• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan penting di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan penting di"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Dengan implementasi strategi DOTS (Directly Observed Treatment) yang cukup baik di mana pengendalian tuberkulosis di Indonesia telah mendekati target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu 222 per 100.000 penduduk, sehingga perlu ditingkatkan agar dapat menurunkan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TB (Kemenkes, 2010). Namun tantangan masalah TB ke depan masih besar terutama adanya perkembangan TB-MDR (Multi Drugs

Resistancy) (Weyer, 2005., Kemenkes, 2010.,WHO, 2012).

Pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 390.000-510.000 kasus TB MDR di seluruh dunia dengan150.000 angka kematian. Dari semua insidensi TB, sekitar 3,6% menjadi TB MDR (WHO, 2010). Survei nasional oleh Medical Research

Council menunjukkan prevalensi keseluruhan TB MDR 2,9%. Beban ekonomi

dari epidemi TB MDR sudah parah, dimana biaya mengobati kasus TB MDR 100 kali lebih banyak dibanding kasus yang tidak komplikasi (Weyer, 2005).

Menurut Global Report Tuberculosis WHO 2010, diperkirakan terdapat

8.900 kasus TB MDR di Indonesia (Kemenkes, 2012). Sedangkan menurut data RSUD Dr Moewardi Surakarta tahun 2012 terdapat 95 kasus TB MDR dan sampai bulan Maret 2013 terdapat 32 pasien TB MDR baru yang menjalani pengobatan. Dari 127 kasus tersebut tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Tengah dan 11 kasus berada di wilayah Solo (RSUD Dr. Moewardi, 2013). 

(2)

Control 2011), Indonesia kini menempati urutan ke-9 di antara 27 negara yang

mempunyai beban tinggi untuk TB-MDR (WHO, 2012).

Rejimen pengobatan saat ini untuk multidrug resistan tuberculosis

(MDR-TB) yang tersedia kurang kuat tapi lebih berbahaya, membutuhkan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama sehingga menyebabkan utilitas kesehatan pasien TB-MDR sangat berkurang (Kittikraisak et al., 2012).

Gangguan mental umum sering komorbid dengan pasien TB meliputi depresi, gangguan kecemasan dan gangguan somatoform (Peltzer et al., 2012) 80% pasien TB menderita depresi. Penyebab utama adalah perubahan hubungan sosial, masalah ekonomi dan stigma (Sulehri et al., 2010), dan informasi bahwa tidak ada lagi pengobatan yang tersisa untuk mereka dari tenaga kesehatan, tidak mengherankan, jika lebih dari setengah (52,2%) pasien dalam pengobatan TB-MDR di Lima Peru didiagnosis dengan sindrom depresi pada awal. Sementara  insidensi depresi, kecemasan dan psikosis selama pengobatan TB MDR

masing-masing adalah 13,3%, 12,0% dan 12,0% (Vega et al., 2004). Depresi memiliki efek buruk pada kepatuhan minum obat dan pengobatan TB (Sulehri et al., 2010., Peltzer et al.,2012).

Efek samping obat, durasi pengobatan yang lama pada TB MDR, efek fisik dari penyakit dan stigma sosial yang melekat pada penyakit itu sendiri menyebabkan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan hidup pasien yaitu nilai aspek kehidupan menjadi terganggu (Kittikraisak et al,, 2012), sehingga menurunkan kualitas hidup pasien (Kittikraisak et al,, 2012; Godoy et al., 2012).

(3)

Masalah Psikiatri ini menyajikan tantangan dalam pengobatan pasien dengan Multidrug-resistant Tuberculosis (MDR-TB). Kedua gangguan kejiwaan

dasar dan perkembangan komplikasi kejiwaan terkait dengan obat anti-TB dan faktor psikososial memerlukan manajemen yang proaktif (Vega et al., 2004).

Manajemen yang proaktif dan efektif dari efek samping diperlukan agar pasien dapat mentoleransi pengobatan dan tetap patuh. Selain efek samping, beberapa faktor psikososial juga menantang kemampuan pasien untuk patuh terhadap pengobatan. Sebagian besar pasien hidup dalam kemiskinan dan penyakit TB menempatkan tekanan lebih lanjut pada keluarga mereka. Karena gejala penyakit, lamanya sakit dan efek samping obat, menyebabkan banyak pasien tidak mampu bekerja atau memenuhi peran sosial lainnya selama pengobatan. Sebagai akibat dari menyerah atau menunda aktivitas atau tujuan penting, termasuk pekerjaan dan pendidikan, banyak pasien merasa frustrasi dan merasa tidak berguna. Selain itu, stigma sosial yang terkait dengan TB MDR dapat memiliki konsekuensi negatif pada pasien dan keluarga mereka, termasuk penolakan sosial dan isolasi, malu, dikucilkan, ketidakstabilan keuangan, diskriminasi, dan dampak lainnya (Acha et al., 2010).

Dukungan psikososial adalah komponen penting pengobatan TB MDR dalam rangka untuk memastikan penyelesaian rejimen pengobatan yang rumit dan memungkinkan rehabilitasi psikososial setelah perawatan (Let et al., 2007). Strategi terapi yang sudah digunakan adalah memberi dukungan emosional dan konseling atau psikoterapi suportif untuk pasien dan anggota keluarga dan

(4)

merujuk ke psychosocial support group. Metode ini efektif dalam memerangi dampak psikososial dari penyakit (Vega et al., 2004).

Berbagai problem emosional yang dihadapi oleh pasien TB MDR perlu suatu strategi pengembangan dukungan terhadap pasien (Sudiyanto, 2012). Strategi pengembangan dukungan ini penting untuk memastikan kepatuhan pengobatan dan akibatnya, juga untuk lebih efektif mengontrol epidemi TB MDR (Acha et al., 2010). Tujuannya adalah menguatkan daya tahan mental dan meningkatkan adaptasi lingkungan sehingga pasien dapat beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya (Sudiyanto, 2012))

Tuberkulosis memiliki dampak substansial merugikan pada kualitas hidup pasien, yang bertahan setelah mikrobiologi 'obat'. Meskipun secara keseluruhan pengobatan TB memiliki efek positif meningkatkan kualitas hidup pasien (Guo et

all., 2009; Balgude&sontake, 2013) di mana kesehatan fisik mereka cenderung

pulih lebih cepat dari pada kesejahteraan mental, namun setelah pasien berhasil menyelesaikan pengobatan dan mikrobiologis 'disembuhkan', kualitas hidup mereka tetap jauh lebih buruk dari pada populasi umum (Guo et al.,2009). Bahkan setelah 6 bulan terapi pasien TB MDR tetap memiliki gangguan kualitas hidup (Marra, et al.,2012 cit. Balgude&Sontake, 2013)

Untuk itu diperlukan suatu bentuk terapi psikososial yang memungkinkan rehabilitasi psikososial setelah perawatan yang sesuai dengan keadaan dan pekembangan masalah pasien. Konseling eklektik merupakan bentuk terapi psikososial yang merupakan pendekatan konseling integratif dan menerapkan

(5)

strategi penanganan secara cermat dan tepat terhadap permasalahan yang bebeda pada setiap pasien (Sudiyanto, 2012), dalam mencapai dan memelihara kemungkinan tertinggi dari level integrasinya yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan itu pasien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajari klien untuk melatih pengendalian di atas masalah tingkah laku, menerapkannya dalam situasi yang tepat. Konseling eklektik mengusahakan perubahan dalam perilaku dan perasaan seseorang dengan mengubah cara berpikir orang tentang dirinya sendiri (Latipun, 2008).

Dengan konsep pendekatan konseling eklektik tersebut diharapkan dapat membantu pasien TB MDR mengatasi berbagai masalah yang dihadapi baik sebelum maupun sesudah selesai pengobatan. Pasien akan mampu mengatasi stresor akibat hal-hal yang disebabkan oleh penyakit TB MDR dan pengobatannya sehingga dapat menjalankan program pengobatan dengan lebih nyaman dan lebih baik. Dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup pasien TB MDR (Sudiyanto, 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan penelitian tentang Keefektifan Konseling Eklektik untuk Menurunkan Derajat Depresi dan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien TB MDR di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi surakarta.

B. Perumusan Masalah

Apakah konseling eklektik efektif menurunkan derajat depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien TB MDR di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

(6)

C. Tujuan Penelitan

Mengetahui keefektifan konseling eklektik untuk menurunkan derajat depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien TB MDR di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Memperluas dan memperdalam bidang kajian psikiatri khususnya tentang pengaruh konseling eklektik dalam menurunkan derajat depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien TB MDR.

b. Dapat menjadi landasan penelitian selanjutnya tentang manfaat konseling eklektik pada pasien yang mengalami depresi dan penurunan kualitas hidup pada pasien umumnya dan pasien TB MDR khususnya.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar keefektifan konseling eklektik untuk menurunkan derajat depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien .TB MDR

b. Apabila konseling eklektik terbukti efektif dalam menurunkan derajat depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien TB MDR, diharapkan dapat digunakan dalam penyusunan Standart Operasional Procedure (SOP) untuk penatalaksaanaan pasien TB MDR.

Referensi

Dokumen terkait

Susunan ruang pada arsitektur vernakular Minangkabau tersebut digunakan sebagai dasar pemikiran untuk menyusun ruang pada Asrama mahasiswa daerah Minangkabau, tentunya dengan

Bila disarankan reimbursment, pengisian SKD dapat dikenakan biaya sesuai ketentuan dari RS dan menjadi tanggungan nasabah..Proses penjaminan melalui PRUmedical Network efektif

Dapat disimpulkan bahwa homeschooling merupakan pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya

Respon peserta didik terhadap Lembar Kerja Peserta didik (LKPD) bermuatan lahan basah memperoleh respon yang positif dilihat dari jumlah persentase peserta didik yang setuju dan

Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan sebuah sistem yang dapat membantu menentukan harga jual batik dengan menggunakan metode Logika Fuzzy Mamdani.. Hal ini

Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan

Kami sangat menaruh per hat ian mengena i hak Anggota ini karena pada waktu membicarakan SUSDUK itu, sangat berkembang dan barangkali semangat yang tergantung di

Dukungan dari suami dapat ditunjukan dengan berbagai cara seperti memberikan ketenangan pada istri, memberikan sentuhan dan mengungkapkan kata-kata yang dapat