Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 148
KAJIAN PERKEMBANGAN KAWASAN PINGGIRAN KOTA
(URBAN FRINGE) BANDA ACEH
(Studi Kasus : Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata Dan Ulee
Kareng)
Maya Sari1, Mirza Irwansyah2, Sugianto3
1) Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, 3)Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Abstract: In line with the development of Banda Aceh as the capital city of Aceh province
which has complex activities, urban fringe areas are directly affected by the city’s growth and development. The districts of Banda Raya, Lueng Bata, and Ulee Kareng as urban fringe areas of Banda Aceh serves to support the intensive activity of urban society. This study uses descriptive analysis method to identify existing conditions and land-use changes that occurred in the fringe region of Banda Aceh due to the government policy and to direct the pattern of development of the suburban area (urban fringe) in Banda Aceh. Changes in built-land use in Ulee Kareng District occurs along the new transportation route Prof. Ali Hasyimi Street across the villages of Lambhuk, Lamteh, Ilie and Pango Raya. In Banda Raya Subdistrict the change in built-land use is evident in the villages of Mibo, Lhong Raya and Lampuot. In Lueng Bata Subdistrict built-land use changes occur in the villages of Batoh and Lamdom. The directives of suburban area development policy in Lueng Bata Subdistrict has included the rapidly growing area the Batoh Village. However, Gampong Mibo in Banda Raya and Gampong Ceurih in Ulee Kareng, which are not included in the fringe area development policies, surprisingly develop rapidly; as a result, the development of suburban areas in Banda Raya and Ulee Kareng Subdistricts progresses naturally despite the absence of Banda Aceh government's policy. The pattern of suburban area development in Banda Raya, Lueng Bata and Ulee Kareng Subdistricts is formed in the radial pattern based on the pattern of road network.
Keywords: area development, land use, urban fringe, Banda Aceh
Abstrak: Sejalan dengan perkembangan kota Banda Aceh sebagai Ibukota Provinsi Aceh yang memiliki aktivitas kompleks, kawasan pinggiran sebagai daerah penyangga secara langsung menerima dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota. Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata, dan Ulee Kareng sebagai kawasan pinggiran Kota Banda Aceh berfungsi untuk mendukung aktivitas masyarakat perkotaan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi kondisi eksisting dan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dikawasan pinggiran terkait dengan kebijakan pemerintah Kota Banda Aceh serta mengarahkan pola perkembangan kawasan pinggiran kota (urban fringe) di Banda Aceh. Perubahan penggunaan lahan terbangun pada Kecamatan Ulee Kareng terjadi di sepanjang jalur transportasi baru yaitu Jalan Prof. Ali Hasyimi yang melintasi Gampong Lambhuk, Lamteh, Ilie dan Pango Raya. Pada Kecamatan Banda Raya perubahan penggunaan lahan terbangun sangat jelas terlihat di Gampong Mibo, Lhong Raya dan Lampuot. Pada Kecamatan Lueng Bata perubahan penggunaan lahan terbangun terjadi di Gampong Batoh dan Lamdom. Arahan kebijakan pengembangan kawasan pinggiran di Kecamatan Lueng Bata telah menyentuh pada wilayah cepat berkembang yaitu pada Gampong Batoh. Namun Gampong Mibo di Kecamatan Banda Raya dan Gampong Ceurih di Kecamatan Ulee Kareng yang tidak termasuk dalam kebijakan pengembangan kawasan pinggiran justru berkembang dengan pesat, sehingga perkembangan kawasan pinggiran pada Kecamatan Banda Raya dan Ulee Kareng berjalan secara alami, tanpa arahan kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh. Pola perkembangan kawasan pinggiran di Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng terbentuk atas pola radial yang mengikuti pola jaringan jalan.
149 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
PENDAHULUAN
Perkembangan suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh kawasan sekitarnya, terutama antara kota dengan kawasan pinggirannya. Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang semakin bertambah padat, bangunan-bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama pemukiman cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi (Branch dalam Sobirin, 2001). Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan dan kegiatan penduduk perkotaan telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan fasilitas pendukung kegiatan selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Kota Banda Aceh tahun 2012 memiliki total populasi sebanyak 238.784 penduduk yang tersebar pada 9 kecamatan dimana 30,01 persen dari total populasi tersebut merupakan penduduk di Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng (Banda Aceh dalam Angka, 2013). Pada rentang waktu 5 tahun yaitu tahun 2008 dengan 2012, terdapat 9,58 persen angka pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh dari tahun 2008 yang hanya berjumlah 217.918 penduduk (Banda Aceh dalam Angka, 2009). Sedangkan pada Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng pertumbuhan penduduknya dari tahun 2008 sampai 2012 adalah sebesar 11,46 persen
atau rata-rata 2,87 persen per tahun.
Perkembangan kota juga dapat terlihat dari kenampakan fisik kota yang ditunjukan oleh terbentuknya area pinggiran kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota yang disebut
urban fringe (Bintarto, 1983). Urban fringe
adalah daerah peralihan penggunaan lahan, yang ditandai oleh transisi yang tetap dari pertanian ke non pertanian (Louise, 2010). Perubahan penggunaan lahan non urban menjadi lahan urban ke arah pinggiran kota terutama oleh kegiatan manusia untuk bermukim berlangsung secara bertahap seiring dengan waktu dan berkembangnya kota. Penggunaan lahan pada lokasi penelitian terdiri atas lahan terbangun dan belum terbangun. Pada tahun 2012 Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng memiliki lahan terbangun seluas 1.285,36 Ha dari 1.628 Ha luas lahan secara keseluruhan (Banda Aceh dalam Angka, 2013). Ini berarti memiliki penambahan lahan terbangun sebanyak 28,57 persen dari tahun 2008 yang hanya seluas 999,7 Ha (Banda Aceh dalam Angka, 2009). Pertumbuhan penduduk dan peningkatan perubahan penggunaan lahan ini menjadi latar belakang pemilihan lokasi penilitian pada Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng.
Penggunaan lahan dikawasan ini berbasis pada sektor pertaniaan, sehingga perekonomian pada kecamatan-kecamatan di kawasan pinggiran ini sangat bergantung pada pemasaran hasil pertanian namun secara fungsional kecamatan-kecamaan ini berfungsi
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 150 untuk mendukung aktivitas perkotaan Kota
Banda Aceh. Semua proses ini menyebabkan perubahan dalam aspek keruangan yang akan mempengaruhi pola perkembangan di kawasan pinggiran pada Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng. Perubahan penggunaan lahan ini disebabkan oleh adanya perkembangan penduduk dan perekonomian, serta di pengaruhi oleh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi kondisi eksisting dan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dikawasan pinggiran terkait dengan kebijakan pemerintah Kota Banda Aceh serta mengarahkan pola perkembangan kawasan pinggiran kota (urban fringe) di Banda Aceh.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata, dan Ulee Kareng. Ketiga kecamatan ini berada pada administrasi Kota Banda Aceh dan merupakan kawasan pinggiran. Ketiga kecamatan tersebut terletak di bagian Selatan Kota Banda Aceh dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Besar di bagian selatan. Luas kawasan penelitian adalah 1.628 Ha yaitu 26,53 persen dari luas Kota Banda Aceh sebesar 6.135,9 Ha. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 05016’23”- 05026’16” Lintang Utara dan 95017’81”- 95020’35” Bujur Timur, dengan tinggi rata-rata 0,8-3,8 meter diatas permukaan laut.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Kec. Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng)
151 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Tahapan Penelitian
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer. Data
sekunder diperoleh dari studi literatur terhadap hasil-hasil penelitian, laporan, peta dan data statistik yang diperoleh dari instansi pemerintahan, antara lain: Bappeda, Dinas PU dan BPS.
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 152
Tabel 1. Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Kec. Banda Raya Kec. Lueng Bata Kec. Ulee Kareng Total Populasi (jiwa) 22.325 25.211 24.121 71.657
Sampel (jiwa) 31 35 34 100
Tabel 2. Kebutuhan Data Penelitian
Keterangan : O (Observasi), K (Kuesioner), W (Wawancara), I (Instansi)
Proses Pengolahan Data
Pengolahan data primer dari hasil kuesioner menggunakan metode penilaian
rating scale. Data kuesioner disusun dengan
alternatif jawaban yang sesuai dengan pengetahuan dari responden. Skala yang dipakai untuk menentukan jumlah alternatif jawaban adalah skala penilaian deskriptif. Skala ini akan menilai jawaban responden pada skala 1 sampai 3, dimana skor 3 merupakan jawaban bersifat positif dan skor 1 untuk jawaban yang sifatnya negatif (Nazir, 2011). Pada penelitian ini survei dilakukan terhadap variabel kondisi sosial dan ekonomi, sarana dan prasarana lingkungan dan aspek perkembangan kawasan.
Variabel tersebut akan dijadikan dasar dalam penyusunan pertanyaan kuesioner kepada responden. Kemudian untuk dasar pengukuran perkembangan kawasan pinggiran kota menggunakan perhitungan bobot dan skor atas jawaban responden menurut item pertanyaan dalam kuesioner yang kriterianya :
a. Sangat baik = 3
b. Baik = 2
c. Kurang baik = 1
Pengolahan data kuesiner melalui persentase deskriptif. Persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen (Nazir, 2011) adalah sebagai berikut:
153 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014 % 100 x N f P Keterangan : P : Persentase f : Frekuensi N : Jumlah responden
Proses uji validitas dan reabilitas
melalui bantuan penggunaan software SPSS
Pada uji validitas, suatu item dikatakan valid apabila koefisiennya yaitu nilai CorrectedItem-Total Correlation pada output SPSS bernilai ≥
0,3. Reabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan nilai rn mendekati angka 1. Reabilitas (nilai
alpha pada output SPSS) dianggap sudah baik jika bernilai ≥ 0,600.
Tabel 3. Variabel kondisi sosial dan ekonomi
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 154
Tabel 5. Variabel aspek perkembangan kawasan
155 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
HASIL PEMBAHASAN
Identifikasi Kondisi Eksisting Dan Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pinggiran Kota Banda Aceh
Pertumbuhan penduduk di kawasan pinggiran mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Rata-rata pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kec. Ulee kareng yaitu 3,84 persen per tahun. Gampong Ceurih dari tahun 2008 sampai 2012 mengalami penambahan jumlah penduduk tertinggi yaitu 809 jiwa dengan angka pertumbuhan 27,98 persen atau 7,00 persen per tahun. Jumlah
penduduk di Kec. Lueng Bata yaitu 25.211 jiwa. Gampong Batoh dari tahun 2008 sampai 2012 mengalami penambahan jumlah penduduk tertinggi yaitu 1.569 jiwa dengan angka pertumbuhan 37,32 persen atau 9,33 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kec. Banda Raya yaitu 1,11 persen per tahun. Gampong Lhong Raya dari tahun 2008 sampai 2012 mengalami penambahan jumlah penduduk tertinggi sebanyak 568 jiwa dengan angka pertumbuhan 27,45 persen atau 6,86 persen per tahun.
Tabel 6. Perkembangan Penduduk di Lokasi Penelitian Tahun 2008-2012
Sumber : Banda Aceh dalam angka 2009-2013
Kepadatan penduduk Kecamatan Banda Raya adalah 46 jiwa per ha. Gampong yang paling jarang penduduknya adalah Lhong Raya dengan kepadatan penduduk 26 jiwa per ha. Kecamatan Lueng Bata memiliki kepadatan penduduk 47 jiwa per ha. Gampong yang paling jarang penduduknya adalah Lamdom dengan kepadatan penduduk 24 jiwa per ha. Kepadatan penduduk Kecamatan Ulee Kareng adalah 39 jiwa per ha. Sedangkan yang paling jarang penduduknya adalah Pango Deah dengan kepadatan penduduk 10 jiwa per ha.
Gampong Lhong Raya, Lamdom dan Pango Deah masih berpotensi untuk dapat dikembangkan karena masih tersedianya lahan
yang cukup bagi pengembangan permukiman dan fasilitas umum.
Fasilitas umum yang terdapat pada lokasi penelitian terdiri dari sarana pendidikan, kesehatan, industri mikro dan perdagangan. Fasilitas ini berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Sarana dan prasarana lingkungan sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dimana kondisi dan kinerjanya akan berpengaruh pada kelancaran aktifitas dari masyarakat
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 156
Grafik 1. Perkembangan Kepadatan Penduduk di Lokasi Penelitian Tahun 2008-2012
Sumber : Hasil interpretasi data Banda Aceh dalam angka 2009-2013
Grafik 2. Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di Lokasi Penelitan Tahun 2012
Sumber : Hasil interpretasi data Banda Aceh dalam angka 2013
Grafik 3. Fasilitas Industri Mikro dan Perdagangan di Lokasi Penelitan Tahun 2012
Sumber : Hasil interpretasi data Banda Aceh dalam angka 2013
Tabel 7. Perubahan Fungsi Lahan di Lokasi Penelitian
Sumber : RTRWK Banda Aceh Tahun 2009-2029 dan Hasil Observasi Lapangan Perubahan penggunaan lahan terbangun
pada Kecamatan Ulee Kareng sebesar 57,13
persen terjadi di sepanjang jalur transportasi baru yaitu Jalan Prof. Ali Hasyimi yang
157 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014 melintasi Gampong Lambhuk, Lamteh, Ilie dan Pango Raya. Dengan adanya jalur transportasi baru ini banyak perumahan, fasilitas publik, perkantoran dan bangunan komersil bermunculan di sepanjang jalan. Pada Kecamatan Banda Raya perubahan penggunaan lahan terbangun sebesar 34,04 persen terlihat di Gampong Mibo, Lhong Raya dan Lampuot.
Perubahan penggunaan lahan juga terjadi di Kecamatan Lueng Bata sebesar 7,48 persen yaitu pada Gampong Batoh, Lamdom dan Blang Cut. Tingginya angka pertumbuhan penduduk serta kelengkapan sarana dan prasarana lingkungan gampong tersebut sangat berperan pada cepatnya perubahan penggunaan di lokasi penelitian.
Tabel 8. Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2008
Sumber : Analisi data Banda Aceh dalam angka 2009
Tabel 9. Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012
Sumber : Analisi data Banda Aceh dalam angka 2013
Proses pengujian validitas dan reabilitas menggunakan bantuan program komputer SPSS 16. Tabel Correlation menunjukkan bahwa terdapat 15 item pertanyaan yang dinyatakan valid dengan nilai koefisien korelasi > 0,300. Pertanyaan nomor 5 (sumber air bersih) dan nomor 7 (pengelolaan sampah) dinyatakan tidak valid dan harus dihilangkan karena nilai koefisien korelasinya hanya 0,242 dan 0,194. Tabel reliability statistics menyatakan 15 item
pertanyaan tersebut memiliki nilai cronbach’a alpha > 0,600-0,799 yaitu 0,772.
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 158
Tabel 10. Penilaian responden terhadap variabel kondisi sosial dan ekonomi
Tabel 11. Penilaian responden terhadap variabel sarana dan prasarana lingkungan
159 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan di Lokasi Tahun 2008
Sumber : Analisis
Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan di Lokasi Tahun 2012
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 160
Kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh
Terhadap Perkembangan Kawasan
Pinggiran Kota
Melalui studi literatur terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh tahun 2009-2029, adalah dengan menetapkan
kawasan-kawasan yang akan didorong perkembangannya di bagian selatan kota, yaitu Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng.
Gambar 8. Arahan Kebijakan Pemerintah
Sumber : RTRWK Banda Aceh Tahun 2009-2029 Kawasan yang termasuk dalam kebijakan
pengembangan kawasan pinggiran Kota Banda Aceh di Kecamatan Lueng Bata lebih cepat berkembang yaitu Gampong Batoh. Namun Gampong Mibo di Kecamatan Banda Raya dan Gampong Ceurih di Kecamatan Ulee Kareng yang tidak termasuk pada arahan kebijakan pengembangan kawasan justru berkembang dengan pesat. Sehingga perkembangan kawasan pinggiran Kota Banda Aceh pada Kecamatan Banda Raya dan Ulee Kareng berjalan secara alami tanpa arahan kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Arahan Pola Perkembangan Kawasan Pinggiran (Urban Fringe) Di Kota Banda Aceh
Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng mempunyai potensi untuk
berkembang yaitu dengan masih tersedianya lahan yang cukup bagi pengembangan permukiman dan fasilitas umum dan tersedianya akses yang cukup baik. Pola kenampakan fisik kawasan pinggiran Kota Banda Aceh di Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng terbentuk atas pola radial yang mengikuti pola jaringan jalan dimana kawasan campuran, perdagangan dan jasa serta perkantoran menempati lapisan pertama kemudian pada lapisan berikutnya terdapat kawasan permukiman.
161 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Gambar 9. Arahan Pola Perkembangan Kawasan di Lokasi Penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Penggunaan lahan di kawasan pinggiran mengalami pekembangan yang sangat signifikan pada kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2008 dengan 2012 khususnya pada Kecamatan Ulee Kareng yaitu sebesar 57,13 persen perkembangan lahan terbangun. Sedangkan Kecamatan Banda Raya sebesar 34,04 persen dan Kecamatan Lueng Bata sebesar 7,48 persen.
Kecamatan Lueng Bata berkembang sesuai dengan arahan kebijakan Pemerintah Kota Banda. Namun perkembangan kawasan pinggiran Kota Banda Aceh pada Kecamatan Banda Raya dan Ulee Kareng berjalan secara alami tanpa arahan kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Pola kenampakan fisik kawasan pinggiran Kota Banda Aceh di Kecamatan Banda Raya, Lueng Bata dan Ulee Kareng terbentuk atas pola radial yang mengikuti pola jaringan jalan.
Saran
Perlu penanganan mengenai perencanaan dan pengendalian perkembangan pada kawasan pinggiran di Kota Banda Aceh agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui kerjasama yang terintegrasi antara kawasan perkotaan dengan kawasan pinggiran.
Perlunya arahan pengembangan kawasan cepat berkembang untuk mengatur penggunaan lahan pada daerah pinggiran yang belum tersentuh oleh kebijakan pengembangan kawasan dengan
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 162 menyusun Rencana Detail Tata Ruang
Kota (RDTRK).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikuntoro, S, 2009, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Edisi 6, Rineka Cipta,
Jakarta.
Banda Aceh dalam Angka 2013, Badan Pusat
Statistik Kota Banda Aceh Banda Aceh. Jayadinata, J.T, 1999, Tata Guna Tanah Dalam
Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Koestoer, R.H, 1997, Perspektif Lingkungan Desa
Kota, Teori dan Kasus, Universitas Indonesia
(UI-Press), Jakarta.
Louise, D, 2010, Identifikasi Karakteristik Kawasan
Peri-Urban Metropolitan Jabodetabekjur,
Institut Teknologi Bandung, Bandung. Nazir, M, 2011, Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, Pemerintah Kota Banda
Aceh, Banda Aceh.
Rustiadi, E, Saefulhakim, S, dan Panuju, D.R, 2005,
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sobirin, 2001, Dimensi Keruangan Kota Teori dan
Kasus, UI-Press, Jakarta.
Umar, H, 2004, Metode Penelitian Untuk Skripsi
Dan Tesis Bisnis, Cet ke 6, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Yunus, H.S, 2004, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Yunus, H.S, 2005, Manajemen Kota Perspektif
Spasial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Yunus, H.S, 2008, Dinamika Wilayah Peri Urban.
Determinan Masa Depan Kota, Pustaka