
populer karena sering terjadi efek mekanik dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalampakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentukelektrode vaginal : ring, Hodge pessary, silindris12.
KESIMPULAN
Populasi lansia di dunia saat ini dan periode yang akan datang meningkat pesat di dunia.Berbagai masalah kesehatan dan iatrogenesis pada populasi tua semakin meningkat. Berkaitan dengan salah satu organ yang berperan penting adalah organ terkait masalah berkemih yang melibatkan banyak organ tubuh pada lanjut usia. Terapi inkontinensia urin fisiologis atau Inkontinensia Urin tipe Stres pada lanjut usia wanita bisa dengan terapi non farmakologik dan farmakologik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan populasi tersebut serta memperpanjang usia harapan hidup .
DAFTAR PUSTAKA
1 Jaipaul N. Effects of Aging on the Urinary Tract.
2017.https://www.msdmanuals.com/home/kidney-and-urinary-tract- disorders/biology-of-the-kidneys-and-urinary-tract/effects-of-aging-on-the-urinary-tract.
2 Herschorn S, Kaplan S, Sun F, Ntanios F. Do patient characteristics predict responsiveness to treatment of overactive bladder with antimuscarinic agents? Urology 2014; 83: 1023–1029.
3 Pratiwi R. Inkontinensia Urin: Saat Orang Dewasa Tidak Bisa Menahan
Kencing.
2017.https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/inkontinensia-urin-orang-dewasa-mengompol/.
4 Goepel M, Hoffmann J, Piro M, Rübben H, Michel M. Prevalence and physician awareness of symptoms of urinary bladder dysfunction. Eur
Urol 2002; 41: 234–239.
5 Besdine RW. Changes in the Body With Aging.
2017.https://www.msdmanuals.com/home/older-people‘s-health-issues/the-aging-body/changes-in-the-body-with-aging.
6 Pranaka K. Inkontinensia. 4th ed. Balai Penerbit FKUI: Jakarta, 2009. 7 Nordqvist C. Urinary Incontinence: What you need to know.
2017.https://www.medicalnewstoday.com/articles/165408.php.
8 Griffith D, Derbyshire S, Stenger A, Resnick N. Brain Control of normal and overactive bladder. J Urol 2005; : 1862–1867.
Geriatric Opinion 2018
23 9 Eapen RS, Radomski SB. Review of the epidemiology of overactive
bladder. Res Rep Urol 2016; 8: 71–76.
10 Rogers RG. Urinary Stress Incontinence in Women. N Engl J Med 2008;
358: 1029–1036.
11 Moehrer B, Hextall A, Jackson S. Oestrogen therapy for urinary incontinence in post-menopausal women. Cochrane Collab 2003; 2. 12 Kristen K, Linda M S. Urinary Incontinence in the Older Adult. PSAP