• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI BALITA DENGAN BERAT BADAN RENDAH DI SULAWESI UTARA PADA TAHUN 2009 Marsella Dervina Amisi*, Ester Candrawati Musa*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI BALITA DENGAN BERAT BADAN RENDAH DI SULAWESI UTARA PADA TAHUN 2009 Marsella Dervina Amisi*, Ester Candrawati Musa*"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PREVALENSI BALITA DENGAN BERAT BADAN RENDAH DI SULAWESI UTARA PADA TAHUN 2009

Marsella Dervina Amisi*, Ester Candrawati Musa*

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRACT

Children under five are one of the age group which is susceptible to malnutrition. This age group can easily suffer from health disorder and malnutrition due to the growth cycle which needs large amount of nutrition than other age group. Hence, when the body is lack of nutrition, health disorder or malnutrition can easily occur.

Objective of this study is to show the prevalence of under five children with low body weight in North Sulawesi on 2009. Secondary data were taken from North Sulawesi Health Office, then tabulated, analyzed, and presented in graphs.

Results showed a high prevalence of under five children with low body weight in several regency/city in North Sulawesi on 2009. Therefore, promotion and prevention are necessary to decrease the number of cases.

Keywords: under five children, low body weight, North Sulawesi

ABSTRAK

Balita merupakan salah satu penduduk rentan gizi mereka paling muda menderita gangguan kesehatan dan kekurangan gizi, kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain, oleh sebab itu apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat prevalensi balita dengan berat badan rendah di Sulawesi Utara. Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan mengambil data sekunder dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara kemudian data tersebut ditabulasi, dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk grafik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi balita dengan berat badan rendah masih tinggi pada beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Utara sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dan promosi untuk mengurangi kejadian balita dengan berat badan rendah.

(2)

2

PENDAHULUAN

Masalah dibidang gizi merupakan salah satu masalah kesehatan. Masalah gizi dapat disebabkan karena kesadaran gizi masyarakat yang belum memadai. Jika hal ini disertai dengan keadaan hygiene perorangan maupun sanitasi lingkungan yang kurang mendukung atau menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi yang pada akhirnya akan menurunkan keadaan kesehatan dan gizi. Jika keadaan gizi baik akan menurunkan angka kesakitan selain itu akan menurunkan angka kematian bayi dan balita (Purba, 2004).

Balita merupakan salah satu penduduk rentan gizi mereka paling muda menderita gangguan kesehatan dan kekurangan gizi, kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain, oleh sebab itu apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatan (Notoatmodjo, 1996).

Masalah gizi yang terjadi pada anak balita disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak tersebut, sedangkan faktor tidak langsung adalah ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2000).

Putuhena (1998) menjelaskan bahwa dalam menjalani kehidupannya seorang anak masih sangat tergantung kepada orang tuanya (ibu), sehingga pendidikan seorang ibu akan mempengaruhi status gizi anaknya. Anak sehat dan dinyatakan bergizi baik, jika berat badan anak bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.

Indikator adalah suatu tanda yang dapat memberikan indikasi tentang suatu keadaan. Suatu tanda disebut indikator yang baik apabila tanda tersebut dapat memberikan indikasi yang sensitif atas suatu

keadaan. Pertumbuhan merupakan salah satu produk dari status gizi.

Pertumbuhan merupakan suatu proses yang kontinyu, oleh karena itu pertumbuhan merupakan indikator dari perkembangan status gizi anak. Penilaian pencapaian pertumbuhan atau ukuran fisik atau antropometri pada saat tertentu dapat memberikan indikasi tentang status gizi seorang anak pada saat pengukuran. Jadi antropometri dapat digunakan sebagai salah satu indikator status gizi (Moehji, 2002).

Indikator antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa, dkk. 2002). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indikator berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.

Pertumbuhan seorang anak diukur melalui capaian tinggi dan berat badan. Kecepatan pertumbuhan lebih lambat pada anak-anak dibandingkan pada bayi dan balita. Peningkatan berat badan berkisar dari 2-2.5 kg/tahun mulai dari 2-3 tahun, 2 kg/tahun diantara umur 3-5 tahun (Orabella, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi balita dengan berat badan rendah di Provinsi Sulawesi Utara.

(3)

3

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Anak Balita

Indikator Status Gizi Ambang Batas

Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk >+2 SD >-2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai >=-3SD <-3 SD

Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Normal Pendek

>2 SD <-2 SD

Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Gemuk Normal Kurus Kurus sekali >+2 SD >-2 SD sampai +2 SD >-2 SD sampai >-3 SD <-3Sd

Sumber : SK Menkes RI No. 920, 2002.

METODE

Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif yang dilakukan di provinsi Sulawesi Utara pada bulan September 2012. Subjek penelitian adalah seluruh anak balita yang berumur 12 bulan sampai 59 bulan sebanyak 40.500 responden. Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara untuk

tahun 2009, selanjutnya dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini ditampilkan jumlah balita, prevalesi balita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2009. Jumlah balita di Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jumlah balita di provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan data pada Gambar 1,

menunjukkan bahwa jumlah balita terbanyak berada pada Kabupaten Talaud sebanyak 5700 balita, lalu kabupaten Minahasa Selatan sebanyak 5100 balita dan paling sedikit di

Kota Kotamobagu sebanyak 1200 balita. Selanjutnya, jumlah balita gizi kurang dan gizi buruk dapat dilihat pada Gambar 2.

2700 1500 1200 4500 5100 3000 3600 3600 5700 1800 1800 3000 1500 1500 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

(4)

4

Gambar 2. Jumlah balita gizi kurang dan buruk di provinsi Sulawesi Utara

Berdasarkan data pada Gambar 2, menunjukkan bahwa jumlah balita gizi kurang terbanyak pada Kabupaten Minahasa Utara sebanyak 225 balita diikuti kabupaten Bolaang Mongondow sebanyak 156 balita dan paling sedikit di Kabupaten Bolaang Selatan. Jumlah balita gizi buruk terbanyak

ditemukan pada Kabupaten Talaud sebanyak 16 balita, lalu kabupaten Bolaang Mongondow sebanyak 10 balita dan paling sedikit di Kabupaten Bolaang Selatan Selanjutnya, prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Prevalensi balita gizi kurang dan buruk di provinsi Sulawesi Utara

105 25 137 58 132 225 156 127 138 77 4 8 10 0 25 0 6 8 8 3 10 8 16 9 8 2 0 0 0 50 100 150 200 250

BALITA DENGAN GIZI KURANG BALITA DENGAN GIZI BURUK

4.81 1.67 11.92 1.47 2.75 7.6 4.61 3.75 2.7 4.78 0.67 0.33 0.67 0 0 2 4 6 8 10 12 14

(5)

5

Berdasarkan data pada Gambar 3,

menunjukkan bahwa prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk terbanyak pada kota Kotamobagu sebesar 11,92% diikuti kabupaten Minahasa Utara sebesar 7,6% dan paling sedikit di Kabupaten Bolaang Selatan. Tingginya prevalensi balita dengan berat badan di bawah standar menunjukkan bahwa perlu adanya tindakan yang serius dari seluruh pihak sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kasus berat badan balita rendah melalui tindakan pencegahan pada faktor-faktor yang bisa mempengaruhi seperti tingkat pengetahuan ibu, pendapatan keluarga dan kunjungan ke posyandu.

Masalah gizi yang terjadi pada anak balita disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak tersebut, sedangkan faktor tidak langsung adalah ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2000).

Faktor keluarga dan adat istiadat berpengaruh pada tumbuh kembang anak misalnya pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, norma dan tabu serta urbanisasi. Kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan masyarakat kurang dapat memanfaatkan segala potensi yang ada dilingkungan rumah tangga, seperti lahan pekarangan untuk pemenuhan gizi keluarga (Supariasa, dkk., 2002).

Hasil penelitian Ikhwansyah (2004) juga menunjukkan bahwa anak balita dengan ibu yang berpendidikan yang rendah mempunyai resiko 2,289 kali untuk terjadinya status gizi kurang dibandingkan dengan anak balita dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Himawati (2000) menjelaskan bahwa pendidikan yang tinggi memungkinkan seorang ibu untuk lebih terbuka terhadap upaya-upaya perbaikkan bidang kesehatan termasuk gizi. Bila didukung dengan arus informasi tentang gizi yang lancar, maka akan menyebabkan makin meningkatnya pengetahuan ibu tentang makanan sehat, gizi dan kesehatan, meskipun tingkat pendidikan ibu rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Ikhwansyah (2004), dimana terdapat

hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita, yaitu ibu yang bekerja mempunyai risiko 3,129 kali untuk menderita status gizi kurang pada anak balita dibandingkan dengan ibu tidak bekerja. Pudjiadi (2003) menjelaskan bahwa ibu yang mencari nafkah dan lokasi pekerjaan jauh dari tempat tinggal, akan berdampak bagi kesehatan anaknya, karena anak mereka tidak mendapat perhatian dari ibunya mengenai apa makanan yang berkualitas dan berkuantitas dari makanan yang anak makan. Ibu yang memiliki pekerjaan tetap dan harus meninggalkan anaknya, akan mempermudah anaknya untuk menderita penyakit malnutrisi.

Faktor pendapatan keluarga walaupun pendapatan keluarga banyak yang tergolong menengah tapi status gizi anak banyak yang berstatus gizi baik, hal ini karena tidak semua bahan makanan harus mereka beli kebanyakan mereka memanfaatkan lahan pekarangan untuk ditanami sayur-sayuran dan rempah-rempah sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli bahan-bahan tersebut. Tingkat pendapatan rumah tangga/keluarga akan menentukan macam bahan dan banyaknya bahan yang akan dibeli rumah tangga. Dengan pendapatan yang cukup maka rumah tangga mampu menyediakan pangan yang cukup sesuai dengan kebutuhan semua anggota keluarga (Purba 2004).

Hasil penelitian Djaiman (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang berhubungan terhadap kunjungan Balita ke posyandu adalah faktor, umur Balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca, jumlah anak, status pekerjaan ibu, ketersediaan waktu ibu untuk merawat anak. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur, umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prevalensi balita dengan berat badan di bawah standar di provinsi Sulawesi Utara masih tinggi pada beberapa kabupaten/kota, sehingga perlu adanya tindakan pencegahan dan dapat

(6)

6

melakukan penelitian lanjutan mengenai

faktor-faktor penyebab kejadian balita dengan berat badan di bawah standar.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI., 2002. Keputusan Menkes RI No.

920/Menkes/SK/VIII. Jakarta. Hal. 3

Djaiman, 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Balita Berkunjung ke Posyandu. (Online,

http://www.gdl-lib@litbang.depkes.go.id, Diakses 10 Oktober 2012)

Himawati N. R. 2000. Hubungan antara

Faktor Sosial Ekonomi dengan Pola Konsumsi Makanan dan Status Gizi Anak Balita di Kabuipaten Purworejo. Jogjakarta: Universitas

Gajah Mada. Tesis tidak di Terbitkan.

Ikhwansyah, 2004. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan. Yogyakarta :

Tesis Tidak Diterbitkan, Program Pasca Sarjana, UGM.

Moehji, S. 2002. Ilmu gizi. Jakarta : Papas Sinar Sinanti. Hal. 8-10

Notoatmodjo S. 1996. Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Jakarata : Rineka Cipta.

Hal. 95-135

Orabella, M., 2003. Nutrition Across The Life

Span : Nutrition During Growth : Preschool Through Preadolescence, Chapter 9. Ohio USA : Second

Edition. Hal. 271-285

Purba, B. 2004. Program Implementasi dan

Evaluasi Program gizi Jilid I.

Manado. Hal. a. 5, b. 42-68

Putuhena, 1998. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Anak Sekolah Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah.. Program Pasca Sarjana

UGM, Yogyakarta : Tesis tidak Diterbitkan. Hal. 50-2

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 1-2 Supariasa I, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian

Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku

Gambar

Gambar 1. Jumlah balita di provinsi Sulawesi Utara  Berdasarkan  data  pada  Gambar  1,
Gambar 3. Prevalensi balita gizi kurang dan buruk di provinsi Sulawesi Utara

Referensi

Dokumen terkait

Konflik yang terjadi dengan rekan kerja dapat membuat karyawan merasa tidak nyaman hingga pada akhirnya. karyawan akan merasa tertekan

Kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta ber- kembang

Pengembangan sistem pada perusahaan adalah mengintegrasikan IAIS ke seluruh bagian didalam perusahaan agar kegiatan bisnis perusahaan dapat berjalan lebih baik,

Tanaman nenas yang berasal dari bibit berukuran besar menyebabkan buah alami yang lebih banyak dibandingkan bibit yang berukuran sedang dan berukuran kecil. Waktu pelaksanaan

Induksi dihentikan pada hari ke-7 karena setelah data tekanan darah pasca induksi dianalisis statistik melalui uji anava dan uji Beda Nyata Terkecil (LSD) dengan nilai

3.4 Jika posisi pemasangan kran saluran air panas lebih tinggi dari pada posisi pemanas, maka air tidak akan bisa benar- benar mengalir ke luar, maka harus

Dalam hal ini nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelompokan RVI bangunan berdasarkan bentuk atap tidak

Penyesuaian kedua yang dianggap penting bagi orang dewasa muda adalah pilihan jurusan harus dilakukan dengan mantap. Cara ini tidak selalu dapat dilakukan baik