• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

105

ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH

PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO Sri Rustini*1), Seno Basuki1)dan Tri Reni Prastuti1)

1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Jawa Tengah *)Penulis untuk korespondensi, e-mail : rustini_02@yahoo.co.id Abstrak

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Dalam rangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, Kementerian Pertanian (Kementan) memprioritaskan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Penetapan prioritas tersebut untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Berbagai varietas padi sawah telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi untuk pengembangan di berbagai daerah perlu adanya uji adaptabilitas varietas tersebut. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo. Tiga varietas unggul baru yaitu Inpari 6, 10 dan 13 diuji pada 5 lokasi yang berbeda agroekosistemnya (tinggi tempat dan lingkungan tumbuh) yaitu, masing-masing lokasi dirancang menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncant Multi Range Test (DMRT). Hasil menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara lingkungan dan varietas hal ini berarti tiap-tiap varietas memberikan tanggap yang berbeda tehadap lingkungan yang berbeda pada semua karakter kecuali bobot 1000 butir. Dibandingkan dengan rata-rata hasil GKG yang ada di dalam Deskripsi Varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto. Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi.

Kata kunci : adaptabilitas, padi sawah, varietas unggul baru Pengantar

Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas (Pramono et al., 2005).

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al., 2000).

(2)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

105

ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH

PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO Sri Rustini*1), Seno Basuki1)dan Tri Reni Prastuti1)

1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Jawa Tengah *)Penulis untuk korespondensi, e-mail : rustini_02@yahoo.co.id Abstrak

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Dalam rangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, Kementerian Pertanian (Kementan) memprioritaskan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Penetapan prioritas tersebut untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Berbagai varietas padi sawah telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi untuk pengembangan di berbagai daerah perlu adanya uji adaptabilitas varietas tersebut. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo. Tiga varietas unggul baru yaitu Inpari 6, 10 dan 13 diuji pada 5 lokasi yang berbeda agroekosistemnya (tinggi tempat dan lingkungan tumbuh) yaitu, masing-masing lokasi dirancang menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncant Multi Range Test (DMRT). Hasil menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara lingkungan dan varietas hal ini berarti tiap-tiap varietas memberikan tanggap yang berbeda tehadap lingkungan yang berbeda pada semua karakter kecuali bobot 1000 butir. Dibandingkan dengan rata-rata hasil GKG yang ada di dalam Deskripsi Varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto. Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi.

Kata kunci : adaptabilitas, padi sawah, varietas unggul baru Pengantar

Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas (Pramono et al., 2005).

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al., 2000).

(3)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

106

Produktivitas padi di tingkat petani masih menunjukkan terjadi kesenjangan hasil yang cukup tinggi dibandingkan potensi yang dapat dicapai. Penyebabnya antara lain (i) penggunaan benih unggul varietas potensi tinggi masih rendah sekitar 53 %, (ii) penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien, (iii) penggunaan pupuk organik belum populer, dan (iv) budidaya spesifik lokasi belum berkembang.

Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m di atas permukaan laut dengan memiliki luas wilayah 98.448 ha (984.68 Km2) yang terletak di bebatuan prakwaker. Kabupaten ini beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Dengan kondisi yang subur dan memiliki curah hujan rata-rata 3.400 mm dalam 196 hari pertahunnya, wilayah tersebut sangat mendukung untuk pengembangan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo. Luas lahan pertanian Kabupaten Wonosobo sebagian besar adalah sawah berpengairan non teknis dan tadah hujan, hanya sebagian kecil yang berpengairan teknis (Anonymous, 2011).

Varietas merupakan salah satu komponen inovasi penting yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dengan banyaknya varietas unggul yang dilepas, dapat dijadikan alternative pilihan bagi petani untuk memilih varietas yang ditanam sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo, sehingga bisa diketahui kinerja masing-masing varietas di kabupaten ini untuk selanjutnya bisa dikembangkan pada wilayah yang sesuai.

Bahan dan Metode

Bahan pengkajian terdiri dari tiga varietas unggul baru padi yaitu Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 yang diadaptasikan di lima agroekosistem (Tabe 1) bulan Juni sampai September dan bulan November – Maret 2011. Masing-masing lokasi menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan juga dibandingkan dengan karakter yang ada di dalam diskripsi masing-masing varietas.

Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo No. Lokasi Tinggi tempat

(m dpl)

Sistem dan jarak tanam Waktu pelaksanaan 1. Desa Sawangan, Kec. Leksono 460 Legowo 2:1, 28 x 28 x 14 cm Juni – September 2011 2. Desa Timbang, Kec. Leksono

580 Legowo 2:1 dua arah, 27 x 27 x 12 Juni – September 2011 3. Desa Pekuncen, Kec. Selomerto 600 Legowo 4:1, 29 x 29 x 15 Juni – September 2011 4. Desa Kramatan, Kec. Wonosobo 750 Legowo 2:1, 22,5 x 22,5 x 11 November 2011 – Maret 2012 5. Desa Kalibeber, Kec. Mojotengah 840 Legowo 2:1, 25 x 25 x 12.5 November 2011 – Maret 2012 Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi nyata antara lingkungan dan varietas (L X V) pada semua karakter yang diamati kecuali pada bobot 1000 butir (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa di antara ketiga VUB yang diuji, tanggapnya terhadap 5 lingkungan tumbuh (lokasi) untuk semua karakter kecuali bobot 1000 butir, tidak sama dan dapat diartikan diantara varietas tersebut terdapat varietas yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Sesuai dengan pendapat Baihaki dan

(4)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

107

Wicaksana (2005) bahwa adanya keberagaman lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh. Hal tersebut terungkap dari besaran nilai interaksi G × E yang nyata atau sangat nyata. Sesuai juga dengan hasil penelitian Arsyad dan Nur (2004) bahwa pengaruh interaksi galur x lingkungan yang nyata mengindikasikan perbedaan tanggapan antargalur yang tidak sama (berbeda) dari lokasi ke lokasi yang lain.

Lokasi mempengaruhi semua karakter, hasil penelitian Kristamtini (2010) faktor lokasi tampaknya berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air, suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi. Bobot 1000 butir tidak terpengaruh oleh lokasi, yang berarti perbedaan kondisi lingkungan yang ada mampu dikompensasi oleh sifat-sifat tersebut.

Uji lanjut dilakukan terhadap karakter yang memberikan berbeda nyata pada sidik ragam, karena interaksi antara Lokasi dan Varietas (L x V) berbeda nyata maka pengaruh tunggal menjadi tidak berarti (Steel dan Torrie, 1995). Hasil sidik ragam pada Tabel 3. Terlihat bahwa pada karakter tinggi tanaman berkisar dari 75.53 – 91.57 cm, hasil tersebut lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas (Suprihatno et. al, 2011) yaitu untuk berturut-turut untuk Inpari 6, Inpari 10 dan Inpari 13 berkisar 100 cm, 100 – 120 cm, dan 101 cm. Hal tersebut diduga diesbakan karena pengaruh suhu lokasi-lokasi Wonosobo suhu harian lebih rendah dari daerah yang lain mengingat Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang berada pada dataran tinggi. Sesuai dengan pernyataan Anonymous (2011) suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari.

Semua karakter yang diamati berkaitan erat dengan karakter hasil. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pada karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi/malai berkorelasi positif dengan hasil (Hairmansis et. al, 2009; Akinwale et. al, 2011; dan Wattoo et.al, 2010) sehingga disini juga terlihat bahwa suatu varietas pada lingkungan tertentu jika jumlah anakan produktif dan gabah isinya tinggi akan memberikan hasil GKG yang tinggi pula.

Menurut Suprihatno et.al (2011), Inpari 6 dan Inpari 13 cocok untuk ditanam pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 600 m dpl, sedangkan Inpari 10 sesuai untuk musim hujan dan musim kemarau. Rata-rata hasil GKG masing-masing varietas berturut-turut Inpari 6, 10 dan 13 adalah 6,82; 5,08 dan 6,59 ton/ha. Dengan potensi hasil masing-masing 12,0; 7,0 dan 8,0 ton/ha GKG. Terlihat bahwa Inpari 6 pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto memberikan hasil GKG yang lebih rendah dari rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi, sedangkan Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, dan Inpari 13 hanya lebih tinggi dari rata-rata hasil pada deskripsi varietas pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto.

Lokasi Desa Sawangan, Kecamatan Leksono yang terletak di lembah diantara perbukitan dan adanya naungan, menyebabkan kinerja ketiga varietas ini kurang optimal walaupun ketinggian lokasi memenuhi syarat dari anjuran tanam yang ada di dalam deskripsi. Sedangkan lokasi Desa Timbang Kecamatan Leksono secara tinggi tempat sesuai dengan anjuran, tetapi kurang sesuai untuk Inpari 6 dimungkinkan karena pengairan yang kurang optimal dimana lokasi yang digunakan merupakan sawah tadah hujan, sementara Inpari 10 dan Inpari 13 juga sesuai untuk sawah-sawah tadah hujan.

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Inpari 10 sesuai untuk semua lokasi dengan optimalisasi budidaya spesifik lokasi dimungkinkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.

(5)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

108

Kesimpulan

1. Terdapat interaksi yang nyata antara lokasi dan varietas pada semua karakter yang diamati kecuali pada karakter bobot 1000 butir.

2. Adanya interaksi antara lokasi dan varietas memperlihatkan hasil bahwa tinggi tanaman yang dihasilkan lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas. Hal ini diduga karena pengaruh suhu harian pada lokasi, yaitu suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari.

3. Dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG yang lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto

4. Inpari 10 memberikan hasil GKG lebih tinggi pada semua lokasi dibandingkan rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi.

5. Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto.

6. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Daftar Pustaka

Akinwale, M.G., G. Gregorio, F. Nwilene, B.O. Akinyele, S.A. Ogunbayo, and A.C. Odiyi. 2011. Heritabilty and Correlation Coefficient Analysis for Yield and Its Components in Rice (Oryza sativa L.). Afr. J. Plant Sci. Vol. 5 (3):207-212.

Anonymous. 2011. Agrikultur. Online: http://www.kabupatenwonosobo.com, diakses tanggal 10 Januari 2011.

Arsyad, D.M. dan A. Nur. 2004. Evaluasi Galur-Galur Kedelai Generasi Lanjut di Lahan Kering. Prosiding Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Baehaki dan Wicaksana, 2005. Interaksi Genotip Lingkungan, Adaptabilitas, dan Stabilitas Hasil dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. Zuriat, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni :1-8.

Hairmansis, A., B. Kustianto, Supartopo dan Suwarno. 2010. Correlation Analysis of Agronomic Characters and Grain Yield of Rice for Tidal Swamp Areas. Ind. J. Agr Sci. 11 (1):11-15.

Kristamtini. 2010. Stabilitas dan Adaptabilitas Padi Merah Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th. 2010.: 103 – 106.

Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosains 7(1): 1-6.

Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E. Lubis, Baehaki SE., Sudir, S. Dewi Indrasari, I P. Wardana dan M. J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Edisi Revisi. Balai Besar Penelitian Padi. Sukamandi.

Watto, J.I., A. S. Khan, Z. Ali, M. Babar, M. Naeem, M. A.n Ullah, and N. Hussain. 2010. Study of Correlation among Yield Related Traits and Path Coefficient Analysis in Rice (Oryza sativa L.,). Afr. J. Biotech. Vol. 9(46):7853-7856.

Steel, R.G.D, dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statitika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(6)

P ros idi ng Se m inar Nas ional H as il P ene lit ian P er tani an

109

LAMPIRAN Tabel 2. Sidik ragam gabungan beberapa karakter padi di Wonosobo tahun 2011

Sumber Keragaman Kuadrat tengah db Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif Panjang malai (cm) Jumlah gabah isi per malai

Jumlah gabah hampa per malai Kadar air gabah panen (%) Hasil GKP (ton/ha) Bobot 1000 butir (g) Hasil GKG (ton/ha) Ulangan 2 2.65 2.59 0.32 226.52 17.04 2.25 0.18 0.83 0.36 Lokasi (L) 4 219.06 ** 64.83 ** 0.85 * 2776.78 ** 1655.39 ** 68.32 ** 7.67 ** 0.86 11.26 ** Varietas (G) 2 3.78 21.08 * 1.62 ** 146.83 53.42 6.97 0.58 0.22 1.33 L*G 8 24.73 ** 3.17 * 0.83 * 322.66 ** 169.97 ** 15.09 ** 0.88 * 0.34 1.39 * Galat Gab 28 3.32 3.12 0.28 99.63 38.30 2.82 0.28 0.56 0.49 KK (%) - 2.15 12.76 2.37 10.45 21.71 6.11 10.77 2.74 10.64

Keterangan: * : Berbeda nyata menurut uji DMRT pada α=5% ** : Berbeda byata menurut uji DMRT pada α=1%.

(7)

P ros idi ng Se m inar Nas ional H as il P ene lit ian P er tani an

1

10

Tabel 3. Hasil uji beda nyata interaksi lokasi dan varietas pada karakter-karakter yang diamati

Lokasi Varietas Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif / rumpun Panjang malai (cm) Jumlah gabah isi / malai Jumlah gabah hampa / malai Kadar Air Panen (%) Hasil GKP (ton/ha) Hasil GKG (ton/ha)

Sawangan Inpari 6 75,53 f 11,40 ef 21,73 def 88,00 cdef 29,27 bc 29,47 ab 4,76 cde 6,24 def

Inpari 10 80,73 e 12,67 def 22,60 abcd 83,33 cdef 23,33 cd 29,43 ab 4,75 cde 6,20 def

Inpari 13 80,47 e 11,60 ef 21,40 f 83,27 cdef 30,80 bc 26,07 cde 3,63 f 5,00 f

Timbang Inpari 6 79,07 e 9,47 f 22,27 bcdef 92,67 cde 20,60 cd 24,33 e 4,82 cde 6,78 cde

Inpari 10 85,00 d 13,00 de 22,80 abc 97,47 bcd 21,67 cd 23,53 e 5,53 bc 7,85 bc

Inpari 13 78,73 e 12,33 def 23,00 ab 102,27 bc 20,67 cd 28,19 abcd 5,12 cd 6,82 cde

Pekuncen Inpari 6 90,47 ab 15,44 bdc 21,80 cdef 122,47 a 19,93 cd 30,33 ab 5,73 bc 7,43 bcd

Inpari 10 91,47 a 17,34 ab 22,47 abcde 127,80 a 20,40 cd 30,33 ab 6,40 ab 8,30 ab

Inpari 13 88,67 abc 19,78 a 22,00 bcdef 123,93 a 25,73 bcd 30,53 ab 7,17 a 9,27 a

Kramatan Inpari 6 91,67 a 14,07 cde 21,87 cdef 76,07 ef 19,87 cd 31,33 a 3,91 ef 4,99 f

Inpari 10 87,60 bcd 16,73 abc 22,20 bcdef 72,80 f 15,13 d 27,57 bcd 4,27 def 5,76 ef

Inpari 13 88,00 bcd 16,80 abc 22,00 bcdef 91,53 cdef 23,80 cd 28,87 abc 4,91 cde 6,49 de

Kalibeber Inpari 6 85,07 d 12,00 ef 21,47 ef 82,40 def 63,73 a 25,33 de 4,27 def 5,95 ef

Inpari 10 81,53 e 12,27 def 22,07 bcdef 111,47 ab 56,20 a 25,70 de 4,46 def 6,17 def

Inpari 13 86,33 cd 12,67 def 23,40 a 77,20 ef 36,40 b 20,40 f 3,99 ef 5,89 ef

Rata-rata 84,69 13,84 22,20 95,51 28,50 27,43 4,91 6,61

Simpangan baku 5,07 2,79 0,56 18,25 13,88 3,12 0,96 1,18

Nilai Maksimal 91,67 19,78 23,40 127,80 63,73 31,33 7,17 9,27

Nilai Minimal 75,53 9,47 21,40 72,80 15,13 20,40 3,63 4,99

(8)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

106

Produktivitas padi di tingkat petani masih menunjukkan terjadi kesenjangan hasil yang cukup tinggi dibandingkan potensi yang dapat dicapai. Penyebabnya antara lain (i) penggunaan benih unggul varietas potensi tinggi masih rendah sekitar 53 %, (ii) penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien, (iii) penggunaan pupuk organik belum populer, dan (iv) budidaya spesifik lokasi belum berkembang.

Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m di atas permukaan laut dengan memiliki luas wilayah 98.448 ha (984.68 Km2) yang terletak di bebatuan prakwaker. Kabupaten ini beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Dengan kondisi yang subur dan memiliki curah hujan rata-rata 3.400 mm dalam 196 hari pertahunnya, wilayah tersebut sangat mendukung untuk pengembangan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo. Luas lahan pertanian Kabupaten Wonosobo sebagian besar adalah sawah berpengairan non teknis dan tadah hujan, hanya sebagian kecil yang berpengairan teknis (Anonymous, 2011).

Varietas merupakan salah satu komponen inovasi penting yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dengan banyaknya varietas unggul yang dilepas, dapat dijadikan alternative pilihan bagi petani untuk memilih varietas yang ditanam sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo, sehingga bisa diketahui kinerja masing-masing varietas di kabupaten ini untuk selanjutnya bisa dikembangkan pada wilayah yang sesuai.

Bahan dan Metode

Bahan pengkajian terdiri dari tiga varietas unggul baru padi yaitu Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 yang diadaptasikan di lima agroekosistem (Tabe 1) bulan Juni sampai September dan bulan November – Maret 2011. Masing-masing lokasi menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan juga dibandingkan dengan karakter yang ada di dalam diskripsi masing-masing varietas.

Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo No. Lokasi Tinggi tempat

(m dpl)

Sistem dan jarak tanam Waktu pelaksanaan 1. Desa Sawangan, Kec. Leksono 460 Legowo 2:1, 28 x 28 x 14 cm Juni – September 2011 2. Desa Timbang, Kec. Leksono

580 Legowo 2:1 dua arah, 27 x 27 x 12 Juni – September 2011 3. Desa Pekuncen, Kec. Selomerto 600 Legowo 4:1, 29 x 29 x 15 Juni – September 2011 4. Desa Kramatan, Kec. Wonosobo 750 Legowo 2:1, 22,5 x 22,5 x 11 November 2011 – Maret 2012 5. Desa Kalibeber, Kec. Mojotengah 840 Legowo 2:1, 25 x 25 x 12.5 November 2011 – Maret 2012 Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi nyata antara lingkungan dan varietas (L X V) pada semua karakter yang diamati kecuali pada bobot 1000 butir (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa di antara ketiga VUB yang diuji, tanggapnya terhadap 5 lingkungan tumbuh (lokasi) untuk semua karakter kecuali bobot 1000 butir, tidak sama dan dapat diartikan diantara varietas tersebut terdapat varietas yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Sesuai dengan pendapat Baihaki dan

(9)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

107

Wicaksana (2005) bahwa adanya keberagaman lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh. Hal tersebut terungkap dari besaran nilai interaksi G × E yang nyata atau sangat nyata. Sesuai juga dengan hasil penelitian Arsyad dan Nur (2004) bahwa pengaruh interaksi galur x lingkungan yang nyata mengindikasikan perbedaan tanggapan antargalur yang tidak sama (berbeda) dari lokasi ke lokasi yang lain.

Lokasi mempengaruhi semua karakter, hasil penelitian Kristamtini (2010) faktor lokasi tampaknya berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air, suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi. Bobot 1000 butir tidak terpengaruh oleh lokasi, yang berarti perbedaan kondisi lingkungan yang ada mampu dikompensasi oleh sifat-sifat tersebut.

Uji lanjut dilakukan terhadap karakter yang memberikan berbeda nyata pada sidik ragam, karena interaksi antara Lokasi dan Varietas (L x V) berbeda nyata maka pengaruh tunggal menjadi tidak berarti (Steel dan Torrie, 1995). Hasil sidik ragam pada Tabel 3. Terlihat bahwa pada karakter tinggi tanaman berkisar dari 75.53 – 91.57 cm, hasil tersebut lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas (Suprihatno et. al, 2011) yaitu untuk berturut-turut untuk Inpari 6, Inpari 10 dan Inpari 13 berkisar 100 cm, 100 – 120 cm, dan 101 cm. Hal tersebut diduga diesbakan karena pengaruh suhu lokasi-lokasi Wonosobo suhu harian lebih rendah dari daerah yang lain mengingat Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang berada pada dataran tinggi. Sesuai dengan pernyataan Anonymous (2011) suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari.

Semua karakter yang diamati berkaitan erat dengan karakter hasil. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pada karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi/malai berkorelasi positif dengan hasil (Hairmansis et. al, 2009; Akinwale et. al, 2011; dan Wattoo et.al, 2010) sehingga disini juga terlihat bahwa suatu varietas pada lingkungan tertentu jika jumlah anakan produktif dan gabah isinya tinggi akan memberikan hasil GKG yang tinggi pula.

Menurut Suprihatno et.al (2011), Inpari 6 dan Inpari 13 cocok untuk ditanam pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 600 m dpl, sedangkan Inpari 10 sesuai untuk musim hujan dan musim kemarau. Rata-rata hasil GKG masing-masing varietas berturut-turut Inpari 6, 10 dan 13 adalah 6,82; 5,08 dan 6,59 ton/ha. Dengan potensi hasil masing-masing 12,0; 7,0 dan 8,0 ton/ha GKG. Terlihat bahwa Inpari 6 pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto memberikan hasil GKG yang lebih rendah dari rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi, sedangkan Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, dan Inpari 13 hanya lebih tinggi dari rata-rata hasil pada deskripsi varietas pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto.

Lokasi Desa Sawangan, Kecamatan Leksono yang terletak di lembah diantara perbukitan dan adanya naungan, menyebabkan kinerja ketiga varietas ini kurang optimal walaupun ketinggian lokasi memenuhi syarat dari anjuran tanam yang ada di dalam deskripsi. Sedangkan lokasi Desa Timbang Kecamatan Leksono secara tinggi tempat sesuai dengan anjuran, tetapi kurang sesuai untuk Inpari 6 dimungkinkan karena pengairan yang kurang optimal dimana lokasi yang digunakan merupakan sawah tadah hujan, sementara Inpari 10 dan Inpari 13 juga sesuai untuk sawah-sawah tadah hujan.

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Inpari 10 sesuai untuk semua lokasi dengan optimalisasi budidaya spesifik lokasi dimungkinkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.

(10)

Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian

108

Kesimpulan

1. Terdapat interaksi yang nyata antara lokasi dan varietas pada semua karakter yang diamati kecuali pada karakter bobot 1000 butir.

2. Adanya interaksi antara lokasi dan varietas memperlihatkan hasil bahwa tinggi tanaman yang dihasilkan lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas. Hal ini diduga karena pengaruh suhu harian pada lokasi, yaitu suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari.

3. Dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG yang lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto

4. Inpari 10 memberikan hasil GKG lebih tinggi pada semua lokasi dibandingkan rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi.

5. Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto.

6. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Daftar Pustaka

Akinwale, M.G., G. Gregorio, F. Nwilene, B.O. Akinyele, S.A. Ogunbayo, and A.C. Odiyi. 2011. Heritabilty and Correlation Coefficient Analysis for Yield and Its Components in Rice (Oryza sativa L.). Afr. J. Plant Sci. Vol. 5 (3):207-212.

Anonymous. 2011. Agrikultur. Online: http://www.kabupatenwonosobo.com, diakses tanggal 10 Januari 2011.

Arsyad, D.M. dan A. Nur. 2004. Evaluasi Galur-Galur Kedelai Generasi Lanjut di Lahan Kering. Prosiding Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Baehaki dan Wicaksana, 2005. Interaksi Genotip Lingkungan, Adaptabilitas, dan Stabilitas Hasil dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. Zuriat, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni :1-8.

Hairmansis, A., B. Kustianto, Supartopo dan Suwarno. 2010. Correlation Analysis of Agronomic Characters and Grain Yield of Rice for Tidal Swamp Areas. Ind. J. Agr Sci. 11 (1):11-15.

Kristamtini. 2010. Stabilitas dan Adaptabilitas Padi Merah Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th. 2010.: 103 – 106.

Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosains 7(1): 1-6.

Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E. Lubis, Baehaki SE., Sudir, S. Dewi Indrasari, I P. Wardana dan M. J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Edisi Revisi. Balai Besar Penelitian Padi. Sukamandi.

Watto, J.I., A. S. Khan, Z. Ali, M. Babar, M. Naeem, M. A.n Ullah, and N. Hussain. 2010. Study of Correlation among Yield Related Traits and Path Coefficient Analysis in Rice (Oryza sativa L.,). Afr. J. Biotech. Vol. 9(46):7853-7856.

Steel, R.G.D, dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statitika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(11)

P ros idi ng Se m inar Nas ional H as il P ene lit ian P er tani an

109

LAMPIRAN Tabel 2. Sidik ragam gabungan beberapa karakter padi di Wonosobo tahun 2011

Sumber Keragaman Kuadrat tengah db Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif Panjang malai (cm) Jumlah gabah isi per malai

Jumlah gabah hampa per malai Kadar air gabah panen (%) Hasil GKP (ton/ha) Bobot 1000 butir (g) Hasil GKG (ton/ha) Ulangan 2 2.65 2.59 0.32 226.52 17.04 2.25 0.18 0.83 0.36 Lokasi (L) 4 219.06 ** 64.83 ** 0.85 * 2776.78 ** 1655.39 ** 68.32 ** 7.67 ** 0.86 11.26 ** Varietas (G) 2 3.78 21.08 * 1.62 ** 146.83 53.42 6.97 0.58 0.22 1.33 L*G 8 24.73 ** 3.17 * 0.83 * 322.66 ** 169.97 ** 15.09 ** 0.88 * 0.34 1.39 * Galat Gab 28 3.32 3.12 0.28 99.63 38.30 2.82 0.28 0.56 0.49 KK (%) - 2.15 12.76 2.37 10.45 21.71 6.11 10.77 2.74 10.64

Keterangan: * : Berbeda nyata menurut uji DMRT pada α=5% ** : Berbeda byata menurut uji DMRT pada α=1%.

(12)

P ros idi ng Se m inar Nas ional H as il P ene lit ian P er tani an

1

10

Tabel 3. Hasil uji beda nyata interaksi lokasi dan varietas pada karakter-karakter yang diamati

Lokasi Varietas Tinggi tanaman (cm) Anakan produktif / rumpun Panjang malai (cm) Jumlah gabah isi / malai Jumlah gabah hampa / malai Kadar Air Panen (%) Hasil GKP (ton/ha) Hasil GKG (ton/ha)

Sawangan Inpari 6 75,53 f 11,40 ef 21,73 def 88,00 cdef 29,27 bc 29,47 ab 4,76 cde 6,24 def

Inpari 10 80,73 e 12,67 def 22,60 abcd 83,33 cdef 23,33 cd 29,43 ab 4,75 cde 6,20 def

Inpari 13 80,47 e 11,60 ef 21,40 f 83,27 cdef 30,80 bc 26,07 cde 3,63 f 5,00 f

Timbang Inpari 6 79,07 e 9,47 f 22,27 bcdef 92,67 cde 20,60 cd 24,33 e 4,82 cde 6,78 cde

Inpari 10 85,00 d 13,00 de 22,80 abc 97,47 bcd 21,67 cd 23,53 e 5,53 bc 7,85 bc

Inpari 13 78,73 e 12,33 def 23,00 ab 102,27 bc 20,67 cd 28,19 abcd 5,12 cd 6,82 cde

Pekuncen Inpari 6 90,47 ab 15,44 bdc 21,80 cdef 122,47 a 19,93 cd 30,33 ab 5,73 bc 7,43 bcd

Inpari 10 91,47 a 17,34 ab 22,47 abcde 127,80 a 20,40 cd 30,33 ab 6,40 ab 8,30 ab

Inpari 13 88,67 abc 19,78 a 22,00 bcdef 123,93 a 25,73 bcd 30,53 ab 7,17 a 9,27 a

Kramatan Inpari 6 91,67 a 14,07 cde 21,87 cdef 76,07 ef 19,87 cd 31,33 a 3,91 ef 4,99 f

Inpari 10 87,60 bcd 16,73 abc 22,20 bcdef 72,80 f 15,13 d 27,57 bcd 4,27 def 5,76 ef

Inpari 13 88,00 bcd 16,80 abc 22,00 bcdef 91,53 cdef 23,80 cd 28,87 abc 4,91 cde 6,49 de

Kalibeber Inpari 6 85,07 d 12,00 ef 21,47 ef 82,40 def 63,73 a 25,33 de 4,27 def 5,95 ef

Inpari 10 81,53 e 12,27 def 22,07 bcdef 111,47 ab 56,20 a 25,70 de 4,46 def 6,17 def

Inpari 13 86,33 cd 12,67 def 23,40 a 77,20 ef 36,40 b 20,40 f 3,99 ef 5,89 ef

Rata-rata 84,69 13,84 22,20 95,51 28,50 27,43 4,91 6,61

Simpangan baku 5,07 2,79 0,56 18,25 13,88 3,12 0,96 1,18

Nilai Maksimal 91,67 19,78 23,40 127,80 63,73 31,33 7,17 9,27

Nilai Minimal 75,53 9,47 21,40 72,80 15,13 20,40 3,63 4,99

Gambar

Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo
Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo

Referensi

Dokumen terkait

Bendung karet merupakan hasil pengembangan jenis bendung tetap menjadi bendung gerak dengan membuat tubuh bendung dari tabung karet yang

dalam pembangunan nasional nasional pembangunan nasional nasional resume Ё Membuat makalah 7 Menjelaskan tentang Negara hukum kesejahteraan dalam perspektif hukum

Bagi peserta pelamar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Non Guru (Tenaga Kesehatan) yang dinyatakan Lulus Seleksi Administrasi berhak mengikuti seleksi

Apabila salah seorang pesero meninggal dunia, perseroan tidak harus dibubarkan, tetapi (para) pesero yang masih ada bersama-sama dengan (para) ahli waris dari

ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain,

Seperti apa outcome terapi yang meliputi cara keluar dan kondisi keluar pada pasien pediatri dengan diagnosa gastroenteritis akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU

Jurnal ini diterbitkan dengan memuat artikel mengenai: Pengontrolan Mutu sistem informasi dengan metode database Health Monitoring, Kajian Persepsi Pengguna Teknologi

Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang atau jasa yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu daerah, yang mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap