• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua orang tua. Manakala harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan, allah lah yang menentukan segalanya, begitu pun anak. Anak adalah amanah, bukan aib, hanya titipan, bukan milik orang tua. Anak bekebutuhan khusus pun amanah bagi orang tua semua, dan orang – orang di sekitarnya semua, baik sebagai tetangga, teman, maupun kerabat.

Setiap orang tua menginginkan anaknya berkembang secara sempurna. Namun terkadang tidak semua anak itu berkembang secara sempurna, ada juga anak yang memperlihatkan gejala – gejala masalah pada perkembangan. Salah satunya adalah anak Tunagrahita. Orang tua yaitu khususnya ibu menginginkan anaknya hidup dengan normal tanpa ada kekurangan satupun. Orang tua juga menginginkan anaknya kelak besar dapat tumbuh dengan normal pada umumnya dan orang tua juga menginginkan anaknya dapat bekerja dan hidup seperti orang tuanya yaitu bisa sekolah, bisa bekerja dan menikah. Banyak orang tua yang malu, tidak percaya diri, menutup diri dan juga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya karena memiliki anak tunagrahita atau anak yang berkebutuhan khusus.

Morrisson (Patmonodewo, 2003) mengemukakan bahwa anak

(2)

mental seperti sulit mendengar, tuli, kelainan bicara, kelainan dalam penglihatan, gangguan emosi yang serius dan kesulitan belajar. salah satu kebutuhan khusus yaitu anak tunagrahita.

Adapun klasifikasi anak tunagrahita, (1) tunagrahita ringan; dengan tingkat kecerdasan ( IQ ) mereka sekitar 50-69, pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dapat merawat dirinya sendiri, dapat mencapai ketrampilan praktis atau rumah tangga walaupun tingkat perkembanganya agak lambat dari normal. (2) tunagrahita sedang; tingkat kecerdasan ( IQ ) mereka sekitar 35-49; pada umumnya ada profil kesenjangan ( discrepancy ) dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial dari tugas – tugas yang bergantung pada bahasa, dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. (3) tunagrahita berat; tingkat kecerdasan ( IQ ) mereka sekitar antara 20-34; pada umumnya merip dengan tuna grahita sedang, kebanyakan tunagrahita berat memiliki gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya. (4) tunagrahita sangat berat; tingkat kecerdasan ( IQ ) mereka dibawah 20; pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya dapat mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.

Banyak terminologi yang digunakan dalam menyebutkan tunagrahita, dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah mental retardasion, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain – lain (Soemantri, 2007). Semua istilah tersebut menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya

(3)

jauh dibawah rata – rata dan di tandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial ( Kauffman dan Hallahan, 1986 ).

Orang tua yang memiliki anak tunagrahita memiliki beban yang berat dalam mengurusnya, karena anak tunagrahita memiliki kelemahan – kelemahan tersendiri dan harus mendapat perhatian lebih berbeda dengan anak normal lainya. Orang awam yang tidak memiliki pengetahuan mengenai anak tunagrahita akan memandang anak tunagrahita sebagai anak yang tidak normal dan sering di sepelekan. Penilaian – penilaian dari lingkungan ini akan mempengaruhi kejiwaanya orang tua yang memiliki anak tunagrahita.

Soemantri (2006) menjelaskan bahwa perasaan dan tingkahlaku orang tua yang memiliki anak tunagrahita diantaranya adalah:(1). Ada perasaan kehilangan kepercayaan diri karena mempunyai anak tidak normal. orang tua menjadi cepat marah dan menyebabkan tingkah laku agresif. Pada permulaan, orang tua mampu menyesuaikan diri namun akan terganggu lagi pada saat menghadapi peristiwa seperti anak memasuki usia sekolah, meninggalkan sekolah, dan orang tua semakin tua sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya. (2). Kehilangan kepercayaan diri dalam mengasuh anaknya. Orang tua merasa ada yang tidak beres dengan urusan keturunan, sehingga mendorong perasaan depresi dan kurang mampu mengasuh anaknya. (3). Ada perasaan kehilangan kepercayaan diri untuk bergaul. Orang tua bingung dan malu, sehingga orang tua kurang suka bergaul dengan tetangga dan lebih sering menyendiri. Pada umumnya masyarakat kurang mempedulikan anak tunagrahita, bahkan tidak dapat membedakanya dari orang gila.

(4)

Kepercayaan diri pada orangtua yang memiliki anak tunagrahita diharapkan dapat memotivasi orangtua dalam merawat dan mendidik anak. Budiono (1995) menyatakan bahwa rasa percaya diri sangat berguna untuk mengatasi persoalan – persoalan dalam kehidupan sehari – hari terutama dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus (Lauster, 2003). Menurut Yacinta (1993) kepercayaan diri diperlukan agar seseorang bisa merasa aman atau terbebas dari rasa takut terhadap situasi atau orang – orang disekitarnya. Kepercayaan diri memegang peran penting dalam kehidupan seseorang, termasuk pada orangtua anak tunagrahita. Mengingat tunagrahita termasuk dengan anak berkebutuhan khusus, maka orangtua selayaknya memberikan perhatian dan perlakuan khusus. kepercayaan diri orang tua anak tunagrahita selain memberikan situasi emosional positif dalam diri orangtua, juga sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak tunagrahita.

Brenneche dan Amich (1978) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu perasaan yang cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan individu lain dalam menentukan standar karena selalu dapat menentukan standarnya sendiri.

Walgito (Supratiknya, 2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) Konsep diri; adalah gambaran seseorang tentang keadaan dirinya sendiri. Konsep diri akan terbentuk dengan adanya interaksi dengan lingkungan, khususnya lingkungan sosial. Orang yang

(5)

memiliki konsep diri yang positif akan lebih percaya diri dan menghargai dirinya serta dapat melihat hal – hal yang positif demi keberhasilannya di masa depan. (2) Harga diri; adalah selalu berhubungan dengan individu lain sebagai makhluk sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain terbina saling menghargai antara individu satu dengan lainya di samping juga menghargai diri sendiri. Dengan menghargai diri sendiri dengan orang lain secara positif dan cukup baik akan terbentuk kepercayaan diri yang positif juga. (3) Sikap; Dalam berinteraksi seseorang akan akan menimbulkan sikap saling mempengaruhi dan saling memberikan stimulus dan respon terhadap yang lain, sehingga akan terbentuk gambaran – gambaran tertentu mengenai seseorang atau orang lain. Apabila sikap penerimaan yang diterima positif maka akan membantu membentuk kepercayaan diri yang baik bagi orang tersebut. (4) Lingkungan; adalah kepercayaan diri terbentuk melalui perkembangan kepribadian yaitu dalam berinteraksi dengan lingkunagan. Sikap lingkungan terhadap diri seseorang akan membentuk kepercayaan diri seseorang. Jadi hubungan individu dengan orang – orang yang ada di sekitarnya merupakan hal yang penting dalam membentuk kepercayaan diri.

Kepercayaan diri sangat penting bagi peranan dalam kehidupan seseorang termasuk pada orang tua anak tunagrahita. Semua anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan dan juga perhatian khusus dari orang – orang disekitarnya. Khususnya yaitu orang tua. Anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus sebagian besar bergantung pada kedua orang tuanya, karena mereka tidak dapat melakukan semuanya sendiri seperti anak

(6)

normal pada umumnya dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Maka dari itu kepercayan diri orang tua yang memiliki anak tunagrahita sangat penting terhadap perkembangan dan kemajuan anak. Idealnya orang tua anak tunagrahita mampu mengembangkan rasa percaya diri dengan baik, sehingga akan merasa nyaman dalam mengasuh dan membesarkan anaknya yang tunagrahita.

Orang tua yang memiliki anak tunagrahita juga harus mampu dalam menyesuaikan dirinya dengan orang – orang disekitarnya. Karena penyesuaian diri sangat penting untuk membuat orang tua tidak malu bahwa anaknya itu mengalami ketidak sempurnaan. Orang tua juga harus bisa menyesuaikan diri dengan orang – orang yang ada di dekat mereka, misalnya di sekolahan, rumah, tempat umum tanpa menutup diri dan menghindar dari orang – orang disekitarya.

Reni Listiyani dan Triana Noor Edwina Dewayani dalam jurnal Kepercayaan Diri Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Tunagrahita yaitu hasil analisis data menunjukan bahwa orang tua anak tunagrahita dalam penelitian ini memiliki kepercayaan diri tinggi. Hal ini ditunjukan dengan hasil kategorisasi skor kepercayaan diri sebanyak 21 subjek pada kategori tinggi dan 11 pada kategori sedang. Individu dengan kepercayaan diri tinggi akan mudah untuk melakukan penyesuaian terhadap situasi yang sedang dihadapi, menjalin komunikasi dengan orang lain, menghadapi persoalan dengan hati tenang dan dapat menganalisis permasalahan secara obyektif.

(7)

Gadis Mulia Wati (2012) dalam jurnal educational psychologi jurnal yang berjudul outbond management training untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita, hasil penelitian disimpulkan bahwa OMT efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang di SLBN Rembang. Saran yang dapat diberikan untuk pihak sekolah khususnya guru, diharapkan lebih ditekankan perkembangan anak pada aspek non kognitif, sehingga anak mampu untuk melakukan penyesuaian diri sesuai dengan tingkat usianya, sedangkan untuk orangtua diharapkan senantiasa mengawasi perkembangan anak dan selalu mengarahkan.

Ria Ulfatusholiat dalam jurnal peran orang tua dalam penyesuaian diri anak tunagrahita, universitas gunadarma, hasil penelitian diketahui bahwa bentuk penyesuaian diri anak tunagrahita di antaranya yaitu ingin mandiri, memiliki keinginan sama dengan orang normal, interaksi sosial, memiliki kontrol diri, serta percaya diri. Penyebab anak tunagrahita adalah karena sakit campak dan kesulitan ekonomi keluarga subjek, sehingga anak mereka terlambat untuk mendapatkan pengobatan yang akhirnya menyebabkan tunagrahita. Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyesuaian diri pada anak tunagrahita yaitu faktor fisik dan psikologis serta faktor lingkungan, yaitu adanya perhatian dari lingkungan, seperti anggota keluarga dan tetangga sekitar tempat tinggal subjek. Dalam upaya penyesuaian dirinya, anak tunagrahita membutuhkan peran orangtua yang baik, yaitu yang memberikan dukungan dan pengasuhan yang tepat. Peran orangtua meliputi dukungan materi, dukungan perhatian, penerimaan orangtua, nasehat dan pengasuhan.

Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntunan dalam diri maupun situasi eksternal yang di hadapinya (Agustiani, 2006). Penyesuaian diri pada

(8)

prinsipnya yaitu suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana individu tinggal (Desmita,2009).

Penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dalam diri maupun dari lingkungan sehingga dapat kesemimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan, dan tercipta keselarasan antara individu dengan realitas kehidupan (Ghufron & Risnawita, 2010). Penyesuaian diri ialah kemapuan individu untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri, penilaian terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi seorang individu untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri (Dariyo, 2007).

Penyesuaian diri merupakan satu proses yang mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan,ketegangan,konflik dan frustasi yang dialami dalam dirinya,seseorang yang dapat menyesuaikan dirinya,belajar untuk bereaksi pada dirinya dan lingkungan dengan cara matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa, schneiders ( 2006).

(9)

Nurhayati (2008) menjelaskan peran orangtua adalah memberikan dasar pendidikan agama, menciptakan suasana rumah yang hangat dan menyenangkan, serta memberikan pemahaman akan norma baik dan buruk yang ada dalam masyarakat. Kenyataan yang terjadi di masyarakat tentang pengasuhan anak tunagrahita yaitu banyak orangtua yang justru menyembunyikan anaknya yang tunagrahita dan membiarkannya tanpa dilatih keterampilan sedikit pun. Orangtua pun terkesan menutup diri dari lingkungan, sehingga anak menjadi tidak mandiri dan pada akhirnya tidak dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan.

Ibu merupakan tokoh yang sangat rentan terhadap masalah penyesuaian diri. Hal ini di karenakan ibu berperan langsung dalam kelahiran anak dan keseharian anak. Data di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas ada 50 anak tunagrahita dan dari hasil wawancara dengan bapak “S” selaku TU di SLB Kuncup Mas Banyumas orang tua yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas itu banyak yang tidak memiliki kepercayaan diri dengan lingkungan sekitar merasa takut anaknya akan dikucilkan sehingga mempengaruhi penyesuaian dirinya.

Wawancara dengan bapak “S” Selaku TU di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas yaitu Ibu yang memiliki anak tuna grahita malu dan banyak juga yang tidak bisa menerima anaknya. Orang tua anak tuna grahita saat itu masih menutup diri dan masih ada yang tidak mau privasi pribadinya di publikasikan kepada orang – orang tertentu. Ibu yang memiliki anak tunagrahita tidak memiliki kepercayaan diri dengan orang –orang yang

(10)

memiliki anak normal karena takut anak mereka yang tidak normal akan di kucilkan sehingga ibu yang memiliki anak tunagrahita tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Ibu yang memiliki anak tunagrahita dalam bersosialisasi dengan orang baru di lingkungan sangat tertutup, karena ibu yang memiliki anak tunagrahita tidak semua mau di wawancarai dan tidak mau memberitahu anaknya yang tunagrahita.

Wawancara ke dua dengan subjek yaitu ibu “R” yang memiliki anak tuna grahita sedang awalnya ibu “R” sangat terpukul dengan keadaan anaknya yang tunagrahita karena dia tidak percaya bahwa anaknya terlahir tidak normal. Ibu “R” merasa tidak memiliki kepercayaan diri di lingkunganya dan mempengaruhi penyesuaian dirinya, bahwa ibu “R” memiliki anak tuna grahita. Anaknya mengalami perkembangan yang tidak normal seperti anak – anak pada umumnya, karena anak ibu “R” perkembangan saat bayi itu tidak sesuai pada umumnya, misal anak normal pada usia 3 bulan sudah tengkureb tetapi anak ibu “R” belum dan mengalami keterlambatan perkembanganya. Dan sampai sekarang pun juga anak ibu “R” masih bergantung dengan ibu padahal anaknya sudah berumur 12 tahun. Pada saat hamil ibu “R” tidak pernah merasakan sakit dan tidak pernah merasakan gejala – gejala aneh. Ibu “R” mengira akan melahirkan normal. Pada saat melahirkan ibu “R” itu melahirkan di rumah, dan memanggil bidan desa, lalu bidan desa membawa ke rumah sakit dan setelah melahirkan dokter bertaka kepada ibu “R” bahwa anaknya ada kelainan, dan harus di rawat di rumah sakit. Ibu “R ”. Ibu “R” merawat anaknya dengan baik dan anaknya juga di sekolahkan walaupun di sekolahkan bukan di SD seperti anak pada umunya tetapi ibu “R” mau

(11)

menunggu anaknya. Ibu “R” juga tidak membedakan anaknya yang tunagrahita ini dengan anak – anaknya yang normal. Anak – anak ibu “R” juga menyayanginya sepenuh hati dan tidak membeda – bedakan, dan anak – anak ibu “R” juga membantu merawat adiknya yang mengalami tunagrahita. Hubungan ibu “R” dengan tetangga dekat baik, tatapi tidak begitu akrab karena ibu “R” jarang sekali berkumpul – kumpul dengan tetangga dekat rumahnya. Hubungan ibu “R” dengan orang – orang di lingkungan sekolah anaknya baik mereka saling memberi informasi – informasi terapi gratis. Hubungan ibu “R” dengan teman – teman lamanya baik tetapi jika ada reuni dan kumpul – kumpul ibu “R” tidak pernah ikut. Saat ibu “R” di undang acara hajatan ibu “R” jarang datang karena ibu “R” tidak begitu mengenal tetangganya yang jauh. Ibu “R” saat ada pengajian di lingkunganya tidak pernah ikut. Ibu “R” saat ada arisan Rt tidak pernah ikut berkumpul, ibu “R” saat arisan Rt hanya menyetorkan uang dan langsung pulang dan terkadang hanya menitipkan uangnya ke tetangganya. Ibu “R” pernah di tunjuk untuk mengikuti lomba memasak tetapi ibu “R” tidak mau karena ibu “R” merasa masakanya tidak enak. Selama ibu “R” tinggal di rumah ibu “R” jarang melakukan aktivitas di luar rumah, karena anaknya tidak bisa di tinggal sendirian, dan juga anaknya jika dibawa ibu “R” merasa repot. Ibu “R” orang yang tidak mudah bergaul dengan tetangga tetangga yang baru tinggal di dekat rumah karena ibu “R” jarang ikut kegiatan berkumpul – kumpul.

Dari hasil interview pada ibu anak tunagrahita, dapat di jelaskan tentang bagaimana perasaan ibu anak tunagrahita saat mengetahui bagaimana memiliki anak tunagrahita, seperti; rasa malu,tidak percaya diri, tidak bisa menyesuaikan

(12)

diri, terpukul, takut anaknya tidak diterima di masyarakat, sedih. Penyesuaian diri ibu anak tunagrahita terhadap lingkungan itu membuat ibu anak tunagrahita terhambat dengan kepercayaan dirinya dan penyesuaian dirinya kepada lingkungan di sekitarnya seperti saat ada arisan, perkumpulan, dan acara – acara yang ada di lingkunganya tidak pernah ikut.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti menyimpulkan bahwa Ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas tidak memiliki rasa kepercayaan diri yang menyebabkan dalam penyesuaian dirinya dengan lingkunganya menjadi terhambat. Peneliti di sini akan meneliti apakah ada hubungan kepercayaan diri dengan penyesuaian diri ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian diri ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian diri ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD Kuncup Mas di Kecamatan

(13)

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk lebih mendalam tentang kepercayaan diri dan penyesuaian diri pada ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang.

2. Manfaat Praktis a. Untuk Orang tua

Bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita dapat dijadikan masukan untuk lebih dapat percaya diri sehingga lebih dapat untuk melakukan penyesuaian diri di lingkungan sekitar dan saat bermasyarakat.

b. Masyarakat

Bagi masyarakat agar dapat lebih memahami dan tetap mendukung ibu yang memiliki anak tunagrahita dalam menjalani kehidupanya.

c. Sekolah

Bagi sekolah agar dapat memahami kondisi ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang dan selalu memberikan dukungan.

Referensi

Dokumen terkait

Nandhut’s outlet sebagai market follower, karena memiliki lokasi yang dekat dengan pemukiman pasar sasaran, pelayanan konsumen yang baik, dan.. menawarkan dan menjual

Excel, sedangkan uji beda pada hubungan antar usia, agama, daerah asal, sumber pengetahuan, dan etnis pengunjung dianalisa menggunakan uji One-way ANOVA untuk data dengan

Kesimpulan : Masalah keperawatan utama pada kasus ini adalah nyeri kronik. Kata kunci : Nyeri kronik Bp. H berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Kegiatan subjek dalam pelaksanaan pembelajaran materi peluang adalah: (a) pertemuan pertama(i) menyiapkan diri

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) yang terdapat pada daging, insang, dan hepatopankreas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang terkandung dari tulang ikan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan untuk mengetahui nilai

X, (a) tidak menggunakan istilah “Biaya Jabatan” sebagai pengurang penghasilan bruto; (b) tidak melakukan perhitungan Iuran Pensiun yang disetahunkan dan menghitung PPh Pasal 21 atas

[r]