• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA KAWAL KABUPATEN BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA KAWAL KABUPATEN BINTAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN

LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA

KAWAL KABUPATEN BINTAN

Sabatini Asnidar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Lily Viruly

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Tengku Said Raza’i

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilakukan pada Tempat Pendaratan Ikan Di Desa Kawal Kabupaten Bintan.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji stok rajungan berdasarkan hubungan lebar berat

dan mortalitas agar pemanfaatan terhadap rajungan dapat dimanfaatkan secara rasional dan

berkelanjutan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode Bhattacharya. Sebaran

frekuensi lebar karapas rajungan berkisar antara 7,26-14,91 cm dan kelompok ukuran yang

mendominasi adalah 11,5 cm. Pola pertumbuhan rajungan bersifat allometrik positif dan faktor

kondisi rajunagn memiliki tubuh yang kurang pipih. Laju mortalitas total (Z) rajungan adalah

0,80. Laju mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapannya (F) adalah sebesar 0,27 dan

0,53. Dan nilai eksploitasi rajungan sebesar 0,66. Nilai eksploitasi rajungan telah melebihi nilai

optimum dan diduga telah terjadi overfishing atau upaya tangkap lebih. Strategi pengelolaan

yang direkomendasikan untuk rajungan yang berkelanjutan adalah starategi secara

co-management.

Kata Kunci : rajungan, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi,overfishing,

co-management

(2)

KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN

LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA

KAWAL KABUPATEN BINTAN

Sabatini Asnidar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Lily Viruly

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Tengku Said Raza’i

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

ABSTRACT

This analysis was done at fishing port in Desa Kawal Kabupaten Bintan. The absolute a

reason for researching the stock of swimming crab are based on their sizes-weight and mortality

so that full utilization of the swimming crab could be taken rationally and continuously. The

frequency distribution swimming crab ranged between 7,26-14,91 cm and group size dominates

is 11,5 cm. total mortality speed (Z) of swimming crab was measured 0,80. Natural mortality

speed (M) and capturing mortality speed (F) was measured at 0,27 and 0,53 accordingly. And

explotation value of swimming crab measured 0,66. Exploitation value of swimming crab is

higher than the optimum value of overfishing or ability. Recommendation management strategy

of swimming crab is co management.

Keywords: swimming crab, growth, mortality rate, exploitation,

overfishing,

(3)

KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN

LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA

KAWAL KABUPATEN BINTAN

Sabatini Asnidar

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ………

Lily Viruly

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

Tengku Said Raza’i

JurusanManajemenSumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ……….

PENDAHULUAN

Perikanan merupakan salah satu

bidang yang diharapkan mampu menjadi

penopang peningkatan kesahjeteraan rakyat

Indonesia. Perairan Indonesia memiliki

potensi perikanan yang besar yaitu 7,6 juta

ton/tahun. Akan tetapi baru 32.5% dari

potensi tersebut yang telah dimanfaatkan.

Provinsi Kepulauan Riau memiliki

potensi sumberdaya kelautan dan perikanan

yang sangat besar. Berdasarkan data

potensinya

cukup

meyakinkan

karena

wilayah ini 96% terdiri atas lautan dan

terkandung

biota

laut

dengan

keanekaragaman

hayati

yang

tinggi

(http://dkpkepri.info/, Download:11 Juni

2013, 06:50 pm). Pemanfaatan sumberdaya

perikanan khusunya di Provinsi Kepri

semakin penting bagi pembangunan saat ini.

Eksploitasi yang cenderung bersifat

open acces dan belum diketahui seberapa

besar potensi merupakan salah satu

penyebab kurang tepatnya strategi

manaje-men dalam pembangunan sektor perikanan.

Resiko ancaman kelestarian laut telah

menjadi suatu masalah dan beberapa

spesiespun mulai terancam. (Musick et al,

2000 dalam Murniati, 2011). Salah satu

sumberdaya perikanannya adalah rajungan

(Portunus pelagicus).

Rajungan merupakan salah satu

jenis komoditas yang potensial untuk

dikembangkan mengingat harganya yang

cukup mahal atau bernilai ekonomis.

Rajungan atau ketam yang dikenal dengan

nama ilmiah yaitu Portunus pelagicus

mempunyai kandungan gizi yang tinggi.

Rajungan juga banyak digemari oleh

masyarakat karena rasanya yang enak dan

gurih. Hal inilah yang membuat rajungan

dijadikan sebagai salah satu komoditas

ekspor yang mana permintaan dari tahun

ketahun meningkat (Sulistiono et al, 2009).

Kawal

merupakan

salah

satu

tempat penampungan rajungan yang terletak

di wilayah Kabupaten Bintan, Provinsi

Kepulauan Riau. Kawasan di Desa Kawal

merupakan salah satu kawasan pesisir,

dimana sebagian besar penduduk yang

(4)

bermukim disana bermata pencaharian

sebagai nelayan. Pemanfaatan rajungan

secara terbuka (open access) oleh para

nelayan juga merupakan salah satu faktor

yang diduga dapat menyebabkan penurunan

terhadap populasi rajungan. Hal ini sangat

memerlukan penanganan yang serius agar

tidak terjadi kepunahan terhadap biota

tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Rajungan

(Portunus

pelagicus)

adalah

sejenis

kepiting

renang

atau

swimming crab, disebut demikian karena

memiliki sepasang kaki belakang yang

berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk

seperti dayung. Karapasnya memilki tekstur

yang kasar, karapas melebar dan datar;

sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gigi

terkhir

dinyatakan

sebagai

tanduk.

Karapasnya tersebut umumnya berbintik

biru pada jantan dan berbintik coklat pada

betina, tetapi intensitas dan corak dari

pewarnaan karapas berubah-ubah pada tiap

individu (Kailola et al,1993 diacu dalam

Kangas, 2000).

Pertumbuhan

dapat

diartikan

sebagai pertambahan dari ukuran lebar

karapas atau bobot tubuh dalam periode

waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan

suatu indikator yang baik untuk melihat

kondisi kesehatan individu, populasi, dan

lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi faktor

internal

dan

faktor

eksternal.

Faktor

eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan

yaitu jumlah makanan yang tersedia dan

kualitas

air.

Faktor

internal

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

adalah

keturunan,

jenis

kelamin,

umur,

dan

penyakit (Effendie, 2002).

1. Hubungan Lebar Bobot

Analisa mengenai hubungan

lebar-bobot dapat digunakan untuk mempelajari

pola pertumbuhan. Lebar karapas pada

rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan

pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat

dianggap sebagai suatu fungsi dari lebar

tersebut. (Effendie, 2002) :

2.

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas

suatu

kelompok

rajungan yang mempunyai umur yang sama

dan berasal dari stok yang sama atau sering

disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa

disebabkan karena adanya penangkapan dan

juga adanya sebab-sebab lain yang disebut

natural mortality yang meliputi berbagai

peristiwa kematian karena adanya predasi,

penyakit, dan umur (Sparre dan Venema,

1999).

Laju eksploitasi merupakan bagian

dari suatu kelompok umur yang akan

ditangkap selama rajungan hidup (E).

Apabila nilai E > 0,5 artinya overfishing, E

< 0,5 artinya under fishing dan E = 0,5

artinya MSY (Muhsoni dan Abida, 2009).

Jika stok yang dieksploitasi optimal, maka

laju mortalitas penangkapan (F) sama

dengan laju mortalitas alami (M) dan sama

dengan 0.5 (Pauly, 1984).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama

dua bulan yaitu bulan November dan

Desember pada Tempat Pendaratan Ikan

(5)

Desa Kawal Kabupaten Bintan dengan

jumlah sampel sebanyak 600 ekor. Alat dan

bahan yang digunakan dapat dilihat pada

Tabel 1:

Tabel 1. Alat dan bahan serta kegunaannya dalam penelitian

No Alat Keterangan 1. Kamera Sebagai dokumentasi 2. Alat Tulis Untuk mencatat hasil yang

diperoleh selama melakukan penelitian

3. Timbangan analitik

Mengukur berat rajungan

4. Jangka Sorong Mengukur lebar karapaks 5. Rajungan Objek Penelitian

Pengambilan

contoh

sampel

rajungan dilakukan seminggu dua kali

dengan jumlah 200 ekor/minggu. Data yang

dianalisis adalah data lebar karapas rajungan

dan bobot rajungan. Analisis data dengan

menggunakan

metode

Bhattacharya.

Analisis data yang dilakukan mencakup

sebagai berikut :

a.

Sebaran

Frekuensi

Lebar

Karapas

Di

dalam

membuat

sebaran

frekuensi

dilakukan

langkah-langkah

sebagai berikut (Walpole 1992) :

1. Menentukan jumlah selang kelas yang

diperlukan

1 + 3,32 log N (N = jumlah data)

2. Menentukan lebar kelas

L = r / jumlah kelas (L = lebar kelas, r =

wilayah kelas)

3. Menentukan

kelas

frekuensi

dan

memasukkan

masing-masing

kelas

dengan memasukkan lebar dan

masing-masing biota contoh pada selang kelas

yang

telah

ditentukan.

Untuk

memudahkan,

dapat

menggunakan

program ms.Excel.

Sebaran frekuensi lebar karapas

yang telah ditentukan dalam selang kelas

yang sama kemudian diplotkan dalam

sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat

dilihat sebuah pergerseran distribusi kelas

panjang

setiap

bulannya.

Pergerseran

sebaran kelas lebar karapas menggambarkan

jumlah kelompok umur yang ada (kohort).

Bila terjadi pergeseran modus distribusi

frekuensi lebar karapas berarti terdapat lebih

dari satu kohort.

b.

Identifikasi Kelompok Ukuran

Pendugaan

kelompok

ukuran

dilakukan dengan menganalisis frekuensi

lebar

karapas

rajungan

dengan

menggunakan

metode

Bhattacharya.

Sebaran

frekuensi

lebar

karapas

dikelompokkan

ke

dalam

beberapa

kelompok umur yang diasumsikan menyebar

normal, masing masing kemudian dicirikan

dengan nilai rata rata dan simpangan baku.

Menurut

Hasselblad

(1996),

McNew dan Summerfelt (1978) serta Clark

(1981) dalam Spare & Venema (1999)

menjelaskan

bahwa

Indeks

separasi

merupakan kuantitas yang relevan terhadap

studi apabila dilakukan kemungkinan bagi

suatu pemisahan yang berhasil dari dua

komponen yang berdekatan. Apabila indeks

separasi kurang dari dua (<2) maka tidak

mungkin dilakukan pemisahan kelompok

ukuran karena akan terjadi tumpang tindih

dengan kedua kelompok ukuran tersebut,

dengan rumus (Sparre dan Venema, 1999) :

I =

dimana :

(6)

K =

10

5

W

L

3

s = standar deviasi

a= komponen/kohort-kohort

I =Indeks separasi

c.

Panjang Infinitif dan Umur

Teoritis

Pendugaan

nilai

koefisien

pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan

menggunakan metode plot Ford-Walford,

sedangkan nilai dugaan t0 (umur teoritis ikan

pada saat panjang sama dengan nol)

diperoleh melalui persamaan Pauly (1983)

dalam Sparre dan Venema (1992). Ketiga

nilai dugaan parameter dimasukkan ke

model pertumbuhan von Bertalanffy :

Lt = L∞ [ 1 – e

-K ( t - t0 )

]

Dengan demikian, nilai K dan L∞

diperoleh dengan cara berikut :

K = -ln (b)

dan

Lt adalah panjang ikan pada saat

umur t (satuan waktu), L∞ adalah

maksimum

secara

teoritis

(panjang

asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan

per

satuan

Menurut

Pauly

(1987)

pengukuran pertumbuhan dapat didasarkan

pada data frekuensi panjang baik pada ikan

maupun invertebrate

d.

Pola Pertumbuhan

Analisis pertumbuhan lebar dan

berat bertujuan untuk mengetahui pola

pertumbuhan rajungan di alam. Untuk

mencari hubungan antara lebar dan berat

total digunakan persamaan sebagai berikut

(Effendie, 2002) :

W = aL

b

dimana :

W = berat

L = lebar karapas

a = intersep (perpotongan kurva hubungan

panjang berat dengan sumbu y)

b = penduga pola pertumbuhan lebar berat

Jika

dilinearkan

melalui

transformasi logaritma, maka diperoleh

persamaan :

Log W = Log a + b Log L

y = a + bx

Dengan pendekatan regresi linier

maka hubungan kedua parameter tersebut

dapat dilihat. Nilai b digunakan untuk

menduga laju pertumbuhan kedua parameter

yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan

adalah :

Jika nilai b=3 maka disebut pola

pertumbuhan

isometrik

(pola

pertumbuhan panjang sama dengan

pertumbuhan berat).

Jika nilai b≠3 maka disebut allometrik

yaitu :

a. Jika b>3 disebut pola pertumbuhan

allometrik positif (pertumbuhan

berat lebih dominan)

b. Jika b<3 disebut pola pertumbuhan

allometrik negatif (pertumbuhan

lebar lebih dominan).

e.

Analisis

Condition

Coefficient

(Faktor Kondisi)

Rajungan yang mempunyai jenis

kelamin

yang sama dilihat koefisien

pertumbuhan (model gabungan lebar dan

berat). Setelah pola pertumbuhan lebar dan

berat tersebut diketahui, maka baru dapat

(7)

ditentukan kondisi dari rajungan tersebut

(Effendie, 2002).

a) Jika pertumbuhan rajungan isometrik

(b=3)

maka

persamaan

yang

digunakan adalah:

b) Jika pertumbuhan rajungan adalah

model pertumbuhan allometrik (b ≠ 3)

maka persamaan yang digunakan

adalah:

K =

dimana :

K

=faktor kondisi

W

=bobot rajungan (gram)

L

=lebar total rajungan (cm)

a dan b =konstanta

f.

Pendugaan

Mortalitas

dan

Tingkat Eksploitasi

Laju mortalitas alami (M) diduga

dengan menggunakan rumus empiris Pauly

(1980) dalam Sparre dan Venema (1999)

sebagai berikut :

ln M = -0,0152 - 0,279 x ln L∞ + 0,6543x ln

K + 0,463 x ln T

M = e

(ln M)

Pauly (1980), dalam Sparre dan

Venema

(1999),

menyarankan

untuk

memperhitungkan jenis ikan yang memiliki

kebiasaan menggerombol ikan dikalikan

dengan nilai 0,8.

M = 0,8 e (-0,0152-0,279 x ln L∞+ 0,6543 x

ln K + 0,463 x ln T)

dimana:

M =mortalitas alami

L∞=lebar

asimtotik

pada

persamaan

pertumbuhan von Bertalanffy

K =koefisien pertumbuhan pada persamaan

pertumbuhan von Bertalanffy

T =rata-rata suhu permukaan air (

0

C)

Laju mortalitas penangkapan (F)

ditentukan dengan :

F = Z – M

Laju eksploitasi ditentukan dengan

membandingkan mortalitas penangkapan (F)

terhadap mortalitas total (Z) (Pauly, 1984) :

E =

=

Laju mortalitas penangkapan (F)

atau laju eksploitasi optimum menurut

Gulland (1971) dalam Pauly (1984) adalah:

Foptimum = M

Eoptimum = 0.5

HASIL DAN PEMBAHASAN

a.

Alat Tangkap Rajungan

Alat tangkap yang digunakan oleh

para nelayan yang ada di Desa Kawal

bervariasi. Namun, alat tangkap yang dipilih

atau digunakan oleh para nelayan untuk

menangkap rajungan yang ada di Desa

Kawal adalah bubu. Hal ini sesuai dengan

pendapat ahli yang mengatakan bahwa biota

perairan yang umumnya dijadikan target

penangkapan bubu adalah ikan dasar seperti

udang, kepiting, keong, belut laut,

cumi-cumi atau gurita baik yang hidup diperairan

pantai, lepas pantai maupun yang hidup

diperairan laut dalam (Martasuganda, 2003).

b.

Musim Penangkapan Rajungan

Berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan selama penelitian kepada

nelayan penangkap rajungan di Desa Kawal,

mereka tidak mengenal adanya musim

(8)

penangkapan rajungan. Hal ini didukung

dengan

adanya

penelitian

Pemantauan

Perikanan Berbasis Masyarakat atau CREEL

di Kabupaten Bintan tahun 2008 (Dhewani

et al, 2008) bahwa penangkapan rajungan

tidak dipengaruhi musim dengan kata lain

para nelayan menangkap rajungan pada

setiap musim.

Selain itu mereka lebih mudah

menangkap rajungan ketika fase bulan

terang dibandingkan fase bulan gelap.

Diduga rajungan banyak melakukan ruaya

dan mencari makan pada fase bulan terang.

Hal ini sesuai dengan dengan pendapat

Susilo (1993) dalam Suadela (2004)

menyebutkan bahwa perbedaan fase bulan

memberikan

pengaruh

nyata

terhadap

tingkah

laku

rajungan,

yaitu

ruaya

(berpindah, bergerak) dan makan.

c.

Sebaran

Frekuensi

Lebar

Karapas Rajungan

Semua metode pendugaan stok

pada intinya memerlukan masukan data

komposisi umur. Analisis data frekuensi

panjang bertujuan untuk menentukan umur

terhadap

kelompok-kelompok

panjang

tertentu. Rajungan yang diambil sebagai

sampel selama penelitian berjumlah 600

ekor selama 2 (dua) bulan dimulai dari bulan

November 2013 (400 ekor) sampai bulan

Desember 2013 (200 ekor). Di mana

pengambilan sampel rajungan dilakukan

setiap dua kali seminggu dengan jumlah 200

ekor sampel rajungan/minggu.

Lebar

karapas

minimum

dan

maksimum yang didapati selama penelitian

di Tempat Pendaratan Ikan Di Desa Kawal

adalah berkisar antara 7,26-14,91 cm.

Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan

(Portunus pelagicus) secara total disajikan

pada gambar 1.

Gambar 1. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas Rajungan (Portunus pelagicus) secara total

Selama penelitian (dari

bulan

November sampai bulan Desember 2013)

dengan jumlah sampel rajungan 600 ekor di

Desa Kawal banyak ditemukan variasi

ukuran lebar karapas yang ditangkap baik

pada rajungan jantan maupun rajungan

betina. Berdasarkan grafik sebaran lebar

karapas rajungan di Tempat Pendaratan Ikan

Desa Kawal dengan lebar karapas minimum

sebesar 7,26 cm dan lebar karapas

maksimum sebesar 14,91 cm dimana

frekuensi tertingginya terdapat pada selang

kelas 11,5 cm. Bervariasinya ukuran lebar

karapas rajungan dapat disebabkan oleh

faktor jenis kelamin, umur dan ketersediaan

makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Lagler (1997) dalam Sparre dan Venema

(1999), perbedaan ukuran antar jenis

kelamin kemungkinan disebabkan oleh

adanya faktor genetik. Berdasarkan lebar

karapasnya, tingkat perkembangan rajungan

dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

juwana dengan lebar karapas 20-80 mm,

menjelang dewasa dengan lebar 70-150 mm,

dan dewasa dengan lebar karapas 150-200

mm (Mossa 1980 dalam Fatmawati 2009).

(9)

Jika kita lihat, berdasarkan ukuran lebar

karapas, hasil penangkapan rajungan yang

ada di Desa Kawal sebenarnya masih

tergolong kedalam kelompok dewasa atau

keadaan dimana rajungan boleh ditangkap.

d.

Paramater

Pertumbuhan

L

infiniti, K, t0 Rajungan

Tabel 2. Parameter Pertumbuhan berdasarkan model Von Bertalanffy (K, L∞, t0)

Model Ford Walford merupakan

model sederhana untuk menduga parameter

pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von

Bertalanffy

dengan

interval

waktu

pengambilan contoh yang sama (Sparre dan

Venema 1999). Parameter-parameter yang

digunakan untuk menduga pertumbuhan

populasi yaitu panjang infinitif (L∞),

koefisien

pertumbuhan

(K),

dan

t0

merupakan umur teoritis pada saat panjang

sama dengan nol (Sparre dan Venema,

1999). Parameter pertumbuhan memiliki

peranan yang penting dalam pengkajian stok

ikan. Kelompok ukuran rajungan ini

dipisahkan dengan menggunakan metode

Bhattacharya. Hasil pemisahan kelompok

ukuran

dengan

menggunakan

metode

Bhattacharya menunjukkan bahwa rajungan

terdiri dari tiga kelompok ukuran.

Dari

analisis

hasil

pemisahan

kelompok ukuran rajungan di TPI Desa

Kawal bahwa total sampel rajungan yang

diamati sebanyak 599 ekor. Hasil pemisahan

ukuran rajungan tidak kurang dari 2 (>2)

yaitu 5,753 dan 2,299 sehingga tidak terjadi

tumpang tindih. Dalam hal ini pemisahan

kelompok ukuran rajungan dapat diterima

dalam metode Bhattacharya dan dapat

digunakan untuk analisis selanjutnya.

Gambar 2. Grafik regresi parameter pertumbuhan Von Bertalanffy metode Ford Walford

Berdasarkan tabel 2. nilai L infiniti

(L∞) = 16, koefisien pertumbuhan per tahun

= 2,801, dan nilai t0 (tahun)= -2,537 dengan

lebar karapas maksimum rajungan yang

didaratkan di Desa Kawal adalah 14,91 cm,

lebar ini lebih kecil dari panjang asimtotik

(infiniti) rajungan. Kemudian dari nilai

parameter-parameter

tersebut

diperoleh

persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk

untuk rajungan yakni Lt=16(1-e

[-2,801(t+2,537)]

).

Berdasarkan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Muhsoni dan Abida (2009)

dan Diskibiony (2012) nilai koefisien

pertumbuhan (K) yang mereka teliti adalah

sebesar 1,51 per tahun dan 0,1036,

perbedaan nilai yang diperoleh dapat

disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor

internal dan eksternal. Faktor internal yang

dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor

genetik), parasit dan penyakit sedangkan

faktor eksternal dapat berpengaruh adalah

suhu dan ketersediaaan makanan (Effendie,

1997). Dan diduga perbedaan nilai koefisien

pertumbuhan tersebut disebabkan oleh

faktor genetik dan perbedaan kondisi

No. Parameter Nilai

1 A 5,964

2 B 0,627

3 K 2,801

4 L∞ (cm) 16

(10)

lingkungan

perairan

Madura

dengan

perairan di Desa Kawal.

Pada gambar 3. disajikan kurva

pertumbuhan rajungan dengan memplotkan

umur (bulan) dan lebar karapas teoritis

rajungan (cm) sampai rajungan berumur 45

bulan.

Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus)

Berdasarkan gambar 3 terlihat

bahwa laju pertumbuhan rajungan

berbeda-beda

selama

rentang

hidupnya.

Saat

rajungan berumur 45 bulan (± 3,8 tahun)

secara teoritis lebar karapas rajungan di

daerah Kawal adalah 16 cm dengan lebar

karapas maksimum rajungan yang terdapat

pada salah satu Tempat Pendaratan Ikan di

Desa Kawal adalah 14,91 cm. Lebar karapas

rajungan ini lebih kecil dibandingkan

dengan lebar asimptotiknya. Rajungan yang

berumur muda memiliki laju pertumbuhan

lebih cepat jika dibandingkan rajungan yang

berumur tua (mendekati L∞) yang didukung

oleh pendapat Effendi (1997), Hal ini

disebabkan karena energi yang didapatkan

dari makanan tidak lagi dipergunakan untuk

pertumbuhan melainkan dipergunakan untuk

mengganti sel-sel tubuh yang rusak.

e.

Hubungan Lebar dan Bobot

Rajungan

Pertumbuhan

dapat

diartikan

sebagai pertambahan dari ukuran lebar

karapas atau bobot tubuh dalam periode

waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan

suatu indikator yang baik untuk melihat

kondisi kesehatan individu, populasi, dan

lingkungan.

Analisa mengenai hubungan

lebar-bobot dapat digunakan untuk mempelajari

pola pertumbuhan. Lebar karapas pada

rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan

pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat

dianggap sebagai suatu fungsi dari lebar

tersebut. Hubungan lebar dan berat rajungan

secara total disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Lebar Berat Rajungan secara total (Portunus pelagicus)

Dari gambar diatas dapat kita lihat

bahwa gambar 4 adalah hasil analisis

hubungan lebar berat rajungan secara total

atau keseluruhan dan diperoleh persamaan

W=0,0547 x L

3,118

dengan kisaran nilai b

sebesar 3,118. Dari nilai b yang diperoleh

tersebut dilakukan uji-t maka diperoleh hasil

thit > ttabel : tolak hipotesis nol (H0)

(Nasoetion & Barizi, 1980)

dan diketahui

bahwa

rajungan

secara

keseluruhan

memiliki pola pertumbuhan allometrik

positif (b>3) yang artinya pertumbuhan

bobot lebih besar dibandingkan dengan

pertumbuhan lebar karapas atau montok

(Effendie, 1997).

f.

Analisis

Faktor

Kondisi

Rajungan

Faktor

kondisi

menunjukkan

keadaan rajungan secara fisik untuk bertahan

hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga

(11)

digunakan untuk mengetahui kemontokan

ikan dalam bentuk angka. Menurut Lagler

dalam Effendie (1979) yang menyatakan

bahwa ikan-ikan yang memiliki badan pipih

memiliki nilai K (faktor kondisi) berkisar

antara 2-4, sedangkan ikan-ikan yang

memiliki badan yang kurang pipih memiliki

nilai K berkisar antara 1-3. Adapun hasil

analisis faktor kondisi rajungan di Tempat

Pendaratan Ikan Desa Kawal dapat dilihat

pada gambar 5.

Gambar 5. Faktor Kondisi Rajungan secara total

Gambar 5 adalah merupakan hasil

dari analisis faktor kondisi rajungan secara

total atau keseluruhan yang ada di salah satu

Tempat Pendaratan Ikan Desa Kawal tahun

2013. Nilai faktor kondisi rajungan secara

total yang memilki nilai terbesar terdapat

pada tanggal 06 Desember 2013 (1,04) dan

nilai terkecil terdapat pada tanggal 22

November 2013 (0,97).

Berdasarkan dari hasil analisis

faktor kondisi rajungan secara total atau

keseluruhan yang ada di Desa Kawal dapat

disimpulkan bahwa nilai faktor kondisi

rajungan menunjukkan nilai faktor kondisi

yang rendah atau rajungan memiliki tubuh

kurang pipih. Hal ini bisa disebabkan oleh

asupan makanan yang sedikit atau adanya

kompetitor, umur, jenis kelamin, dan tingkat

kematangan gonad (TKG) (Effendie, 1997).

g.

Laju Mortalitas dan Eksploitasi

Mortalitas

suatu

kelompok

rajungan yang mempunyai umur yang sama

dan berasal dari stok yang sama atau sering

disebut kohort. Mortalitas dibagi menjadi

dua yaitu mortalitas alami dan mortalitas

penangkapan.

Pendugaan

konstanta

laju

mortalitas total (Z) rajungan dilakukan

dengan

kurva

hasil

penangkapan

berdasarkan data komposisi panjang (lebar

karapas) yang dilinierkan. Berikut adalah

gambar

kurva

hasil

tangkapan

yang

dilinierkan berdasarkan data komposisi

panjang (lebar karapas) dari rajungan tahun

2013 dengan memplotkan x terhadap y

dalam menentukan titik-titik yang akan

dipakai untuk analisis regresi, dimana

‘kemiringan b’ adalah Z.

( :titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z)

Gambar 5. Grafik Analisis Regresi untuk menduga Z

Dari grafik analisis regresi diatas

diperoleh nilai ‘kemiringan b’ atau Z (laju

mortalitas total) sebesar -0,80. Selanjutnya,

untuk pendugaan laju mortalitas alami

rajungan pada TPI di Desa Kawal digunakan

rumus empiris Pauly (Sparre & Venema,

1999) dengan suhu rata-rata permukaan

perairan pada lokasi penangkapan rajungan

sebesar 29

°

C (Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Kepulauan Riau, 2013). Hasil

analisis dugaan laju mortalitas dan laju

(12)

eksploitasi rajungan dapat dilihat pada tabel

3.

Tabel 3. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Rajungan di Desa Kawal tahun 2013

No Laju Nilai (pertahun) 1. Mortalitas Total (Z) 0,80 2. Mortalitas Alami (M) 0,27 3. Mortalitas Penangkapan (F) 0,53 4. Eksploitasi (E) 0,66

Dari tabel 3 dapat kita lihat bahwa

nilai laju mortalitas total (Z) rajungan yang

diperoleh sebesar 0,80 per tahun dengan laju

mortalitas alami (M) sebesar 0,27 per tahun

dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar

0,53 per tahun serta laju ekspoitasi sebesar

0,66 per tahun. Jika kita bandingkan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Diskibiony

sebelumnya di perairan yang berbeda yakni

perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang,

Provinsi Banten tahun 2012, nilai mortalitas

alami rajungan yang ada di Desa Kawal

(0,27) lebih tinggi dibandingkan nilai

mortalitas alami rajungan yang ada di

Perairan Teluk Banten (0,2051). Perbedaan

nilai yang terjadi diduga karena adanya

pemangsaan

(predasi)

dan

perbedaan

lingkungan atau suhu rata-rata perairan. Hal

ini sesuai dengan pendapat Pauly (1984)

yang mengatakan bahwa faktor lingkungan

yang paling mempengaruhi nilai M adalah

suhu rata-rata perairan selain faktor lebar

maksimal karapas secara teoritis (L∞), laju

pertumbuhan (K) dan juga didukung oleh

pendapat Spare dan Venema (1999) yang

mengatakan bahwa mortalitas alami juga

bisa dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit,

stres pemijahan, kelaparan dan usia tua.

Nilai laju mortalitas alami (M)

rajungan yang ada pada Tempat Pendaratan

Ikan (TPI) di Desa Kawal lebih tinggi jika

dibandingkan dengan nilai laju mortalitas

penangkapannya

(F).

Hal

ini

juga

menunjukkan

bahwa

faktor

kematian

rajungan di Desa Kawal akibat adanya

aktivitas/upaya penangkapan lebih besar.

Tingginya laju mortalitas penangkapan dan

menurunnya laju mortalitas alami juga dapat

menunjukkan dugaan terjadinya kondisi

growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah

ikan tua (Sparre dan Venema, 1999) karena

ikan muda tidak sempat tumbuh akibat

tertangkap sehingga tekanan penangkapan

terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi

hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju

mortalitas penangkapan sama dengan laju

mortalitas alami.

Laju Ekploitasi ini menunjukkan

status

pemanfaatan

sumberdaya

yang

diketahui

melalui

perbandingan

laju

kematian akibat penangkapan (F) dan laju

kematian total dengan asumsi bahwa apabila

nilai E > 0,5 artinya overfishing, E < 0,5

artinya under fishing dan E = 0,5 artinya

MSY (Muhsoni dan Abida, 2009). Jika kita

lihat pada tabel 9 diatas nilai laju eksploitasi

di Desa Kawal adalah sebesar 0,66. Hal ini

menunjukkan bahwa eksploitasi rajungan di

Desa Kawal mempunyai kecenderungan

overfishing (tangakap lebih) dan nilai ini

lebih

tinggi

jika

dibandingkan

nilai

penangkapan optimum yaitu 0,5.

(13)

h.

Strategi

Pengelolaan

Sumberdaya

Perikanan

Rajungan

Setelah

melakukan

penelitian

dengan survey terhadap nelayan penangkap

rajungan yang ada di Desa Kawal baik

pemerintah, masyarakat ataupun nelayan itu

sendiri belum ada terdapat aturan yang

mengatur atau mengelola khusus rajungan.

Aturan yang terdapat hanya mengatur

sumberdaya

secara

umum

misalnya

konservasi terhadap lamun, terumbu karang

dan lain-lain. Dengan melihat ukuran

maksimum rajungan yang tertangkap lebih

kecil

dari

panjang

asimtotiknya

dan

tingginya nilai eksploitasi maka perlu

dilakukan beberapa upaya pengelolaan baik

dari pemerintah dan masyarakat ataupun

nelayan

sebagai

tindakan

pencegahan

berlanjutnya

pemanfaatan

sumberdaya

rajungan yang berlebih dan yang cenderung

menangkap

rajungan

muda

agar

pemanfaatan terhadap stok rajungan yang

tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal

dan rasional serta berkelanjutan. Adapun

beberapa rekomendasi dari peneliti untuk

tindakan

dan

upaya

dalam

startegi

pengelolaan sumberdaya perikanan rajungan

antara lain sebagai berikut :

Pemerintah

1. Penentuan pemakaian bubu rajungan

yang memungkinkan rajungan kecil

tumbuh sampai rajungan siap memijah.

2. Selalu

memberikan

penyuluhan-penyuluhan

terhadap

masyarakat

nelayan.

3. Sistem monitoring dan pendataan secara

sistematis

terhadap

produksi

ikan

khususnya rajungan baik yang bernilai

jual, konsumsi, dan yang terbuang. Hal

ini guna untuk memperoleh data yang

akurat sebagai bahan dasar dalam

membuat

perencanaan

pengelolaan

sumberdaya perikanan rajungan yang

berkelanjutan.

- Masyarakat atau nelayan

1. Tidak menangkap rajungan yang masih

kecil.

2. Mengikuti penyuluhan-penyuluhan agar

bisa

mengetahui

arti

pentingnya

sumberdaya pesisir dan laut dalam

menunjang kehidupan.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

-

Sebaran

frekuensi

lebar

karapas

maksimum dan minimum rajungan yang

tertangkap di Desa Kawal Kabupaten

Bintan adalah 14,91 cm dan 7,26 cm

dan sudah tergolong kelompok dewasa

yakni dengan ukuran lebar karapas

sebesar

70-150

mm

tergolong

menjelang dewasa dan 150-200 mm

tergolong dewasa.

-

W=0,0547 x L

3,118

adalah hubungan

lebar karapas rajungan dan bobot yang

ada di Desa Kawal secara keseluruhan.

Pola pertumbuhan rajungan (Portunus

pelagicus) cenderung bersifat allometrik

positif

dengan

persamaan

yang

terbentuk Lt= 16 (1-e

[-2,801(t+2,537)]

).

-

Laju kematian atau mortalitas rajungan

yang ada di Desa Kawal akibat

penangkapan lebih besar dibandingkan

laju mortalitas secara alami (0,53>0,27)

(14)

dan nilai eksploitasi yang tinggi atau

sudah mengalami kondisi tangkap lebih

(overfishing) karena adanya aktifitas

penangkapan yaitu growth overfishing.

- Beberapa upaya dan tindakan yang

dapat

dilakukan

dalam

strategi

pengelolaan perikanan rajungan agar

rajungan dapat dimanfaatkan secara

optimal, rasional serta berkelanjutan

adalah secara co management.

SARAN

Penelitan ini merupakan penelitian

awal pengkajian stok sumberdaya rajungan

di daerah Kawal dan disarankan perlu

adanya pengkajian lebih lanjut dalam jangka

waktu

yang

lama

mengenai

aspek

reproduksi, pola penyebaran rajungan, laju

mortalitas dan eksploitasi rajungan untuk

mendapatkan data yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Dhewani Nurul, Supono dan Sutiadi Raden.

2008.

Pemantauan

Perikanan

Berbasis Masyarakat Di Kabupaten

Bintan Tahun 2008.

Diskibiony Danuta. 2012. Studi

Pertumbuhan Rajungan (Portunus

pelagicus)

Di

Perairan

Teluk

Banten,

Kabupaten

Serang,

Provinsi Banten. Institut Pertanian

Bogor.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan.

Yayasan

Pustaka

Nusantara.

Yogyakarta. 163 hlm.Effendie, M.

J. 2002. Tingkat Pemanfaatan dan

Pola

Musim

Penangkapan

Rajungan (Portunus pelagicus) di

Perairan

Kalianget,

Kabupaten

Sumenep, Madura. Skripsi (Tidak

dipublikasikan).

Program

Studi

Pemanfaatan

Sumberdaya

Perikanan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor. 73 hal.

Fatmawati. 2009. Kelimpahan Relatif dan

Struktur Ukuran Rajungan Di

Daerah

Mangrove

Kecamatan

Tekolabbua

Kabupaten

Pangkep.Skripsi jurusan Perikanan

Fakultas

Ilmu

Kelautan

dan

Perikanan Universitas Hasanuddin,

Makassar

Gulland, J.A. (comp). 1971. The fish

resources of the ocean. West

Byfleet. Surrey. Fishing News

(Books). Ltd., for FAO, 255p.

Revised

edition

of

FAO

Fish.Tech.Pap.,

(97):425

pp.

(1970).

http://dkpkepri.info/ Download (11 Juni

2013, 06:50 pm)

Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan

biologi ikan lemuru (Sardinella

lemuru) yang tertangkap dengan

purse seine di Pelabuhan Perikanan

Nusantara Prigi Trenggalek, p.1-11.

In: Isnansetyo A, Murwantoko,

Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H,

Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno,

Prabasunu

N,

Budhiyanti

SA,

Ekantari N, Ptiyono SB (editor).

Prosiding: Seminar nasional tahunan

(15)

IV hasil penelitian perikanan dan

kelautan 28 Juli 2007. Jurusan

Perikanan dan Kelautan. Fakultas

Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Muhsoni Farid F dan Abida Wahyuni Indah.

2009. Analisis Potensi Rajungan

(Portunus pelagicus) Di Perairan

Bangkalan-Madura.

Universitas

Trunojoyo.

Muniarti. 2011. Potensi dan Tingkat

Pemanfaatan

Ikan

Terbang

(Exocoetidae) Di Perairan Majene,

Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi

Barat

Nikijuluw VPH. 2002. Rezim pengelolaan

sumberdaya perikanan. Pustaka

Cesindo. Jakarta. 254 hlm.

Pauly,D., 1983. Some simple methods for

the assessment of tropical fish

stocks.

FAO

Fish.Tech.Pap.,(234):52pp. Issued

also in French and Spanish.

Pauly, D. 1984. Fish Population Dynamics

in Tropical Waters:A Manual for

Use

with

Programmable

Calculators. Manila: ICLARM. 325

h.

Pauly, D. 1987. A Review of the ELEFAN

System for analysis of

length-frequency data in fish and aquatic

invertebrate, p.7-34. In D. Pauly

and G.R.Morgan (Eds).

Length-Based

Methods

in

Fisheries

Research. ICLARM Proceedings

13, 468 p. International Center for

Living

Aquatic

Resources

Management .Kuwait Institute for

Scientific Reserch.

Pomeroy, R. S. and M. J. Williams. (1994),

Fisheries

Co-Management

and

Small Scale Fisheries: a Policy

Brief. ICLRAM, Manila. 15.P.

Sparre, P., and Venema S, C. 1999.

Introduksi pengkajian stok ikan

tropis

buku-I

manual

(Edisi

Terjemahan). Kerjasama Organisasi

Pangan,

Perserikatan

Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian

dan

Pengembangan

Perikanan,

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta.

438 hlm.

Suadela,

P.

2004.

Analisis

Tingkat

Keramahan

Lingkungan

Unit

Penangkapan

Jaring

Rajungan

(Studi Kasus di Teluk Banten).

Skripsi

(Tidak

dipublikasikan).

Program

Studi

Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

101 hal.

Sulistiono, Nugroho.T dan Zahid.M. 2009.

Ekobiologi

dan

Potensi

Pengembangan

Rajungan

Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika

Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka

Utama,Jakarta.

Gambar

Tabel  1.  Alat  dan  bahan  serta    kegunaannya  dalam  penelitian
Gambar 1. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas  Rajungan (Portunus pelagicus) secara total
Gambar 2. Grafik regresi parameter pertumbuhan  Von Bertalanffy metode Ford Walford
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Rajungan  (Portunus pelagicus)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan akad istishna’ di kawasan pengrajin meubel Antang Kota Makassar berperan sebagai salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang tidak memilki

Kandungan gizi yang dimiliki ubi jalar sangat melimpah, antara lain karbohidrat, protein, vitamin, β - karoten dan pigmen antosianin yang dibutuhkan oleh tubuh dan dapat berperan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh Permodalan, Likuiditas dan Rentabilitas yang diwujudkan dalam rasio keuangan Capital Adequacy Ratio

Strategi pemasaran keripik tempe yang dapat dilakukan : mempertahankan pasar yang sudah ada dan mencari pasar yang baru termasuk pameran, mengikuti pameran yang ada

Pengembangan media pembelajaran dalam penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui kelayakan media pembelajaran interaktif berbasis website pada mata pelajaran pemrograman

Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Dalam kaitannya antara keputusan investasi dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara Kemandirian Belajar Dan Lingkungan Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Pada

diharapkan Hasil Pengujian Hasil 1 Mengosongkan semua isian login, lalu klik sign in System akan menolak akses login Sesuai harapan valid 2 Login sebagai