• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akibat hukum dari suatu perkawinan itu adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akibat hukum dari suatu perkawinan itu adalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembagian harta dibidang hukum harta benda perkawinan perlu menjadi perhatian untuk dibahas mengingat sebelum pekawinan dilakukan, masing-masing pihak membawa sendiri harta bendanya dan kemudian selama perkawinan para pihak memperoleh harta kekayaan yang diusahakan secara bersama-sama atau sendiri.1 Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

(“selanjutnya akan disingkat menjadi UUP), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akibat hukum dari suatu perkawinan itu adalah menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri secara timbal balik dan menimbulkan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anaknya secara timbal balik.2

Karena tujuan perkawinan berdasarkan pasal 1 UUP adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka UUP mempersulit terjadinya suatu perceraian. Perceraian hanya bisa diputus melalui putusan pengadilan. Pengadilan selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak agar tidak bercerai. Adapun alasan-alasan yang dapat mengakibatkan suatu putusnya suatu perkawinan berdasarkan pasal 38 UUP adalah:

1. Kematian 2. Perceraian

3. Atas putusan pengadilan

1 Andy Hartanto, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan Menurut “Burgerlijk Wetboek” dan Undang Undang Perkawinan, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2012, hal. 1.

2 Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal. 6.

(2)

Putusnya perkawinan menimbulkan akibat hukum terhadap:3

1. Orang tua / Anak

2. Harta Benda Perkawinan

Berdasarkan pasal 41 UUP, akibat putusnya perkawinan terhadap orang tua dan anak adalah a. Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata

berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;

b. Bapak bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yangdiperlukan anak itu, dan bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biayapenghidupan dan/menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Pasal diatas memberikan kewenangan bagi Pengadilan untuk menentukan kepada siapa hak asuh anak diberikan. Pada dasarnya baik bapak atau ibu berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya, akan tetapi apabila terjadi sengketa mengenai penguasaan anak-anak pengadilanlah yang memutuskan kepada siapa hak asuh anak itu diberikan. Pengadilan memiliki penilaian sendiri mengenai hak asuh anak. Pengadilan menginginkan hal yang terbaik untuk kemajuan anak tersebut.

Mengenai kedudukan anak, apabila anak sudah dewasa dapat mengikuti ayahnya dan apabila anak belum dewasa mengikuti ibunya. Apabila anak-anak sudah menjadi dewasa, keputusan diserahkan kepada mereka hendak mengikuti ayah atau ibunya. Dalam melakukan pembagian harta benda perkawinan harus memperhatikan kepentingan anak dan kepada siapa akan diserahkan tentang pemeliharaan, dan pendidikan anak. Mengenai status suami istri yang telah bercerai menjadi duda atau janda, dapat melakukan perkawinan kembali dengan orang lain, dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUP.

(3)

Berikutnya salah satu akibat hukum terhadap putusnya perkawinan adalah terhadap harta benda perkawinan. Berdasarkan pasal 35 ayat (1) UUP, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Berdasarkan pasal 29 UUP, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Terdapat beberapa kasus mengenai perebutan pembagian harta bersama tersebut terutama di kalangan artis-artis. Seperti pada kasus perceraian Demian dan Yulia Rahman. Menurut pihak Demian rumah yang ditempati oleh Yulia bersama ibunda dan anak-anaknya tersebut merupakan bagian dari harta bersama. Karena pada saat itu Demian ikut dalam merenovasi rumah tersebut dan ikut mencicil rumah tersebut walaupun rumah tersebut dibeli sebelum perkawinannya dengan Yulia. Sedangkan berdasarkan pihak Yulia, rumah tersebut secara fisik telah selesai direnovasi pada bulan Juni 2008 dan pernikahan Demian dengan Yulia terjadi pada akhir tahun 2008 yaitu bulan Desember. Setelah Desember 2008 tersebut tidak ada renovasi-renovasi rumah lagi.4

Selain kasus perebutan harta bersama antara Demian dan Yulia, terdapat juga kasus yang terjadi pada artis Ivan dengan Venna Mellinda. Menurut Ida Noor selaku Staf Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sidang perceraian antara Ivan dengan Mellinda tersebut berjalan lama. Karena harta bersama menjadi persoalan. Harta bersama mereka tidak hanya di Jakarta saja, melainkan terdapat pada beberapa daerah seperti Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Bali. Oleh karena itu diperlukan pendataan mengenai harta bersama tersebut dari pengadilan agama setempat. Setelah pengadilan agama setempat tersebut

4Finalia Kodrati, Rizky Sekar Afrisia, http://life.viva.co.id/news/read/383005-yulia-rahman-demian-rebutan-harta-gono-gini, diunduh pada tanggal 3 Desember 2014.

(4)

mendata dan menyerahkan ke pengadilan agama Jakarta Selatan, baru akan dilanjutkan ke persidangan selanjutnya.5

Ada juga kasus perebutan harta bersama yang terjadi di tahun 2014 yaitu antara Farhat Abbas dengan Nia Daniati. Pihak Nia menuntut uang nafkah sebesar 100 juta rupiah per bulan seperti yang dijanjikan oleh Farhat dan harta bersamanya dengan Farhat. Pihak Nia menilai bahwa rumah, villa di Bandung dan kawasan Puncak, apartemen serta mobil Toyota Alphard Vellfire yang merupakan hadiah pernikahan mereka merupakan harta bersama perkawinan Farhat dengan Nia. Oleh sebab itu, pihak Nia merasa bahwa Nia berhak atas harta bersama tersebut.6

Sengketa mengenai perebutan harta bersama tidak hanya terjadi di kalangan artis saja, ada juga terjadi di kalangan masyarakat umum. Seperti yang menimpa pada perkawinan Hein dengan Kusumawati Wardaniah. Hein dengan Kusumawati telah bercerai pada tahun 2010. Hein menolak untuk meninggalkan rumah tersebut karena ia berhak tinggal di rumah tersebut walau sertipikat rumah atas nama Kusumawati. Dia berdalih bahwa dia yang selama ini mencari nafkah keluarga. Karena alasan inilah Hein diduga kuat membunuh anaknya yang berusia 9 tahun tersebut. Karena menurut Nur Salam (kakak dari Kusumawati), anaknya tersebut merupakan pewaris satu-satunya dari rumah tersebut.7

Sengketa-sengketa mengenai pembagian harta bersama tersebut diatas dapat terjadi karena tidak dibuatnya Perjanjian Kawin sebelum atau pada saat perkawinan itu berlangsung. Sehingga tidak adanya pemisahan harta perkawinan. Karena pada dasarnya berdasarkan pasal 119 ayat (1) BW menyebutkan mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Hal ini juga

5Redaksi,http://www.nonstop-online.com/2014/02/keseret-skandal-seks-caleg-artis-disemprit/, diunduh

pada tanggal 3 Desember 2014.

6Wahyu Kurniawan, http://www.solopos.com/2014/03/26/perceraian-artis-nia-daniati-tetap-tuntut-harta-gono-gini-498872, diunduh pada tanggal 3 Desember 2014.

7Fedhly Averouss, Edison Simarmata, http://buser.liputan6.com/read/128120/demi-harta-ayah-membunuh-anak-kandung, diunduh pada tanggal 3 Desember 2014.

(5)

tertuang dalam pasal 35 ayat (1) UUP yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Akibat pemerintah memberikan batasan-batasan berupa aturan-aturan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, individu berusaha untuk mencari cara agar tidak melanggar aturan tersebut dengan cara melahirkan konsep-konsep baru seperti konsep perjanjian Pembagian Harta Bersama. Penulis berhasil menemukan salah satu contoh konsep perjanjian Pembagian Harta Bersama. Yang mana perjanjian Pembagian Harta Bersama ini dibuat sebelum perceraian dan mulai berlaku setelah adanya perceraian. Salah satu isi dari perjanjian Pembagian Harta Bersama yang penulis temukan adalah bahwa hak dari masing-masing pihak akan tetap menjadi hak mereka. Jadi harta yang atas nama suami akan tetap menjadi milik suami. Begitu juga sebaliknya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah : 1. Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian

2. Akibat Hukum Bagi Pihak Ketiga dengan adanya Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian

(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik dari perjanjian Pembagian Harta Bersama tersebut.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum bagi pihak ketiga dengan adanya perjanjian Pembagian Harta Bersama tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Bahwa manfaat dari penelitian ini adalah guna memberi sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum perjanjian dan hukum keluarga, dan diharapkan berguna bagi para notaris dalam melaksanakan salah satu tugas jabatannya, yaitu membuat legalisasi akta dibawah tangan.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Pengertian Perkawinan

Dalam pasal 1 UUP, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam BW tidak memberikan definisi/pengertian perkawinan, hanya dalam pasal 26 BW diberikan batasan yaitu undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.

(7)

Dalam buku I title 5 pasal 30 NBW, berbunyi sebagai berikut: De Wet beschouwt het huweliyk

alleen in zijn burgerlijke betrekkingen (undang-undang memandang perkawinan hanya sebagai hubungan

keperdataan belaka). Karena itu di Negeri Belanda, hidup bersama tanpa nikahpun dapat dicatatkan di hadapan pegawai pencatat.8

Menurut Scholten, perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh Negara. 9

1.5.2. Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian

Menurut Pasal 1313 BW, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.10

Subekti memberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.11

KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.12

8 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal 72.

9 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Alumni, Bandung, 1979, hal 31.

10 Wirdjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 7. 11 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 1.

(8)

Pengertian kontrak atau perjanjian yang dikemukakan para ahli tersebut melengkapi kekurangan definisi Pasal 1313 BW, sehingga secara lengkap pengertian kontrak atau perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.13

Bagi mereka yang melakukan perkawinan setelah berlakunya UUP maka pengertian harta bersama menurut pasal 35 ayat (1) UUP yaitu harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. Pasal 35 (2) UUP berbunyi harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Sebaliknya bagi mereka yang melakukan perkawinan sebelum berlaku UUP maka hukum yang digunakan mengenai harta bersama ini adalah BW. Menurut pasal 119 ayat (1) BW menyebutkan mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.

Putusnya perkawinan setelah berlakunya UUP adalah menurut pasal 38 UUP menyebutkan perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.

Sedangkan alasan putusnya perkawinan sebelum berlaku UUP adalah menurut pasal 199 BW menyebutkan perkawinan dapat bubar karena

1e. Kematian;

2e. Karena keadaan tak hadir si suami atau si istri, selama sepuluh tahun, diikuti dengan perkawinan baru istrinya/suaminya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian kelima bab delapan belas;

12 A. Qirom Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 8.

13 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal. 16.

(9)

3e. Karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyataan bubarnya perkawinan dalam putusan itu dalam catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian kedua bab ini;

4e. Karena perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian ketiga bab ini. Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian termasuk perjanjian tak bernama (innominaat), yaitu perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur secara khusus dalam Buku III BW Bab V sampai Bab XVIII. Perjanjian ini muncul seiring dengan perkembangan masyarakat.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam BW, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.14

Menurut J. Satrio, yang dimaksud dengan perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang, baik dalam BW maupun undang-undang lainnya. Karena belum diatur tersebut maka dalam praktiknya didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan putusan pengadilan atau yurisprudensi.15

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum, karena ilmu hukum memiliki karakter yang khusus (merupakan sui generis disclipline). Merupakan suatu penelitian untuk menganalisa Peraturan Perundang-undangan.

14 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 67.

15 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I,. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 149.

(10)

1.6.2. Pendekatan Masalah

Pembahasan permasalahan dalam penulisan tesis ini menggunakan bentuk pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach)

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.16

Pendekatan kasus (case approach) yaitu pendekatan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan dan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.17

Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu pendekatan dengan menunjuk pada prinsip-prinsip hukum yang ada yang mana dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana atau doktrin-doktrin hukum.18

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Untuk menunjang penulisan tesis ini digunakan bahan-bahan hukum, yaitu, bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1) Bahan Hukum Primer

16Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hal. 93. 17Ibid, hal. 94.

(11)

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai kekuasaan.19Bahan hukum tersebut merupakan norma yang bersifat mengikat. Sumber bahan hukum

primer dari penulisan tesis ini adalah : a. Burgerlijk Wetboek (BW);

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris e. Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.20 Bahan hukum tersebut berfungsi untuk menjelaskan bahan hukum primer dan tidak

bersifat autoritatif. Sumber bahan hukum primer dari penulisan tesis ini berupa buku-buku teks hukum, pendapat-pendapat para sarjana baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, artikel-artikel yang dimuat dalam jurnal hukum, media cetak, maupun internet yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, serta kamus hukum. 3) Cara Mengumpulkan Bahan Hukum

19Ibid, hal. 141.

(12)

Bahan hukum primer maupun sekunder dikumpulkan kemudian di identifikasi guna menganalisa permasalahan yang dikaji dengan mempergunakan studi kepustakaan, baik terhadap Peraturan Perundang-undangan maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

1.6.4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah secara kualitatif melalui proses penalaran hukum (legal reasoning) yang logis sistematis. Langkah-langkah analisis secara sistematis untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif atas pokok masalah yang dijadikan titik tolak penelitian.

Bahan hukum yang telah dikumpulkan melalui studi kepustakaan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan bahan-bahan hukum dan dihubungkan sedemikian rupa kemudian dianalisa guna menjawab permasalahan yang akan dibahas.

1.7. Pertanggungjawaban sistematika

Bab I adalah pendahuluan yang merupakan pengantar secara keseluruhan dan garis besar dari tesis ini untuk mendapat gambaran singkat dari keseluruhan isi tesis yang dapat dijadikan dasar bagi pemahaman dan pembahasan dalam bab-bab selanjutnya. Dalam bab ini terdiri dari 7 (tujuh) sub bab, yaitu Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang meliputi Tipe Penelitian, Pendekatan masalah, Sumber Bahan Hukum, Pengolahandan Analisa Bahan Hukum dan sub bab yang terakhir adalah Pertanggungjawaban Sistematika.

Kemudian Bab II adalah berjudul Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian yang berisi mengenai beberapa hal dari judul bab tersebut, yang terdiri dari pembahasan

(13)

terhadap 3 (tiga) sub bab, yaitu Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Hukum Perikatan, Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Hukum Perkawinan, Perjanjian Pembagian Harta Bersama Dalam Praktek.

Lalu Bab III adalah berjudul Akibat Hukum Bagi Pihak Ketiga dengan Adanya Perjanjian Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian yang berisi mengenai beberapa hal dari judul bab tersebut yang terdiri dari pembahasan terhadap 3 (tiga) sub bab, yaitu Daya Mengikat Suatu Perjanjian Pembagian Harta Bersama Yang Dilegalisasi Oleh Notaris; Akibat Hukum Bagi Pihak Ketiga Dengan Adanya Perjanjian Pembagian Harta Bersama Yang Dilegalisasi Oleh Notaris; Analisis Putusan Tentang Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama.

Referensi

Dokumen terkait

menekankan kepada praktik agar.. siswa lebih paham, 3) sering memberikan latihan kepada siswa untuk membaca memindai, dan 4) memberikan banyak contoh wacana

Selain menjadi sarana untuk irigasi areal persawahan, Sungai Jerowan setiap harinya didatangi banyak orang yang ingin memancing ikan, selain itu pada beberapa

Setelah pasangan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah jalur perseorangan memasukan berkas dokumen dukungan ke Komisi Pemilihan Umum sebagai syarat dukungan

Berdasarkan hasil perhitungan secara simultan, dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan instruksi, gaya kepemimpinan konsultasi, gaya

Sjafri dan Aida (2007 : 153) tiap manajemen perlu mengelola dan mengetahui kinerja pegawainya, apakah sudah sesuai dengan standar kinerja perusahaan atau

Penelitian yang dilakukan Mailina Harahap (2017) dengan judul “Kajian modal sosial pada usaha tani sayur” Studi kasus pada Kelompok Tani Barokah Kelurahan Tanah

errors are caused by the learner's lack of

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui struktur novel Tempurung (2) mengetahui perjuangan tokoh perempuan (3) mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam