• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN IPA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN LAB RIIL DAN LAB VIRTUIL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR DAN GAYA BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN IPA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN LAB RIIL DAN LAB VIRTUIL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR DAN GAYA BELAJAR SISWA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

105 

PEMBELAJARAN IPA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI

MENGGUNAKAN LAB RIIL DAN LAB VIRTUIL DITINJAU DARI

KEMAMPUAN BERPIKIR DAN GAYA BELAJAR SISWA

Aryani Artha Kristanti1), Widha Sunarno2), Suparmi3)

1

SMP Negeri 5 Yoarthakrista@yahoo.co.id 2

Program Studi Pendidikan Sains ,Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, Indonesia, 57126

widhasunarno@gmail.com

3

Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, Indonesia, 57126

suparmiuns@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri bebas termodifikasi dengan media lab virtuil dan riil, kemampuan berpikir, gaya belajar, dan interaksinya terhadap prestasi belajar. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik cluster random

sampling sebanyak kelas. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2.

Kesimpulan dari penelitian adalah: 1) pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi menggunakan media lab riil dan lab virtuil berpengaruh secara signifikan hanya terhadap prestasi belajar kognitif; 2) kemampuan berpikir tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar baik kognitif maupun afektif; 3) gaya belajar berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif; 4) tidak ada interaksi yang signifikan antara media dengan kemampuan berpikir siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif; 5) tidak ada interaksi yang signifikan antara media dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar baik kognitif maupun afektif; 6) tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan berpikir dan gaya belajar terhadap prestasi belajar kognitif tetapi ada interaksi terhadap prestasi belajar afektif; 7) tidak ada interaksi yang signifikan antara media, kemampuan berpikir dan gaya belajar terhadap prestasi kognitif dan afektif.

Kata kunci :Pendekatan Inkuiri Bebas Termodifikasi, Lab Riil, Lab Virtuil, Pemantulan Cahaya, Prestasi Belajar

Pendahuluan

Pendidikan Nasional mempunyai tujuan yang didasarkan pada cita-cita pembangunan nasional bangsa sebagaimana yang tercantum lam pembukaan UUD 1945. Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa seperti yang tercantum dalam GBHN, 1999, Bab IV.

Bangsa Indonesia sudah berupaya untuk mewujudkan tujuan pembanguan nasional terutama dalam bidang pendidikan selama hampir setengah abad, namun pada kenyataannya hasil yang dicapai jauh dari memuaskan. Fakta tersebut dapat dilihat dari hasil survei Trends in

International Mathematics and Science Survey

(TIMSS) dimana siswa Indonesia menempati

peringkat 32 dari 38 negara (tahun 1999), peringkat 37 dari 46 negara (tahun 2003), dan peringkat 35 dari 49 negara (tahun 2007). Hasil surveI TIMSS tahun 2007 menyatakan rata-rata skor siswa Indonesia ada di bawah skor rata-rata yaitu 500, dan hanya mencapai Low

International Benchmark. Dengan capaian

tersebut, rata-rata siswa Indonesia hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar dalam IPA tetapi belum mampu mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai topik dalam IPA, terutama penerapan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak.

Berdasarkan pengalaman mengajar di SMP Negeri 5 Yogyakarta, kegiatan belajar mengajar sudah menggunakan pembelajaran inkuiri tetapi belum benar-benar melakukan langkah-langkah yang terdapat dalam pembelajaran inkuiri. Guru juga sudah menggunakan metode eksperimen, tetapi

(2)

106  keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan eksperimen di laboratorium belum juga maksimal. Mereka masih terkendala dengan sering gagalnya dalam memilih alat, merangkai alat dan mengambil data. Guru belum pernah memperhatikan kemampuan berpikir dan gaya belajar siswa sehingga guru memperlakukan sama untuk semua siswa. Siswa cenderung mengganggap mata pelajaran IPA sulit karena mata pelajaran IPA yang mereka terima di kelas hanya membahas kumpulan rumus-rumus yang rumit dan harus dihafalkan dengan tujuan untuk mengerjakan soal-soal yang menitikberatkan pada hitungan matematika. Itu semua terjadi karena belum semua guru mengkondisikan mata pelajaran IPA menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dengan melakukan eksperimen baik di kelas maupun di luar kelas atau memecahkan masalah sehari-hari dengan konsep-konsep dalam IPA.

Di dalam Permendiknas no 42 tahun 2007 tentang standard isi disarankan pembelajaaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja sama dan bersikap ilmiah. Di dalam Permendiknas juga memuat salah satu tujuan pembelajaran IPA adalah mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Oleh karena itu sangatlah tepat jika dalam pembelajaran IPA menggunakan teknologi dalam hal ini komputer.

Menurut Muhibbin Syah (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam meliputi: 1) faktor internal yakni kondisi jasmani dan rohani siswa,; 2) faktor eksternal yakni kondisi lingkungan disekitar siswa; dan 3) faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni meliputi strategi dan metode pembalajaran. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi dua faktor yaitu dari diri siswa sendiri dalam hal ini kemampuan berpikir siswa dan gaya belajar, kondisi lingkungan dalam hal ini media, dan pendekatan belajar dalam hal ini inkuiri bebas termodifikasi. Syaiful Sagala (2010) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri menempuh 5 tahap yaitu: (1) perumuskan masalah untuk dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau merumuskan hipotesis; (3) mencari informasi, data, fakta yang

diperlukan untuk menjawab hipotesis; (4) menarik kesimpulan atau generalisasi; (5) mengaplikasi kesimpulaan dalam situasi baru.

Didalam proses pembelajaran, karakteristik masing-masing siswa sebagai subyek belajar harus diketahui oleh guru, dengan harapan guru bisa memilih media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Sebagus dan seideal apa pun media tidak mungkin cocok dipakai oleh seluruh siswa dalam satu kelas yang sama. Oleh karena itu sangat penting bagi guru untuk memilih media yang tepat yang akan dipakai dalam suatu pembelajaran. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu: (1) media pembelajaran harus meningkatkan motivasi siswa. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada siswa; (2) Selain itu media juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru; (3) media yang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik; (4) dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktik-praktik dengan benar.

Winkel (2004) mengatakan gaya belajar adalah suatu cara yang dimiliki masing-masing siswa untuk membuat dirinya nyaman dan senang saat belajar. Hamzah B. Uno (2010) mengatakan ada tiga tipe gaya belajar Tiga jenis gaya belajar siswa adalah: (1) gaya belajar visual; (2) gaya belajar auditori; dan (3) gaya belajar kinestetik. Jika seorang siswa memiliki gaya belajar visual maka dia akan lebih senang dan cepat memahami suatu materi jika guru menjelaskan dengan menggunakan tampilan visual misalnya gambar, grafik, ataupun video. Siswa kelompok ini sangat cocok jika belajar menggunakan multimedia dalam hal ini video. atau komputer. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik akan lebih senang dan mudah memahami materi jika belajar dengan bergerak, menyentuh, atau melakukan sesuatu. Kelompok ini sangat cocok jika belajar dengan menggunakan alat-alat peraga atau alat-alat laboratorium.

Menurut Conny R. Semiawan (1997) berpikir adalah merupakan proses mental yang terjadi karena berfungsi otak untuk mencari jawaban atas persoalan, menemukan ide-ide, mencari pengetahuan atau sekedar hanya berimajinasi. Kegiatan berpikir kongkrit jika dalam memecahkan masalah menghadirkan objek permasalahan secara nyata dan kemudian

(3)

107  melakukan percobaan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir ini dalam pembelajaran membutuhkan alat-alat yang nyata sebagai contoh alat-alat percobaan yang riil di laboratorium riil. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak dalam memecahkan masalah dibantu dengan menggunakan simbol-simbol imajinatif atau dengan kata lain obyek permasalahan tidak dihadirkan secara nyata. Siswa tersebut tidak membutuhkan alat-alat yang riil tetapi lebih cocok dengan menggunakan media lab virtuil yang berupa program komputer.

Guru sudah berusaha menggunakan metode inkuiri dengan eksperimen di laboratorium. Yang belum dilakukan guru selama ini adalah memilih media untuk eksperimen yang disesuaikan dengan gaya belajar anak dan kemampuan berpikirnya. Selama ini guru beranggapan semua siswa bisa memecahkan masalah yang diberikan saat pembelajaran dengan melakukan percobaan secara riil di laboratorium fisika. Semua siswa dianggap memiliki gaya belajar kinestetik dan memiliki kemampuan berpikir kongkrit.

Dari pengalaman mendampingi siswa melakukan eksperimen ditemukan beberapa masalah yang bisa menghambat siswa menarik kesimpulan eksperimen. Hambatan itu antara lain: (1) kesalahan sebagian siswa dalam memilih alat, dibutuhkan cermin cekung, yang diambil cermin cembung. Dibutuhkan lensa dengan jarak fokus tertentu, siswa kesulitan memilih; (2) kesalahan sebagian siswa dalam merangkai alat sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori dalam teks buku. Dapat disimpulkan walaupun pembelajaran yang dipakai sudah inkuiri dengan melakukan eksperimen tetapi prestasi belajar siswa dalam materi cahaya belum maksimal. Untuk itu perlu dicari media pembelajaran lain yang bisa dipakai sebagai alternatif untuk meningkatkan prestasi siswa

Materi cahaya merupakan materi yang esensial karena selalu masuk dalam SKL tiap tahun dan dipelajari lebih lanjut saat mereka mekanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi. Karakteristik materi cahaya memiliki lebih banyak konsep yang kongkrit yang bisa diamati secara langsung dan memiliki aplikasi yang banyak dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian pembelajaran fisika dengan pendekatan inkuiri bebas termodifikasi

menggunakan media lab riil dan lab virtuil ditinjau dari kemampuan berpikir dan gaya belajar. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) perbedaan prestasi belajar IPA antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis inkuiri bebas termodifikasi dengan lab virtuil dan lab riil; 2) perbedaan prestasi belajar IPA antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kongkrit; 3) perbedaan prestasi belajar IPA antara siswa yang memilki gaya belajar kinestetik dan visual; 4) interaksi antara media pembelajaran dengan kemampuan berpikir siswa terhadap prestasi belajar; 5) interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar; 6) interaksi antara kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar; 7) interaksi antara media belajar, kemampuan berpikir siswa dan gaya belajar tehadap prestasi belajar.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMN 5

Yogyakarta, dari mulai Oktober 2011 –

Mei 2012. Penelitian ini menggunakan

metode eksperimen. Kelompok eksperimen I

menggunakan media lab riil Kelompok

eksperimen II mengunakan media lab virtuil.

Rancangan penelitian ini menggunakan

desain faktorial dengan rancangan penelitian

Anava tiga jalan 2 X 2 X 2. Variabel bebas

meliputi pendekatan inkuiri dengan media

lab riil dan lab virtuil, variabel terikat adalah

prestasi belajar dan variabel moderator

kemampuan berpikir dan gaya belajar siswa.

Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan tes untuk mengukur prestasi

belajar kognitif dan kemampuan berpikir.

Data prestasi afektif dan gaya belajar

mengunkan angket. Data tes kemampuan

berpikir dan gaya belajar diambil sebelum

perlakuan, sedangkan data prestasi belajar

diambil setelah pembelajaran.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik dilanjutkan dengan uji scheffe. Uji statistik dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Sebelum dilakukan analisis statistik dilakukan uji prasyarat, yaitu uji homogenitas dan uji normalitas terhadap data yang diperoleh.

(4)

108 

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Data dari penelitian ini adalah kemampuan berpikir, gaya belajar, prestasi belajar kognitif, dan prestasi belajar afektif. Data kemampuan berpikir dikelompokkan dalam dua kategori yaitu kemampuan berpikir abstrak dan

kongkrit. Jika seorang siswa memiliki skor

kemampuan berpikir ≥ rata-rata skor kemampuan berpikir seluruh kelas naka siswa

tersebut dikatagorikan memiliki kemampuan

berpikir abstrak. Jika skor kemampuan

berpikir siswa ≤ rata-rata skor kempuan

berpikir seluruh kelas. Maka siswa tersebut

dikatagorikan memiliki kemampuan berpikir

kongkrit. Data kemampuan berpikir disajikan

pada tabel 1

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan berpikir Abstrak dan Kongkrit

Kemampuan berfikir

Lab Riil Lab Virtuil Jumlah Frek Frek Frek

Abstrak 10 20 30

Kongkret 17 10 27

Jumlah 27 30 57

Tabel 2. Rangkuman Anava Prestasi Kognitif

No. Yang diUji

p-value

Kes H0

1. Media 0.03 ditolak

2. kemampuan_berpikir 0.38 diterima

3. Gaya_belajar 0.02 ditolak

4. Media* Kemampuan berpikir 0.71 diterima

5. Media* Gaya_belajar 0.98 diterima

6. Kemampuan_berpikir* Gaya_belajar

0.22 diterima 7. Media* kemampuan berpikir*

Gaya_belajar

0.89 diterima

Tabel 3.Rangkuman Anava Prestasi Afektif

No. Yang diUji p-value Kes H

0

1. Media 0.30 diterima

2. Kemampuan_Berpikir 0.19 diterima

3. Gaya_belajar 0.00 ditolak

4. Media* Kemampuan berpikir 0.87 diterima

5. Media * Gaya_belajar 0.91 diterima

6. Kemampuan_berpikir*

Gaya_belajar

0.04 ditolak 7. Media *kemampuan berpikir*

Gaya_belajar 0.99 diterima

a.

Hipotesis 1

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel

3, H

01

ditolak pada prestasi kognitif

tetapi diterima pada prestasi afektif, sehingga

dapat simpulkan ada perbedaan prestasi belajar

kognitif antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis inkuiri bebas termodifikasi dengan lab

riil dan lab virtual tetapi tidak ada perbedaan

pada prestasi afektif. Materi yang dipakai

dalam penelitian ini adalah pemantulan cahaya dimana konsep-konsep fisika yang dipelajari lebih banyak yang kongkret, yang bisa diamati secara langsung oleh siswa. Oleh karena itu siswa yang menggunakan media lab riil hasilnya akan lebih baik karena siswa bisa langsung mempelajari konsep-konsep yang kongkret. Dari sisi lain dengan mengunakan lab riil indera yang digunakan tidak hanya mata tetapi lebih banyak tangan dan anggota badan yang lain. Sedangkan dengan lab virtuil siswa lebih banyak menggunakan mata dibanding indera yang lain. Dengan demikian bisa menjelaskan mengapa pretasi kognitif siswa lebih tinggi jika menggunakan media lab riil dibanding yang menggunakan lab virtuil. Untuk prestasi afektif antara siswa yang menggunakan lab riil dan lab virtuil tidak mengalami perbedaan kerena dikedua media terebut siswa bekerja berkelompok sehingga sama-sama bisa mengembangkan karekter dan ketrampilan sosial siswa.

b. Hipotesis 2

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel 3, H02 diterima baik pada prestasi kognitif maupun prestasi afektif, sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan prestasi belajar kognitif maupun afektif antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak maupun kongkrit. Siswa SMP kelas VIII sesuai dengan usianya memiliki kemampuan berpikir peralihan antara kongkrit dan abstrak. Jika siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak bisa memahami konsep-konsep yang abstrak maka tentunya bisa juga memahami konsep-konsep yang kongkrit. Karakteristik dari materi cahaya dalam hal ini pemantulan cahaya lebih banyak ke konsep kongkrit yang bisa diamati secara langung. Oleh karena itu semua siswa baik yang memiliki kemampuan berpikir kongkrit maupun abstrak sama-sama bisa mencapai prestasi yang tinggi.

(5)

109 

c. Hipotesis 3

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel 3, H03 ditolak baik pada prestasi kognitif maupun prestasi afektif, sehingga dapat simpulkan ada perbedaan prestasi belajar kognitif maupun afektif antara siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dengan siswa yeng memilii gaya belajar visual. diberi pembelajaran berbasis inkuiri bebas termodifikasi dengan lab riil dan lab virtual tetapi tidak ada perbedaan pada prestasi afektif. Siswa yang belajar dengan pendekatan penemuan tentu banyak melakukan kegiatan eksperiment, untuk itu dibutuhkan gaya belajar kinestetik dimana siswa mudah belajar dengan melakuan manipulasi atau percobaan. Sehingga bisa dipahami jika siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik akan memiliki prestasi belajar lebih baik dari siswa yang memiliki gaya belajar visual.

d. Hipotesis 4

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel

3, H

04

ditolak baik pada prestasi

kognitif maupun pada prestasi afektif,

sehingga dapat simpulkan tidak ada interaksi

antara media pembelajaran dengan kemampuan berpikir siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Siswa kelas VIII SMP berdasarkan usianya memiliki kemampuan berpikir skematik yaitu peralihan antara berpikir kongkrit ke abstrak. Kemampuan berpikir skematik memiliki karakteristik jika dalam pembelajaran prosesnya menggunakan media yang sesuai dengan tingkat berpikirnya maka siswa bisa berpikir dari kongkrit menuju ke tingkat berpikir abstrak. Dalam pembelajaran pemantulan cahaya karakteristiknya memiliki banyak konsep-konsep yang kongkrit yang lebih mudah dipelajari secara langsung dan ada sedikit konsep yang abstrak. Siswa dikelompokkan berdasarkan media yang dipakai, yaitu lab riil dan lab virtuil. Rerata prestasi kognitif dan afektif siswa yang memiliki kemampuan berpikir kongkrit ternyata lebih tinggi baik menggunakan lab riil maupun lab virtuil. Artinya media tidak mempengaruhi prestai belajar siswa yang berpikir kongkrit maupun abstrak. Sehingga tidak ada interaksi antara kemampuan berpikir dengan media yang digunakan terhadap prestasi siswa.

e. Hipotesis 5

Berdasarkan hasil

keputusan uji pada

tabel

3, H

01

diterima

baik prestasi kognitif

maupun afektif diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa : Tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif maupun

afektif.

Individu yang memiliki gaya belajar visual akan maksimal prestasi belajarnya jika belajar menggunakan media multi-media misalnya komputer, sedangkan individu yang memiliki gaya belajar kinestetik akan maksimal prestasi belajarnya jika menggunakan alat-alat laboratorium. Dalam pembelajaran pemantulan cahaya, lab virtuil yang digunakan adalah berupa program pembelajaran interaktif dimana siswa bisa menjalankannya seperti siswa yang melakukan pembelajaran menggunakan lab riil. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik nilai rerata kognitif maupun afektif selalu lebih tinggi baik menggunakan lab riil maupun lab virtuil. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami mengapa tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar IPA.

f. Hipotesis 6

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel 3, H06 diterima pada prestasi belajar

kognitif tetapi ditolak pada prestasi belajar

afektif,

sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif tetapi ada interaksi antara kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif. Kemampuan berpikir siswa tergantung usia mereka. Semakin bertambah umur sebagian besar dari mereka memiliki kemampuan berpikir mendekati abstrak. Sedangkan gaya belajar siswa tidak dipengaruhi oleh usia, siswa SMP kelas VIII gaya belajarya bisa saja visual, atau auditori atau kinestetik. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri membutuhkan percobaan-percobaan untuk memecahkan masalah. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih maksimal bekerjakan dalam melakukan percobaan. Disetiap percobaan ternyata tidak hanya dibutuhkan kemampuan berpikir kongkrit tetapi juga dibutuhkan kemampuan berpikir abstrak. Itu dapat dilihat dari rerata prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan

(6)

110  berpikir abstark lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kemampaun berpikir kongkrit terlepas apapun gaya belajarnya. Jadi dapat disimpulkan antara kemampuan berpikir dan gaya belajar tidak ada interaksi terhadap prestasi kognitif. Adapun untuk prestasi belajar afektif antara kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar siswa saling berinteraksi itu dapat dilihat dari rerata gaya belajar kinestetik dan kemampuan berpikir abstrak memperoleh rata-rata prestasi afektif lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kemampuan berpikir konkret. Penjelasannya kerena karakter siswa berpikir kritis-kreatif bisa terbangun lebih kuat jika siswa memiliki kemampuan berpikir abstrak. Sedangkan karakter menghargai pendapat teman, terampil melakukan kominikasi, berani bertanya dan bertanggung jawab bisa terbangun dalam diri siswa yang gaya belajarnya kinestetik.

g. Hipotesis 7

Berdasarkan hasil keputusan uji pada tabel 3, H07

ditolak baik prestasi efektif maupun

afektif ditolak sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara media belajar, kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar. Sudah dibahas di depan bahwa tidak hanya siswa yang memiliki gaya belajar visual yang bisa maksimal menggunakan media lab virtuil tetapi juga siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik karena lab virtuil yang digunakan berupa program pembelajaran interaktif yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa SMP kelas VIII. Jika dilihat rerata siswa yang memiliki kemampuan berpikir kongkrit dan gaya belajar kinestetik ternyata memiliki rerata yang selalu lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir abstrak dan gaya belajar visual baik menggunakan lab riil maupun lab virtuil. Sehingga dapat dipahami jika tidak ada interaksi antara media belajar, kemampuan berpikir siswa dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.

Kesimpulan Dan Rekomendasi Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1) pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi menggunakan media lab riil dan lab berpengaruh secara signifikan terhadap

prestasi belajar kognitif. Hasilnya rata-rata prestasi kognitif media lab riil lebih baik daripada daripada media Sedangkan pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi menggunakan media lab riil dan virtuil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar afektif; 2) kemampuan berpikir tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar dalam ranah kognitif maupun afektif. 3) gaya belajar berpengaruh secara sigifikan terhadap prestasi kognitif dan afektif belajar siswa.Prestasi belajar baik kognitif maupun afektif lebih tinggi dimiliki oleh siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya belajar visual; 4) tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi dengan media lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan

berpikir siswa; 5) tidak ada interaksi yang

signifikan antara media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar baik kognitif maupun afektif; 6) tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan berpikir dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar kognitif, tetapi ada interaksi terhadap prestasi belajar afektif; 7) tidak ada interaksi yang signifikan antara media pembelajaran, kemampuan berpikir, dan gaya belajar. Metode pembelajaran memberikan dampak yang sama terhadap dua variabel yang bersamaan dimiliki siswa yaitu kemampuan memori dan kemampuan verbal.

Rekomendasi

Media lab riil dapat diterapkan pada pembelajaran IPA di SMP materi pemantulan akan tetapi media lab virtuil bisa juga menjadi pilihan

media

alternatif untuk konsep cahaya

yang abstrak. Gaya belajar siswa sebaiknya

diperhatikan dalam pembalajaran materi

pemantulan cahaya, karena siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi kognitif yang lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki gaya belajar visual.

Daftar Pustaka

Conny R. Semiawan.. (1988). Pendekatan

Ketrampilan Proses. Jakarta: PT

(7)

111  Depdiknas . ( 2007). Kurikulum Pendidikan

Nasional Jakarta: Depdiknas.

Hamzah B. Uno. (2005). Orientasi Baru dalam

Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara

Muhibbin Syah. (2001). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres

Munir. (2009). Pembalajaran Jarak Jauh. Bandung: Alfabeta Pengembangan Sistem dan Pengendalian Program

Ratna Wilis Dahar. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Suharsimi Arikunto. (2006). Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).

Jakarta: Bumi Aksara.

Winkel. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia

Gambar

Tabel  2. Rangkuman   Anava  Prestasi Kognitif  No. Yang  diUji

Referensi

Dokumen terkait

pemupukan rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Artinya kepada para pekerja diberi kebebasan untuk mengendalikan sendiri pelaksanaan tugasnya

Hal tersebut disebabkan karena siswa telah percaya diri dengan kemampuannya dalam menyampaikan inisiatif diri sendiri, memperhatikan dan mengikuti pelajaran yang

Uzimajući u obzir sve aktivne korisnike, odnosno one koji internetu pristupaju i putem pametnih telefona i podatkovnih kartica, gustoća usluge širokopojasnog pristupa

Maka kesimpulan dari penelitian ini adalah pergeseran tradisi adat istiadat kesenian yang ada didesa binamang disebabkan oleh sudah mulai kurangnya peran ninik mamak

Perlakuan dosis pupuk Za pada tanaman sawi, memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap parameter berat kering tanaman dan akar

Ketentuan barang yang dijual oleh reseller dropship masih berada ditangan supplier tanpa diketahui kondisi fisik barang tersebut sehingga memungkinkan adanya

Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan secara bersama oleh anggota-anggota dari organisasi yang sama atau secara bersama oleh anggota organisasi dan non organisasi

Panitia Pengadaan Tanah pada Proyek Pembanguan Terminal Bumiayu (Tesis), Universitas Diponegioro, Semarang, 2007, hlm.. tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan