STRATEGI PENGEMBANGAN KREDIT TANPA BUNGA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN DESA BEBAS RENTENIR
(STUDI KASUS PENGELOLAAN KREDIT SAHABAT “KRABAT” DI KABUPATEN SUMBAWA)
Lukman Hakim1. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Samawa. Program
Studi AgribisnisLhakem00 9 @ .g-mail.com
Abstraks : Kesejahteraan petani di beberapa Kecamatan di Kabupaten Sumbawa sangat dipengaruhi oleh kinerja usahatani terutama produksi padi (hasil panen). Rata-rata hasil panen digunakan untuk menghidupi anggota keluarga dalam beberapa bulan berikutnya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga. Peranan lembaga keuangan di perdesaan tidak cukup kuat pengaruhnya dalam memberikan kontribusi bagi suksesnya kinerja usahatani di perdesaan. Selain itu, disebutkan juga bahwa lembaga-lembaga yang ada tidak sesuai dengan harapan petani. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan menganalisis peran Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam penyaluran Kredit Sahabat (Krabat) di Kabupaten Sumbawa; 2. Mengetahui dan menganalisis Strategi Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam mewujudkan desa bebas rentenir. Metode dalam penelitian ini mengunakan metode Analisis Dokumen dan Analisis SWOT. Hasil yang di dapatkan bahwa Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro (BUMDes LKM), di Kabupaten Sumbawa jumlah BUMDes dari tahun ke tahun terjadi peningkatan yaitu berjumlah 94 buah yang tersebar di 19 kecamatan. Dengan jenis usaha yang dilakukan memberikan pelayanan pada Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Sistem Usaha Tani (SUTA), kegiatan simpan pinjam, Usaha Dagang dan pelayanan jasa. bahwa posisi strategis KRABAT berada pada kuadran I. Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana terdapat peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dierapkan dalam strategi ini kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Keywords : Metode SWOT, BUM Desa, Kredit Sahabat (KRABAT)
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pertanian adalah sumber mata pencaharian utama penduduk Indonesia termasuk di Kabupaten Sumbawa. Penduduk Kabupaten Sumbawa yang berkerja di sektor pertanian tahun 2015 mencapai 52,72 persen, naik dari periode sebelum yaitu sebesar 51,13 persen di tahun 2013 dan 48,26 persen di tahun 2014. Namun demikian, pertanian tetap berada dalam keadaan stagnasi. Hal ini tampak dari perkembangan distribusi PDRB Kabupaten Sumbawa yang cenderung menurun selama kurun waktu 2013-2015.
Tabel 1
Distribusi PDRB ADH Konstan 2010 Kabupaten Sumbawa (Persen)
Lapangan Usaha 2013 2014 2015
C. Industri Pengolahan 2.35 2.31 2.27
D. Pengadaan Listrik dan Gas 0.09 0.10 0.08
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 0.05 0.05 0.05
F. Konstruksi 13.68 13.64 13.83
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 14.60 14.87 14.83
H. Transportasi dan Pergudangan 3.91 3.86 3.92
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.17 1.18 1.16
J. Informasi dan Komunikasi 1.40 1.44 1.49
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 3.30 3.36 3.47
L. Real Estat 2.03 2.02 2.04
M. Jasa Perusahaan 0.23 0.23 0.23
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 6.24 6.06 5.93
P. Jasa Pendidikan 4.55 4.56 4.63
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.26 1.26 1.28
R. Jasa lainnya 1.71 1.72 1.73
PDRB Total 100 100 100
Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa (sumbawakab.bps.go.id)
Menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Sumbawa sebab utamanya tidak lain adalah rendahnya produktivitas pertanian. Rendahnya produktivitas ini dikarenakan pemilik tanah tidak ekonomis, sistem pengolahan tanah kurang baik yang ditandai dengan sewa tinggi dan pengolahan tanah yang tidak aman, kurangnya fasilitas kredit yang memadai, tingginya utang pada rentenir, buruknya fasilitas irigasi dan penggunaan metode produksi yang usang. Rendahnya produktivitas pertanian di perdesaan berdampak pada buruknya kondisi para petani yang ditandai oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan derajat kesehatan yang rendah, sehingga kemajuan dan kesejahteraan masyarakat perdesaan jauh tertinggal dibandingkan masyarakat perkotaan. Hal ini semakin memperbesar kesenjangan atau ketimpangan sosial dan ekonomi antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Paranata, dkk. (2011) menjelaskan kesejahteraan petani di beberapa Kecamatan di Kabupaten Sumbawa sangat dipengaruhi oleh kinerja usahatani terutama produksi padi (hasil panen). Rata-rata hasil panen digunakan untuk menghidupi anggota keluarga dalam beberapa bulan
berikutnya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga. Paranata juga menjelaskan bahwa di Sumbawa, peranan lembaga keuangan di perdesaan tidak cukup kuat pengaruhnya dalam memberikan kontribusi bagi suksesnya kinerja usahatani di perdesaan. Selain itu, disebutkan juga bahwa lembaga-lembaga yang ada tidak sesuai dengan harapan petani. Selanjutnya hasil penelitian Purwadinata (2014) menunjukkan tingginya ketimpangan distribusi pendapatan diantara para petani di Kabupaten Sumbawa. Ketimpangan tersebut mengindikasikan bahwa kesejahteraan petani di Kabupaten Sumbawa belum merata. Kesenjangan distribusi pendapatan berimplikasi pada masih tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sumbawa. Berikut data tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumbawa tahun 2013 – 2015.
Tabel 2
Kemiskinan di Kabapaten Sumbawa Tahun 2013 - 2015
Indikator Kemiskinan 2013 2014 2015
Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 73786 73858 73570
Persentase Penduduk Miskin (%) 17.04 16.87 16.73
Garis Kemiskinan (rupiah) 259474 268326 272274
Sumber: BPS Kabupaten Sumbawa (sumbawakab.bps.go.id)
Salah satu permasalahan yang paling menonjol di perdesaan sebagaimana dilaporkan oleh Levien (2015) adalah peranan tengkulak atau rentenir sebagai penyandang dana kebutuhan petani, yang dalam praktek sangat merugikan petani ketika hasil pertanian mereka diwajibkan atau setidaknya tidak dapat dijual kepada pihak lain, dan menerima harga yang ditetapkan oleh tengkulak atau rentenir selaku pembeli tunggal. Priyantono (2014) menyebutkan bahwa sistem ijon telah merusak sendi-sendi pembangunan pertanian. Kepemilikan lahan per petani yang sempit, menjadi penyebab rentannya para petani dalam meghadapi para rentenir atau tengkulak, karena keterbatasan modal usaha menyebabkan petani dengan mudah terjerat kepada para rentenir atau tengkulak. Lebih lanjut sebagaimana disampaikan oleh Karmana, dkk. (2012), bahwa kemiskinan di agro ekosistem sawah atau petani disebabkan berbagai hal yaitu adanya fenomena ijon yang menciptakan interlocking
market tidak terwujudnya sharing management yang adil pada sistem sakap, periode
kesempatan berburuh pada kelompok buruh tani yang singkat selama tenaga mereka dibutuhkan, serta usaha pertanian subsisten yang diusahakan kurang intensif karena keterbatasan modal dan teknologi. Selain itu, pengusaan lahan yang sempit pada
lahan padi sawah mengakibatkan return on investment tidak menghasilkan surplus yang memadai sehingga kehidupan petani tetap miskin. Kondisi-kondisi tersebut di atas semakin memperburuk kesejahteraan petani.
Melihat persoalan tersebut maka pemerintah Sumbawa melalui program peningkatan kesejahteraan masyarakat mengembangkan program bantuan permodalan bgai masyarakat miskin terutama petani agar mereka dapat keluar dari jeratan rentenir atau tengkulak. Bentuk intervensi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa adalah adanya program “Desa Bebas Rentenir” sebagai implementasi kebijakan umum pembangunan daerah dalam RPJMD Kabupaten Sumbawa periode 2016-2021. Instrumen yang digunakan dalam program tersebut adalah Kredit Sahabat atau “KRABAT” yang implementasinya dalam bentuk akses permodalan tanpa bunga yang sangat terjangkau ditambah dengan proses yang sangat mudah bagi masyarakat khususnya petani miskin. “Kredit Sahabat” Bagi Petani Miskin disalurkan melalui Badan Usaha Milik Desa mengingat keberadaan BUMDesa sebagai lembaga yang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi perdesaan. BUMDesa menjadi salah satu pilar kegiatan di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial BUMDesa menunjukan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial, sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menganalisis peran Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam penyaluran Kredit Sahabat (Krabat) di Kabupaten Sumbawa.
2. Mengetahui dan menganalisis Strategi Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam mewujudkan desa bebas rentenir.
METODE PENELITIAN A. Analisis Dokumen
Analisis dokumen merupakan salah satu alat (tools) penelitian yang cukup populer, baik itu pada jenis penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Alat (tools) ini penting untuk menghasilkan data-data yang relevan, komprehensif dan faktual sebagai row material yang bisa dikembangkan, baik sebagai data utama maupun pelengkap dari metode lain yang dikembangkan dalam suatu aktivitas riset. Hal ini
mengindikasikan bahwa analisis dokumen bisa menjadi instrumen yang berdiri sendiri maupun instrumen yang bisa disinergikan dengan isntrumen-instrumen lain, misalnya metode interview dan observasi atau metode-metode lain yang menjadi instrumen utama pengumpulan data (Moleong, 2007; Bungin, 2007).
B. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesess) dan ancaman (Treats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Dengan demikian, perencana strategis (strategic
planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah SWOT (Rangkuti, 2015).
Penelitian menunjukan bahwa kinerja dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Oppourtunities dan Threats yang dihadapi. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunies) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths), dan Kelemahan (Weaknesses).
Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana terdapat peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dierapkan dalam strategi ini kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Kuandran 2: meskipun menghadapi berbagai ancaman, masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang haru diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3: Kondisi ini menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi bebarapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi dalam
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN
KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL
1. Mendukung Strategi Agresif
2. Mendukung Strategi Diversifikasi 4. Mendukung Strategi Defensif
3. Mendukung Strategi Turn-Around
kondisi ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan. Kondisi ini menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Gambar 1. Diagram Analisis SWOT
Analisis ini menjadi salah satu instrumen untuk memetakan kondisi existing dimensi-dimensi kajian di Kabupaten Sumbawa. Kondisi Kabupaten Sumbawa tentunya dikembangkan berdasarkan kondisi masing-masing desa di wilayah kecamatan. Pemetaan kondisi kabupaten dipilah secara internal dan eksternal sehingga menghasilkan isu strategis mengenai kekuatan, kelemahan dan peluang serta tantangan (SWOT) dalam rangka pembangunan wilayah kabupaten. Dari berbagai isu strategis pembangunan wilayah tersebut akan dijadikan dasar atau acuan penyusunan instrumen dan formulasi variabel, indikator dan item penilaian program prioritas.
A. Peran Badan Usaha Milik Desa Dalam Penyaluran Kredit Sahabat (Krabat) di Kabupaten Sumbawa.
Salah satu strategi pemerintah untuk mengembangkan perekonomian di desa yaitu pendirian lembaga ekonomi desa yang dikelolah sepenuhnya oleh masyarakat desa. Oleh karena itu Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah mendirikan lembaga ekonomi desa berupa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pendirian BUMDes sebagaimana diamanatkan pada Undan-Undang Desa No 6 Tahun 2014 pada Bab X pasal 87-90.
Pembentukan Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Sumbawa didirikan pada tahun 2009 berupa BUMDes Lembaga Keuangan Mikro yang awalnya merupakan sebuah Unit Pengelolaan Keuangan Desa (UPKD) dibentuk pada tahun 2000 lalu. Kehadiran Badan Usaha Miliki Desa pada saat itu berperan: 1) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tidak terlayani dengan akses sektor perbankan terutama bagi pelaku usaha kecil di pedesaan, 2) Keberadaan BUMDes dapat meningkatan Pendapatan Asli Desa (PAD). 3) Mengurangi angka kemiskinan di desa
Badan Usaha Milik Desa Lembaga Keuangan Mikro (BUMDes LKM), di Kabupaten Sumbawa jumlah BUMDes dari tahun ke tahun terjadi peningkatan yaitu berjumlah 94 buah yang tersebar di 19 kecamatan. Dengan jenis usaha yang dilakukan memberikan pelayanan pada Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Sistem Usaha Tani (SUTA), kegiatan simpan pinjam, Usaha Dagang dan pelayanan jasa. Di antara beberapa Badan Usaha Milik Desa tersebut enam BUMDes berkatagori maju, yaitu BUMDes Maris Gama Desa Mama kecamatan Lopok, BUMDes Bunga Eja desa Bunga Eja kecamatan Empang, BUMDes Pernek desa Pernek kecamatan Moyo Hulu, BUMDes Pada Suka desa Pada Suka kecamatan Lunyuk, BUMDes Karang Dima desa Karang Dima kecamatan Labuhan Badas dan BUMDes Buin Persok desa Nijang kecamatan Unter Iwes. Di samping itu ada juga Badan Usaha Milik Desa berkategori sebagai BUMDes berkembang berjumlah 10, yaitu BUMDes Jotang Beru desa Jotang Beru kecamatan Empang, BUMDes Barungan desa Baru kecamatan Alas, BUMDes Lunyuk Rea desa Lunyuk Rea kecamatan Lunyuk, BUMDes Moyo desa Moyo kecamatan Moyo Hilir, BUMDes Buin Sawe desa Moyo
Mekar kecamatan Moyo Hilir, BUMDes Saling Beme desa Batu Bangka kecamatan Moyo Hilir, BUMDes Ledang desa Ledang Kecamatan Lenangguar, BUMDes Ai Beta desa Sampe kecamatan Rhee, BUMDes Labaong desa Hijrah kecamatan Lape, BUMDes Tiu Kulit desa Simu kecamatan Maronge, serta sisanya merupakan BUMDes yang masih berkategori baru dibentuk antara tahun 2016 dan 2017 (Dinas PMD, 2017).
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengalami perkembangan yang signifikan terjadi juga pada BUMDes Maris Gama desa Mama kecamatan Lopok. Keberadaan BUMDes ini memberikan kontribusi riil perkembangan prekonomian di desa tersebut. BUMDes Maris Gama didirikan pada tahun 2014 silam dengan Peraturan Desa Nomor 08 Tahun 2014. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMDes Maris Gama terutama pada aspek keuangan dikategorikan sebagai BUMDes sehat baik pada aspek permodalan, asset, kredit yang disalurkan kepada masyarakat serta laba yang diperoleh. Modal yang dimiliki oleh BUMDes Maris Gama pada tahun 2016 yaitu mencapai Rp. 106.940.874. Asset yang dimiliki pada tahun 2015 hanya sebesar Rp. 60.276.75, namun pada akhir tahun 2016 jumlah asset meningkat menjadi Rp. 172.065.008 atau mengalami peningkatan 185,5% dari tahun sebelumnya. Kredit Yang Diberikan kepada masyarakat mencapai Rp. 359. 400.000. Jumlah laba akhir tahun 2016 sebesar Rp. 39.003.709 atau mengalami pertumbuhan 904, 8%.
B. Strategi KRABAT Program Desa Bebas Rentenir (Analisis SWOT)
Berdasarkan hasil kajian literatur, wawancara dan riset eksploratif, maka dapat diidentifikasi indikator SWOT KRABAT Program Desa Bebas Rentenir sebagai berikut:
Kekuatan:
1. Program KRABAT menjadi program unggulan Pemerintah Daerah 2. Sudah diterbitkannya regulasi KRABAT Program Desa Bebas Rentenir
3. Sudah terbentuk tim pendamping, pengawas, dan pengendali KRABAT Program Desa Bebas Rentenir
4. Sudah terbentuk BUMDesa di beberapa desa
5. Tersedianya dana KRABAT yang dialokasikan melalui APBD 6. Adanya sasaran penerima KRABAT yang jelas
7. Komitmen semua unsur stakeholder untuk mendukung keberhasilan KRABAT 8. Dukungan Pemerintah Pusat terhadap pengembangan BUMDesa
Kelemahan:
1. Belum terbentuk BUMDesa di semua desa
2. Masih lemahnya pemahaman Pemerintah Desa, Pengelola BUMDesa, dan Masyarakat tentang regulasi BUMDesa
3. Masih lemahnya manejerial BUMDesa
4. Masih lemahnya pemahaman Pemerintah Desa, Pengelola BUMDesa, dan Masyarakat tentang KRABAT
5. Belum bersinergi antara dinas terkait, kecamatan, dan desa (masih adanya ego sektoral)
6. SDM tenaga pendamping belum memiliki SOP pendampingan khusus BUMDesa dan KRABAT
7. Masih adanya beberapa stakeholder yang pesimis akan keberhasilan program KRABAT
8. Banyaknya program serupa dengan KRABAT yang telah digulirkan tetapi tidak mencapai sasaran
9. Sasaran KRABAT masih terbatas hanya kepada petani dan belum dapat mengakses seluruh kelompok masyarakat miskin
10. Masih terbatasnya alokasi dana pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan program desa bebas rentenir
11. Belum adanya kelengkapan administrasi pengelolaan KRABAT di tingkat BUMDesa
12. Belum tersedianya sarana dan prasarana penunjang BUMDesa yang memadai 13. Masih minimnya SDM profesional pengelolah BUMDesa
14. Ketidakseimbangan jumlah tenaga pendamping dengan luas wilayah kerjanya Peluang:
1. Mengurangi angka kemiskinan 2. Mengurangi rentenir
3. Meningkatkan kapasistas masyarakat (petani) dalam pemberdayaan 4. Sudah berjalannya program serupa di daerah lain sebagai pembanding 5. Tingginya respon masyarakat (petani) terhadap program KRABAT
6. Mendorong badan usaha lainnya untuk memberikan kredit dengan bunga ringan kepada masyarakat miskin
7. Terbentuknya BUMDesa dapat membuka lapangan kerja baru di desa
8. BUMDesa berpeluang membentuk unit usaha lain selain usaha simpan pinjam 9. Mergernya BUMDesa sehingga terbentuknya Bank Desa di tingkat kecamatan 10. Dapat mewujudkan usaha kemandirian desa
11. Mengurangi tingkat urbanisasi dan migrasi penduduk desa 12. Peningkatan pendapatan asli desa (PADes)
13. Mamaksimalkan pengelolaan aset-aset ekonomi desa
14. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga
15. Meningkatnya peluang investasi di desa Ancaman:
1. Masih banyaknya paraktek rentenir di desa
2. Masih banyaknya masyarakat miskin yang belum masuk data TNP2K 3. Minimnya pengembalian dana KRABAT dari kelompok sasaran
4. Tidak maskimalnya pemerintah desa maupun pengelolah BUMDesa menjalankan program KRABAT
5. Asumsi masyarakat yang menganggap dana KRABAT sebagai bantuan sosial 6. Penerima KRABAT tidak tepat sasaran
7. Tidak maksimalnya monitoring dan pengawasan
8. Adanya kompetisi tidak sehat dari lembaga lain yang menawarkan produk serupa 9. Tidak berkembangnya produk kredit lainya yang telah ada di BUMDesa
10. Program KRABAT dijadikan komoditas politik oleh oknum tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat
MATRIK SWOT
KEKUATAN:
1. Program KRABAT menjadi program unggulan Pemerintah Daerah
2. Sudah diterbitkannya regulasi KRABAT Program Desa Bebas Rentenir
3. Sudah terbentuk tim pendamping, pengawas, dan pengendali KRABAT Program Desa Bebas Rentenir
4. Sudah terbentuk BUMDesa di beberapa desa
5. Tersedianya dana KRABAT yang dialokasikan melalui APBD
6. Adanya sasaran penerima KRABAT yang jelas
7. Komitmen semua unsur stakeholder untuk mendukung keberhasilan KRABAT
8. Dukungan Pemerintah Pusat terhadap pengembangan BUMDesa
KELEMAHAN:
1. Belum terbentuk BUMDesa di semua desa 2. Masih lemahnya pemahaman Pemerintah Desa,
Pengelola BUMDesa, dan Masyarakat tentang regulasi BUMDesa
3. Masih lemahnya manejerial BUMDesa
4. Masih lemahnya pemahaman Pemerintah Desa, Pengelola BUMDesa, dan Masyarakat tentang KRABAT
5. Belum bersinergi antara dinas terkait, kecamatan, dan desa (masih adanya ego sektoral)
6. SDM tenaga pendamping belum memiliki SOP pendampingan khusus BUMDesa dan
KRABAT
7. Masih adanya beberapa stakeholder yang pesimis akan keberhasilan program KRABAT 8. Banyaknya program serupa dengan KRABAT
yang telah digulirkan tetapi tidak mencapai sasaran
9. Sasaran KRABAT masih terbatas hanya kepada petani dan belum dapat mengakses seluruh kelompok masyarakat miskin
10. Masih terbatasnya alokasi dana pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan program desa bebas rentenir
11. Belum adanya kelengkapan administrasi pengelolaan KRABAT di tingkat BUMDesa
12. Belum tersedianya sarana dan prasarana penunjang BUMDesa yang memadai
13. Masih minimnya SDM profesional pengelolah BUMDesa
14. Ketidakseimbangan jumlah tenaga pendamping dengan luas wilayah kerjanya PELUANG:
1. Mengurangi angka kemiskinan 2. Mengurangi rentenir
3. Meningkatkan kapasistas masyarakat (petani) dalam pemberdayaan
4. Sudah berjalannya program serupa di daerah lain sebagai pembanding 5. Tingginya respon masyarakat
(petani) terhadap program KRABAT
6. Mendorong badan usaha lainnya untuk memberikan kredit dengan bunga ringan kepada masyarakat miskin
7. Terbentuknya BUMDesa dapat membuka lapangan kerja baru di desa
8. BUMDesa berpeluang membentuk unit usaha lain selain usaha simpan pinjam
9. Mergernya BUMDesa sehingga terbentuknya Bank Desa di tingkat
STRATEGI S-O:
1. Pemerintah daerah dan dinas terkait harus benar-benar focus terhadap program desa bebas rentenir
2. Kredit Sahabat bisa menjadi solusi menyelesaikan persoalan modal usaha bagi petani miskin
3. Percepatan realisasi kredit sahabat di tingkat masyarakat
4. Menciptakan unit usaha baru
BUMDesa yang dapat
meningkatkan pendapatan BUMDesa
5. Peningkatan supply dana bagi pengembangan unit usaha ekonomi di desa
6. Penciptaan demand product
BUMDesa
STRATEGI W-O:
1. Peningkatan kapasitas pendamping dan pengawas eksternal KRABAT
2. Penyusunan SOP pendamping dan pengawas eksternal KRABAT
3. Penguatan kelembagaan BUMDesa 4. Peningkatan kualitas SDM BUMDesa 5. Memperluas cakupan sasaran kredit sahabat 6. Memperbesar alokasi anggaran program desa
kecamatan
10. Dapat mewujudkan usaha kemandirian desa
11. Mengurangi tingkat urbanisasi dan migrasi penduduk desa
12. Peningkatan pendapatan asli desa (PADes)
13. Mamaksimalkan pengelolaan aset-aset ekonomi desa
14. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga 15. Meningkatnya peluang investasi
di desa ANCAMAN
1. Masih banyaknya paraktek rentenir di desa
2. Masih banyaknya masyarakat miskin yang belum masuk data TNP2K
3. Minimnya pengembalian dana KRABAT dari kelompok sasaran 4. Tidak maskimalnya pemerintah
desa maupun pengelolah
BUMDesa menjalankan program KRABAT
5. Asumsi masyarakat yang menganggap dana KRABAT sebagai bantuan sosial
STRATEGI S-T
1. Peningkatan pengawasan dan koordinasi implementasi KRABAT secara berkelanjutan: - Penguatan manajemen pengawasan - Evaluasi/revisi peraturan pelaksanaan kebijakan KRABAT - Laporan berkelanjutan
- Forum koordinasi pengelola KRABAT di tingkat Kecamatan 2. Research implementasi KRABAT 3. Pendampingan usaha bagi sasaran
penerima KRABAT
STRATEGI W-T
1. Verifikasi ulang data masyarakat miskin 2. Rasionalisasi jumlah pendamping dengan luas
wilayah kerja
3. Memperluas jaringan kerja antar Bumdes 4. Meningkatkan profesionalitas pendamping dan
pengelolah BUMDES
5. Membangun kemitraan dengan pihak BUMN, BUMD, swasta dan perguruan tinggi
6. Melakukan sosialisasi secara berkesinambungan
6. Penerima KRABAT tidak tepat sasaran
7. Tidak maksimalnya monitoring dan pengawasan
8. Adanya kompetisi tidak sehat dari lembaga lain yang menawarkan produk serupa
9. Tidak berkembangnya produk kredit lainya yang telah ada di BUMDesa
10. Program KRABAT dijadikan komoditas politik oleh oknum tertentu yang berpotensi
menimbulkan konflik di tengah masyarakat
4. Melakukan pemberdayaan pada kelompok sasaran penerima KRABAT
W S O
T C. Peta Strategi (Strategic Map)
Setelah mendapatkan rincian faktor-faktor internal (S-W) dan eksternal (O-T) maka selanjutnya perlu diketahui kuadran hasil pengolahan dengan menghitung jumlah setiap faktor yang telah dikalikan dengan tingkat urgensinya. Kuadran inilah yang berfungsi sebagai peta strategi (strategic Map). Berdasarkan pemetaan ini kita dapat menentukan rumusan prioritas strategi yang selanjutnya akan diformulasikan (strategic formulation).
Dari hasil pengolahan data dengan menggabungkan hasil IFAS dan EFAS, maka diperoleh kuadran peta strategi sebagai berikut:
Gambar 2
Kuadran Peta Strategi KRABAT
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 SWO T Posisi
Sumber: Data Primer Diolah
Berdasarkan gambar 4.14 di atas, dapat diketahui bahwa posisi strategis KRABAT berada pada kuadran I. Ini merupakan
kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dierapkan dalam strategi ini kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth
Oriented Strategy).
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarakan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya serta tujuan penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Sumbawa didirikan pada tahun 2009 berupa BUMDes Lembaga Keuangan Mikro yang awalnya merupakan sebuah Unit Pengelolaan Keuangan Desa (UPKD) dibentuk pada tahun 2000. Kehadiran Badan Usaha Miliki Desa pada saat itu berperan: 1) Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tidak terlayani dengan akses sektor perbankan terutama bagi pelaku usaha kecil di pedesaan, 2) Keberadaan BUMDes dapat meningkatan Pendapatan Asli Desa (PAD). 3) Mengurangi angka kemiskinan di desa
2. Jumlah BUMDes di Kabupaten Sumbawa berjumlah 94 buah yang tersebar di 19 kecamatan. Dengan jenis usaha yang dilakukan memberikan pelayanan pada Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Sistem Usaha Tani (SUTA), kegiatan simpan pinjam, Usaha Dagang dan pelayanan jasa.
3. Posisi strategis KRABAT berada pada kuadran I. Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana terdapat peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dierapkan dalam strategi ini kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
B. SARAN
Dari hasil penelitian ini maka kami dapat menyarankan kepada pemerintah Kabupaten Sumbawa agar “Kredit Sahabat” Bagi Petani Miskin yang disalurkan Melalui Badan Usaha Milik
Desa Dalam Rangka Implementasi Program Desa Bebas Rentenir, pemerintah dan segenap stakeholder diharapkan untuk bersama-sama bertanggungjawab untuk menjaga konsistensi pelaksanaan program “Kredit Sahabat”, sehingga program-program pembangunan beserta target kinerja yang tertuang dalam penelitian ini dapat terpenuhi. Upaya ini diperlukan agar hasil program “Kredit Sahabat” dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta dinikmati secara lebih merata dan adil dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, Chuzaimah.dkk, 2010. BMT Versus Rentenir Dalam Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat : Studi Kasus Di Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Medan Agama, Vol 3 No. 1
2010
BPS Kabupaten Sumbawa (sumbawakab.bps.go.id)
Chasana. 2016. Peran Baitul Maal Al-Hidayah Terhadap Keluarga yang Terjerat
Rentenir Ditinjau dari Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) (Studi Kasus di Kelurahan Jodipan Kec. Blimbing Kota Malang. Skripsi. Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
DPMD Kabupaten Sumbawa. 2017. Petunjuk Teknis Pengelolaan Kredit Sahabat. DPMD Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Besar.
Kartono, Drajat Tri. 2004. Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi
terhadap Reintenir). Jurnal Sosiologi DILEMA, ISSN : 0215 - 9635,
Vol. 17 No. 1 Th 2004.
Kamil, Deni Insan. 2015. Pengaruh Rentenir Terhadap Kesejahteraan Pedagang
Pasar Tradisional: Studi di Pasar Legi Bugisan Yogyakarta. Skripsi.
Unversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Buku 7 : Bada Usaha Milik Desa, Spirit Usaha Kolektif Desa.
Diterbitkan oleh : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan “Kredit Sahabat” Bagi Petani Miskin Melalui Badan Usaha Milik Desa dalam Rangka Implementasi Program Desa Bebas Rentenir di Kabupaten Sumbawa.
Rangkuti, Freddy. 2015. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, Cara
Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Tunerah, 2015. Pengaruh Jasa Kredit Rentenir Terhadap Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat (Studi Kasus Desa Karanganyar Kecamaran Kandanghaur Kabupaten Indramayu). Skripsi Jurusan Muamalah (Hukum Ekonomi
Syariah) Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.