191
Pengaruh Variasi doping Lantanum pada
Barium Titanat (Ba
1-xLa
xTiO
3) terhadap Struktur Mikro dan
Sifat Ferroelektrik
N. Nurhadi
1, A. Jamaluddin
2dan Y. Iriani
1*1
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2
Program Studi Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
e-email: yopen_2005@yahoo .com
Diterima (27 Juni 2013), direvisi (16 Juli 2013)
Abstract. Deposition of thin films based ferroelectric materials barium titanate (BaTiO3) doped
lanthanum (Ba1-xLaxTiO3) with mole variation of lanthanum (x) 1%, 3% and 5% were successfully
grown on Pt/Si substrate by chemical solution deposition (CSD) method and it was prepared with spin coater process. Deposition of BaTiO3 and Ba1-xLaxTiO3 thin films used temperature 800°C and
holding time for 3 hours. The result characterization used X-Ray apparatus showed increase of lanthanum composition on crystal stucture barium titanate caused the diffraction angle shifts to the right (bigger) and intensity value increase. The result of GSAS software showed that lattice parameter and crystal volume decrease along with the increase of lanthanum composition on barium titanate structure. Scanning Electron Microscopy (SEM) characterization result showed that grain size decrease along with the increase of lanthanum mole dopant and average thickness of thin films about 300 nm. The result of Sawyer Tower method showed that all sampels are ferroelectric materials. The increase of lanthanum mole dopant caused coercive field smaller and remanent polarization bigger.
Keyword: BaTiO3, crystal structure, ferroelectric, GSAS, lattice parameter.
Abstrak. Deposisi lapisan tipis berbasis ferroelektrik Barium Titanat (BaTiO3) yang didoping
lantanum (Ba1-xLaxTiO3) dengan variasi jumlah mol (x) 1%, 3% dan 5% telah berhasil
ditumbuhkan di atas subtrat Pt/Si dengan metode Chemical Solution Deposition (CSD) dan disiapkan dengan proses spin coating. Penumbuhan lapisan tipis BaTiO3 dan Ba1-xLaxTiO3
dilakukan dengan suhu annealing 800°C dan holding time selama 3 jam. Hasil pengujian menggunakan peralatan X- Ray Diffraction (XRD) penambahan doping La3+ pada struktur kristal Barium Titanat (BaTiO3)mengakibatkan terjadinya perubahan pada sudut difraksi yang cenderung
bergeser ke kanan (semakin besar) dan nilai intensitas yang semakin besar. Hasil pengolahan dengan software GSAS menunjukan parameter kisi dan volume kristal makin kecil seiring bertambahnya mol dopan La3+ yang telah masuk dalam struktur BaTiO3. Hasil pengujian
menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukan ukuran butir (grain
size) makin kecil seiring bertambahnya mol dopan (x) La3+ dan ketebalan rata-rata dari lapisan tipis sekitar 300 nm. Pengujian menggunakan metode Sawyer Tower menunjukan semua sampel yaitu BaTiO3 dan yang didoping La
3+
adalah material ferroelektrik. Bertambahnya mol dopan La3+ mengakibatkan medan koersif makin kecil dan polarisasi remanen yang semakin besar.
Kata kunci: BaTiO3, struktur kristal, ferroelektrik, GSAS, parameter kisi.
--- *Coresponding author:
192
PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan semakin modern terutama dalam dunia elektronika menarik para pengguna untuk mendapatkan devais eloktronika yang berukuran kecil tetapi memiliki peforma yang maksimal. Salah satu komponen elektronik yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah lapisan tipis ferroelektrik. Pengunaan untuk fabrikasi dalam bentuk lapisan tipis dapat sangat luas hal ini karena sifa-sifat bahan ferroelektrik yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan serta medah diintegrasikan dalam bentuk devais (jack C, 1967).
Material ferroelektrik adalah material yang mempunyai kemampuan merubah nilai polarisai listrik tanpa adanya bantuan atau ganguan dari medan listrik dari luar dan ditandakan dengan kemampuanya membentuk kurva histerisis yaitu kurva perbandingan medan listik dari luar dengan nilai polarisasi listrik (Sunandar, 2006). Fenomena polarisasi terjadi dikarnakan pada material ferroelektrik muatan positif dan muatan negatif tidak dalam keadaan berhimpit dan sebagai akibatnya ada jarak antara muatan negatif dan muatan positif sehingga menimbulkan terjadinya pengkutuban atau momen dipol (Irzaman, 1997).
Beberapa material lapisan tipis ferroelektrik yang banyak oleh dikembangkan oleh para peneliti pada saat ini antara lain PbSrTiO3, BaZrTiO3, BaSrTiO3 dll. Sifat-sifat fundamental pada material lapisan tipis ferroelektik antara lain adalah sifat dielektrik, sifat pyroelektrik dan sifat piezoelektrik. Jika dilihat dari sifat-sifat fundamental material ferroelektrik tersebut berikut adalah sumbangsih paling utama dalam aplikasi dunia elektronika Ferroectric
Random Acces Memory (FRAM) yang
memanfaatkan kemampuan polarisasi yang tinggi pada material ferroelektrik (Soe and Park, 2004). Sifat dielektrik pada material digunakan sebagai kapasitor, sifat pyroelektrik digunakan sebagai sensor yang memenfaatkan terjadinya perubahan suhu dan piezoelektrik digunakan sebagai aktuator yang memanfaatkan gaya mekanik agar terjadi perubahan pada nilai polarisasi.
Barium titanat ( ) adalah bahan yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai struktur kristal perovskite (ABO3) yang jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan bahan ferroelektrik yang lain. Ditinjau dari segi penggunaannya, bahan ini sangat praktis karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada suhu ruang sampai di atas suhu ruang karena mempunyai suhu Curie (Tc) pada 120 °C (Yunasfi, 2002). Saat ini pengembangan bahan barium titanat ) ini banyak dilakukan oleh para peneliti dengan menambahkan bahan lain sebagai doping. Penambahan doping pada bahan ) menimbulkan perubahan secara drastis pada karakteristik bahannya seperti sifat dielektri dan ferroelektrik sehingga dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan fungsi dalam pengaplikasianya.
Cara penumbuhan material lapisan tipis dapat dilakukan dengan beberapa metode. Berikut adalah beberapa metode yang telah dikembangkan oleh para ahli
elektroplating (Yoojin Song et al, 2009), chemical vapour deposition (CVD) (Hideki, 1998), physical vapour deposition (PVD) (Hopwood, 2000). Pada
proses PVD dibagi menjadi dua, yaitu
evaporation (Soeparjoe, 2004) dan sputtering, pada metode sputtering dibagi lagi menjadi dua cara yaitu DC sputtering (Xu et al, 2001) dan RF sputtering (Yunas dan Mulyani, 2001), sedangkan untuk deposisi lapisan tipis gabunggan metode
193 fisika dan kimia adalah CSD ( chemical
solution deposition ) atau Sol-Gel spin coating (Hiroshi et al, 2009).
Pada makalah ini penumbuhan lapisan tipis barium titanat ( ) yang di doping dengan lantanum ( dilakukan mengunakan metode Chemical
Solution Deposition (CSD) diatas subtrat
Pt/Si, dengan jumlah variasi jumlah mol x = 0,01; 0,03; 0,05 dan suhu annealing 800°C. Lapisan tipis yang terbentuk selanjutnya selanjutnya dilakukan pengujian setruktur kristal mengunakan X
Ray Diffraction (XRD) serta struktur
mikro yang meliputi morfologi dan ketebalan lapisan menggunakan Scanning
Electron Microcopy (SEM-EDX). Pengujian sifat listrik bertujuan untuk mendapatkan kurva histerisis juga akan diuji.
METODE PENELITIAN
Lapisan tipis Ba1-xLaxTiO3 ditumbuhkan dengan teknik Chemical
Solution Deposition (CSD) yang disiapkan
dengan spin coater. Bahan precursor yang digunakan yaitu Barium Asetat
[Ba(CH3COOH)2], Titanium
Isopropoksida [Ti(C12O4H28)] dan Lantanum Asetat [La(CH3COOH)2], serta Asam asetat dan Etylene Glycol digunakan sebagai pelarut. Pada proses penumbuhan lapisan tipis di atas subtrat Pt/Si kecepatan putar spin coater yang di gunakan adalah 4000 rpm. Pada proses
annealing temperatur yang digunakan
adalah 800°C selama 3 jam.
Lapisan tipis Ba1-xLaxTiO3 yang berhasil ditumbuhkan di atas substrat Pt/Si dikarakterisasi menggunakan peralatan X
Ray Diffraction (XRD) merek Bruker type
D8 Advance dengan target Cu yang panjang gelombangnya 1,5406Å untuk mengetahui struktur mikrol dan untuk melihat morfologi permukaan serta
ketebalan lapisan digunakan peralatan
Scanning Electron Microscopy (SEM)
merek JEOL sedangkan Uji sifat ferroelektrik (berupa kurva histerisis) menggunakan metode Sawyer Tower.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi struktur mikro mengunakan XRD dengan sumber radiasi dari Cu yang mempunyai panjang gelombang 1,5406Å. Hasil data yang didapatkan dari uji XRD berupa hubungan antara sudut difraksi (2θ) dengan intensitas. Tiap-tiap puncak yang muncul menandakan suatu bidang dengan orientasi tertentu, dimana identifikasi puncak-puncak yang muncul dilakukan dengan pencocokan pada International
Center for Diffraction Data (ICDD) database.
Gambar 1 menunjukan pola difraksi
untuk lapisan tipis Barium Titanat (BaTiO3) doping La3+ (Ba1-xLaxTiO3) dengan suhu annealing 800°C yang berhasil ditumbuhkan diatas subtrat Pt/Si. Puncak yang muncul merupakan bidang milik dari BaTiO3 yaitu pada orientasi bidang 100 dan 110. Seadangkan puncak-puncak lain yang muncul adalah merupakan orientasi bidang dari subtrat Pt/Si. Penambahan dopan La3+ sebanyak 1% pada lapisan tipis BaTiO3 dapat meningkatkan nilai intensitas yang terbentuk, akan tetapi nilai dari intensitas pada orientasi (110) BaTiO3 semakin turun bersamaan dengan bertambahnya mol dopan La3+ yang ditambahkan. Hal ini diduga karena dengan bertambahnya jumlah mol dopan La3+ yang merupakan donor dopan dan mempunyai muatan positif lebih besar satu muatan dari pada ion Ba2+ yang disubtitusi. Sehingga untuk menjaga kenetralan muatan pada struktur kristal ion Ti4+ akan terlepas dan terjadi cacat Kristal. Semakin banyak jumlah mol dopan La3+ yang ditambahkan maka akan
194
semakin banyak pula ion Ti4+ yang terlepas pada struktur kristal. Cacat pada struktur kristal yang terjadi mengakibatkan pola interfrensi konstruktif yang ditampilkan dari hasil intensitas mengalami perubahan. Tingkat kekristalan setiap lapisan tipis BaTiO3 dan BLT dengan komposisi mol dopan La3+ yang berbeda menghasilkan nilai intensitas yang berbeda pula sebagaimana ditunjukan pada Tabel 1.
Gambar 1. Pola Difraksi Sinar-x Lapisan Tipis BaTiO3 dan Ba1xLaxTiO3 Variasi
Jumlah Mol Dopan La3+ Suhu Annealing 800°C (a)SubstratPt/Si (b)BaTiO3 (c)Ba0,99La0,01TiO3
(d)Ba0,97La0,03TiO3
(e)Ba0,95La0,05TiO3
Tabel 1. Nilai Intensitas Lapisan Tipis BaTiO3 dengan Variasi Mol doping
La3+ pada Orientasi Bidang 110 Suhu Annealing 800°C . Sampel Nilai Intensitas (110) Suhu 800°C BaTiO3 6445 6648 4801 4771 BLT 1% BLT 3% BLT 5%
Puncak-puncak yang muncul dari pola difraksi sinar-X kemudian dicocokan dengan ICDD database merupakan puncak dari BaTiO3. Hasil ini kemudian dikuatkan dengan hasil pengolahan data menggunakan software General Structure
Analysis System (GSAS). Metode yang
digunakan software GSAS mengacu pada metode refinement berdasarkan analisis
Rietveld.
Hal yang diperhatikan dalam pengunaan metode ini adalah indikator keberhasilan untuk mendapatkan kurva kesesuaian (konvergen). Indikator yang menunjukan tingkat keberhasilan dalam pengolahan data adalah Rp, wRp dan Chi2. Setelah didapatkan kesesuaian antara kurva kalkulasi dengan kurva observasi dan nilai indikator telah menunjukan tinggkat keberhasilan yang tinggi maka akan didapatkan nilai parameter kisi a, b dan c dari lapisan tipis yang terbentuk. Hasil penghalusan pola difraksi sinar-x dengan mengunakan software GSAS ditunjukan Gambar 2.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2. Hasil Penghalusan Pola Difraksi
x-ray Lapisan Tipis Ba1-xLaxTiO3
Menggunakan Software GSAS Suhu Annealing 800°C (a)BaTiO3 (b)
Ba0,99La0,01TiO3 (c) Ba0,97La0,03TiO3
195 Tabel 2. Parameter Kisi Lapisan Tipis Ba
1-xLaxTiO3 Suhu Annealing 800°C.
Sampel Parameter Kisi (Å) c/a Chi2 A c BaTiO3 3,985 4,057 1,018 1,449 BLT 1 % 3,995 4,010 1,003 1,450 BLT 3 % 3,976 4,052 1,019 1,213 BLT 5 % 3,966 4,041 1,011 1,250
Tabel 3. Pergeseran Sudut Difraksi Lapisan Tipis BaTiO3 dan Ba1-xLaxTiO3
Variasi Mol Dopan L3+ . Orientasi Bidang 110 Sudut Difraksi Suhu 800°C BaTiO3 31,50 31,60 31,50 31,50 BLT 1% BLT 3% BLT 5%
Tabel 2 menunjukan Hasil
penghalusan mengunakan program GSAS, dimana nilai parameter kisi a, b dan c mengalami perubahan bila dibandingkan dengan nilai parameter kisi awal. Hal ini disebabkan penambahan dopan ion La3+ yang mempunyai jari-jari lebih kecil bila dibandingkan dengan ion Ba2+. Sehingga parameter kisi dari hasil penghalusan mengalami penurunan. Parameter kisi yang semakin kecil menandakan unit sel dari lapisan tipis juga semakin kecil. Unit sel yang semakin kecil menandakan volume kristal juga semakin kecil (Arpana
et al, 2001). Perubahan nilai parameter
kisi akibat penambahan dopan La3+ menyebabkan terjadinya pergeseran pada sudut difraksi (2θ) pada lapisan tipis BaTiO3.
Tabel 3 menunjukan pergeseran yang
terjadi pada sudut difraksi (2θ) terhadap orientasi bidang BaTiO3.. Hal ini bila dikaitkan dengan perubahan nilai parameter kisi dari hasil penghalusan dengan metode GSAS yaitu dengan
berkurangnya nilai parameter kisi maka jarak antar bidang atom pada struktur kristal BaTiO3 (d) akan semakin kecil dengan berkurangnya nilai parameter kisi menyebabkan bergesernya sudut difraksi (2θ) yang semakin besar (ke kanan).
Scanning electron microscopy (SEM)
merupakan mikroskop yang memanfaat-kan elektron sebagai penganti cahaya untuk melihat suatu objek dengan resolusi tinggi. Analisis mengunakan SEM bertujuan untuk mengetahui struktur morfologi, ukuran butir dari sampel lapisan tipis yang dibuat.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3. Foto SEM pada Lapisan Tipis Ba 1-xLaxTiO3 suhu Annealing 800°C(a)
BaTiO3 (b) Ba0,99La0,01TiO3
(c)Ba0,97La0,03TiO3 (d)
196
Tabel 4. Ukuran Butir Lapisan Tipis BaTiO3
Variasi Mol Dopan La3+ Suhu Annealing 800°C. Sampel Ukuran Butir (Grain Size) (nm) Suhu 800°C BaTiO3 241 79 64 60 BLT 1% BLT 3% BLT 5%
Hasil pengujian foto SEM lapisan tipis BaTiO3 dan doping La3+ (Ba 1-xLaxTiO3) seperti ditampilkan pada
Gambar 3. Penambahan dopan La3+ pada
lapisan tipis BaTiO3 murni mengakibatkan perubahan pada ukuran butir dan jarak antar atom kristal yang terbentuk. Semakin banyak jumlah mol dopan La3+ yang diberikan maka ukuran butir yang terbentuk akan semakin kecil dan jarak antar butir kristal semakin besar. Hasil perhitungan nilai ukuran butir yang terbentuk pada lapisan tipis BaTiO3 murni dan BLT ditunjukan pada Tabel 4.
Morfologi yang nampak pada hasil foto SEM erat kaitanya dengan proses
annealing yang diberikan pada penumbuhan lapisan tipis. Hal ini dikarenakan pada proses rekristalisai dan nukleasi pada tahap annealing. Proses rekristalisasi yaitu proses penyusunan atom atom ke dalam kristal baru sedangkan nukleasi adalah tahapan pembentukan inti dari atom atom kristal yang baru terbentuk. Pemberian panas (energi termal) ini bertujuan untuk menggerakan atom-atom pada lapisan tipis tersebut secara bebas. Perubahan suhu annealing yang diberikan berpangaruh pada ukuran butir (grain
size) yang terbentuk, semakin tinggi suhu annealing maka ukuran butir (grain size)
akan semakin besar pula.
Hasil dari pengujian foto SEM cross
section (tampang lintang) Gambar 4
ditujukan untuk mengetahui ketebalan lapisan tipis BaTiO3 dan BLT dengan
variasi jumlah mol dopan La3+ 1%, 3% dan 5% suhu annealing 800°C. Terlihat secara keseluruhan ketebalan dari lapisan tipis BaTiO3 variasi jumlah mol dopan La3+ memiliki ukuran ketebalan yang cenderung sama yaitu sekitar 300 nm.
Ciri utama dari material ferroelektrik yaitu apabila material tersebut dapat membentuk kurva histerterisis apabila dikenai medan listrik dari luar. Peralatan yang digunakan pada metode ini adalah Osiloscop, fungtion generation dan jungtion elektroda. Metode yang digunakan untuk mendapatkan gambar berupa kurva histerisis yaitu metode
Sawyer-Tower. Pada karakterisasi sifat
listrik hasil yang dapat diamati yaitu perubahan yang terjadi pada nilai polarisasi remanen (titik potong yang memotong sumbu Y) dan medan koersif yang terbentuk (titik potong yang memotong sumbu X).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4. Penampang Lintang Lapisan Tipis BaTiO3 Variasi Mol Dopan La
3+
(a) BaTiO3 (b) Ba0,99La0,01TiO3 (c)
197
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. Kurva Histerisis Lapisan Tipis BaTiO3 Ba1-xLaxTiO3 Suhu
Annealing 800°C (a) BaTiO3 (a)
Ba0,99La0,01TiO3 (b) Ba0,97La0,03TiO3
(c) Ba0,95La0,05TiO3
Semua sampel lapisan tipis BaTiO3 dan Ba1-xLaxTiO3 yang berhasil ditumbuhkan dengan suhu annealing 800°C di atas subtrat Pt/Si merupakan material ferroelektrik. Hal ini ditandai dengan terbentuknya kurva histerisis saat dikenai medan listrik dari luar.
Gambar 5 adalah gambar kurva
histerisis dari sampel lapisan tipis BaTiO3 dan BLT. Terbentuknya kurva histerisis pada semua sampel yang dibuat menunjukan semua sampel lapisan tipis yang dibuat merupakan material frroelektrik. Penambahan dopan La3+ pada lapisan tipis BaTiO3 berfungsi untuk mensubtitusi ion Ba2+ pada struktur kristal
perovskite kristal. Secara teori interaksi
yang menyebabkan terjadinya polarisasi adalah antara ion Ti4+ dan O2-, namun karna muatan pada ion La3+ adalah (3+) yang mana bila mengantikan ion Ba2+ maka dalan struktur kristal akan terjadi kelebihan muatan positif sehingga untuk menjaga kenetralan muatan ion Ti4+ akan
terlepas (Uchino, 2000). Terlepasnya ion Ti4+ pada struktur kristal perovskite kristal menggakibatkan meningkatnya mobilitas elektron.
Kurva histerisis yang terbentuk dapat dilihat perbedaannya bila dibandingkan dengan kurva histerisis pada lapisan tipis BaTiO3 yaitu nilai polarisasi remanen (titik potong yang memotong sumbu Y) mengalami kenaikan tetapi sangat kecil untuk tiap jumlah variasi mol dopan yang ditambahkan. Sedangkan medan koersif (titik potong yang memotong sumbu X) mengalami penurunan sangat kecil untuk tiap jumlah variasi mol dopan yang ditambahkan. Menurunnya medan koersif pada kurva histerisis yang terbentuk dikarenakan ion dopan La3+ merupakan ion donor dopan yang salah satu sifatnya menghasilkan material ferroelektrik dengan medan koersif rendah. Naiknya nilai polarisasi remanen tidak terlepas dari penambahan ion dopan Lantanum La3+ (1,22Å) pada struktur perovskite kristal Bariun Titanate (BaTiO3) yang akan mengantikan posisi ion Ba2+ (1,43Å).
Penambahan dopan La3+ akan
menyebabkan volume kristal akan semakin kecil, karena ion La3+ memiliki jari jari yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ion Ba2+, sehingga jarak antar ion pada susunan perovskite kristal semakin dekat. Hal ini dapat dikaitkan dengan perubahan nilai parameter kisi dari hasil analisa Rietveld menggunakan software GSAS yang ditunjukan pada Tabel 2 dan dari hasil ukuran butir (grain size) pada
Tabel 4. Volume perovskite kristal
semakin kecil maka nilai polarisasi akan semakin tinggi, karena nilai polarisasi berbanding terbalik dengan nilai volume kristal.
KESIMPULAN
Penambahan doping La3+ pada struktur kristal Barium Titanat (BaTiO3)
198
mengakibatkan terjadinya perubahan pada sudut difraksi yang cenderung bergeser ke kanan (semakin besar) dan nilai intensitas yang semakin besar. Hasil pengolahan dengan software GSAS parameter kisi dan volume kristal makin kecil seiring bertambahnya mol dopan La3+ dan dopan telah masuk dalam struktur BaTiO3. Ukuran butir (grain size) makin kecil seiring bertambahnya mol dopan (x) La3+ dan ketebalan rata-rata dari lapisan tipis sekitar 300 nm. Pengujian menggunakan rangkain Sawyer Tower semua sampel yaitu BaTiO3 dan yang didoping La3+ adalah material ferroelektrik. Bertambahnya mol dopan La3+ mengakibatkan medan koersif makin kecil dan polarisasi remanen yang semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Aparna, M., et al. 2001. Efect of Lantalum
Doping on Electrical and
Electromechanical Properties of Ba1-xLaxTiO3. Bull Mater Sci., Indian
Academy of Sciences, 24, 5, 497-504.
Hidetaki, M. (1998). Formation of Silica-Based Thin Film Prepared by Catalytic Chemical Vapor Deposition (Cat-CDV) Method. Japanes Journal of Applied
Physics, 37, 3175-3187.
Hikam, M. (2004). Perhitungan Polarisasi Spontan dan Momen Quadrupol Potensial Listrik pada Bahan (PIZT). Jurnal
Makara, 8, 3, 108-115.
Hopwood, J. (1998). Ionized Physical Vapor Deposition of Integrated Circuit Interconnects. Physics of Plasmas, 5, 5, 1624–1631.
Irzaman, (1997). Studi Polarisasi Spontan
Material Ferroelektrik Dengan Analisis Rietveld dan Pengukuran makroskopis
(Studi Kasus ). Tesis, Jurusan
Fisika, UI.
Maiwa, H., et al. 2009. Preparation of Properties BZT Thin Film by Chemical Solution Deposition, Ferroelectric, 381, 67-73.
Seo, J.Y and Park, S.W. (2004). Chemical Mechanical Planarization Characteristic of Ferroelectric Film for FRSM Applications. Journal of Korean Physical
Society, 45, 3, 769-772.
Soepardjo, A.H. (2004). Fabrikasi Thin Film Quarternair CuGaSeTe dan Cu dengan Evaporasi Flash, Makara Teknologi, 8, 1, 9-16.
Sunandar, C. 2006. Penumbuhan Film
Tipis BaxSr1-xTiO3 dan BaFeSrTiO3 dan
Observasi Sifat Ferroelektriknya. Tesis,
Jurusan Fisika, IPB.
Yunas, J dan Muliani, L. (2001). Aplikasi
Sistem Sputtering untuk Deposisi Lapisan Tipis. Prosiding Seminar Nasional X,
Yogyakarta.
Yunasfi. (2002). Pembuatan Keramik Barium Titanat untuk Peralatan Elektronik. Jurnal Elektronika dan Komunikasi, 2, 1, 7-10.
Yoojin, S., et al. (2009). Characterization of Electroplated Cu Thin Film on Electron-Beam-Evaporated Cu Seed Layer. Journal of Korean Physics, 54, 3, 1141-1145.
Uchino, K. (2000). Ferroelectric Devices. Macel Dekker, New York.
Xu, J., et al. (2001). Characterization of CNx Film Prepared by Twinned ECR Plasma Source DC Magneton Sputering.