• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SENI TEATER [Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) Madrasah Aliyah Negeri Kendal] SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SENI TEATER [Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) Madrasah Aliyah Negeri Kendal] SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SENI TEATER

[Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA)

Madrasah Aliyah Negeri Kendal]

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strara I (S I)

Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam

Oleh

WILDAN FATKHUL MU’IN NIM 063111019

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

ABSTRAK

Judul : Pendidikan Karakter Melalui Seni Teater [Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) Madrasah Aliyah Negeri Kendal]

Penulis : Wildan Fatkhul Mu’in NIM : 063111019

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “(1) Bagaimana proses latihan dasar teater pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal. (2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal?. (3) Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal?”

Penelitian ini bertujuan untuk “(1) Dapat mengetahui proses latihan dasar pada teater STESA MAN Kendal. (2) Dapat mengetahui pelaksanaan pendidikan karakter pada teater STESA MAN Kendal. (3) Dapat mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter pada teater STESA MAN Kendal.”

Sumber dalam penelitian adalah pelatih dan warga kelompok STESA Madrasah Aliyah Negeri Kendal. Datanya diperoleh dengan cara wawancara bebas, observasi partisipan dan studi dokumentasi. Setelah data semua terkumpul, baik melalui wawancara, observasi ataupun dokumentasi maka akan dianalisis secara kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan, dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dari suatu deskriptif situasi. Kemudian digunakan kerangka berfikir induktif, yaitu berangkat dari fakta khusus kongkrit atau peristiwa-peristiwa yang khusus dibuat menjadi generalisasi yang bersifat umum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter melalui seni teater pada kelompok STESA MAN Kendal dilakukan melalui tiga tahap, yaitu 1) Memberikan teori tentang teater dan manfaatnya bagi kehidupan yang menitikberatkan pada pendidikan karakter siswa, 2) Latihan dasar, latihan ini dilakukan melalui beberapa tahap diantaranya: latihan olah vokal, olah gerak, olah rasa, 3) Latihan naskah, dalam latihan ini pendidikan karakter siswa diarahkan sesuai nilai atau ajaran dalam naskah itu melalui beberapa proses yang panjang yaitu dimulai dari reading, latihan dasar, penjelasan naskah, sampai ke pementasan.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para civitas akademika, para mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

(3)

iii NOTA PEMBIMBING

Semarang, 1 Juni 2011 Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu „alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Pendidikan Karakter melalui Seni Teater [Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) Madrasah Aliyah Negeri Kendal]

Nama : Wildan Fatkhul Mu’in NIM : 063111019

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

(4)

iv NOTA PEMBIMBING

Semarang, 1 Juni 2011 Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu „alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Pendidikan Karakter melalui Seni Teater [Studi pada Kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) Madrasah Aliyah Negeri Kendal]

Nama : Wildan Fatkhul Mu’in NIM : 063111019

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

(5)
(6)

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi, penulis jadikan bahan rujukan.

Semarang, 1 Juni 2011 Deklarator,

Wildan Fatkhul Mu’in NIM 063111019

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana dalam menggapai cita, takkan berarti tanpa kehadiran mereka, penulis persembahkan karya ini untuk:

1. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan do’a restu serta adik tercinta. 2. Dek Nafisatul Ulfah, sumber inspirasi yang selalu memberi semangat

dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Drs. R. Aslam Kussatyo, S.Pd, selaku pelatih kelompok STESA MAN Kendal dan sedulur-sedulur kelompok STESA yang telah memberikan waktu dan kemudahan dalam penelitian skripsi ini.

4. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Lebih-lebih sedulur [KPT] beta Semarang.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa risalah islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat manjadi bekal hidup kita baik di dunia dan di akhirat kelak.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terselesaikan jika tanpa uluran tangan, bimbingan dan bantuan dari semua pihak baik bersifat materil maupaun spiritual. Dengan teriring rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan do’a restu serta adik tercinta. 2. Bapak Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang.

3. Bapak Dr. Abdul Wahib, M.Ag. selaku pembimbing I, serta Bapak Drs. Sajid Iskandar, selaku pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Drs. H. Kasnawi M.Ag., selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri Kendal yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian skripsi ini.

5. Bapak Drs. R. Aslam Kussatyo, S.Pd, selaku pelatih kelompok STESA MAN Kendal dan sedulur-sedulur kelompok STESA yang telah memberikan waktu dan kemudahan dalam penelitian skripsi ini.

6. Dek Nafisatul Ulfah, sumber inspirasi yang selalu memberi semangat dalam pembuatan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Lebih-lebih sedulur [KPT] beta Semarang.

(9)

ix

Tidak ada yang dapat peneliti berikan kepada mereka selain untaian terima kasih dan iringan doa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dunia pendidikan, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang, 1 Juni 2011 Peneliti,

Wildan Fatkhul Mu’in NIM 063111019

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PENGUJI ... iv

DEKLARASI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 3

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode dan Prosedur Penelitian... 5

BAB II : PENDIDIKAN KARAKTER DAN TEATER A. Kajian Pustaka ... 8

B. Kerangka Teoritik ... 9

BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum MAN Kendal ... 31

B. Pelaksanaan Pendidikan Karakter pada Kelompok Studi Teater dan Sastra MAN Kendal ... 34

C. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kelompok STESA MAN Kendal ... 43

BAB IV : ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SENI TEATER A. Analisis Proses Latihan Dasar pada Kelompok STESA MAN Kendal ... 46

(11)

xi

B. Analisis Pelaksanaan Pendidikan Karakter pada Kelompok

STESA MAN Kendal ... 51 C. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kelompok STESA

MAN Kendal ... 55 BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 60 B. Saran ... 60 C. Penutup ... 61 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah Lokasi Penelitian

Lampiran 2 Struktur Organisasi MAN Kendal Lampiran 3 Naskah Wek-wek

Lampiran 4 Pedoman Observasi Lampiran 5 Hasil Observasi Lampiran 6 Pedoman Wawancara Lampiran 7 Surat Izin Riset

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Pendidikan selama ini dianggap sebagai pabrik intelektual yang mampu melahirkan aktor-aktor pembangunan yang cerdas dan berkepribadian, juga mempunyai kemampuan untuk dapat melestarikan warisan budaya (transmition of culture) dan mampu memprediksi masa depan atau dengan kata lain mempunyai wawasan keakaan.

Islam, sebagai agama universal yang oleh pemeluknya diakui sebagai pandangan hidup dalam aktifitas sehari-hari, mensejajarkan (juktaposisi) pendidikan pada posisi yang sangat strategis. Bila asumsi di atas menilai pendidikan sebagai penentu segala-galanya bagi vestes interest (kepentingan) manusia di dunia, maka pendidikan versi Islam tidak dipandang secara fungsional sebagai sarana pemuas kebutuhan manusia yang sesaat di dunia, melainkan mengjangkau kepentingan manusia masa depan yang esensial di akherat kelak.2

Apabila negara ini diibaratkan sebagai pohon, tentunya pohon tersebut pohon yang kering dan gundul, akibat dilanda krisis-krisis, baik krisis politik, ekonomi, moneter hokum, kepercayaan, kepemimpinan, bahkan krisis yang menyentuh akhlak dan moral.3

1

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 3.

2

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 5. 3

Soemarno soedarsono, Character Building (Membentuk Watak), (Jakarta: PT Elex media komputindo, 2002), hlm. 20.

(14)

2

Dalam dinamika semacam itu, berbagai metode perlu diupayakan sebagai alternatif pemecahan. Posisi ini berhadapan dengan universalisme ajaran Islam yang selalu bisa mengimbangi perkembangan zaman, sehingga peneliti memandang pentingnya metode alternatif untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan.

Banyak pendekatan serta metode yang dipakai pendidik berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan, di antaranya dengan pendekatan budaya.4 Salah satunya diimplementasikan lewat teater.

Menurut Tjokroatmojo, teater berasal dari bahasa Yunani “teatron” yang berarti pusat upacara persembahan yang terletak di tengah-tengah arena. Istilah ini kemudian tersebar luas menjadi istilah internasional, yang maksudnya adalah suatu cerita (karangan) yang dipertunjukkan di atas pentas oleh para pelaku dengan perbuatan-perbuatan.5

Sedangkan menurut Harymawan, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Misalnya, wayang orang, ketoprak, ludrug, srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, sulapan, akrobatik dan sebagainya.6

Madarasah Aliyah Negeri Kendal sebagai salah satu lembaga Islam Negeri dan menjadi favorit di Kota Kendal selalu menciptakan tujuan pendidikan ke arah penciptaan kesadaran peserta didik dalam beriman dan bertakwa kepada Allah. Hal ini diwujudkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan terutama proses pembelajaran PAI dan kegiatan pendukung yang orientasinya menuju kepada visi misi madrasah.

Berangkat dari latar visi misi dan tujuan itu MAN Kendal mencoba memberikan satu variasi pembelajaran yang diaplikasikan dalam metode maupun strategi pembelajaran yang dilaksanakan di kelas maupun memberikan media bakat minat peserta didik menuju tercapainya visi, misi

4

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama

Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 30.

5

Tjokroatmojo, dkk, Pendidikan Seni Drama (Suatu Pengantar), (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 11.

6

(15)

3

tadi salah satunya melalui media teater, teater yang dibentuk di MAN Kendal adalah kelompok STESA (Studi Teater dan Sastra) yang merupakan wadah bagi peserta didik MAN Kendal dalam mengembangkan bakatnya dan mempertajam pemahaman tentang kehidupan dan penghayatan agama sesuai dengan tujuan madrasah, oleh karena lembaga MAN ini adalah lembaga Islam maka teater yang dikembangkan adalah perwujudan pengembangan nilai-nilai pendidikan Agama Islam dalam proses berteater yang dilakukan.

Kelompok STESA MAN Kendal adalah satu-satu nya kelompok teater yang hampir tidak pernah absen dalam berbagai festival teater, baik lokal (Kabupaten Kendal) maupun di luar Kabupaten Kendal. Maka dari itu berbagai macam penghargaan telah berhasil diraih. Dengan kata lain kelompok teater ini adalah kelompok teater sekolah yang paling aktif, disamping kelompok teater sekolah lain dibelakangnya. Dilihat dari background akademiknya, kelompok STESA juga satu-satu nya kelompok teater yang berbasis agama Islam, karena di bawah payung Madrasah Aliyah Negeri yang posisinya dalam naungan Departemen Agama.

Berangkat dari pemikiran tersebut di atas peneliti ingin mengkaji lebih jauh pendidikan karakter melalui seni teater pada kelompok STESA MAN Kendal.

B. PENEGASAN ISTILAH

Untuk memudahkan pemahaman serta menjaga adanya kesalahan terhadap pemahaman dan maksud yang terkandung dalam bunyi judul, maka akan terlebih dahulu peneliti kemukakan beberapa istilah yang dipandang perlu dijelaskan.

1. Pendidikan

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

(16)

4

mulia seta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.7

2. Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso yang artinya cetak biru, format dasar, atau bisa juga dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusia”.8

3. Seni

Seni adalah “keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusan, keindahan, dll)”.9

4. Teater

Perkataan teater sering dihubungkan dengan drama. Sebenarnya perkataan “teater” mempunyai makna yang lebih luas karena dapat berarti “drama, gedung pertunjukan, panggung, grup pemain drama dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak.”10

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana proses latihan dasar teater pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal?

3. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal?

7

UU RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung, Citra Umbara, 2003), hlm. 3.

8

Bambang Q Anees, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur‟an, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2009), hlm. 1.

9

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus., hlm. 1037. 10

Herman J. Waluyo, Drama (Teori dan Pengajarannya), (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya Yogyakarta, 2001), hlm. 3.

(17)

5

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah

1. Dapat mengetahui proses latihan dasar pada teater STESA MAN Kendal. 2. Dapat mengetahui pelaksanaan pendidikan karakter pada teater STESA

MAN Kendal.

3. Dapat mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter pada teater STESA MAN Kendal.

Hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat:

1. Diketahui adanya alternatif lain dalam membentuk karakter seseorang selain melalui lembaga pendidikan sekolah.

2. Menunjukkan bahwa ilmu teater tidak hanya untuk melatih kekuatan fisik semata tetapi juga kekuatan mental spiritual sehingga tercipta pribadi-pribadi yang tangguh.

Di dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti berharap bisa bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya. Bagi peneliti, penelitian ini sangat penting karena berangkat dari alasan pemilihan judul tersebut, yang menjadi keingintahuan peneliti akan terjawab. Dan bagi kita semua peneliti berharap mampu memberi solusi terhadap dunia pendidikan dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh khususnya pada generasi muda.

E. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.11

11

S.Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet II, hlm. 36.

(18)

6 2. Sumber Penelitian

Untuk memperoleh data, peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, wawancara, terhadap pelatih teater dan warga (siswa), serta melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen pada kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode Observasi, yaitu metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistemstis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.12

Metode ini dilakukan peneliti dengan cara melihat atau mengamati secara langsung kondisi lapangan serta bagaimana sikap atau kepribadian dari para pelatih dan siswa dalam proses latihan, serta bagaimana proses pendidikan karakter yang dilakukan dalam latihan di kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal.

b. Metode Interview atau wawancara adalah tanya jawab peneliti dengan responden. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban-jawaban sesuai dengan kebutuhan peneliti. Jawaban tersebut dapat dijadikan data untuk dianalisis dalam kerangka menjawab pertanyaan penelitian atau memecahkan masalah penelitian.13

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis catatan hasil observasi, interview, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang permasalahan yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan.14

12

Heri Jauhari, Panduan Penulisan Skripsi Teori dan Aplikasi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 48.

13

Heri Jauhari, Panduan, hlm. 40. 14

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), hlm. 104.

(19)

7

Setelah data semua terkumpul, baik melalui wawancara, observasi ataupun dokumentasi maka akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kemudian digunakan kerangka berfikir induktif, yaitu berangkat dari fakta khusus kongkrit atau peristiwa-peristiwa yang khusus dibuat menjadi generalisasi yang bersifat umum.15

15

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1980), hlm. 42.

(20)

8

BAB II

PENDIDIKAN KARAKTER DAN TEATER

A. Kajian Pustaka

Pendidikan karakter berorientasi pada pembentukan manusia yang berakhlak mulia dan berkepribadian luhur. Maka dalam hal ini, landasan dasar dari pada pendidikan karakter adalah sesuai dengan UU SISIDIKNAS No. 20 Tahun 2003, yaitu :

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.16

Pendidikan karakter didasarkan pada UU SISIDIKNAS karena dalam uraian undang-undang tersebut salah satu tujuan dari pendidikan adalah dapat mengembangkan potensi manusia. Dari pengembangan potensi tersebut adalah terwujudmnya akhlak mulia. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan daripada pendidikan karakter.

Teater dapat diartikan sebagai drama, gedung pertunjukan, panggung atau grup pemain drama, dan dapat juga berarti segala bentuk tontonanyang dipentaskan di depan orang banyak.17

Penelitian dengan tema pendidikan karakter dan teater ini telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelum yang peneliti lakukan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Anisa’ Ikhwatun dengan judul ”Konsep Pendidikan Karakter Menurut Ratna Megawangi dan Relevansinya dalam Pembentukan Akhlak Anak Prasekolah”. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada objek penelitiannya. Yang menjadi objek

16

Undang-Undang SISDIKNAS, Tentang,. hlm. 3. 17

Herman J. Waluyo, Drama (Teori dan pengajarannya), (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2001), hlm. 3.

(21)

9

penelitian ini adalah kelompok Studi Teater dan Sastra (STESA) MAN Kendal.

2. Penelitian Ahmad Mudlofar Hanif dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Naskah Teater (Studi Kasus Naskah Pementasan Teater Beta Periode 2002-2006)”, di dalamnya berisi analisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam naskah teater Beta terutama pada naskah bla-bla-bla dan sang guru besar, di mana dalam naskah tersebut terdapat nilai-nilai berupa kejujuran, kepahlawanan, kesabaran dan keadilan. Penelitian ini juga tidak jauh beda dengan penelitian lakon di atas yang lebih menitikberatkan pada nilai yang terkandung dalam naskah, sedang penelitan peneliti lebih mengarah pada proses penanaman karakter pada latihan memahami naskah itu dengan tahapan-tahapan teater yang dilakukan.

B. Kerangka Teoritik 1. Pendidikan Karakter

Pendidikan merupakan proses belajar bagi setiap manusia dalam usaha pengembangan potensi diri. Sekolah merupakan lembaga kedua setelah di dalam lingkungan keluarga (rumah). Lingkungan keluarga merupakan yang paling utama yang menentukan bagaimana seorang anak tumbuh dan berkembang dalam perilaku nantinya. Pendidikan di sekolah merupakan pendukung utama dalam perkembangan anak tersebut.

Dengan adanya pendidikan diharapkan seorang anak tidak hanya cerdas secara kognitif saja, akan tetapi juga secara emosionalnya, sehingga akan tumbuh dengan kecerdasan yang cukup dan juga memiliki rasa simpati dan empati (respect) dalam kehidupan sehari-hari lingkungannya. Terkait dengan keadaan bangsa Indonesia sekarang, maka seharusnya pendidikan tidak hanya menekankan pada nilai (peringkat atau prestasi di kelas) dan tidak hanya mementingkan kecerdasan sepihak (kognitif) saja. Sudah saatnya bangsa ini memikirkan tentang pendidikan yang berorientasi pada pembentukan akhlak dan moral, sehingga hasil pendidikan itu adalah manusia-manusia yang berkarakter.

(22)

10 a. Pengertian Pendidikan Karakter

Untuk mendapatkan pengertian tentang pendidikan karakter secara keseluruhan, maka dalam subbab ini akan diuraikan masing-masing unsur dari pendidikan dan karakter secara terpisah.

1) Pengertian Pendidikan

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut yang paling populer digunakan dalam praktik pendidikan Islam adalah tarbiyah, sedangkan ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali.18

Menurut Muhammad Al-Naquib Al-Attas, pendidikan adalah “suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Dalam pengertian ini, suatu proses penanaman mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut sebagai “pendidikan” secara bertahap . “Sesuatu” mengacu pada kandungan yang ditanamkan dan “diri manusia” mengacu pada penerima proses dan kandungan itu.19

Dari pengertian pendidikan tersebut, maka dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terkonsep serta terencana untuk memberikan pembinaan dan pembimbingan pada peserta didik (anak-anak). Bimbingan dan pembinaan tersebut tidak hanya berorientasi pada daya pikir (intelektual) saja, akan tetapi juga pada segi emosional yang dengan pembinaan dan bimbingan akan dapat membawa perubahan pada arah yang lebih positif.

18

Tentang perbedaan tiga istilah dengan pengertian yang sama tersebut. Hasan Langgulung, mengutip pendapatnya Al-Attas, bahwa kata ta‟lim hanya berarti pengajaran, sedangkan kata tarbiyah kaitannya lebih luas, sebab itu berlaku bagi seluruh makhluk dengan pengertian memelihara atau membela dan lain-lain lagi. Padahal kata pendidikan yang diambil dari

education itu hanya untuk manusia saja, sedangkan kata ta‟dib lebih tepat sebab tidak terlalu

sempit (tidak sekedar mengajar) dan tidak meliputi makhluk-makhluk lain selain manusia. Jadi, kata ta‟dib sudah meliputi kata ta‟lim dan tarbiyah. Selain ta‟dib lebih erat hubungannya dengan kondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam isi pendidikan. Baca lebih lengkap Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1992), Cet. 2, hlm. 5.

19

Muhammad Al-Naquuib At-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1988), hlm. 35.

(23)

11

Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan (positif) di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai yang melahirkan akhlaq al-karimah atau menanamkannya, sehingga dengan pendidikan dapat terbentuk manusia yang berbudi pekerti dan berpribadi luhur.

Dalam pandangan andragogie20, seorang anak dianggap memiliki potensi dan kemampuan serta pengalaman dan tugas pendidikan adalah untuk mengaktualkannya.21 Supriyadi, dosen STAIN Bukittinggi mengatakan bahwa dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah daripada sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "di mana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti memecahkan masalah hari ini.22

20

Andragogie adalah ilmu tata cara orang dewasa belajar, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2005), Edisi Ketiga, hlm. 46.

21

Suharsono, Membelajarkan Anak dengan Cinta, (Jakarta : Inisiasi Press, 2003), hlm. 146.

22

(24)

12 2) Pengertian Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani karasso yang artinya cetak biru, format dasar, atau bisa juga dimaknai sebagai sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusia.23

Menurut Ibn Maskawaih, karakter adalah sifat alami dan bawaan manusia yang dapat berubah dengan cepat atau lambat melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia atau baik.24

Karakter atau watak dapat dikembangkan oleh faktor-faktor pembawaan dan faktor-faktor eksogen seperti alam sekitar, pendidikan dan pengaruh dari luar pada umumnya.25

Dalam bukunya Netty Hartati, karakter adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Ia disebabkan oleh bakat pembawaan dan sifat-sifat hereditas sejak lahir dan sebagian disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Ia berkemungkinan untuk dapat dididik. Elemen karakter terdiri atas dorongan-dorongan, insting,26 refleksi-refleksi, kebiasaan-kebiasaan, kecenderungan-kecenderungan, organ perasaan, sentimen, minat, kebajikan dan dosa, serta kemauan.27 Menurut Abdullah Munir karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.28

Dari beberapa pengertian karakter di atas ada dua versi yang agak berbeda. Satu pandangan menyatakan bahwa karakter adalah watak atau perangai (sifat), dan yang lain mengungkapkan

23

Bambang Q Anees, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur‟an, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2009), hlm. 1

24

Ibn Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 56 25

Soegarda Poerbakawatja dan Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, Cet. III. Edisi II, 1976), hlm. 161.

27

Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 137-138.

28

Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Membangun Karakter Anak Sejak dari

(25)

13

sama dengan akhlak, yaitu sesuatu yang melekat pada jiwa yang diwujudkan dengan perilaku yang dilakukan tanpa pertimbangan. Tetapi sebenarnya bila dikerucutkan dari kedua pendapat tersebut adalah bermakna pada sesuatu yang ada pada diri manusia yang dapat menjadikan ciri kekhasan pada diri seseorang.

Istilah karakter dipandang dari sudut ”penilaian”, baik-buruk, senang-benci, menerima-menolak, suatu tingkah laku berdasarkan norma-norma yang dianut. Sedangkan istilah kepriabadian dipandang dari sudut ”penggambaran”, manusia apa adanya tanpa disertai penilaian.29

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, kepribadian dalam bahasa Inggris disebut personality, yang berasal dar bahasa Yunani per dan sonare yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata personae yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng tersebut. Kepribadian diartikan dalam dua macam. Pertama, sebagai topeng (mask personalty), yaitu kepribadian yang berpura-pura, yang dibuat-buat, yang semua mengandung kepalsuan. Kedua, kepribadan sejati (real personalty) yaitu kepribadian yang sesungguhnya, yang asli.30

Dari pengertian pendidikan dan pengertian karakter di atas, maka pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk pola sifat atau karakter baik mulai dari usia dini, agar karakter baik tersebut tertanam dan mengakar pada jiwa anak.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif, akan tetapi lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri anak, dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter bahwa setiap individu dilatih agar tetap dapat memelihara sifat baik dalam diri

29

Netty Hartati, dkk., Op.Cit., hlm.119. 30

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 136.

(26)

14

(fitrah) sehingga karakter tersebut akan melekat kuat dengan latihan melalui pendidikan sehingga akan terbentuk akhlaqul karimah.

Pendidikan karakter berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti kewarganegaraan, budi pekerti atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan moral misalnya kewarganegaraan dan pelajaran agama hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan) tanpa ada apresiasi (emosi) dan praktik. Tidak sedikit yang hafal isi Pancasila atau ayat-ayat suci, tetapi tidak tahu bagaimana berlaku benar (seperti membuang sampah pada tempatnya), berlaku jujur, beretos kerja tinggi dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama.

Pendidikan karakter di sini yang dimaksud adalah pendidikan dengan proses membiasakan anak melatih sifat-sifat baik yang ada dalam dirinya sehingga proses tersebut dapat menjadi kebiasaan dalam diri anak. Dalam pendidikan karakter tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan anak dalam aspek kognitif saja, akan tetapi juga melibatkan emosi dan spiritual, tidak sekedar memenuhi otak anak dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan mendidik akhlak anak Anak dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan respek terhadap lingkungan sekitarnya.

b. Landasan Dasar Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berorientasi pada pembentukan manusia yang berakhlak mulia dan berkepribadian luhur. Dalam hal ini, landasan dasar dari pada pendidikan karakter adalah sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, yaitu :

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

(27)

15

spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.31

Pendidikan karakter didasarkan pada UU Sisdiknas karena dalam uraian undang-undang tersebut salah satu tujuan dari pendidikan adalah dapat mengembangkan potensi manusia. Yang mana arah dari pengembangan potensi tersebut adalah terwujudmnya akhlak mulia. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan daripada pendidikan karakter. Selain itu, pendidikan karakter juga sesuai dengan Al-Qur’an :

































“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S. An-Nahl : 78)32

Kaitannya dengan pendidikan karakter adalah bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha pendidikan dalam proses pengembangan potensi (fitrah) manusia dari sisi eksternal yang berupa pengaruh lingkungan.

c. Tujuan Pendidikan Karakter

31

Undang-Undang SISDIKNAS, Tentang., hlm. 3. 32

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta : Pustaka Agung Harapan, 2006), hlm.375.

(28)

16

Nel Nodding mengatakan bahwa“Character education, aimed at the inculcation of specific virtues, depends heavly on the indentification and description of exemplars.”33

Pendidikan karakter ditujukan pada penanaman nilai kebajikan, membangun kepercayaan pada pengenalan dan penggambaran dari contoh-contoh yang patut ditiru.

Pendidikan karakter memiliki peran utama untuk mengembangkan manusia secara individual menjadi seorang manusia yang berpengetahuan baik, berperasaan baik (empati), bernafsu baik, dan berperilaku (melakukan) baik. Kemudian keluarga dan sekolah harus bekerjasama memberikan contoh yang diteruskan dengan praktek dan pembiasaan sebagai pengganti dari hafalan untuk membangun manusia yang berkapasitas pembangun.

Hal tersebut disertai maksud bahwa pendidikan karakter berperan dalam mengembangkan manusia secara individu, yang mana keluarga dan sekolah harus mendukungnya dengan bekerjasama memberikan pendidikan secara praktek sebagai kelanjutan dari proses pengajaran secara material di sekolah.

Jadi, pada intinya pendidikan karakter adalah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan membentuk manusia secara keseluruhan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan itu tidak hanya memiliki kepandaian dalam berpikir tetapi juga respek terhadap lingkungan, dan juga melatih setiap potensi diri anak agar dapat berkembang ke arah yang positif.

Selain itu, pendidikan karakter juga berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri ini pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan

33

Nel Noddings, Philosophy of Education, (United State of America : Westview Press, 1998), hlm.150.

(29)

17

kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Jika seseorang itu sadar akan dirinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk lingkungan, serta sadar diri akan potensi diri dapat dikembangkannya akan mampu menumbuhkan kepercayaan pada dirinya, karena mengetahui potensi yang dimiliki, sekaligus toleransi kepada sesama teman yang mungkin saja memiliki potensi yang berbeda.

2. Teater

a. Pengertian Teater

Teater berasal dari bahasa Yunani “teatron” yang berarti pusat upacara persembahan yang terletak di tengah-tengah arena. Istilah ini kemudian tersebar luas menjadi istilah internasional, yang maksudnya adalah suatu cerita (karangan) yang dipertunjukkan di atas pentas oleh para pelaku dengan perbuatan-perbuatan.34

Menurut Harymawan, teater berarti drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor (layar dan sebagainya), didasarkan pada naskah yang tertulis (hasil seni sastra), dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.35

Teater juga sering disebut drama dan sandiwara. Drama berasal dari bahasa Yunani “Draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak atau beraksi. Sedangkan sandiwara diambil dari bahasa Jawa “sandi” yang berarti rahasia dan “warah” yang berati ajaran. Sandiwarta berarti ajaran yang disampaikan secara rahasia atau tidak terang-terangan. Mengapa? Karena teater sebenarya mengandung pesan atau ajaran (terutama ajaran moral).36

34

Tjokroatmojo, dkk, Pendidikan Seni Drama (Suatu Pengantar), (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 11.

35

Haryawan RMA, Drama Turgi, (Bandung: Rosda Karya, 1988), hlm. 2. 36

(30)

18

Dari definisi tersebut, teater mempunyai dua makna. Pertama teater yang berarti gedung pertunjukan, yaitu tempat diselenggarakannya suatu pertunjukan. Di tempat ini penonton berkumpul bersama-sama menyaksikan dan menikmati tontonan yang dipentaskan. Kedua, teater berarti bentuk pementasan yang dipentaskan dihadapan orang banyak.

Teater dalam dunia pendidikan juga bisa disebut dengan metode bermain peran (teater atau sosiodrama). Menurut Heman J Waluyo, bermain peran merupakan suatu pembelajaran yang melatih penghayatan siswa sehingga dapat menumbuhkan pengalaman siswa menuju taraf kedewasaan. Dengan metode berperan ini siswa dapat belajar menggambarkan atau mengekspresikan suatu penghayatan (sesuatu yang difikirkan, dirasakan, diinginkan) dalam keadaan seandainya ia menjadi tokoh yang sedang diperankannya itu atau suatu saat ia akan berada dalam situasi seperti itu. Murid dituntut dapat berfikir dan bertindak atas keputusan dan tanggung jawab sendiri.37

Menurut Aristoteles yang dikutip oleh DTjokroatmojo dkk, seni drama adalah Initation of man in action. Di dalam action itu mengandung makna yang terdiri dari unsur pokok.

a. Plot (rangka cerita) b. Karakter (perwatakan) c. Diksi (bahasa drama

d. Thought (ide, gagasan, tema e. Song (nyanyian f. Spectacle (perlengkapan)38 b. Sejarah Perkembangan 1) Zaman Yunani 37

Herman J. Waluyo, Drama., hlm. 121. 38

(31)

19

Menurut bangsa Yunani asal mula drama ialah kultus Dionysus, dewa lembu atau domba. Drama didahului oleh korban domba atau lembu. Dalam perkembangannya Dionysus digambarkan sebagai manusia yang dipuja sebagai dewa anggur atau kesuburan. Tragedi mendapatkan arti yang lain yaitu, yaitu drama yang melukiskan perjuangan manusia melawan nasib.

Drama barat tumbuh dari ritus (upacara) agama bangsa Yunani purba. Ritus merupakan suatu peristiwa di mana suatu masyarakat menggambarkan melalui kata-kata, lambang-lambang atau benda dan gerak-gerik dalam rangka menjunjung nilai-nilai keyakinan, kepercayaan yang mereka anut. Dengan demikian ritus berfungsi sebagai peringatan dan penyegaran kehidupan rohani dari masyarakat yang melakukannya 2) Zaman Romawi

Teater Romawi mengambil alih teater Yunani, mula-mula bersifat religius, kemudian bersifat show business, dalam pernyataan orang Romawi lebih memperlihatkan kebesarannya.

3) Zaman Pertengahan

Pada zaman ini pengaruh Gereja Katolik atas drama sangat besar. Dalam pementasan ada tarian-tarian yang dilakukan oleh Padri dan paduan suara berganti-ganti kemudian timbul pagelaran yang disebut dengan passio. Pada saat itu kesederhanaan dekorasinya sangat simbolis, improsionistis, dan pementasannya simultan bersifat sinkronik belaka berbeda dengan pementasan simultan pada zaman modern.

4) Perkembangan Teater Di Indonesia

Tradisi berteater sudah ada dalam masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan adanya pentas tradisional di wilayah tanah air, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:

(32)

20

Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut dengan teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional dalam pementasannya tidak menggunakan naskah (improvisasi) sifatnya supel, artinya dipentaskan di sembarang tempat. Jenis teater yang seperti ini masih berkembang di seluruh Indonesia.

b) Abdul Muluk

Abdul muluk merupakan nama sebuah kelompok teater yang meninggalkan ciri- ciri tradisional, artinya teater ini sudah mulai menggunakan naskah dan tidak terlalu banyak improvisasi dan tidak lagi mengandalkan tari dan lagu, struktur lakonnya tidak lagi statis, tetapi disesuaikan dengan perkembangan lakon atau cerita sastra. c) Komedi Stambul

Komedi stambul lahir pada tahun 1819 didirikan oleh August Mahieu. Kelompok ini menampilkan lagu-lagu melayu, maka komedi stambul ini lebih terkenal dengan nama opera melayu.

d) Dardanella

Teater dardanella ini didirikan pada tahun 21 Juni 1926, dalam teater ini tidak ada lagi nyanyian, lakonnya diambil dari indische roman.

e) Maya

Timbulnya teater maya dipengaruhi oleh pedagang-pedagang cina yang gemar kan teater. Teater maya dipimpin oleh Usmar Ismail dan banyak mementaskan karya-karya pengarang Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kemajuan dokumentasi pusat kebudayaan Jepang pada waktu itu.

Pada era-era antara tahun 1926-1945 telah lahir nama-nama yang menghiasi dunia teater Indonesia, antara lain Rustam Effendi, Muhammad Yamin, Sanusi Pane, El Hakim dan lain-lain.

(33)

21

Cine drama institut lahir di Yogyakarta dan merupakan embrio dari ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film) yang berpusat di kota Yogyakarta yang mengembangkan teater seperti Rendra, Soebagio Sastro Wardaja, Harymawan dan sebagainya. g) Zaman Kemajuan Teater

Sejak 1968, yaitu setelah Rendra pulang dari Amerika dan mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta, mulailah kemajuan dunia teater Indonesia. Berdirinya taman Ismail Marzuki sebagai ajang kreativitas seniman kiranya menambah kemajuan dunia teater di Indonesia.39

Berikut ini nama-nama teater yang ada pada zaman perkembangan teater di Indonesia antara lain:

a) Bengkel Teater Rendra: didirikan pada tahun 1968 dari bengkel teater Rendra inilah kemudian lahir nama-nama besar dalam bidang teater drama serta film antara lain, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Adi Kurdi, Deddy Sutomo, dan sebagainya.

b) Teater Popular: teater popular ini dipelopori oleh Teguh Karya, dari teater ini kemudian muncul nama-nama besar dalam dunia teater dan film antara lain, Slamet Raharjo, El Manik, Christine Hakiem dan lain-lain.

c) Teater kecil: teater yang dipimpin oleh Arifin C. Noer ini dipandang teater yang mampu mewakili warna Indonesia.

d) Teater Koma: teater koma dipimpin oleh Nano Riantiarno yang merupakan penulis naskah drama yang kuat dan sutradara yang potensial setelah surutnya Teguh Karya, Arifin C. Noer, dan Rendra. e) Teater Mandiri: dipimpin oleh Putu Wijaya

f) Bengkel Muda Surabaya: dipimpin oleh Akudiat

g) Teater lain: di samping teater yang sudah disebutkan di atas, banyak teater lain yang disebut tangguh dan menyemarakkan dunia teater Indonesia akhir-akhir ini antara lain: teater keliling (pimpinan

39

(34)

22

Rudolf Puspa dan Derry Sirna), teater Dinasty (pimpinan Emha Ainun Nadjib), Study Teater Bandung (pimpinan Suyatna Anirun), Teater Pena (pimpinan Masbhukin), Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung (pimpinan Yapi Panda Abdiel Tambayong) dan lain-lain.40

c. Jenis-jenis Teater

Menurut J. Waluyo jenis-jenis teater terbagi menjadi beberapa macam antara lain:41

1) Drama Pendidikan

Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama ditaktis. Pada abad pertengahan lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang dipergunakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan, persahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku drama dijadikan cermin bagi penonton dengan maksud mendidik.

Di dalam Alqur’an surat Almaidah: 27-31 diceritakan drama yang sangat mengesankan antara Qabil dan Habil















































































































































40

Herman J. Waluyo, Drama., hlm. 80-84. 41

(35)

23











































(27) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil): Ia berkata Qobil: “Aku pasti membunuhmu!”.Berkata Habil:”Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.

(28) “Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan seru sekalian alam.” (29)”Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka. Dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”

(30) Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya. Sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.

(31) Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali dibumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan saudaranya. Berkata Qobil: “Aduhai celaka aku mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (QS. Al-Maidah: 27-31).42

Pada ayat tersebut diberikan gambaran yang jelas, bagaimana lakon yang diperankan oleh Qabil dapat memberi kesan yang sangat mendalam sehingga menyesali perbuatannya, karena melihat secara langsung perbuatan dirinya sendiri dari seekor burung gagak.

Teater atau metode sosiodrama digunakan dalam suatu pembelajaran dengan tujuan:

a) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.

42

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta : Pustaka Agung Harapan, 2006), hlm. 148-149

(36)

24

b) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.

c) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.

d) Merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.43

e) Pelajaran dimaksudkan untuk menerangkan peristiwa yang dialami dan menyangkut orang banyak berdasarkan pertimbangan didaktis. f) Melatih siswa agar melatih persoalan hidup.

g) Memberi kesempatan menjiwai peran. h) Membentuk kepribadian.

i) Melatih penggunaan bahasa lisan dengan baik dan lancar. j) Ikut merasakan lakon secara sosial dan psikologis.

k) Melatih mengemukakan pendapat.44

l) Memperkaya kemampuan memahami jalan cerita, tema, problema dalam drama yang akan diperankan tersebut.

m) Latihan membaca naskah drama sesuai artikulasi yang tepat, suara yang jelas, intonasi dan ucapan yang baik, secara tidak langsung dapat membantu ucapan dan cara membaca siswa.45

n) Pembelajaran dengan menggunakan tehnik drama merupakan penunjang pemahaman bahasa. Di samping ketrampilan membaca (naskah drama, juga menyaksikan dan mendengarkan (baik yang diputar melalui tipe recorder atau televisi), serta dapat melatih kreasi anak dengan menulis naskah drama secara sederhana dan memerankannya di depan kelas.

Jadi tujuan dari metode sosiodrama secara keseluruhan menurut Benyamin S.Bloom yang dikutip oleh Herman J. Waluyo dibagi dalam tiga aspek (kognitif, afektif, psikomotirik).46

43

Arief Armai, Pengantar., hlm.198. 44

Herman J. Waluyo, Drama., hlm. 55. 45

Herman J. Waluyo, Drama., hlm.158.

46

(37)

25

2) Drama Teatrikal (drama untuk dipentaskan)

Dalam drama teatrikal mungkin nilai litelerenya tidak tinggi, tetapi kemungkinan untuk dapat dipentaskan sangat tinggi. Drama teatrikal memang diciptakan untuk dipentaskan. Karena naskah drama yang ditulis para sutradara atau pekerja teater tidak hanya memperhatikan dialog untuk dipentaskan, tetapi bagaimana pementasan tersebut diusahakan sehidup mungkin.

3) Drama Romantik

Jenis drama romantik ini sering disebut dengan drama puitis, drama lirik dan disebut juga drama puisi atau drama berbentuk sajak. Sifat romantik terletak pada sifat lakon dan para lakon dab para pelakunya. Biasanya digambarkan dengan kisah percintaan, petualangan, kisah-kisah yang muluk-muluk yang semuanya menggambarkan unsur perasaan.

4) Drama Adat

Drama adat mementingkan penggambaran adat istiadat di dalam suatu masyarakat, daerah dan suku-suku tertentu. Dalam hal ini, drama tidak boleh bersifat imajinatif, sepanjang memotret adat daerah, tata cara hidup cara berpakaian, cara mengungkapkan sesuatu, adat perkawinan pemakaman dan sebagainya harus diungkapkan dengan sejujur mungkin karena merupakan potret adat di suatu tempat atau masyarakat.

5) Drama Liturgi

Drama liturgy maksudnya adalah drama yang dikaitkan dengan pelaksanaan upacara agama, baik dalam liturgy inti maupun hanya alat untuk memperoleh daya tarik saja. Drama ini dimaksudkan untuk mempertebal iman pemeluknya.

6) Drama Simbolis

Drama simbolis atau lebih disebut dengan drama lambang adalah drama yang menggunakan lambang artinya lakon tidak langsung ke sasaran. Kejadian yang dilukiskan digunakan untuk melambangkan

(38)

26

kejadian lain, nama pelaku tertentu digunakan untuk melambangkan lakon lain dalam masyarakat.

7) Monolog

Monolog termasuk dalam golongan teater modern, prinsip-prinsip lakon harus dipertahankan. Seorang pelaku monolog harus menyadari bahwa lakonnya merupakan konflik manusia, konflik tetap merupakan hakikat lakon. Naskahpun harus dipatuhi agar struktur dramanya tetap dipertahankan, jadi drama monolog merupakan salah satu bentuk drama yang masih terikat dengan naskah.

8) Drama Lingkungan

Drama lingkungan atau disebut juga dengan drama lingkungan, termasuk dalam jenis teater modern yang melibatkan penonton dialog drama lingkungan dapat ditambah oleh pemain sendiri sehingga penonton dilibatkan dengan lakon. Tujuan dari drama lingkungan adalah membuat pementasan agar akrab dengan penonton.

9) Drama Komedi Intrik (Intrique Comedy)

Drama komedi intrik adalah jenis drama yang mengundang gelak tawa secara langsung dengan melalui penciptaan situasi yang lucu dan bukan dari watak atau dialognya. Mungkin ceritanya tidak lucu akan tetapi ceritanya menciptakan situasi lucu sehingga melahirkan komedi intrik.

10) Drama Mini Kata (teater mini kata)

Drama mini kata adalah jenis drama yang menggunakan kata-kata atau dialog seminimal mungkin.

11) Drama Absurd

Nama absurd sebenarnya berhubungan dengan sifat lakon dan sifat tokohnya. Absurditas adalah sifat yang muncul dari aliran filsafat eksistensialisme, yang memandang kehidupan ini mencekam, tanpa makna, memuakkan. Jika manusia sadar akan keberadaannya seperti dalam eksistensialisme, maka manusia akan merasa bahwa hidup ini absurd.

(39)

27 d. Latihan dasar

Dalam setiap pelatihan teater, siswa diharuskan menguasai beberapa latihan dasar, yaitu olah vokal, olah gerak dan olah rasa.

1) Olah vokal

Latihan ini dapat diartikan latihan mengucapkan suara secara jelas dan nyaring (vokal), dapat juga berarti latihan penjiwaan suara. Warna suara bagaimana yang tepat, harus disesuaikan dengan watak peran, umur peran dan keadaan social peran itu. Aktor tidak dibenarkan mengubah warna suara tanpa alasan. Nada suara juga harus diatur, agar membantu membedakan peran yang satu dengan yang lainnya. Semua ini hendaklah dikuasai secara cermat dan konsisten. Secara lebih detail, aksen orang-orang yang berasal dari daerah-daerah tertentu, perlu juga diwujudkan dalam latihan suara ini. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah suara itu harus jelas, nyaring, mudah ditangkap, komunikatif dan diucapkan sesuai daerah artikulasi.

2) Olah gerak

Olah gerak adalah pelatihan ekspresi secara fisik. Manusia berusaha agar fisik dapat bergerak secara fleksibel, disiplin dan ekspresif. Artinya, gerak-gerik dapat luwes, tetapi berdisiplin terhadap peran masing-masing dan ekspresif sesuai engan watak dan perasaan aktor yang dibawakan.

Pada beberapa teater sering dilakukan pelatihan dasar akting, berupa menari, balet, senam, bahkan ada yang merasa latihan tersebut dapat juga melatih kelenturan, kedisiplinan dan daya ekspresi jasmaniah. Apalagi pementasan yang membutuhkan silat, anggar dan tarian, maka latihan-latihan tersebut tidak terbatas pada latihan dasar, tetapi latihan yang benar-benar dapat menghidupkan suasana.47

47

(40)

28

Wahyu Sulaiman mengatakan bahwa alasan seseorang bergerak ada dua, yaitu:

a) Alasan kewajaran

Misalnya setelah mengucapkan kalimat: “Dingin betul hawanya!” kemudian berjalan menghampiri tungku yang sedang dipakai untuk memasak air dan memanaskan kedua telapak tangannya.

b) Alasan kejiwaan

Adalah alasan yang muncul dari gambaran keadaan jiwa. Misalnya: orang yang sedang ketajutan mengerutkan badannya.48 3) Olah rasa

Proses pertama transformasi atau penjiwaan terhadap peran, adalah memberi fokus kepada energi yang sudah dimiliki oleh si aktor. Dia harus mengendalikan dirinya menuju satu tujuan tertentu. Usaha memfokuskan energi itu adalah usaha menyerahkan diri sepenuhnya kepada aksi dramatis sesuai tuntutan naskah, dimana ia mampu menentukan pilihan-pilihan aksi selaras dengan keyakinannya terhadap tokohnya.49

Olah rasa bisa dilakukan melalui meditasi. Bermeditasi bukannya mengosongkan pikiran, tetapi memusatkan pikiran terhadap satu hal, dibantu dengan harmoni totalitas seluruh tubuh. Atau dengan kata lain, bermeditasi adalah mengkonsentyrasikan jiwa raga, perasaan dan pikiran dengan intens dalam harmoni, dalam hening untuk menghadapi suatu hal.50

48

Wahyu Sulaiman, Seni Drama, (Jakarta: PT. Karya Uni Press, 1982), hlm. 23 49

Herman J. Waluyo, Drama., hlm. 117 50

(41)

29 e. Drama dalam Pendidikan

Dalam bukunya Brahim, Ki Hajar Dewantoro mengatakan bahwa sandiwara (teater) merupakan alat pendidikan yang sangat baik karena bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (estich) dan religious (agama), sosial. Kemudian di dalam pengajarannya, sandiwara membantu bermacam-macam kepandaian dan pengetahuan, seperti kesusastraan, bercakap dengan irama, menghafalkan, menghilangkan tabiat malu, menggembirakan karena bersifat permainan, memberikan pelajaran gerak irama, menyesuaikan kata dengan pikiran, perasaan dan kemauan serta kemauan. Dengan demikian sandiwara sebagai alat pendidikan mencakup hampir keseluruhan kebutuhan pendidikan.

Metode pengajaran dengan cara sandiwara disebut metode sosiodrama. Metode ini terdiri dari beberapa langkah-langkah diantaranya: 1) Mengemukakan Masalah

Masalah dikemukakan kepada peserta didik. Masalah itu dapat berupa persoalan hubungan antara golongan mengerti perasaan orang lain, membagi tanggung jawab, dan sebagainya.

2) Mendramatisasi Masalah

Mendramatisasi masalah dilakukan dengan cara menunjuk peserta didik untuk berperan menjadi orang-orang yang terlibat persoalan itu dan mendramatisasikanya mencari pemecahan persolan itu.

3) Mengadakan diskusi, terhadap hasil dramatisasi.

Nilai pendidikan yang terdapat pada metode diatas adalah sebagai berikut:

a) Metode melibatkan para peserta didik pada persoalan hidup. b) Memberi kesempatan bildung (pembentukan kepribadian).

c) Peserta didik dapat mendiskusikan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya sendiri.

d) Dapat menghargai pendapat orang lain.

e) Mempunyai peranan dalam pembentukan pribadi sendiri. f) Menghargai golongan lain.

(42)

30

g) Dapat melatih bahasa dengan teratur dan baik. h) Melatih anak berfikir cepat.

i) Melatih peserta didik yang lain sebagai penonton.

j) Peserta mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan sosial-sosilogi.

k) Menimbulkan diskusi yang hidup.

l) mendidik berani mengemukakan pendapat.51

51

(43)

31

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. GAMBARAN UMUM MAN KENDAL 1. Sejarah Singkat MAN Kendal

Berdirinya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kendal diawali dengan terbitnya SK Menteri (KH. Moch. Dahlan) Nomor 14 Tahun 1969 tanggal 4 Februari 1969 tentang pengangkatan panitia pendiri sekolah persiapan IAIN al-Dstesai’ah di Kendal yang diketuai oleh KH. Abdul Chamid, Kyai Ahmad Slamet sebagai sekretaris dengan susunan pelindung Muspida Kabupaten Kendal. Kemudian diikuti oleh SK Menteri Agama (KH. Moh. Dahlan) no. 153 tahun 1969 tentang perubahan status sekolah persiapan IAIN Kendal menjadi sekolah Persiapan Negeri IAIN al-Dstesai’ah di bawah pembinaan IAIN Sunan Kalijaga.

Melalui SK Menteri Agama (H.A. Mukti Ali) no. 38 tahun 1974 tanggal 21 Mei 1974 pembinaan sekolah Persiapan Negeri IAIN al-Dstesai’ah Kendal dialihkan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kepada IAIN Walisongo Semarang. Sejak tanggal 16 Maret 1978 SPN IAIN al-Dstesai’ah Kendal berubah fungsi menjadi MAN Kendal. Perubahan tersebut diperkuat dengan turunnya SK Menteri Agama (H.A. Mukti Ali) no. 17 tahun 1978 tentang susunan organisasi dan tata kerja MAN.

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kendal sejak tahun 1989 merupakan satu-satunya MAN di Jawa Tengah yang ditunjuk menjadi pengelola workshop ketrampilan melalui proyek UNDP. Adapun bidang keterampilan yang dikelola meliputi keterampilan elektronika, tata busana, otomotif motor dan otomotif mobil. Masing-masing bidang keterampilan ini dilaksanakan dalam dua proses pembelajaran yaitu

(44)

32

intrakurikuler dan ekstrakurikuler dengan kualifikasi semi skill worker atas dasar kerjasama dengan Balai Latihan Kerja Industri Semarang.

Selain itu, MAN Kendal ditetapkan sebagai satu di antara dua Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model (percontohan) di Jawa Tengah selain MAN Magelang berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tanggal 20 Februari 1989 no F.IV/PP.00.6/KEP/17.4/98.

2. Letak Geografis MAN Kendal

MAN Kendal terletak di desa Bugangin Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal. Letak MAN Kendal cukup strategis karena selain mudah dijangkau dengan transportasi, MAN Kendal juga jauh dari kebisingan lalu lintas kendaraan karena letaknya di komplek pendidikan Islamic Center yang berdekatan dengan perkampungan penduduk sehingga para siswa dapat belajar secara nyaman dan tenang.

MAN Kendal mempunyai tanah yang cukup luas yaitu 15.993 yang terbagi dalam 2 lokasi, yaitu bagi utara dan selatan yang dipisahkan oleh perumahan penduduk sepanjang 300 meter. Luas tanah dan suasana yang cukup tersebut mendukung MAN Kendal untuk mengembangkan sarana dan prasarana sekolah seperti gedung workshop, laboratorium, ruang kelas, dan sebagainya. Akan tetapi, dengan terbaginya lokasi MAN Kendal menjadi 2 tempat maka guru mengalami kesulitan dalam hal pengawasan. Selain itu, lokasi yang dekat dengan perumahan penduduk akan mendorong siswa untuk mudah membolos. Adapun peta lokasi MAN Kendal sebagaimana terlampir.

3. Struktur Organisasi MAN Kendal

Agar mekanisme kepemimpinan dapat berjalan dengan lancar dan terarah dengan baik, maka diperlukan struktur organisasi. Adapun struktur organisasi MAN Kendal sebagaimana terlampir.

(45)

33

Dalam pengelolaan bidang pendidikan harus selalu berpijak pada visi dan misi agar tidak melenceng dari arah tujuan pokok dalam mengantarkan peserta didik ke masa depan.

Adapun visi MAN Kendal adalah:

a. Terwujudnya MAN Unggul berkarakter sains Islam dan teknologi (SINTEK).

b. Berbasis keahlian dan kecakapan hidup (life skill).

c. Pengelolaan Effective Bilingual System (EBS) melalui Boarding And Full Day School.

Misinya antara lain:

a. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) melalui program Effective Bilingual System (EBS) dalam penguasaan Sains Islam dan Teknologi (SINTEK).

b. Peningkatan kegiatan siswa yang berorientasi pada prestasi dan keahlian.

c. Membekali siswa dengan penguasaan IPTEK berbasis kemitraan dan kewirausahaan.

d. Pendalaman ilmu agama Islam sebagai dasar pengembangan IPTEK. e. Melaksanakan Manajemen Berbasis Madrasah Mandiri (MBMM)

secara profesional dan tata kelola Madrasah melalui Boarding School dan Full Day School.

Sedangkan tujuannya adalah terwujudnya lulusan yang memiliki kecakapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berdasarkan Iman dan Taqwa (IMTAQ), memiliki kemandirian yang kuat berwirausaha dan mampu meneruskan ke jenjang Perguruan Tinggi sesuai dengan pilihan utamanya.

5. Keadaan Peserta didik a. Keadaan Guru

Referensi

Dokumen terkait

 Dua atau lebih kompresor udara harus dipasang dan memiliki kapasitas total, bersama- sama dengan kompresor topping-up di mana dipasang yang mampu menerima udara dalam waktu 1

i. PJJ Batu Gingging Kamis mengadakan PJJ Online dengan menggunakan aplikasi ZOOM pada hari Kamis tanggal 15 Oktober 2020 jam 17.00 wib.. Nama-nama anggota jemaat yang

Berdasarkan informasi dari paragraf  s/d , carilah kata yang sama artinya dengan kata-kata di..

Trauma Kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan

Konsep Yoga diambil sebagai sebuah kerangka pemikiran klasik dari Timur yang secara berani melakukan usaha pengenalan secara mendalam terhadap dunia secara komperehensif

Dalam aspek teknis, hasil yang telah didapatkan pada aspek pasar dapat dihunakan untuk menentukan berbagai macam teknis operasional atau kebutuhan usaha yang akan didirikan,

Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam panelitian ini yaitu: apakah terdapat hubungan yang signifikan antara Eksplosif power otot lengan dan bahu dengan hasil tolak

yang sedemikian luas, penelitian bahasa Madura baru dilakukan pada bidang deiksis dan bahasa figuratif, yaitu penelitian Izzak (2012) yang berjudul “Deiksis dalam Bahasa