179
PROFIL KEMAMPUAN ARGUMENTASI SISWA MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN ARGUMEN-BASED SAINS INQUIRY (ABSI)
Agus Budiyono
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Madura Jl.PP. MifathulUlumBettet, Pamekasan 69351, Madura
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profile kemampuan argumentasi siswa setelah diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran argument-based science inquiry. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-eksperiment dengan disain posttest only design adapun subjek penelitiannya adalah salah satu kelas XI pada Madrasah Aliah Negeri Pamekasan Jawa Timur tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 34 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan argumentasi pada materi elastisitas yang terdiri dari enam bagian soal dan masing-masing bagian terdapat pertanyaan tentang klaim, data, pembenaran dan dukungan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan argumentasi siswa berada pada kategori tinggi. Hal itu terlihat dari hasil tes kemampuan argumentasi siswa yakni sebanyak 97,06% berada pada kategori tinggi, sedangkan 2,94% berada pada kategori sedang dan 0% berada pada kategori rendah. Kata kunci : Kemampuan Argumentasi, Model ABSI, dan Profil
I. PENDAHULUAN
kemampuan argumentasi merupakan Hal lain yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran fisika. Kuhn (2010) mengungkapkan Konsep ilmu sebagai argumen, dan pandangan bahwa terlibat dalam argumentasi ilmiah harus menjadi peran kunci dalam pendidikan sains. konsepsi sains sebagai argumen telah datang secara luas dan menganjurkan sebagai hal dasar untuk pendidikan sains. tujuan pendidikan sains tidak hanya penguasaan konsep-konsep ilmiah, tetapi juga belajar bagaimana untuk terlibat dalam wacana ilmiah. Untuk mencapai terlaksananya wacana ilmiah, siswa harus memiliki kemampuan argumentasi yang dalam pembelajarannya melatihkan siswa untuk terbiasa berargumentasi.
Toulmin (dalam Robertshaw dan Campbell, 2013: 200) mengajukan skema yang mendeskripsikan struktur suatu argumentasi yang disebut sebagai
Toulmin’s Argument Pattern (TAP). Komponen utama
dalam TAP adalah kemampuan siswa dalam memberikan pendapat (claim), kemampuan siswa memberikan dan menganalisis data, kemampuan memberikan pembenaran (warrant), kemampuan memberikan dukungan (backing), serta kemampuan siswa dalam membuat sanggahan (rebuttal) terhadap permasalahan.
Model pembelajaran ABSI merupakan model pembelajaran argumentasi yang berbasiskan pada inkuiri sains. sintaks pembelajaran model ABSI mengadopsi pada pembelajaran Science Writing
Heuristic (SWH) Hasancebi (2012) yang teridiri dari
tujuh tahapan yaitu; (a) eksplorasi pemahaman sebelum pembelajaran, (b) partisipasi aktif dalam kegiatan praktikum, (c) menulis secara individu
pengertian kegiatan praktikum, (d) bertukar pikiran dan membandingkan interpretasi data dalam kelompok kecil, (e) membandingkan ide-ide sains dengan buku teks atau sumber lainnya, (f) refleksi dan menulis secara individu dan (g) ekplorasi pemahaman setelah pembelajaran.
Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan argumentasi siswa yang masih rendah, sehingga perlu adanya perlakuan menggunakan model pembelajaran berbasis argumentasi. Adapun model yang dianggap mampu memberikan dampak yang baik terhadap kemampuan argumentasi siswa adalah
argument-based science inquiry (ABSI). Demirbag dan Gunel
(2014) melaporkan bahwa kemampuan argumentasi siswa menjadi baik setelah diterapkan model pembelajaran ABSI. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan profil kemampuan argumentasi siswa setelah mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran dengan model ABSI pada materi elastisitas.
II. LANDASAN TEORI
A. Model Pembelajaran Argument-based science
inquiry (ABSI)
Model pembelajaran argument-based science
inquiry (ABSI) adalah sebuah model pembelajaran
argumentasi yang mengintegrasikan inkuiri sains dalam pembelajaran. Model pembelajaran ABSI ini masih mengadopsi pada model pembelajaran Science
Writing Heuristic (SWH). Seperti yang diungkapkan
oleh Hasancebi (2012) bahwa Science Writing
Heuristic (SWH) telah digunakan secara luas sebagai
pendekatan argument-based science inquiry (ABSI) di banyak negara termasuk Amerika Serikat, Korea dan Turki. SWH awalnya dikembangkan oleh (Keys et al., 1999) untuk mengintegrasikan kegiatan penyelidikan
180
berbasis argumen, kerja kelompok kolaboratif dan untuk strategi belajar menulis. Argumentasi dan penyelidikan adalah dua komponen utama yang mendasari unsur SWH tersebut. Lebih lanjut (Budiyono, Rusdiana & Kholida, 2015) pembelajaran ABSI memiliki tiga karakteristik yaitu: 1) pembelajaran praktikum berbasis inkuiri secara berkelompok, 2) siswa bertukar pemahaman dalam kelompok dalam bentuk beradu argument berdasarkan data hasil praktikum, dan 3) membandingkan ide-ide sains dari hasil diskusi kelompok dengan buku atau sumber lainnya melalui diskusi kelas dan saling beradu argument antar kelompok.
Demirbag dan Gunel (2014) juga menggunakan model SWH dalam mengintegrasikan argument-based
science inquiry (ABSI) sebagai upaya untuk
meningkatkan hasil belajar, kemampuan berargumentasi dan kemampuan menulis mahasiswa. Adapun sintaks model pembelajaran Science Writing
Heuristic (SWH) (Keys et al, 1999) dan Hasancebi
(2012) dapat dijelaskan dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 1 Sintak Pembelajaran SWH Fase Kegiatan guru Kegiatan siswa Fase 1 Exploration of pre-intruction understanding (eksplorasi pemahaman sebelum pembelajaran). Guru memulai pembelajaran dengan mengidentifik asi peristiwa untuk penyelidikan dan menyiapkan pertanyaan yang membimbing para siswa untuk menjawab permasalahan. Yang selanjutnya mengidentifik asi pemahaman awal siswa. Siswa mengajukan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tugas praktikum inkuiri. Siswa mengajukan pertanyaan yang ingin mereka jawab dan dapat dijawab melalui kegiatan praktikum. Fase 2 Participation in laboratory activity(partisi pasi dalam kegiatan praktikum). Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok kemudian diarahkan untuk merancang metode Siswa merancang metode (misalnya, percobaan, pengamatan sistematis atau analisis data) dan dilanjutkan setiap kelompok melakukan pengumpulan Fase Kegiatan guru Kegiatan siswa (misalnya, percobaan, pengamatan sistematis atau analisis data) yang dapat mereka gunakan dalam mengumpulka n data untuk menjawab pertanyaan pembimbing.
data. Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bagaimana merancang dan melakukan penyelidikan dalam sains. Fase 3 Negotiation shape I: writing personal meaning for laboratory activity (menulis pengertian individu untuk kegiatan praktikum). Guru mengarahkan siswa untuk menginterpret asi data praktikum kedalam bentuk tabel data serta mengarahkan siswa untuk membuat klaim sementara. Siswa membuat argumen tentatif sementara berdasarkan pada data hasil praktikum (pedomaan argumentasi) Fase 4 Negotiation shape II: sharing and comparing data interpretations in small groups(bertuk ar pikiran dan membandingk an interpretasi data dalam kelompok kecil). Guru mengarahkan siswa untuk diskusi dalam kelompoknya terkait penguatan klaim berdasarkan data yang diperoleh. serta didorong untuk menunjukkan bukti klaimnya. Siswa melakukan diskusi dan membandingkan interpretasi data sesama teman dalam kelompok kecil. siswa diminta untuk mengajukan pendapat (klaim) untuk menyatakan makna datanya masing-masing, serta menunjukkan bukti klaimnya, berbagi argumen mereka dan mengkritik argumen dari teman kelompok mereka. Fase 5 Negotiation shape III: comparing Guru mengarahkan siswa untuk membandingk Siswa tiap kelompok mempresentasik an hasil diskusi
181
Fase Kegiatan guru Kegiatan siswa science ideas to textbooks or other printed resurces(mem bandingkan ide-ide sains dengan buku teks atau sumber lainnya). an hasil praktikum dalam bentuk klaimnya dengan buku teks maupun sumber lainnya dalam bentuk diskusi kelas kelompoknya untuk membandingkan hasil data yang diperoleh dengan buku teks, sumber lainnya maupun dengan guru serta membandingkan penjelasannya sendiri dengan penjelasan yang diterima secara ilmiah dalam bentuk diskusi kelas. Langkah ini mendorong proses perubahan konseptual dan melatih penguatan argumentasi. Fase 6 Negotiation shape IV: individual reflections and writing (refleksi dan menulis secara individu). Guru mengarahkan siswa agar membuat laporan praktikum dalam bentuk argumen akhir dari hasil diskusi kelas secara individu.Pada tahap ini siswa melakukan refleksi dengan cara menulis laporan praktikum dalam bentuk argumen akhir dari hasil diskusi kelas secara individu (pedoman argumentasi). serta merenungkan apakah ide mereka telah berubah selama kegiatan laboratorium. Fase 7 Exploration of post intruction understanding (ekplorasi pemahaman setelah pembelajaran). guru melibatkan siswa untuk dalam penguatan konsep dan diakhiri dengan membuat kesimpulan . Siswa terlibat aktif dengan guru dalam penguatan konsep dan membuat kesimpulan. B. Kemampuan Argumentasi
Driver dkk. (2000) menyatakan bahwa argumentasi adalah studi tentang bagaimana seseorang dalam situasi tertentu beralasan dari premis ke kesimpulan, yang menggunakan penalaran formal dan keterampilan evaluasi. Argumentasi adalah tujuan utama pendidikan sains yang melibatkan siswa dalam praktek ilmiah yang kompleks untuk membangun dan membenarkan klaim pengetahuan (Duschl, 2008) dalam Robertshaw dan Campbell (2013). Argumentasi mengacu pada proses membangun pendapat (claim) yang didasari data, melalui warrant sebagai justifikasi, sehingga klaim yang dikemukakan menjadi akurat dan tak terbantahkan kebenarannya. Billig dan Kuhn (Osborne, 2010) menyatakan bahwa argumentasi merupakan proses berpikir yang dapat dikembangkan melalui penalaran siswa dalam kegiatan diskusi kelompok. Melalui argumentasi, siswa terlibat dalam memberikan bukti, data, serta teori yang valid untuk mendukung pendapat (klaim) mereka terhadap suatu permasalahan. Kemampuan berargumentasi adalah kemampuan siswa dalam memberikan alasan, baik itu berupa data, pembenaran, ataupun dukungan, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat (claim) (Osborne, 2010).
Toulmin (dalam Robertshaw dan Campbell, 2013) mengajukan skema yang mendeskripsikan struktur suatu argumentasi yang disebut sebagai
Toulmin’s Argument Pattern (TAP). Komponen utama
dalam TAP adalah kemampuan siswa dalam memberikan pendapat (claim), kemampuan siswa memberikan dan menganalisis data, kemampuan memberikan pembenaran (warrant), kemampuan memberikan dukungan (backing), serta kemampuan siswa dalam membuat sanggahan (rebuttal) terhadap permasalahan.
C. METODE
Pada penelitian ini digunakan metode
pre-eksperiment dengan disain posttest only design
Sugiyono (2012: 76). Tes kemampuan argumentasi dilakukan setelah siswa mendapatkan pembelajaran menggunakan model ABSI
Keterangan :
X : Pembelajaran melalui ABSI O1 : Tes Kemampuan Argumentasi
Adapun subjek penelitiannya adalah salah satu kelas XI pada Madrasah Aliah Negeri Pamekasan Jawa Timur tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 34 siswa yang dipilih menggunakan sampel acak kelas (Sugiono, 2012: 83).
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan argumentasi pada materi elastisitas yang terdiri dari enam bagian soal dan masing-masing bagian terdapat pertanyaan tentang klaim, data, pembenaran dan dukungan.
Setelah hasil tes di dapat selanjutnya dilakukan skoring. Setelah skoring dilakukan maka langkah selanjutnya dilakukan kategorisasi, yaitu pengelompokan skor yang diperoleh oleh siswa dalam
182
kategori tinggi, sedang dan rendah. Kategorisasi skore dapat dijelaskan pada tabel berikut: Table 1: Rentang kategorisasi kemampuan argumentasi
No Rentang skor Kategori
1 61-90 Tinggi
2 31-60 Sedang
3 0-30 Rendah
Diadaptasi dari Sukarno (2013) Setelah kategorisasi dilakukan selanjutnya
adalah melakukan persentase pada masing-masing kategori, yaitu kategori tinggi, kategori sedang dan kategori rendah. Persentase kategori ini dilakukan dengan tujuan untuk memfasilitasi dominasi kemampuan argumentasi siswa. Proses persentase dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
(Sugiono, 2012) Keterangan:
x : Jumlah siswa pada tiap kategori n : jumlah siswa keseluruhan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil data yang diperoleh terdapat perbedaan pada ke 34 sampel yang diberi tes. Adapun hasil tes dan kategorisasi disajikan pada tabel berikut;
Table 2: Data distribusi kemampuan argumentasi Jumlah
sampel
Kategori Persentase (%)
Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
34 0 1 33 0 2,94 97,06 100,00
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat terlihat bahwa kemampuan argumentasi siswa setelah mendapatkan pembelajaran menggunakan model ABSI berada pada kategori tinggi sebanyak 33 siswa, kategori sedang sebanyak 1 siswa dan tidak ada satupun yang berada pada
kategori rendah, dengan persentase masing-masing 97,06% pada kategori tinggi, 2,94% pada kategori sedang dan 0% pada kategori rendah. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan akurat, berikut ini adalah persentasi data dalam bar chart.
0 5 10 15 20 25 30 35 Kategorisasi Tinggi Sedang Rendah
Gambar 1: Diagram Bar Chart Kategorisasi Kemampuan Argumentasi Berdasarkan diagram bar chart diatas, tampak
bahwa kemampuan argumentasi siswa berada pada kategori tinggi yakni sebanyak 33 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran ABSI memberikan dampak yang baik terhadap kemampuan argumentasi siswa.
Kemampuan argumentasi siswa yang terdapat pada kategori tinggi ini tidak lepas dari peran model pembelajaran ABSI yang memberikan peluang yang sangat besar kepada siswa untuk dapat menyampaikan argumentasinya dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Dengan latihan argumentasi yang cukup waktu memberikan dampak yang sangat baik terhadap kemampuan argumentasi siswa.
Hal diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Demirbag dan Gunel (2014) yang melaporkan bahwa kemampuan argumentasi siswa menjadi baik setelah diterapkan model pembelajaran ABSI.
PENUTUP
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa model pembelajaran ABSI memberikan dampak yang positif terhadap kemampuan argumentasi siswa. Hal itu terlihat bahwa sebanyak 97,06% dari 34 siswa berada pada kategori tinggi setelah pembelajaran menggunakan model ABSI. Untuk itu peneliti menyarankan agar para tenaga pendidik dapat menerapkan model pembelajaran ABSI ini sebagai upaya menfasilitasi dan meningkatkan kemampuan argumentasi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, A., Rusdiana, D. & Kholida, I. (2015). Pembelajaran Argument-Based Science Inquiry (ABSI) pada Fisika. Prosiding Simposium
nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains, ITB,
183
Demirbag, M. & Gunel, M. 2014. Integrating
Argument-Based Science Inquiry with Modal Representations: Impact on Science Achievement, Argumentation, and Writing Skills. Educational Sciences: Theory and Practice 14(1), 386-391.
Hasancebi dan Yesildag F. 2012. Overview of Obstacles
in the Implementation of the Argumentation Based Science Inquiry Approach and Pedagogical Suggestions. Mevlana International Journal of Education. 2 (3),
79-94
Keys, C, et al. (1999). Using the Science Writing Heuristic as a Tool for Learningfrom Laboratory Investigations in Secondary Science.Journal of
Research in Science Teaching. 36 (10), hlm.
1065–1084.
Kuhn, Deanna. 2010. Teaching and Learning Science as
Argument. Issues and Trends. 810-824
Osborne, J. (2010). Arguing to Learn in Science: The Role
of Collaborative, Critical Discourse. American
Association for the Advancement of Science, 1200 New York Avenue, Washington, DC 2005.
Robertshaw, B. & Campbell, T. 2013. Constructing
Arguments: Investigating Pre-Service Science Teacher’s Argumentation Skills in a Socio-Scientific Context. Science Education International Journal. 24 (2), 195-211
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan:
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : Penerbit Alfabeta.
Sukarno, Permanasari, A. & Hamidah, I. (2013). The Profile of Science Process Skill (SPS) Student at Secondary High School (Case Study in Jambi). International Journal of Scientific