• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TEKNOLOGI MELALUI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI RAWA LEBAK KABUPATEN BATANGHARI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI TEKNOLOGI MELALUI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI RAWA LEBAK KABUPATEN BATANGHARI PROVINSI JAMBI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

17

INOVASI TEKNOLOGI MELALUI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI RAWA LEBAK KABUPATEN BATANGHARI PROVINSI JAMBI

Julistia Bobihoe, dan Endrizal

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi

Email : julistia_06@yahoo.com

ABSTRAK

Pada beberapa kabupaten di Provinsi Jambi telah mengusahakan lahan rawa lebak untuk pertanaman padi, tetapi produksi masih rendah umumnya dibawah 2 ton/ha dengan frekuensi penanaman padi satu kali setahun. Untuk dapat memanfaatkan lahan rawa lebak secara optimal diperlukan teknik penataan lahan, pengelolaan tanah dan hara, pemilihan komoditas yang adaptif, ekonomis dan mempunyai umur yang pendek serta pengaturan pola tanam yang sesuai. Salah satu upaya peningkatan produksi padi pada lahan rawa lebak adalah dengan mengintroduksikan paket teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) dengan beberapa komponen teknologi diantaranya varietas unggul spesifik lokasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya. Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan varietas padi unggul yang dapat beradaptasi baik dilahan rawa lebak, sesuai dengan selera petani dan konsumen serta sebagai sumber benih bermutu. Dengan diperolehnya varietas unggul baru (VUB) yang berdaya hasil tinggi dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani di lahan rawa lebak. Kegiatan ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa Rantau Kapas Tuo Kecamatan Muaro Tembesi Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi pada MK 2011. VUB yang dikembangkan adalah varietas Inpara3, Inpara 5, dan Inpari 13 dengan luas tanam 3 ha. Kegiatan ini dilaksanakan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan beberapa komponen teknologi diantaranya varietas unggul baru (VUB) padi. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa Inpara 3 memperoleh hasil 6,50 ton GKG/ha, Inpara 5 (5,76 ton/ha GKG) dan Inpari 13 memperoleh hasil 8 ton/ha GKG. Dari hasil panen terlihat bahwa walaupun dengan kondisi kekeringan varietas Inpara 3, Inpara 5 dan Inpari 13 memberikan hasil yang optimal. Varietas unggul baru yang dikembangkan memperlihatkan keragaan baik dan adaptif pada lahan rawa lebak, selain potensi hasil tinggi juga tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Kata kunci: PTT, VUB Padi, Produksi dan Lahan sawah rawa lebak ABSTRACT

In some districts in Jambi province has sought swampy wetlands for rice cultivation, but production is still low in general below 2 ton/ha to rice growing frequency of once a year. To be able to utilize the swampy wetlands are optimally required landscaping techniques, soil and nutrient management, adaptive selection of commodities, economical and have a short life and setting appropriate cropping patterns. One effort to increase rice production in lowland wetlands is by introducing technology package approach and Resource Integrated Crop Management (ICM) with multiple technology components such as specific varieties that are adapted to the growth environment. The purpose of this test is to obtain high yielding rice varieties that

(2)

18

can adapt well dilahan swampy marsh, according to the tastes of farmers and consumers as well as a source of quality seeds. By obtaining new varieties (VUB) is high yielding with good quality can increase rice productivity and farmers' income in the swampy wetlands. The event was held in the swampy wetlands Rantau Kapas Tuo Village, Muaro Tembesi Sub District, Batanghari District, Jambi Province on dry season 2011. The new superior variety is developed varieties Inpara3, Inpara 5, and Inpari 13 with acreage 3 ha. This activity is carried out by an approach to integrated crop management (ICM) with multiple technology components such as new superior varieties rice. The results showed that the activities of Inpara 3 obtain (6.50 ton/ha), Inpara 5 (5.76 ton/ha) and Inpari 13 (8 ton/ha). Of yields shows that despite the drought conditions varieties Inpara 3, Inpara 5 and Inpari 13 provide optimal results. New varieties were developed showed good variability and adaptive swampy wetlands, in addition to high yield potential are also resistant to pests and diseases.

Keywords: PTT, New superior variety Rice, Production and lowland swamp rice land

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat adanya kecenderungan makin sulitnya mempertahankan swasembada pangan, sementara masih tersedia peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah rawa lebak. Untuk itu upaya yang paling strategis adalah dengan meningkatkan mutu intensifikasi (Partojohardjono dan Makmur, 1992). Mutu intensifikasi dapat ditingkatkan diantaranya melalui introduksi varietas unggul yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya, diantaranya dengan peningkatan produktivitas lahan rawa lebak.

Pada beberapa kabupaten di Provinsi Jambi telah mengusahakan sawah rawa lebak untuk pertanaman padi, tetapi produksi masih rendah umumnya dibawah 2 ton/ha dengan frekuensi penanaman padi satu kali setahun (BPS, 2002). Untuk dapat memanfaatkan lahan lebak secara optimal diperlukan teknik penataan lahan, pengelolaan tanah dan hara, pemilihan komoditas adaptif, ekonomis dan mempunyai umur yang pendek serta pengaturan pola tanam yang sesuai. Dengan teknik penataan lahan dan pengaturan pola tanam serta teknik budidaya yang sesuai, masalah kekeringan dapat diatasi karena fluktuasi air permukaan dapat diatasi dengan baik sehingga waktu yang dapat digunakan untuk bertanam menjadi lebih panjang.

Lahan rawa lebak merupakan salah satu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi Jambi. Namun demikian pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Kendala utama

(3)

19

pengembangan usahatani lahan rawa lebak adalah genangan maupun kekeringan yang belum dapat diprediksi. Selain tata air yang masih belum dikuasai, kendala lain adalah gangguan hama dan penyakit, faktor sosial ekonomi. Kendala tersebut dapat diatasi dengan penerapan teknologi yang tepat guna, diantaranya adalah penggunaan varietas unggul yang adaptif dan teknologi penataan lahan. Di lahan rawa lebak terdapat beragam varietas padi lokal. Selain itu terdapat pula varietas padi liar (Oryza

rutifogon L) yang berkembang pada lahan rawa lebak dalam. Petani tradisional masih

menanam padi varietas lokal umur dalam, potensi hasil rendah, diantaranya: Sekulo, Kotek, Seren Halus, Bayar Putih, Bayar Melintang dan lain-lain yang umurnya panjang sekitar 6 bulan. Penggunaan varietas-varietas ini dikarenakan antara lain; benih mudah diperoleh, rasa nasi disenangi (pera), hasil panen mudah dipasarkan dan harga jual lebih tinggi, sangat toleran dengan kondisi rawa. Pada saat ini sudah banyak varietas unggul baru (VUB) yang toleran cekaman lingkungan (kemasaman tinggi dan efek keracunan Fe dan Al serta serangan hama dan penyakit), tahan rendaman, potensi hasil tinggi, umur genjah dan lebih tahan hama penyakit seperti Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Banyuasin, Indragiri dan Batanghari. Namun varietas-varietas tersebut belum menyebar secara luas di kawasan rawa lebak di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi. Untuk itu dalam rangka pengembangan VUB padi rawa lebak khususnya di Provinsi Jambi dilakukan pengujian beberapa VUB padi di lahan rawa lebak di Kabupaten Batanghari dengan tujuan untuk melihat keragaan dan produksi varietas tersebut.

METODOLOGI

Kegiatan ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa Rantau Kapas Tuo Kecamatan Muaro Tembesi Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi pada MK 2011. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011.

Tahapan kegiatan terdiri dari : Koordinasi, identifikasi lokasi, sosialisasi kegiatan, pelaksanaan di lapangan, pendampingan petani, monitoring, dan evaluasi, dan terakhir pelaporan.

Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) mencangkup beberapa kegiatan diantaranya : persiapan, penentuan lokasi pengkajian didasarkan pada kesesuaian teknologi untuk diterapkan, pemilihan varietas, persemaian, pengolahan tanah, penanaman, pengendalian gulma, pemupukan, pengairan, panen dan pasca panen.

(4)

20

Varietas unggul baru yang dikembangkan adalah Inpara 5 dan Inpari 13 dengan luas tanaman 3 ha. Komponen teknologi PTT padi yang diterapkan dilokasi pengkajian meliputi sistem pengolahan tanah, benih unggul bermutu, varietas unggul baru, sistem tanam jajar legowo, pemupukan, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. Pengolahan tanah dilakukan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT) karena tanahnya sudah macak-macak artinya lahan tersebut cukup lama tergenang air dan penanamannya sambil menunggu surutnya air tersebut. Sistem tanam yang digunakan adalah pola jajar legowo 4:1 yaitu 4 baris tanaman padi yang diselingi satu baris yang dikosongkan. Jarak tanam 20 x 20 cm. Pemupukan disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT). Parameter yang diamati adalah karakteristik wilayah, karakteristik VUB padi, dan produktivitas padi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah Pengkajian

Lokasi kegiatan pengkajian terletak di Desa Rantau Kapas Tuo Kecamatan Muaro Tembesi Kabupaten Batanghari. Secara geografis terletak pada koordinat 10 15’- 20 20’ Lintang Selatan dan 1020 30’ -1040 30’ Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis dengan tingkat elevasi sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 11 – 100 meter dari permukaan laut. Lahan merupakan aset penting dalam usaha pertanian sebagai media tumbuhnya tanaman.

Berdasarkan data potensi lahan di Kabupaten Batanghari terdiri dari lahan persawahan 18.189 ha dan lahan kering 277.677 ha. Lahan ini mempunyai potensi untuk usaha tanaman pangan. Kemampuan tanah merupakan sifat fisik tanah yang dibatasi oleh berbagai faktor antara lain kemiringan tanah (lereng), drainase, kedalaman efektif tanah, tektur tanah. Kegunaan dari pada kemampuan tanah adalah untuk menilai tingkat kecocokan atau kesesuaian tanah secara fisik terhadap berbagai jenis penggunaan tanah dalam usaha pertanian untuk dibuat analisis dari fisik tanah dan lingkungannya dengan sifat agronomis tanaman. Kemiringan tanah dibagi dalam 4 kelas yaitu : Datar 0 – 2 %, Landai 2 – 15 %, Gelombang 15 – 40 % dan Terjal > 40 %. Lahan dengan kemiringan > 40 % sudah mulai terjal tidak baik untuk usaha pertanian, karena dapat terjadi longsor, lahan ini hanya cocok untuk hutan lindung. Tanaman pertanian sebaiknya diusahakan pada lahan dengan kemiringan 0 – 2 %,

(5)

21

tetapi masih dapat diusahakan pada lahan dengan kemiringan sampai 15 % dengan tindakan terasering dan penanaman pohon sesuai dengan garis kontour untuk mencegah erosi. Jadi potensi lahan di Kabupaten Batanghari berdasarkan kemiringan tanah dapat diusahakan tanaman pertanian (padi dan palawija). Pada dasarnya jenis tanah di Kabupaten Batanghari dapat digolongkan atas dua kelompok yaitu Azonal dan Zonal. Tanah Azonal seperti Organosol, Aluvial, Gley Humus Rendah, dan Hidromorfik Kelabu adalah tanah-tanah yang masih mengalami peoses lanjutan oleh karena tanah yang demikian belum menunjukkan profil yang sempurna. Sedangkan jenis tanah Zonal seperti Andosol, Latosol, Podsolik adalah tanah-tanah yang sudah mengalami perkembangan profil yang lebih sempurna. Jenis tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah yang paling luas di Kabupaten Batanghari sebesar 435.451 ha atau 84,06 %, sebagian terdiri dari Aluvial yang terletak disepanjang aliran sungai Batanghari dan anak sungainya seluas 82.584 ha atau 15.94 %. Sumber air yang paling dominan terhadap kehidupan tanaman berasal dari hujan, oleh karena itu dalam pembagian tempat tumbuh tanaman bila dikaitkan dengan keberadaan air maka faktor yang paling perlu diperhatikan adalah curah hujan.

Agroekosistem Rawa Lebak

Padi rawa lebak, secara umum sama dengan padi sawah, tetapi karena hidupnya di lahan rawa lebak, maka perlu varietas yang adaptif dan cara budidaya yang sesuai dengan karakteristik rawa lebak. Agroekosistem rawa lebak mempunyai dua kondisi ekstrim, yaitu tergenang air pada musim hujan 1-6 bulan atau sepanjang tahun, dan kering pada saat musim kemarau (Ar-Riza, dan Jumberi, 2008).

Sesuai dengan letak fisiografinya pada daratan banjir, lahan rawa lebak ini dibagi kedalam dua golongan yaitu tanah-tanah tanggul sungai dan dataran rawa belakang (Subagyo dan Supraptohardjo, 1978). Disepanjang aliran sungai (besar), lahan rawa lebak terletak kearah hulu sungai dan umumnya sudah termasuk daerah aliran sungai (DAS) bagian tengah (mid stream area) (Sinta no. 3005, 2003). Sedangkan menurut Widjaya-Adhi et al. (1992) berdasarkan tipologinya, rawa lebak dibagi menjadi 3 golongan yaitu rawa lebak dangkal (pematang) yang mempunyai kedalaman air kurang dari dari 50 cm dengan masa genangan kurang dari 3 bulan, rawa lebak tengahan dengan kedalaman air 50-100 cm dengan masa genangan 3-6 bulan, dan rawa lebak dalam mempunyai kadalaman air lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan. Umumnya lahan ini didominasi oleh jenis tanah Alluvial dan Gambut.

(6)

22

Rawa lebak ini dapat dikembangkan menjadi persawahan khususnya pada lahan lebak dangkal dan lebak tengahan, sedangkan untuk lebak dalam dapat dimanfaatkan sebagai tempat penangkapan ikan air tawar atau peternakan unggas air seperti itik (Direktorat Rawa, 1991).

Teknologi Budidaya Padi di Lahan Rawa Lebak

Komoditas padi dapat ditanam di lahan rawa lebak pada musim kemarau maupun musim hujan. Pertanaman padi musim kemarau dapat dilaksanakan pada lahan lebak dangkal sampai lebak tengahan. Pada kondisi kemarau panjang (El Nino), sebagian lebak dalam juga dapat dimanfaatkan. Adapun pertanaman musim hujan hanya bisa dilaksanakan pada lebak dangkal (Alihamsyah, 2004; Ar-Riza dan Alihamsyah, 2005 dalam Ar-Riza dan Jumberi, 2008). Didalam pengembangan padi di lahan rawa lebak melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) meliputi komponen teknologi sebagai berikut :

Varietas

Varietas unggul spesifik yang toleran terhadap karakteristik lahan, hama dan penyakit serta disukai petani akan mudah dikembangkan.

Namun demikian, perlu dipertimbangkan juga umur varietas, karena padi umur pendek (genjah) memberikan peluang keberhasilan yang lebih tinggi (Riza, 2000 dalam Ar-Riza, 2008). Disamping itu varietas unggul baru yang sesuai adalah adalah varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi, tahan rendaman (cepat memanjang, berkecambah dalam kondisi tergenang), tahan hama dan penyakit, tahan kekeringan atau berumur genjah, serta disukai petani. Cara memilih varietas unggul adalah ; Perhatikan sifat-sifat penting dari varietas unggul yang tersedia, varietas yang sesuai ditanam di lahan pasang surut biasanya juga cocok untuk ditanam di lahan rawa lebak, pilihlah varietas dengan cita rasa atau tekstur nasi sesuai dengan selera masyarakat.

Varietas yang dinilai sesuai untuk lahan rawa lebak antara lain Inpara 1, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, dan Indragiri.

Persemaian

Pertumbuhan tanaman padi ditentukan oleh kualitas bibit. Bibit yang sehat menghasilkan tanaman yang baik, sebaliknya tanaman yang berasal dari bibit yang tidak sehat akan menampakkan gejala terhambatnya pertumbuhan (Siregar, 1981; Ar-Riza dan Dj-Noor, 1992, dalam Ar-Ar-Riza dan Jumberi, 2008).

(7)

23

Persemaian di lahan rawa lebak dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu : (1) Persemaian basah : yang dilakukan di petakan sawah sebelum penyiapan lahan, dengan membuat bedengan dan saluran drainase keliling, (2) Persemaian kering : dilakukan di tempat tertentu yang sengaja dipilih lokasi yang kering seperti di pematang atau jalan usaha tani, (3) Persemaian terapung : yaitu dilakukan dengan membuat rakit dari bambu atau batang pisang yang disusun dan diberi hamparan tanah atau lumpur. Rakit berukuran masing-masing 1 x 2 m dan ditempatkan di atas permukaan air.

Persemaian untuk VUB (varietas unggul baru), agar supaya bibitnya tidak terlalu tua, maka persemaian untuk rawa dangkal, rawa tengahan, dan rawa dalam dibuat terpisah sesuai dengan waktu tanam atau kedalaman air (tipologi lahan). Kalaupun ada pembibitan bertahap diusahakan tidak lebih dari satu kali pemindahan sehingga bibit tidak terlalu tua

Peyiapan lahan

Kondisi tanah di lahan rawa lebak umumnya mempunyai kepadatan tanah (soil bulk density) yang rendah. Hal ini menjadi salah satu alasan penyiapan lahan dilakukan tanpa olah tanah (TOT) (Ar-Riza dan Jumberi, 2008).

Penyiapan lahan untuk lahan rawa lebak berbeda berdasarkan tipologinya. Untuk rawa dangkal tahapan penyiapan lahannya yaitu : membangun pematang pada petakan-petakan lahan diperlukan untuk menahan air. Pada awal musim hujan dilakukan pengolahan tanah dengan traktor sebelum genangan air di dalam petakan tinggi, tanah diolah dengan sempurna dan upayakan agar permukaan tanah rata di dalam setiap petakan.

Pengolahan tanah lebih awal dapat mempercepat waktu tanam dan pertumbuhan padi. Di saat genangan air tinggi tanaman padi juga sudah tinggi sehingga terhindar dari rendaman air yang dapat mematikan tanaman padi. Kalau lahan sudah tergenangi oleh air biasanya rumput cukup ditebas dengan menggunakan tajak besar. Penyiapan lahan untuk rawa tegalan dan rawa dalam dapat dilakukan dengan menerapkan sistem TOT (Tanpa Olah Tanah).

Sebelum hujan datang di saat lahan masih kering, persiapan lahan bisa juga dilakukan dengan menyemprotkan herbisida non selektif untuk memberantas gulma. Kalau menjelang musim kemarau, herbisida disemprotkan setelah genangan air surut, namun ada resiko tinggi, yaitu terlambatnya waktu tanam. Keterlambatan tersebut akan mempunyai resiko kekeringan pada fase generatif. Jenis herbisida yang digunakan biasanya herbisida non selektif, yaitu glifosat atau paraquat. Waktu

(8)

24

penyemprotan herbisida yang lebih awal juga perlu diperhatikan agar supaya proses pembusukan gulma tidak menunda waktu tanam padi

Cara dan Tata Tanam

Penanaman padi di lahan rawa lebak dilakukan bila air telah turun dengan tinggi kurang lebih 20 cm di atas permukaan tanah setelah bibit berumur 15-21 hari. Penanaman padi dapat dilaksanakan dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 yaitu adalah cara tanam berselang seling 4 baris dan 1 baris kosong. Jarak antar baris tanaman yang dikosongkan disebut unit. Jarak tanam 20x20 cm. Keuntungan penanaman sistim tanam legowo ialah : Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil yang lebih tinggi (efek tanaman pinggir), medahkan pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah dan penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Pengelolaan Air

Di lahan rawa lebak pengelolaan air sangat penting, terutama untuk mengindari fluktuasi genangan air yang tinggi dan yang datang sewaktu-waktu bila ada hujan. Usaha yang sudah dilakukan oleh pemerintah ialah dengan membangun polder. Dalam pengelolaan air di tingkat skala mikro atau tingkat petani perlu dilakukan antara lain : • Membuat galangan untuk mencegah masuknya air yang tinggi ke dalam petakan

pada musim penghujan atau untuk menahan air di dalam petakan di musim kemarau

• Membuat tabat (dam overflow) pada saluran tersier atau kuarter saat menjelang kemarau untuk menahan air agar tidak habis terkuras dan aras (level) muka air tanah dapat dipertahankan < 60 cm khususnya pada musim kemarau

• Membuat saluran atau kemalir di sekeliling petakan serta kemalir pada musim hujan. Kemalir dibuat dengan interval jarak 6-8 m dengan kedalaman saluran 20 cm dan lebar 30 cm di dalam petakan untuk drainase air sehingga tanaman padi tidak mati terendam

• Saluran ini perlu terutama untuk menghindari serangan keong mas yang cukup dominan di lahan rawa lebak, ataupun pencucian racun besi bila ada

• Meratakan permukaan tanah sangat penting supaya air tergenang merata di dalam petakan. Kalau hal tersebut tidak dilakukan maka heterogenitas kesuburan tanah di dalam satu hamparan tanah sangat tinggi dan akibatnya pertumbuhan tanaman padi tidak merata

(9)

25

Pemupukan yang Efisien dan Efektif

Tanah di lahan rawa lebak mempunyai kandungan unsur hara tanah relatif rendah. Untuk memperoleh hasil panen padi tinggi maka pengelolaan hara perlu men jadi salah satu perhatian yang serius.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian pemupukan di lahan lebak maka berikut ini merupakan rekomendasi cara pengelolaan pupuk padi di lahan lebak.

Dosis pupuk anjuran : 150 kg Urea + 100 kg SP-36 + 50 kg KCl. Pemberian Bahan organik

P dan K berdasarkan status hara tanah

Pengendalian gulma

Gulma di lahan rawa lebak, khususnya pada musim kemarau, akan tumbuh cepat karena genangan air menurun dan suhu relatif tinggi. Selama genangan air dan pengolahan tanah dikerjakan dengan baik maka infestasi gulma rendah. Di musim hujan biasanya infestasi didominasi oleh gulma berdaun lebar yang senang dengan genangan air.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : Penyiangan dengan tangan : gulma disiang dengan tangan pada umur 21 dan 42 hari setelah tanam (hst), penyiangan mekanis : dapat menggunakan landak atau gasrok selama genangan air tidak melebihi 10 cm. Cara ini juga sekaligus menggemburkan dan memperbaiki aerasi tanah dan pemakaian herbisida : kondisi petakan harus macak-macak sehingga sewaktu penyemprotan dilakukan maka lapisan herbisida dapat menutupi permukaan tanah, dan apabila menggunakan herbisida pasca tumbuh harus membasahi daun-daun gulma.

Pengendalian hama dan penyakit padi rawa lebak

Dasar-dasar pengendalian hama dan penyakit pada padi lebak hampir sama dengan pengendalian padi sawah beririgasi. Karena pengairan sukar diatur pengendalian secara kultur teknik sebagai salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) sukar dilakukan. Hama penyakit utama yang dijumpai pada umumnya tikus, ulat grayak, wereng cokelat, hama putih palsu, penggerekbatang, keong mas, orong-orong, sedang penyakit utama adalah blas dan bakanae.

(10)

26

Panen dan Pasca Panen

Kehilangan hasil dan penurunan mutu padi di lahan lebak selama proses panen dan pasca panen masih tinggi (sekitar 20 %) dan penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik menyebabkan kualitas benih rendah (Badan Litbang Pertanian, 2007). Tanaman padi rawa dipanen pada saat memasuki fase masak fisiologis, yang ditandai dengan bulir gabah telah berisi penuh, keras, kulit berwarna kekuningan. Pada fase masak fisiologis, persentase kerontokan gabah akibat kegiatan panen sedikit, sedangkan pemanenan pada saat lewat masak akan terjadi kerontokan gabah yang lebih tinggi. Selain penentuan saat panen yang tepat, penggunaan alat juga sangat berpengaruh terhadap kehilangan hasil. Cara panen menggunakan sabit bergerigi dinilai lebih efektif dan dapat mengurangi kerontokan gabah.

Produktivitas Varietas Unggul Baru (VUB)

Intensitas hujan pada Desember hingga Maret setiap tahun sangat tinggi sehingga di lahan rawa lebak sering kali terjadi banjir yang menyebabkan terendamnya lahan rawa lebak. Varietas yang banyak ditanam petani di wilayah tersebut, seperti, Ciherang dan Indragiri yang tidak mampu bertahan oleh genangan banjir yang sering merendam keseluruhan tanaman selama 1-2 minggu. Kerusakan sawah yang diakibatkan banjir ini berdampak terhadap penurunan produksi antara 30-60 persen yang tentu saja berpengaruh langsung terhadap kesejahtaran petani dan produksi padi nasional.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) bekerjasama dengan International Rice Research Institute (IRRI) melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan berbagai varietas yang toleran terhadap rendaman akibat banjir. Dari hasil kegiatan tersebut telah dihasilkan varietas unggul tanaman padi yang toleran terhadap rendaman, diantaranya yang telah dilepas adalah Inpara 3 dan Inpara 5 yang toleran rendaman air penuh selama 6 hari sampai 14 hari pada fase vegetative.

Dalam rangka pengembangan varietas unggul baru, pada tahun 2010, BPTP Jambi melaksanakan kegiatan demfarm beberapa varietas unggul baru (VUB) di kabupaten Batanghari diantaranya Inpara3, Inpara 5 dan Inpari 13. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa varietas Inpara 3 memperoleh produksi 6,50 ton GKG/ha, Inpara 5 memperoleh hasil 5,76 ton/ha GKP dan Inpari 13 memperoleh hasil 8 ton/ha GKP.

Dari data produksi terlihat bahwa hasil yang diperoleh varietas Inpara 3 (6,50 ton GKG/ha) melebihi potensi hasil dari deskripsi varietas dimana potensi hasil adalah

(11)

27

5,6 ton GKG/ha dan rata-rata hasil 4,6 ton GKG/ha. Varietas Inpara 5 (5,76 ton/ha GKG) melebihi rata-rata produksi pada deskripsi varietas, dan hasil yang diperoleh varietas Inpari 13 (8 ton/ha GKG) melebihi rata-rata hasil dan sama dengan potensi produksi pada deskripsi varietas padi.

Respon Petani

Dalam pengelolaan usahatani padi di rawa lebak desa Rantau Kapas Tuo dengan pendekatan PTT mendapat respon yang cukup tinggi dari petani. Hal ini terlihat dari keinginan petani untuk menerapkan dan mengembangkan komponen PTT pada usahatani padi, terutama penggunaan varietas unggul baru (VUB) padi, cara tanam legowo, pemupukan Urea dengan menggunakan Bagan warna Daun (BWD) dan pemanfaatan bahan organik (pupuk kandang).

Penanaman dengan sistem tanam legowo 4:1 atau 6:1 sudah dilaksanakan petani. Keuntungan dari sistim tanam legowo yang sudah dirasakan petani adalah : (1) pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah, (2) menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, (3) saluran pengumpul keong mas dan penggunaan pupuk lebih efisien. Sistem tanam legowo sudah diterapkan oleh kurang lebih 90 % petani di sentra produksi padi di Provinsi Jambi.

KESIMPULAN

1. Keragaan tanaman padi varietas Inpara 3, Inpara 5, dan Inpari 13 memperlihatkan pertumbuhan yang baik, dan adaptif di lahan rawa lebak.

2. Produksi yang diperoleh varietas Inpara 3 (6,50 ton GKG/ha), Inpara 5 (5,76 ton/ha GKG) dan Inpari 13 (8 ton/ha GKG).

3. Produksi varietas Inpara 3 (6,50 ton GKG/ha) melebihi potensi hasil dari deskripsi varietas dimana potensi hasil adalah 5,6 ton GKG/ha dan rata-rata hasil 4,6 t GKG/ha. Produksi varietas Inpara 5 (5,76 ton/ha GKG) melebihi rata-rata produksi pada deskripsi varietas. Produksi varietas Inpari 13 (8 ton/ha GKG) melebihi rata-rata hasil dan sama dengan potensi produksi pada deskripsi varietas padi.

4. Pengembangan varietas unggul baru (VUB) di rawa lebak mendapat respon yang cukup tinggi dari petani. Hal ini terlihat dari keinginan petani untuk menerapkan dan mengembangkan komponen PTT pada usahatani padi,

(12)

28

DAFTAR PUSTAKA

Ar-Riza dan Jumberi, 2008. Padi di lahan rawa Lebak dan Peranannya dalam Sistem Produksi Padi Nasional. Padi Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar Penelitian Tanaman padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Pusat Statistik. 2002. Luas Lahan dan Alat-Alat Pertanian Tahun 2002. Survei

Pertanian. BPS Provinsi Jambi. Jambi

Direktorat Rawa, Ditjen Pengairan, Dep.PU. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Rawa di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan tanggal 23-24 Oktober. Palembang.

Partohardjono, S dan A. Makmur. 1992. Peningkatan Produksi Padi Gogo. Paket Informasi Padi. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian Bogor.

Satoto dan B. Suprihatno. 1998. Heterosis dan stabilitas hasil hibrida-hibrida padi turunan galur mandul jantan IR62829A dan IR58025A. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 17 No 1. 1998.Puslitbangtan. Badan Litbangtan. Bogor Sinar Tani No 3009. 2003. Lahan Rawa Lebak sebagai Kantong Produksi Pangan..

Sinta Edisi 13-19 Agustus 2003 N0. 3009. Tahun XXXIII. Jakarta

Ismunadji, M., M. Syam dan Yuswadi. 1989. Padi. Buku 2. Puslitbangtan. Bogor.

Simanulang, Z, A. 2001. Kriteria Seleksi untuk Sifat Agronomis dan Mutu. Pelatihan dan Koordinasi Program Pemuliaan Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi 9 – 14 April 2001. Balai Penelitian Padi Sukamandi. Subagyo, H dan M. Supraptohardjo. 1978. Beberapa catatan tentang Potensi/aspek

Tanah Daerah Lebak/rawa di Sumatera Selatan. Makalah pada Simposium Pemanfaatan Potensi Daerah Lebak. Palembang.

Wijaya-Adhi, IPG., K. Nugroho, D. Ardi, dan A.S Karama. 1992. Sumber Daya Lahan pasang surut, rawa dan pantai: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan . dalam: Partoharjo, S dan M. Syam (Eds). Risalah Pertemuan nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa di Cisarua, 3-4 Maret. Bogor.p. 19-23

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Pasal 25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman

Grafik 1. Kekayaan jenis di berbagai kerusakan hutan. Dari grafik diatas menunjukkan bahwa kerusakan hutan yang disebabkan oleh fel&lt;tor penebangan liar {illegal logging)

persoalan rumit yang harus dihadapi dalam hidup kesehariannya, guru tetaplah sosok penting dan cukup menentukan dalam proses pembelajaran. Keberadaan guru bagi

Pedoman Teknis Koordinasi Kegiatan Pengembangan Tanaman Semusim ini merupakan acuan bagi pelaksanaan kegiatan Fasilitasi lomba Petani/Kelompok Usaha Berprestasi yang

Dengan nasehat dan pengakuan dari perdana menteri, Kaisar boleh melakukan tindakan-tindakan seperti: (1)pengumuman amendamen UUD, UU, PP dan perjanjian internationa, (2) membuka

Untuk itulah menarik untuk melihat bagaimana merancang arsitektur yang tak hanya kontekstual akan iklim lingkungannya namun juga jamannya melalui arsitektur De Driekleur,

REKONSILIASI RUMAH TANGGA PES YANG DITEMUKAN/ GANTI KRT/ PINDAH DALAM BLOK SENSUS/BERGABUNG DENGAN RUMAH TANGGA LAIN, TETAPI PADA SAAT ST2013 PINDAH KELUAR BLOK SENSUS/TIDAK

Kepada dosen pembimbing sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Ibu Yuli Nugraheni, S.Sos, M.Si dan Ibu Maria