• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR PENYAJIAN INFORMASI KAWASAN RAWAN LONGSOR BERBASIS GIS DENGAN METODE SKORING DI KABUPATEN MAGELANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR PENYAJIAN INFORMASI KAWASAN RAWAN LONGSOR BERBASIS GIS DENGAN METODE SKORING DI KABUPATEN MAGELANG."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYAJIAN INFORMASI KAWASAN RAWAN LONGSOR

BERBASIS GIS DENGAN METODE SKORING DI

KABUPATEN MAGELANG

Disusun Oleh:

Nama

:

Adiatma Kunsatrio N.

NIM

:

A12.2011.04280

Program Studi

:

Sistem Informasi - S1

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2016

(2)

ii

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENYAJIAN INFORMASI KAWASAN RAWAN LONGSOR

BERBASIS GIS DENGAN METODE SKORING DI

KABUPATEN MAGELANG

Laporan ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Dian Nuswantoro

Disusun Oleh:

Nama

:

Adiatma Kunsatrio N.

NIM

:

A12.2011.04280

Program Studi

:

Sistem Informasi - S1

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

SEMARANG

2016

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

(7)

vii

Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga laporan tugas akhir dengan judul “Penyediaan Informasi Kawasan Rawan Longsor Berbasis GIS dengan Metode Skoring di Kabupaten Magelang" dapat penulis selesaikan sesuai dengan rencana karena dukungan dari berbagai pihak yang tidak ternilai besarnya. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

2. Dr. Abdul Syukur, selaku Dekan Fasilkom.

3. Affandy M.Kom, Ph.D, selaku Ka.Progdi Sistem Informasi.

4. Dr. Ruri Suko Basuki, M.Kom selaku pembimbing tugas akhir yang memberikan masukan penelitian, memberikan informasi referensi yang penulis butuhkan, dan bimbingan yang berkaitan dengan penelitian penulis. 5. Dosen-dosen pengampu di Fakultas Ilmu Komputer Sistem Informasi

Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya masing-masing.

6. Ibu, ayah, dan adik yang selalu mendoakan dan mendukung saya sampai sekarang.

7. Pegawai dan semua staf BAPPEDA Kabupaten Magelang, BPBD Kabupaten Magelang, dan DPU & ESDM Kabupaten Magelang yang telah memberikan data-data untuk keperluan penyusunan tugas akhir.

Semarang, 20 Oktober 2016 Penulis

(8)

viii

Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah yang sering terkena bencana tanah longsor dikarenakan kontur alamnya yang berupa pegunungan dengan curah hujan relatif tinggi dan kemiringan lereng yang cukup tajam. Penyebab seringnya kejadian longsor antara lain karena kurang alat informatif yang memadai dan ikatan sosial warga. Tujuan penulisan ini adalah untuk memetakan wilayah yang rawan longsor dan hasilnya menjadi bahan acuan untuk mengambil keputusan guna mencegah dampak tanah longsor di kemudian hari. Pemetaan zonasi kerawanan didasarkan pada skor dan bobot tiap parameter yang meliputi curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, tata guna lahan, dan sebaran geologi. Hasil dari penelitian pemetaan berbasis GIS ini adalah terpetakannya wilayah kerawanan menjadi 3(tiga)kategori, yaitu kerawanan rendah, sedang, dan tinggi.

Kata kunci : Tanah longsor,GIS, skoring

vii + 52 halaman;19 gambar;15 tabel; 4 lampiran Daftar Acuan: 19 (2007-2015)

(9)

ix

frequent occurrence of landslides, among others due to lack of adequate informative tool and social bond of citizens. The purpose of this paper is to map areas prone to landslides and the results become a reference for decision-making in order to prevent the effects of landslides in the future. Zonation mapping vulnerability is based on the score and the weight of each parameter which includes rainfall, soil type, slope, land use, and distribution of geology. The results of the research-based GIS mapping is the mapping of the area of vulnerability into three (3) categories, namely the vulnerability of low, medium, and high.

Keywords : Landslide, GIS, scoring

vii + 52 pages; 19 images; 15 tables; 4 appendixes References: 19 (2007 – 2015)

(10)

x

Halaman Judul ... ii

Persetujuan Laporan Tugas Akhir ... iii

Pengesahan Dewan Penguji ... iiv

Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ... v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis .. vi

Ucapan Terima Kasih... vii

Abstrak ... viii

Abstract ... xii

Daftar Gambar... xiii

Daftar Tabel ... xiv

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Batasan Penelitian ... 1

1.4 Tujuan Penelitian ... 1

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 Sistem Informasi Geografis ... 7

2.2.1 Definisi ... 7

2.2.2 Komponen Dalam GIS ... 8

2.2.3 Model Data Spasial Dalam GIS ... 8

2.2.4 Overlay ... 9

2.2.5 Geoprocessing ... 9

2.3 Tanah Longsor ... 9

2.2.1 Definisi ... 9

2.2.2 Penetapan Kawasan Rawan Longsor ... 10

(11)

2.4 Parameter yang Digunakan ... 14

Bab 3 Metodologi Penelitian ... 17

3.1 Objek Penelitian ... 17

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.3 Metode Analisis yang Digunakan ... 18

3.3.1 Metode Skoring dan Pembobotan ... 18

3.3.2 Tahapan Metode Skoring dan Pembobotan ... 19

3.3.3 Peralatan yang Digunakan ... 19

3.3.4 Bahan-Bahan yang Digunakan ... 19

3.4 Demo ArcGIS 9.3 ... 20

Bab 4 Hasil dan Pembahasan ... 21

4.1 Kondisi Geografis ... 21 4.1.1 Letak geografis ... 21 4.1.2 Batas Administrasi ... 21 4.2 Kondisi Fisik ... 23 4.2.1 Kondisi Iklim ... 23 4.2.2 Kondisi Morfologi ... 24

4.2.3 Kejadian Bencana Tanah Longsor ... 24

4.3 Skoring dan Pembobotan untuk Menentukan Tingkat Kerawanan ... 28

4.3.1 Penentuan Kriteria(Criteria) ... 28

4.3.2 Penentuan Bobot(Weight) ... 29

4.3.3 Penentuan Nilai(Rating) ... 29

4.3.4 Penentuan Skor(Score) ... 33

4.4 Menampilkan dan Pengolahan Peta dalam ArcGIS ... 34

4.4.1 Menentukan Sistem Koordinat... 34

4.4.2 Geoprocessing Dissolve ... 34

4.4.3 Pewarnaan dengan Symbiology ... 35

4.4.4 Menampilkan Label Features ... 36

4.4.5 Peta Kerawanan dengan Geoprocessing Intersect ... 36

4.4.6 Menghitung Skor Kerawanan dengan Field Calculator ... 36

(12)

4.5.1 Peta Kabupaten Magelang ... 39

4.5.2 Peta Curah Hujan ... 41

4.5.3 Peta Jenis Tanah ... 44

4.5.4 Peta Kelerengan ... 47

4.5.5 Peta Penggunaan Lahan ... 50

4.5.6 Peta Geologi ... 53

4.5.7 Peta Rawan Longsor ... 56

4.6 Akurasi Ramalan GIS dengan Data Kejadian ... 59

Bab 5 Penutup ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

xiii

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Magelang ... 23

Gambar 4.2 Field Calculator ... 37

Gambar 4.3 Menghitung Skor Kumulatif Kerawanan ... 38

Gambar 4.4 Peta Kecamatan Kabupaten Magelang... 37

Gambar 4.5 Skor Parameter Curah Hujan ... 40

Gambar 4.6 Peta Curah Hujan ... 43

Gambar 4.7 Skor Parameter Jenis Tanah ... 45

Gambar 4.8 Peta Jenis Tanah ... 46

Gambar 4.9 Skor Parameter Kelerengan... 48

Gambar 4.10 Peta Kelerengan ... 46

Gambar 4.11 Skor Parameter Tata Guna Lahan ... 49

Gambar 4.12 Peta Tata Guna Lahan ... 49

Gambar 4.13 Skor Parameter Geologi ... 54

Gambar 4.14 Peta Sebaran Geologi ... 55

Gambar 4.15 Intersect ... 56

Gambar 4.16 Perhitungan Kerawanan ... 57

(14)

xiv

Tabel 2.1 Penelitian Terkait ... 5

Tabel 2.2 Parameter, Skor, dan Bobot ... 15

Tabel 3.1 Contoh Klasifikasi Parameter Kelerengan ... 18

Tabel 4.1 Nama, Luasan dan Jumlah Desa Pada Tiap Kecamatan ... 22

Tabel 4.2 Kejadian Bencana Tanah Longsor 2014 ... 24

Tabel 4.3 Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014(lanjutan) ... 26

Tabel 4.4 Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015 ... 26

Tabel 4.5 Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015(lanjutan) ... 27

Tabel 4.6 Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015(lanjutan) ... 28

Tabel 4.7 Skor Parameter Curah Hujan ... 30

Tabel 4.8 Skor Parameter Jenis Tanah ... 30

Tabel 4.9 Skor Parameter Kelerengan ... 31

Tabel 4.10 Skor Parameter Tata Guna Lahan ... 32

Tabel 4.11 Skor Parameter Geologi ... 32

Tabel 4.12 Skor Kerawanan ... 33

Tabel 4.13 Skor Parameter Curah Hujan ... 41

Tabel 4.14 Skor Parameter Jenis Tanah ... 44

Tabel 4.15 Skor Parameter Kelerengan ... 47

Tabel 4.16 Skor Parameter Tata Guna Lahan ... 50

Tabel 4.17 Skor Parameter Geologi ... 53

Tabel 4.18 Data Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014 dan 2015 ... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 65

Lampiran 2 ... 66

Lampiran 3. ... 67

(16)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dilihat dari potensi bencana yang ada, negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi bencana yang tinggi, baik karena bencana alam maupun ulah manusia.Bencana alam tersebut antara lain adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, angin ribut, kebakaran lahan atau hutan,dan kebakaran pumukiaman dan perkotaan.Salah satu bencana alam yang umum terjadi adalah tanah longsor, mengingat sebagian besar kondisi wilayah dari Indonesia merupakan pegunungan dengan kelerengan lahan yang cukup curam.Tanah longsor merupakan jenis dari gerakan massa tanah atau batuan atau gabungan dari keduanya yang menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau susunan batuan dari lereng tersebut.Pemicu umum dari longsor adalah tingginya intensitas curah hujan dan kelerengan tebing [1].

Kasus yang diangkat dalam penulisan tugas akhir ini adalah pecegahan dan penanganan bencana tanah longsor di Kabupaten Magelang mengingat bencana tanah longsor di kabupaten ini terjadi tiap tahun dan menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar.Kondisi dari wilayah Kabupaten Magelang sendiri terdiri dari kontur pegunungan dengan kelerengan yang cukup tajam disertai dengan curah hujan yang cukup tinggi dan kondisi tanah yang cukup gembur.Menurut Perda 5 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Magelang, pasal 69 ayat 5, disebutkan wilayah dengan potensi gerakan tanah tinggi, sedang , dan kecil sebagai berikut [2]:

1. Daerah rawan gerakan tanah tinggi yang terletak di Kecamatan Secang, Kajoran, Bandongan, Kaliangkrik, Sawangan, Windusari, Pakis, Tempuran, Ngablak, Borobudur, Grabag, dan Salaman.

(17)

2. Daerah rawan gerakan tanah menengah yang terletak di Kecamatan Secang, Kajoran, Candimulyo, Windusari, Tegalrejo, Tempuran, Borobudur, Bandongan, Salaman, Srumbung, Grabag, Dukun, Pakis, dan Sawangan.

3. Daerah rawan gerakan tanah rendah yang terletak di Kecamatan Ngluwar, Borobudur, Salam, Ngablak, Muntilan, Sawangan, Mungkid, Dukun, dan Srumbung.

4. Rawan gerakan tanah sangat rendah yang terletak di Kecamatan Secang, Borobudur, Mertoyudan, dan Mungkid.

Meski banyak wilayah dengan kerawanan longosr yang cukup tinggi, namun masih banyak warga yang tinggal di sana, dikarenakan adanya ikatan sosial yang kental dan kearifan lokal.Hal ini merupakan salah satu penyebab tingginya damapak dari bencana longsor yang terjadi.

Dalam upaya untuk mengurangi dampak dari bencana alam, termasuk tanah longsor terdapat beberapa tindakan penanggulanagan antara lain, :pencegahan dan mitigasi, kesiap siagaan, tanggap darurat dan pemulihan(recovery, rehabilitasi, dan rekonstruksi).Upaya pencegahan dan mitigasi dilkaukan untuk menghindari terjadinya bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan.Tindakan mitigasi dibedakan menjadi 2, yakni mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang merupakan mitigasi pasif antara lain [1]:

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan.

2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah. 3. Pembuatan brosur/leaflet/poster.

4. Pembuatan pedoman/standar/prosedur. 5. Pengkajian / analisis risiko bencana.

6. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana.

7. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana. 8. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum.

9. Internalisasi Penanggulangan Bencana dalam muatan lokal pendidikan.

10. Pengurus-utamaan Penanggulangan Bencana dalam perencanaan pembangunan.

(18)

Dengan demikian,pemetaan daerah rawan longsor diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Magelang agar dapat mengambil kebijakan yang tepat guna menanggulangi dan mengurangi kerugian dari bencana ini.Berawal dari uraian di atas,maka penelitian dilakukan dengan metode skoring dengan pembobotan parameter sehingga dapat memetakan wilayah berpotensi longsor lalu diaplikasikan pada pemetaan dalam Sistem Informasi Geografis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dan latar belakang, maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya informasi mengenai daerah rawan longsor sehingga menimbulkan kerugian cukup besar.

2. Kurangnya media atau alat informatif yang digunakan untuk menganalisa kerawanan suatu wilayah dan dampak yang ditimbulkan.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah:

1. Parameter-parameter yang digunakan tidak tergantung pada batasan administrasi.

2. Parameter yang digunakanadalah intensitas curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, kondisi geologi, dan tata guna lahan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menyajikan informasi yang dibutuhkan untuk memetakan daerah yang rawan bencana longsor.

2. Menyajikan suatu media informatif sehingga dapat digunakan untuk membuat kebijakan yang tepat guna mencegah dan atau menanggulangi dampak dari bencana tanah longsor.

(19)

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari tujuan penelitian yang akan dicapai, maka menfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Dinas atau Pihak Terkait

a. Informasi yang tersedia cepat dapat digunakan oleh masyarakat khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah(BPBD) sebagai alat deteksi dini untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak dari bencana longsor. b. Adanya suatu alat analisa informatif yang dapat digunakan dan selalu

diperbarui.

2. Bagi Peneliti

a. Untuk mempraktekkan teori ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

b. Sebagai salah satu syarat utama untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

3. Bagi Civitas Akademik

a. Sebagai penambah pembendaharaan kepustakaan karya ilmiah akademik. b. Sebagai patokan atau tolak ukur bimbingan dan arahan kepada mahasiswa

(20)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Penelitian Terkait

No Nama Peneliti

dan Tahun Masalah Metode Hasil

1. Hana Sugiastu Firdaus dan Bangun Muljo Sukojo, 2014 Pemetaan daerah rawan longsor di Kota Batu, Malang, Jawa Timur Metode Scoringdan

pembobotan parameter untuk identifikasi daerah rawan longsor.

Metode Penginderaan Jarak Jauh dan Supervised Classification. Peta citra satelit dengan skor kumulatif dari bobot masing-masing parameter menghasilkan 3 kategori, yaitu kurang rawan, rawan, dan sangat rawan 2. Mubekti dan Fauziah Alhasanah,2008 Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor dengan SIG

Metode Scoring Peta risiko

longsor yang merupakan gabungan dari peta properti dengan peta risiko.

(21)

1. Penelitian yang dilakukan oleh H.S. Firdaus dan B.M. Sukojo berlatar belakang potensi tanah longsor di kota Batu yang disebabkan karena komposisi tanah yang tersusun atas lempung dan sedikit pasir dengan kondisi dari tanah tersebut terletak di atas batuan yang kedap air pada perbukitan dengan kemiringan sedang hingga terjal disertai tidak adanya tanaman keras berakar kuat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jarak jauh berdasarkan citra satelit dengan metode supervised classsification. Parameter-parameter yang digunakan berdasarkan Permen PU No.22/PRT/M/2007 yaitu jenis tanah, curah hujan, kondisi geologi, tata guna lahan, dan tingkat kemiringan lereng. Pengolahan parameter-parameter tersebut dilakukan dengan metode skoring disertai dengan pembobotan masing-masing parameter. Hasilnya adalah peta citra satelit zonasi kawasan rawan bencana tanah longsor. Kategori kerawanan dibagi menjadi 3 yaitu kurang rawan(<-2,5), rawan(>-2,6 s/d <-3,6), dan sangat rawan(>-3,7) [3].

2. Penelitian yang dilaksanakn oleh Mubekti dan Fuaziah Alhasanah di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan dilatarbelakangi oleh potensi longsor di kawasan padat penduduk di daerah perbukitan. Faktor lainnya adalah kurang baiknya pemanfaatan ruang dan lahan, serta rendahnya kesadaran lingkungan yang rendah. Parameter-paramater yang digunakan adalah kelerengan, permeabilitas tanah, tutupan lahan, dan faktor geologi. Metode yang digunakan adalah metode skoring. Hasil dari perhitungan skor adalah tingkat potensi kerawanan dan dan tingkat kelas risiko longsor. Peta yang dihasilkan adalah peta potensi rawanbahaya yanah longsor dan peta risiko tanah longsor [4].

(22)

2.2. Sistem Informasi Geografis

Berikut merupakan definisi Sistem Informasi Geografis dan pengertian-pengertian lainnya yang berkaitan.

2.2.1. Definisi

Kata “Geografis” mengandung sebuah pengertian mengenai permukaan bumi, baik 2 dimensi maupun 3 dimensi.Artinya, “geografi” berarti segala informasi yang mengenai tempat-tempat yang ada di permukaan bumi,posisi mengenai suatu objek, atau informasi mengenai objek yang posisinya diketahui tersebut. Istilah SIG pada dasarnya merupakan gabungan dari 3 unsur pokok, yaitu sistem, informasi, dan geografis. Dari ketiga unsur tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian SIG adalah tipe sistem informasi yang menekankan pada unsur informasi geografis [5].

Mengenai definisi SIG, SIG adalah sebuah sistem informasi mengenai permukaan bumi di mana kita bisa membuka peta digital di komputer, menambah informasi spasial baru untuk ditambahkan ke dalam sebuah peta,membuat peta yang tercetak yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan melakukan analisis spasial.Dengan demikian, SIG berarti bukan hanya tentang software, tetapi meliputi segala aspek manajemen dan menggunakan data geografi digital [6].

Secara eksplisit, kemampuan dari SIG adalah sebagai berikut [5]: 1. Memasukkan dan mengumpulkan data unsur-unsur geografis. 2. Mengintegrasikan data unsur-unsur geografis.

3. Memeriksa dan meng-update data unsur-unsur geografis.

4. Menyimpan dan memanggil kembali data unsur-unsur geografis. 5. Menyajikan kembali data unsur-unsur geografis.

6. Mengelola data unsur-unsur geografis. 7. Memanipulasi data unsur-unsur geografis. 8. Menganalisis unsur-unsur geografis.

9. Menghasilkan keluaran/output data unsur-unsur geografis dalam bentuk peta tematik, tabel, grafik, laporan, dan lain-lain.

(23)

2.2.2. Komponen dalam GIS

Komponen-komponen dalam SIG meliputi [5]: 1. Perangkat Keras(Hardware)

SIG dapat berjalan di berbagai platform, mulai dari PC desktop workstation, hingga multi-user host. Karena SIG tidak terikat pada karakteristik perangkat kerasnya, maka keterbatasan memori pada PC dapat diatasi.Perangkat keras yang sering digunakan adalah komputer(PC/CPU), mouse, keyboard, monitor(dengan VGA-card grafik) yang beresolusi tinggi.

2. Perangkat lunak(Software)

SIG merupakan perangkat lunak dengan sistem basisdatanya yang memegang peran kunci.

3. Data dan Informasi Geografis

SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data/informasi secara tidak langsung dengan import maupun mendijitasi data spasial secara on-screen dari peta analog lalu memasukkan data atribut ke tabel melalui keyboard.

4. Manajemen

Proyek SIG yang baik dikelola dan dijalankan oleh orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.

2.2.3. Model Data Spasial dalam GIS

Secara sederhana, ada 2 tipe data spasial dalam SIG yaitu [6]: 1. Model Data Vektor

Model Data Vektor menyajikan sebuah cara dengan menampilkan fitur-fitur

real world di dalam lingkungan SIG.Data-data spasial yang disajikan

berbentuk geometrik seperti titik, garis,poligon beserta atributnya. 2. Model Data Raster

Model Data Raster melakukan pendekatan dengan cara menampilkan struktur matriks yang terdiri dari susunan piksel(juga disebut cell(sel)).Tiap sel mempunyai nilai yang mempresentasikan kondisi dari wilayah yang ada dalam

(24)

sel tersebut.Akurasi dari model ini tergantung pada resolusi spasial/ukuran piksel. Contohnya adalah citra satelit.

2.2.4. Overlay

Salah satu prosedur analisis penting yang ada dalam SIG adalah Overlay.Overlay berarti tumpang-tindih, ini artinya Overlay merupakan kemampuan untuk menempatkan layer sebuah peta di layer peta lainnya.Hasilnya adalah peta gabungan dari peta-peta sebelumnya dengan atribut dan informasi dari peta-peta tersebut [7].

2.2.5. Geo-processing

Di dalam aplikasi SIG ArcGIS terdapat fungsi yang disebut

geo-processing.Pengertian secara umum geo-processing adalah proses mengolah dan

menganalisis terhadap unsur-unsur spasial dengan input dataset yang ada untuk menghasilkan sebuah informasi baru yang dapat digunakan untuk menjawab masalah spasial [7].

2.3. Tanah Longsor

Berikut merupakan definis tanah longsor dan pengertian-pengertian lainnya yang berkaitan.

2.3.1. Definisi

Longsor adalaha gejala alami yaitu proses perpindahan massa tanah atau batuan penyusun atau gabungan keduanya dengan arah miring dari kedudukan semula, dikarenakan adanya pengaruh gravitasi. Secara singkat proses terjadinya longsor adalah sebagai berikut: air meresap dan menambah beban tanah, air membus bidang kedap yang berfungsi sebagi bidang gelincir, tanah menjadi licin, kemudian tanah bagian atas bergerak mengikuti lereng [8].

Umumnya, kawasan dengan kerawanan tanah longsor memilki curah hujan tinggi dengan intensitas di atas 2500mm/tahun, kemiringan lereng curam , lebih dari 40%, dan atau daerah rawan gempa. Umumnya terdapat mata air dan alur air di

(25)

lembah-lembah subur di dekat sungai.Kawasan yang dapat dikategorikan sebagai kawasan rawan longsor, antara lain [8]:

1. Lereng-lereng kelokan sungai akibat erosi.

2. Daerah teluk lereng, peralihan antara lereng curam ke lereng landai dengan adanya pemukiman.

3. Daerah hunian yang dilalui patahan/sesar.

2.3.2. Penetapan Kawasan Rawan Bencana Longsor

Kawasan rawan bencana longsor ditetapkan dengan identifikasi dan inventarisasi karakteristik fisik alami yang merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya longsor. Secara umum faktor-faktor penyebab tanah longsor terdiri atas 2 aspek yaitu faktor alam dan faktor manusia.Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain [9]:

1. Hujan

Penguapan air tanah dalam jumlah besar pada musim kemarau yang panjang. Tanah kering akan menyusut volumenya sehingga munculrongga tanah, menyebabkan rekahan tanah. Melalui retakan tanah air hujan akan masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng (bidang gelincir) sehingga menimbulkan gerakan lateral.

2. Lereng terjal

Membesarnya gaya pendorong akibat lereng terjal. Lereng terjal terjadi akibat pengikisan oleh air dan angin. Kelerangan yang sering menyebabkan longsor adalah kemiringan 18⁰, apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsoran mendatar.

3. Tanah yang kurang padat (kompak) dan tebal.

Tanah yang kurang padat adalah tanah liat atau lempung dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan kelerengan lebih dari 22⁰. Tanah jenis ini berpotensi menyebabkan terjadinya longsor, terlebih bila terjadi hujan. Tanah liat juga

(26)

rawan dengan gerakan tanah karena lembek saat terkena air dan pecah saat suhu terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan dari gunung berapi dan batuan sedimen pasir dan campuran kerikil, lempung, dan pasir biasanya kurang kuat. Batuan tersebut mudah lapuk dan bila terdapat pada lereng terjal rawan terhadap tanah longsor.

5. Jenis Tata Guna Lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah lahan persawahan, perladangan dan penggunaan lahan yang menyebabkan adaya genangan air di lerengterjal. Pada persawahan, akar padi tidak cukup kuat mengikat butir tanah dan tanah menjadi lembek, sehingga mudah menjadi longsor. Sedangkan di daerah perladangan, penyebabnya adalah akar tanaman semusim tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam.

6. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi,getaran lalu lintas kendaraan dan mesin, dan ledakan. Akibatnya adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding bangunan menjadi retak.

7. Susut muka air pada danau atau bendungan

Gaya penahan lereng yang hilang akibat susutnya air dengan cepat menjadi hilang.

8. Adanya beban tambahan

Membesarnya gaya pendorong akibat beban tambahan, terutama di sekitar pada tikungan jalan pada daerah lembah.

9. Pengikisan / erosi

Pengikisanoleh aliran air sungai ke arah sungai. Selain itu, penggundulan hutan (vegetasi) disekitar tikungan sungai akan menyebabkan tebing menjadi lebih terjal.

(27)

10. Adanya material timbunan pada tebing.

Pemotongan tebing atau lembah untuk pengembangan dan perluasan pemukiman. Tanah timbunan pada lembah itu belum terpadatkan scara sempurna seperti tanah asli yang berada dibawahnya. Akibatnya, ketika terjadi hujan akan terjadi penurunan tanah yang diikuti dengan retakan tanah.

11. Bekas longsoran lama yang tidak segera ditangani

Longsoran lama biasanya terjadi selama dan setelah terjadipengendapan material gunung berapi pada lereng yang terjal ataupada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Ciri-ciri bekas longsoran lama, yaitu:

a. Tebing terjal yang panjang berbentuk tapal kuda.

b. Adanya mata air dengan pepohonan tebal karena tanahnya gembur dan subur.

c. Daerah longsor bagian atas umumnya landai. d. Adanya longsoran kecil pada tebing lembah.

e. Bekas longoran kecil pada longsoran lama berbentuk tebing-tebing terjal. f. Terdapat alur lembah dan pada tebingnya terdapat retakan dan longosran

kecil.

g. Longsoran lama yang cukup luas. 12. Adanya bidang diskontinuitas.

Bidang ini memiliki ciri: 1. Bidang perlapisan batuan .

2. Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

3. Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat. 4. Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air.

(28)

13. Penggundulan hutan.

Tanah longsor sering terjadi di lahan gundul karena kurangnya pengikatan air tanah.

14. Daerah penimbunan sampah

Lapisan tanah yang rendah yang digunakan untuk pembuangan sampah, ditambah guyuran hujan.

Faktor-faktor tersebut dijadikan dasar perumusan kriteria makro dalam penetapan kawasan rawan bencana longsor sebagai berikut [9]:

1. Kondisi kemiringan lereng dari 15% hingga 70% 2. Tingkat curah hujan tinggi( di atas 2500mm/tahun.

3. Kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah tebal(lebih dari 2 meter).

4. Struktur batuan penyusun(geologi) dengan bidang diskontinuitas atau striktur retakan.

5. Daerah yang dilalui patahan/sesar. 6. Adanya gerakan tanah.

7. Jenis tutupan tanah/lahan/vegetasi.

2.3.3. Klasifikasi tingkat Kerawanan

Suatu daerah dengan potensi longsor dapat dikelompokkan dalam 3 kategori sebagai berikut [8]:

1. Kerawanan Tinggi

Berpotensi terhadap gerak tanah dengan adanya pemukiman padat atau bangunan mahal dan penting.

2. Kerawanan Sedang

Berpotensi tinggi terhadap gerakan tanah, tetapi tidak terdapat pemukiman padat atau bangunan mahal dan penting.

(29)

3. Kerawanan Rendah

Berpotensi tinggi terhadap gerakan tanah, tetapi tidak ada resiko korban jiwa dan kerusakan bangunan.Kawasan dengan pemukiman padat dan terdapat bangunan penting atau mahal, namun tidak ada potensi terjadinya gerkan tanah atau longsoran juga termasuk kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.

2.4. Parameter Yang Digunakan

Dalam penelitian ini, faktor-faktor atau parameter yang digunakan dalam memetakan kawasan rawan bencana tanah longsor yang terdiri dari aspek alami dan manusia adalah curah hujan, kondisi geologi, jenis tanah, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng.Setiap parameter penyebab tanah longsor tersebut memiliki skor yang mencerminkan tingkat pengaruh dari parameter tersebut menyebabkan tanah longsor. Tiap parameter itu sendiri juga diberikan bobot berdasarkan sifat-sifat dari parameter itu sendiri [3].

(30)

Tabel 2.2 Parameter, Skor, dan Bobot

No Parameter Besaran Skor

1 Kelerengan >45% 5 25% - 45% 4 15% - 25% 3 8% - 15% 2 0% - 8% 1 2 Curah Hujan >3000 5 2500-3000 4 2000-2500 3 1000-2000 2 <1000 1 3 Jenis Tanah

Regosol, Litosol, Organosol 5 Andosol, Grumosol, Podsol 4 Brown Forest, Mediteran 3 Latosol 2 Alluvial, Glei 1

4 Tata Guna Lahan

Tegalan, Sawah 5 Semak belukar 4 Hutan, perkebunan 3 Bangunan, pemukiman 2 Perairan 1 5 Geologi Batuan Vulkanik 3 Batuan Sedimen 2 Batuan Aluvial 1

(31)

Selanjutnya untuk menghitung akumulasi nilai skor dari masing-masing parameter tersebut digunakan persamaan [3]:

Skor Kumulatif = (30% x faktor curah hujan) + (20% x faktor kelas geologi) + (20% x faktor kelas jenis tanah) + (15% x faktor kelas penggunaan lahan) + (15% x faktor kelas lereng)

Dari perhitungan skor di atas akan diperoleh skor kumulatif yang dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu [3]:

1. Zona Potensi Rendah (<=2,5) 2. Zona Potensi Sedang (2,6 - 3,6) 3. Zona Potensi Tinggi (>=3,7)

(32)

17

METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Dalam penyusuna laporan tugas akir ini, penulis melakukan penelitian tentang potensi rawan longsor di Kabupaten Magelang. Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui dan memetakan sebaran kawasan rawan bencana tanah longsor. Adapun faktor-faktor penyebab rawan longsor, faktor intensitas curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan, dan kondisi geologi digunakan sebagai parameter potensi rawan bencana tanah longsor.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan laporan ini, terdapat 2 tipe data yang digunakan. Data-data tersebut anatara lain:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan, dalam hal ini adalah kroscek lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui lembaga atau dinas pemerintahan terkait. Dalam penelitian ini, data sekunder adalah data utama yang digunakan untuk penulisan. Data sekunder yang digunakan dalam penlitian ini adalah dokumen Perda No.5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Magelang tahun 2010-2030 yang di dalamnya memuat:

a. File Shapefile Kabupaten Magelang b. Informasi lain yang diperlukan

(33)

3.3. Metode Analisis yang Digunakan

Dalam proses perhitungan, penentuan, dan pemetaan kawasan rawan tanah longsor berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan digunakan metode skoring dengan pembobotan tiap-tiap parameter.

3.3.1. Metode Skoring dan Pembobotan

1. Skoring

Metode Skoring adalah metode di mana besaran/kriteria tiap-tiap parameter diberikan nilai atau rating. Nilai value atau skor atau rating yang diberikan mempresentasikan seberapa besar kelas tersebut mempengaruhi terhadap longsor di kawasan tersebut.

Tabel 3.1 Contoh Klasifikasi Parameter Kelerengan

No Lereng Skor 1 >45% 5 2 25% - 45% 4 3 15% - 25% 3 4 8% - 15% 2 5 0% - 8% 1 2. Pembobotan(Weighting)

Pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai faktor secara bersamaan dengan cara memberi bobot pada masing-masing faktor tersebut. Pembobotan dapat dilakukan secara obejektif dengan perhitungan statistik atau secara subjektif dengan dasar pemahaman tentang proses tersebut. Misal dalam penentuan rawan longsor digunakan faktor curah hujan, kelerengan, jenis tanah, tata guna lahan, dan sebaran kondisi geologi. Masing-masing faktor memiliki peran berbeda diindikasikan dengan perbedaan bobot antar faktor [10].

(34)

3.3.2. Tahapan Metode Skoring dan Pembobotan

Adapun tahapan-tahapan yang dilalui dalam metode skoring disertai pembobotan ini antara lain [11]:

1. Menentukan Kriteria(Criteria)

Merupakan kriteria-kriteria yang menjadi faktor/parameter yang berperngaruh.

2. Menentukan Bobot(Weight)

Merupakan bobot yang menyertai masing-masing kriteria yang telah ditentukan

3. Menentukan Nilai(Rating)

Merupakan nilai yang diberikan pada masing-masing value dalam kriteria. 4. Menentukan Skor(Score)

Skor, di sini merupakan skor kumulatif, merupakan hasil penilain yang didapat dari kriteria. Skor didapat dengan mengalikan nilai dan bobot.

3.3.3. Peralatan yang Digunakan

Dalam penulisan laporan ini digunakan: 1. Perangkat Keras(Hardware)

Terdiri dari seperangkat komputer 2. Perangkat Lunak(Software)

Aplikasi SIG ArcView 9.3, Microsoft Office Excel 2010, Microsoft Office Word 2010

3.3.4. Bahan-Bahan yang Digunakan

Adapun bahan-bahan digunakan adalah:

1. Dokumen Perda No.5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Magelang tahun 2010-2030 yang berisi:

(35)

b. File Shapefile Curah Hujan c. File Shapefile Jenis Tanah

d. File Shapefile Kemiringan Lereng e. File Shapefile Kondisi Geologi f. File Shapefile Penggunaan Lahan 2. Data Laporan Kejadian Bencana Longsor

3. Buku Studi/Kajian mengenai bencana tanah longsor di Kabupaten Magelang

3.4. Demo ArcGIS 9.3

Berikut merupakan contoh tampilan layer dalam ArcGIS 9.3

(36)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Geografi

Kabupaten Magelang memiliki kondisi geografis dengan berada di pertengahan pulau Jawa di wilayah Provinsi Jawa Tengah.

4.1.1. Letak Geografis

Secara administratif Kabupaten Magelang termasuk bagian dari wilayah Provisinsi Jawa Tengah dan terletak di koordinat 110° 01’ 51” - 110° 26’ 28” Bujur Timur dan 7° 19 ’13” - 7°42’ 16” Lintang Selatan.

4.1.2. Batas Administrasi

.Batas-batas Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut: 1. Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang.

2. Selatan : Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulon Progo yang masuk dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali. 4. Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo. 5. Tengah : Kotamadya Magelang.

Kabupaten Magelang memiliki 21 kecamatan yang terdiri dari 370 desa/kelurahan.Kabupaten Magelang memilki luas 108.573 Ha atau sekitar dari 3,34 % dari luas Provinsi Jawa Tengah.

Rincian nama dan luas tiap kecamatan serta jumlah desa pada tiap kecamatan di dalam wilayah Kabupaten Magelang adalah sebagaimana data yang tertera dalam table di bawah ini :

(37)

Tabel 4.1 : Nama, Luasan dan Jumlah Desa Pada Tiap Kecamatan [12]

No Nama Jumlah Desa Luas(Ha) % Thd Total

1 Salaman 20 6.887 6,34 2 Borobudur 20 5.455 5,02 3 Ngluwar 8 2.244 2,07 4 Salam 12 3.163 2,91 5 Srumbung 17 5.163 4,90 6 Dukun 15 5.430 5 7 Muntilan 14 2.861 2,64 8 Mungkid 16 3.740 3,44 9 Sawangan 15 7.237 6,67 10 Candimulyo 19 4.695 4,32 11 Mertoyudan 13 4.535 4,18 12 Tempuran 15 4.904 4,52 13 Kajoran 29 8.341 7,68 14 Kaliangkrik 20 5.734 5,28 15 Bandongan 14 4.579 4,22 16 Windusari 20 6.165 5,68 17 Secang 20 4.734 4,36 18 Tegalrejo 21 3.589 3,31 19 Pakis 20 5.956 5,49 20 Grabag 28 7.716 7,11 21 Ngablak 16 4.380 4,03 Total 372 108.573 100

(38)

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Magelang

4.2. Kondisi Fisik

Kabupaten Magelang memiliki kondisi fisik berupa kontur alam yang sebagian berupa pegunungan dan memiliki curah hujan yang relatif tinggi pada musim penghujan.

4.2.1. Kondisi Iklim

Kabupaten Magelang beriklim tropis dengan temperatur bersuhu 20° - 27° C, dengan musim hujan dan kemarau berganti setiap 6 bulan dengan temperatur dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. 24° - 27° C 2. 22° - 22° C 3. 20° - 22° C 4. <20° C

(39)

4.2.2. Morfologi

Morfologi di Kabupaten Magelang secara umum terdiri dari datarn yang landai di bagian tengah dikellingi lereng-lereng gunung berapi, yaitu Gunng Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sumbing, sedang di bagian selatang terdapat Pegunungan Menoreh. Berikut merupakan daftar ketinggian gunung-gunung di Kabupaten Magelang: 1. Gunung Merapi : 2911 m 2. Gunung Merbabu : 3.119 m 3. Gunung Telomoyo : 1894 m 4. Gunung Andong : 1.736 m 5. Gunung Sumbing : 3.296 m 6. Gunung Gianti : 1.170 m 7. Gunung Kekep : 1.245 m

4.2.3. Kejadian Bencana Tanah Longsor

Kejadian bencana tanah longsor terjadi hampir setiap tahun di beberapa kecamatan. Menurut laporan dari Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, pada tahun 2014 terdapat 38 kejadian dan 18 kejadian diantaranya dipicu oleh hujan lebat. Kejadian bencana tanah longsor itu terjadi di 12 wilayah kecamatan yaitu : Kajoran, Salaman, Sawangan, Pakis, Bandongan, Dukun, Kaliangkrik, Secang, Windusari., Borobudur, Ngablak dan Tempuran.

Pada tahun 2015 terjadi 58 kejadian bencana tanah longsor yang keseluruhannya dipicu oleh adanya hujan lebat. Kejadian bencana tanah longsor itu terjadi di 15 wilayah kecamatan yaitu : Grabag, Candimulyo, Salam, Kajoran, Salaman, Sawangan, Pakis, Bandongan, Dukun, Kaliangkrik, Secang, Windusari., Borobudur, Ngablak dan Tempuran.

(40)

Tabel 4.2 : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014 [13]

No

Lokasi Waktu

Pemicu

Kecamatan Desa Dusun Bulan Tang

gal Jam

1 Bandongan Sukosari Gegersari 1 15 17.00 hujan

2 Dukun Kalibening Ngentak 1 1 15.00 hujan

3 Salaman Margoyoso Tobong 1 30 04.00 hujan

4 Tempuran Temanggal Jetis 1 17 14.00 hujan

5 Dukun Dukun Paten 2 3 04.00 hujan

6 Kajoran Bangsri Krajan 2 8 17.30 hujan

7 Kajoran Sambak Jarakan Timur 2 22 16.00 Hujan

8 Kajoran Sukomakmur Nampan 2 22 23.30 hujan

9 Kajoran Lesanpuro - 2 - - hujan

10 Kaliangkrik Kebonlegi Kebonlegi 2 10 15.00 hujan 11 Kaliangkrik Girirejo Mranggen 2 11 24.00 hujan

12 Sawangan Wonolelo Wirosuko 3 5 15.15 hujan

13 Sawangan Tirtosari - 3 14 - hujan

14 Sawangan Wonolelo - 3 18 - hujan

15 Bandongan Kalisalak - 4 21 15.30 -

16 Kajoran Sukorejo - 4 21 18.30 -

17 Ngablak Magersari - 4 15 04.30 -

18 Sawangan Banyuroto - 4 11 06.30 -

19 Kaliangkrik Adipuro Prampelan 6 3 13.00 -

20 Secang Secang Secang Atas 6 21 21.00 -

21 Windusari Candisari Pringapus 6 - - -

22 Sawangan Kapuhan

Wonogiri

Kidul 8 25 07.00 -

23 Secang Purwosari Pengilon 8 12 24.00 -

24 Dukun Keningar Gondangrejo 10 9 07.55 -

25 Pakis Ketundan - 10 26 14.00 -

26 Bandongan Banyuwangi Kayuares 11 26 03.00 -

27 Kajoran Sambak Punduhan 11 24 17.00 -

28 Salaman Jebengsari Jebengan 11 11 15.30 -

29 Salaman Ngargoretno Tegalombo 11 30 04.00 hujan 30 Borobudur Giritengah Ngaglik 12 18 21.00 hujan

31 Kajoran Sutopati Sukoyoso 12 5 22.00 hujan

32 Kajoran Sutopati Mentengan 12 5 22.00 hujan

33 Pakis Jambewangi Clowok 12 11 21.00 -

34 Pakis Kaponan Noyitan 12 12 06.00 -

(41)

Tabel 4.3 : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014 (lanjutan) [13]

No

Lokasi Waktu

Pemicu

Kecamatan Desa Dusun Bulan Tang

gal Jam

36 Salaman Kalirejo Kobar 12 11 20.00 hujan

37 Salaman Kalisalak Gorangan Lor 12 11 20.00 hujan 38 Windusari Pasangsari Brigasan 12 4 18.20 hujan

Tabel 4.4 : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015 [14]

No

Lokasi Waktu

Pemicu

Kecamatan Desa Dusun Bulan Tang

gal Jam

1 Windusari Windusari Ngadisono 1 4 17.30 Hujan

2 Pakis Kajangkoso Bono 1 6 02.00 Hujan

3 Windusari Candisari Truni 1 12 16.00 Hujan

4 Salaman Ngargoretno 1 19 21.30 Hujan

5 Secang Girikulon 1 19 17.45 Hujan

6 Sawangan Gantang Banyumari 1 22 18.00 Hujan

7 Sawangan Ketep Ketep 1 22 19.00 Hujan

8 Sawangan Banyuroto Suwanting 1 22 19.00 Hujan

9 Windusari Genito Plalar 1 28 16.00 Hujan

10 Salaman Ngargoretno Tegalombo 2 2 01.00 Hujan

11 Kaliangkrik Girirejo Sirebut 2 5 13.00 Hujan

12 Pakis Pakis Bowongan 2 7 18.30 Hujan

13 Pakis Losari Klenteng 2 7 17.00 Hujan

14 Borobudur Majaksingi Butuh 2 8 17.00 Hujan

15 Salaman Kalisalak Gorangan Kidul 2 8 16.00 Hujan

16 Salaman Margoyono Tlogosari 2 8

16.00-17.00 Hujan

17 Bandongan Ngapanrejo Citran 2 12 16.00 Hujan

18 Bandongan Ngapanrejo Garengan 2 12 16.30 Hujan

19 Kaliangkrik Balekerto Maduroso 2 12 16.00 Hujan 20 Salaman Kalisalak Gorangan Kidul 2 13 15.00 Hujan

(42)

Tabel 4.5 : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015 (lanjutan) [14]

No

Lokasi Waktu

Pemicu

Kecamatan Desa Dusun Bulan Tang

gal Jam

21 Windusari Gunungsari Gugu2 3 3 16.30 Hujan

22 Borobudur Kebonsari Kebonwage 3 12 19.00 Hujan

23 Borobudur Kebonsari Pule 3 14 23.00 Hujan

24 Windusari Gondangrejo Sampang 3 14 15.00 Hujan 25 Windusari Candisari Selilin 3 16 23.00 Hujan 26 Windusari Windusari Gegegan 3 23 17.00 Hujan 27 Windusari

Bandar

Sedayu Krajan 3 24 16.00 Hujan

28 Grabag Ngasinan Bleder 3 27 16.00 Hujan

29 Bandongan Salam Kanci 3 29 16.00 Hujan

30 Borobudur Sambeng Kedungan 3 3 29 00.30 Hujan 31 Borobudur Sambeng Sambeng 2 3 29 00.30 Hujan 32 Borobudur Candirejo Ngaglik 3 29 02.30 Hujan

33 Salaman Paripurno Kalisat 3 29 02.00 Hujan

34 Candimulyo Tempak Kagungan 3 30 00.30 Hujan

35 Borobudur Ngadiharjo Genjahan 4 18 14.30 Hujan 36 Borobudur Ngadiharjo

Karang

Tengah 4 18 14.30 Hujan

37 Borobudur Ngadiharjo Kalangan 4 18 14.30 Hujan

38 Sawangan Gantang Gadung 4 18 21.00 Hujan

39 Grabag Tlogorejo Temon 4 21 14.00 Hujan

40 Borobudur Giritengah 4 22 19.00 Hujan

41 Salaman Kalisalak Jurang 4 22 17.00 Hujan

42 Grabag Sambungrejo Nipis 4 23 16.00 Hujan

43 Kajoran Banjaragung Gondangan 4 23 16.00 Hujan 44 Salaman Kalirejo

Sabrang-Krajan 5 1 16.30 Hujan

45 Salaman Kalirejo Karangwetan 5 1 16.30 Hujan 46 Tempuran Tanggulrejo Jlenggreng 5 1 19.00 Hujan 47 Tempuran Tanggulrejo Tanggulboyo 5 2 05.00 Hujan

48 Secang Donomulyo Kalisalak 6 2 04.00 Hujan

49 Windusari Umbulsari Sidoposo 8 23 05.00 Hujan

(43)

Tabel 4.6 : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2015 (lanjutan) [14]

No

Lokasi Waktu

Pemicu

Kecamatan Desa Dusun Bulan Tang

gal Jam

51 Bandongan Kalegan Kaweron 12 14 18.00 Hujan

52 Grabag Sidogede Nasri 12 14 23.00 Hujan

53 Kajoran Kajoran Pedan Kulon 12 14 17.45 Hujan 54 Ngablak Jogonayan Jogonayan 12 14 16.00 Hujan

55 Salam Tersangede Nabin 12 15 19.15 Hujan

56 Dukun Kalibening Ngentak 2 12 24 19.15 Hujan

57 Grabag Pesidi Pesidi 12 24 15.00 Hujan

58 Ngablak

Kembang

kuning Campurejo 12 24 15.00 Hujan

4.3. Skoring dan Pembobotan untuk Menentukan Tingkat Kerawanan

Penentuan skor pada masing-masing kategori parameter ditentukan oleh besaran atau sifat dari parameter tersebut. Jika suatu besaran atau sifat dari sebuah kategori parameter memiliki potensi pengaruh yang mengakibatkan terjadinya longsor, maka akan diberikan skor yang tinggi.

Dari akumulasi skor(rating/nilai) masing-masing kategori parameter yang ada di suatu daerah tersebut, nantinya akan dihitung skor kumulatif yang menunjukan tingkat kerawanan daerah tersebut. Berikut tahapan yang dilalui.

4.3.1. Penentuan Kriteria(Criteria)

Penentuan kriteria merupakan penentuan faktor atau parameter yang digunakan sebagai alat perhitungan penentuan kawasan bencana tanah longsor. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, faktor penyebab tanah longsor antara lain [15]:

1. Curah Hujan 2. Jenis Tanah

(44)

3. Kemiringan Lereng 4. Tata Guna Lahan 5. Kondisi Geologi

4.3.2. Penentuan Bobot(Weight)

Pemberian bobot untuk menentukan tingkat daerah rawan longsor disesuaikan dengan faktor dominan atau faktor terbesar penyebab terjadinya longsor. Berdasarkan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, curah hujan merupakan penyebab dominan tanah longsor, sehingga bobotnya lebih besar daripada parameter lain. Curah hujan memiliki bobot sebesar 30%, sedang geologi dan jenis tanah diberi bobot yang sama yaitu 20%, dan tata guna lahan dan kemiringan lereng masing-masing diberi bobot 15%.

Bobot:

1. Curah hujan : 30% 2. Jenis Tanah : 20%

3. Geologi : 20%

4. Tata Guna Lahan : 15%

5. Lereng : 15%

4.3.3. Penentuan Nilai(Rating)

Nilai(value/skor) diberikan pada masing-masing kategori yang terdapat di dalam kriteria(faktor/parameter). Nilai yang diberikan memiliki range antara 1 sampai 5 tergantung pada parameter itu sendiri.

1. Curah Hujan

Penentuan skor curah hujan dilakukan berdasarkan tingkat intensitas curah hujan hujan di suatu daerah, semakin tinggi curah hujannya, maka semakin tinggi pula skor yang diberikan. Besaran dari skor tersebut menunjukkan tingkat pengaruh terhadap potensi longsor, karena tanah yang gembur dan lapuk oleh air lebih mudah meluncur/longsor dari tebing. Sedangkan klasifikasi dan rating nilai value tiap kategori yaitu [16]:

(45)

Tabel 4.7 Skor Parameter Curah Hujan

No. Parameter Besaran Skor

1 Curah Hujan >3000 5 2500-3000 4 2000-2500 3 1000-2000 2 <1000 1 2. Jenis Tanah

Di Kabupaten Magelang terdapat beberapa jenis tanah antara lain aluvial, latosol, litosol, andosol, regosol dan campuran di antara jenis-jenis tanah tersebut. Jenis tanah yang memiliki sifat meresap air yang bagus lebih cenderung peka terhadap longsor karena tanah tersebut mudah menjadi gembur dan lapuk oleh air yang meresap. Berdasarkan data dan Sobirin(2013) maka nilai skor jenis tanah yang digunakan adalah sebagai berikut [17]:

Tabel 4.8 Skor Parameter Jenis Tanah

Jenis Tanah Kepekaan Longsor Score

Alluvial, Glei Tidak peka 1

Latosol Sedikit peka 2

Brown Forest,

Mediteran Agak peka 3

Andosol, Grumosol,

Podsol Peka 4

Regosol, Litosol,

(46)

3. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng sangat berpengaruh pada kerentanan terhadap longsor. Semakin terjal suatu lereng, maka semakin tinggi potensi terjadinya tanah longsor. Besaran atau satuan yang digunakan dalam kemiringan lereng adalah prosentase(%). Berdasarkan data dan Van Zuidam(1983) maka skor jenis tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut [18]:

Tabel 4.9 Skor Parameter Kelerengan

No. Parameter Besaran Skor

1 Kelerengan >45% 5 30% - 45% 4 15% - 30% 3 8% - 15% 2 0% - 8% 1

4. Tata Guna Lahan

Penggunaan atau tutupan pada suatu lahan berpengaruh pada tanah longsor karena dapat mempengaruhi sifat tanah yang ditutupi, contohnya jika suatu lahan ditutupi oleh pepohonan, maka akar-akar mencengkeram tanah dengan kuat dan meminimalisir terjadinya longsor. Menurut data yang diambil Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Magelang terdapat 13 jenis penggunaan lahan. Dari 13 jenis tata guna lahan tersebut, dapat disederhanakan menjadi 5 kategori [4]:

(47)

Tabel 4.10 Skor Parameter Tata Guna Lahan

Parameter Keterangan Skor

Penggunaan Lahan

Sawah, tegalan 5

Semak Belukar, rumput, tanah berbatu, pasir

darat 4 Hutan.perkebunan 3 Bangunan 2 Perairan 1 5. Kondisi Geologi

Menurut Djauhari Noor(2011) jenis batuan geologi dapet dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu batuan vulkanik, batuan sedimen, dan batuan aluvial. Sedang dari ketiga tipe batuan tersebut terdapat beberapa jenis [19]:

a. Batuan vulkanik, termasuk batuan basal, andesit, lava. tuff b. Batuan sedimen, termasuk batuan breksi, batu gamping, lanau c. Batuan aluvial

Lalu dilihat dari data, skor geologi dapat diklasifikasikan sebagai berikut [4]:

Tabel 4.11 Skor Parameter Kondisi Geologi

No. Parameter Sifat Batuan Skor

1 Kondisi Geologi Vulkanik 3 Sedimen 2 Aluvial 1

(48)

4.3.4. Penentuan Skor(Score)

Nilai skor kumulatif untuk menentukan tingkat kerawanan didapat setelah semua nilai masing-masing kategori dalam kriteria faktor penyebab longsor telah ditentukan. Pemberian bobot untuk menentukan tingkat daerah rawan longsor disesuaikan dengan faktor dominan atau faktor terbesar penyebab terjadinya longsor.

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(2004), curah hujan merupakan faktor dominan penyebab terjadinya longsor sehingga bobotnya lebih besar daripada parameter lain. Curah hujan memiliki bobot sebesar 30%, sedang geologi dan jenis tanah memiliki bobot yang sama yaitu 20%, dan faktor tata guna lahan dan kelerengan memiliki bobot 15%. Lalu dari bobot masing-masing parameter perhitungan skor kerawanan dapat ditentukan sebagai berikut [15]:

Skor Kumulatif = (30% x faktor curah hujan) + (20% x faktor kelas geologi) + (20% x faktor kelas jenis tanah) + (15% x faktor kelas penggunaan lahan) + (15% x faktor kelas lereng)

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi(2004) terdapat 3 jenis skor kerawanan, yaitu [15]:

Tabel 4.12 Skor Kerawanan

No. Keterangan Zona Skor

1 Kerawanan

Tinggi >=3,7

Sedang 2,6 – 3,6

Rendah <= 2,5

Skor Kumulatif = (30% x faktor curah hujan) + (20% x faktor kelas geologi) + (20% x faktor kelas jenis tanah) + (15% x faktor kelas penggunaan lahan) + (15% x faktor kelas lereng)

(49)

4.4. Menampilkan dan Pengolahan Peta dalam ArcGIS

Dalam pengolahan peta di ArcGIS perlu dilakukan beberapa hal seperti menentukan sistem koordinat, pengolahan dengan proses geoprocessing sampai dengan penghitungan skor kerawanan. Secara garis besar, proses pengolahan peta tersebut adalah sebagai berikut.

4.4.1. Menentukan Sistem Koordinat

Sebelum melakukan pengolahan peta dalam ArcGIS, terlebih dahulu perlu ditentukan sistem koordinat setiap file peta shp. Sistem koordinat dperlukan untuk mengintegrasikan sejumlah layer yang di dalam batas yang sama atau berdekatan [20].

Sistem koordinat untuk Indonesia wilayah provinsi Jawa Tengah adalah WGS 1984 UTM Zone 49S [21].

Jika pada peta belum ditentukan sistem koordinatnya, maka informasi yang tersedia adalah Undefined.Untuk memilih koordinat pada peta shp yang tidak tersertai informasi sistem koordinatnya, dapat dilakukan dengan cara klik kanan pada dataframe(gambar peta).

4.4.2. GeoprocessingDissolve

Misal peta Administrasi masih memiliki batas desa di samping batas kecamatan. Untuk menghilangkan batasan administrasi desa sehingga yang terlihat hanya batas administrasi kecamatan, maka digunakan tool yang disebut Geoprocessing.

Geoprocessingsendiri memiilki banyak daftar tool yang bisa digunakan untuk

pengolahan peta. Tool yang digunakan untuk menampillkan batas kecamatan saja adalah Dissolve. Dissolve akan menghilangkan polygon-polygon yang terdapat dalam sebuah polygon yang lebih besar dan sama, dalam hal ini desa-desa yang ada di kecamatan yang sama. Setelah membuat nama file baru jika diinginkan, lalu pilih atribut yang ingin ditampilkan saja pada peta baru, dalam hal ini kecamatan. Dissolve juga dapat dilakukan pada peta lain, misal curah hujan, untuk menampilkan skor dan intensitas curah hujan saja. Untuk melihat batasan

(50)

kecamatannya, maka layer yang diaktifkan adalah layer peta administrasi dan layer peta curah hujan. Namun layer peta administrasi perlu di-drag paling atas sebelum layer curah hujan, karena layer yang terletak di atas adalah layer yang dibaca terlebih dahulu oleh program.

4.4.3. Pewarnaan dengan Symbiology

Pada peta seperti peta curah hujan, terdapat 5 skor, yaitu skor 1 sampai 5, skor 1 menunjukkan curah hujan paling rendah dan skor 5 menunjukan curah hujan paling tinggi. Untuk membedakan skor tersebut dengan warna, dapat dilakukan melalui menu Symbiology.

(51)

4.4.4. Menampilkan Label Features

Pada layer misal peta administrasi, nama kecamatan atau desa(jika masih ada di data layer) dapat ditampillkan hingga terlihat namanya.

4.4.5. Peta Kerawanan dengan Geoprocessing Intersect

Untuk membuat peta kerawanan, maka dilakukan tumpang tindih(overlay) dari peta-peta parameter yang ada. Alat(tool) yang digunakan di sini adalah

Geoprocessing Intersect. Proses tumpang tindih dilakukan pada peta curah hujan,

peta jenis tanah, peta kelerengan, peta tata guna lahan , dan peta sebaran kondisi geologi . Hasilnya adalah peta dengan atribut masing-masing parameter disertai dengan skornya.

4.4.6. Menghitung Skor Kerawanan melalui Field Calculator

Untuk menghitung skor kerawanan dapat dilakukan melalui Field Calculator yang terdapat dalam Attribut Table. Peta gabungan hasil geo-processing Intersect mempunyai semua atribut parameter beserta skor-skornya, sehingga skor kumulatif dapat dihitung di dalam program ArcGIS. Skor-skor parameter dimasukkan dengan menggunakan rumus (30% x skor curah hujan) + (20% x

skor geologi) + (20% x skor jenis tanah) + (15% x skor tata guna lahan) + (15% x skor lereng).

Untuk membuka Field Calculator pertama klik kanan pada nama layer lalu buka

Attribut Table. Setelah membuat kolom baru dengan nama “Rawan”, klik kanan

pada kolom tersebut lalu pilih Field Calculator. Setelah itu yang perlu dilakukan hanyalah memasukkan rumus dan pilih Ok.

(52)
(53)
(54)

4.5. Implementasi Peta dengan ArcGIS 9.3

Implementasi peta shp menggunakan ArcGIS 9.3 adalah sebagai berikut:

4.5.1. Peta Kabupaten Magelang

Pembuatan peta Kabupaten Magelang dilakukan dengan menggunakan tool

(55)
(56)

4.5.2. Peta Curah Hujan

Pembuatan peta curah hujan dilakukan dengan membuka file shp curah hujan yang tersedia, file shp akan termuat secara otomatis. Selanjutnya adalah mengisi skor intensitas curah hujan secara manual tiap wilayah berdasarkan tabel parameter.

Tabel 4.13 Skor Parameter Curah Hujan

No. Parameter Besaran Skor

1 Curah Hujan >3000 5 2500-3000 4 2000-2500 3 1000-2000 2 <1000 1

(57)
(58)
(59)

Warna yang lebih gelap menunjukkan skor curah hujan yang lebih besar, yang berarti intensitas curah hujan di daerah tersebut lebih tinggi dibanding dengan daerah dengan warna yang lebih terang.

4.5.3. Peta Jenis Tanah

Pembuatan peta jenis tanah dilakukan dengan membuka file shapefile jenis tanah, lalu pengisian skor berdasarkan tabel parameter dapat dilakukan sama seperti pengisian skor pada peta sebelumnya(curah hujan).

Tabel 4.14 Skor Parameter Jenis Tanah

Jenis Tanah Kepekaan Longsor Score

Alluvial, Glei Tidak peka 1

Latosol Sedikit peka 2

Brown Forest, Mediteran Agak peka 3

Andosol, Grumosol, Podsol Peka 4

(60)
(61)
(62)

Skor paling rendah (1) dipresentasikan dengan warna hijau dan skor paling tinggi (5) dipresentasikan dengan warna merah, sehingga menunjukkan bahwa skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kepekaan jenis tanah tersebut terhadap longsor.

4.5.4. Peta Kelerengan

Pembuatan peta kelerengan dilakukan dengan membuka dan mengkatifkan file shapefile kelerengan lahan. Pengisian skor berdasarkan tabel parameter dilakukan sama seperti pada peta parameter sebelumnya.

Tabel 4.15 Skor Parameter Kelerengan

No. Parameter Besaran Skor

1 Kelerengan >45% 5 30% - 45% 4 15% - 30% 3 8% - 15% 2 0% - 8% 1

(63)

(64)
(65)

4.5.5. Peta Penggunaan Lahan

Pembuatan peta tata guna(penggunaan) lahan dilakukan dengan membuka dan mengkatifkan file shapefile tata guna lahan. Pengisian skor berdasarkan tabel parameter dilakukan sama seperti pada peta parameter sebelumnya.

Setelah peta didapat, maka pengisian skor dapat dilakukan berdasarkan tabel parameter.

Tabel 4.16 Skor Parameter Tata Guna Lahan

Parameter Keterangan Skor

Penggunaan Lahan

Sawah, tegalan 5

Semak Belukar, rumput,

tanah berbatu, pasir darat 4

Hutan.perkebunan 3

Bangunan 2

(66)
(67)
(68)

4.5.6. Peta Geologi

Pembuatan peta kondisi geologi dilakukan dengan membuka dan mengaktifkan file shapefile kondisi geologi. Pengisian skor berdasarkan tabel parameter dilakukan sama seperti pada peta parameter sebelumnya.

Tabel 4.17 Skor Parameter Geologi

No. Parameter Sifat Batuan Skor

1 Kondisi Geologi

Vulkanik 3

Sedimen 2

(69)
(70)
(71)

4.5.7. Peta Rawan Longsor

Untuk pembuatan peta rawan longsor ini, digunakan geo-processing Intersect. Proses geoprocessing Intersect dilaksanakan untuk menggabungkan semua peta parameter yang telah ditentukan masing-masing skornya

.

Gambar 4.15 Intersect

Rumus untuk menghitung tingkat kerawanan adalah (30% x skor curah hujan)

+ (20% x skor geologi) + (20% x skor jenis tanah) + (15% x skor tata guna lahan) + (15% x skor lereng).

Untuk penghitungan skor kumulatif kerawanan dapat dilakukan melalui Attribut

Table. Sebelumnya perlu ditambahkan kolom skor kumulatif dan keterngan

kerawanan dengan cara klik Options pada Attribute Table, lalu pilih add field.

Field tidak dapat ditambah jika Start Editing pada Editor aktif, sehingga harus

dipastikan terlebih dahulu. Tipe data yang dipilih untuk skor adalah Double sedang untuk keterangan adalah String.

Untuk memulai proses perhitungan, klik kanan pada kolom(field) skor kumulatif, lalu pilih field calculator.

(72)
(73)
(74)

59 1. Daerah zona kerawanan rendah meliputi Mertoyudan, sebagian besar

Tegalrejo, sebagian besar Secang, dan sebagian besar Candimulyo.

2. Daerah zona kerawanan sedang meliputi Windusari, Bandongan, sebagian kecil Secang, Kaliangkrik, Kajoran, Tempuran, Salaman, Borobudur, Mungkid,Muntilan, Salam, Ngluwar, Srumbung, Dukun, Sawangan, Pakis, Ngablak, dan Grabag.

3. Daerah zona kerawanan tinggi meliputi Windusari, Kaliangkrik, Kajoran, Salaman, sebagian kecil Borobudur, Srumbung, Dukun, Sawangan dan sebagian kecil Pakis.

4.6. Akurasi Ramalan GIS dengan Data Kejadian

Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Magelang, kejadian bencana tanah longsor adalah sebagai berikut :

 Pada tahun 2014 telah terjadi 38 kejadian tanah longsor di 12 kecamatan.  Pada tahun 2015 telah terjadi bencana tanah longsor sebanyak 58 kali di

15 kecamatan.

Sehingga jumlah kejadian tanah longsor pada tahun 2014 dan 2015 adalah sebanyak 96 kali yang terjadi di 15 kecamatan.

Data kejadian bencana tanah longsor pada tahun 2014 dan 2015 adalah sebagai berikut :

(75)

Tabel 4.18 : Data Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014 dan 2015

[13] [14]

No Kecamatan Jumlah Kejadian % Peringkat

2014 2015 ∑ 1 Salaman 5 10 15 18.519 1 2 Borobudur 1 10 11 13.580 2 3 Windusari 2 9 11 13.580 2 4 Kajoran 8 2 10 12.346 3 5 Sawangan 5 4 9 11.111 4 6 Bandongan 3 4 7 8.642 5 7 Pakis 4 3 7 8.642 5 8 Grabag 0 5 5 6.173 6 9 Kaliangkrik 3 2 5 6.173 6 10 Secang 2 2 4 4.938 7 11 Dukun 3 1 4 4.938 7 12 Ngablak 1 2 3 3.704 8 13 Tempuran 1 2 3 3.704 8 14 Candimulyo 0 1 1 1.235 9 15 Salam 0 1 1 1.235 9 16 Mertoyudan 0 0 0 0.000 - 17 Muntilan 0 0 0 0.000 - 18 Ngluwar 0 0 0 0.000 - 19 Srumbung 0 0 0 0.000 - 20 Tempuran 0 0 0 0.000 - 21 Tegalrejo 0 0 0 0.000 - 38 58 96 100

Dengan demikian, maka perbandingan hasil analisi potensi kerawanan longsor di Kabupaten Magelang dengan GIS dengan Data Kejadian selama tahun 2014-2015, adalah sebagai berikut :

(76)

Tabel 4.19 Tabel Data Kejadian vs GIS

No Kecamatan

Jumlah, dan Prosentase

Kejadian Tanah Longsor GIS vs Kejadian 2014-2015 ∑ % Kategori GIS Kejadian 1 Salaman 15 15,625 V V 2 Borobudur 11 11,458 V V 3 Windusari 11 11,458 V V 4 Kajoran 10 10,417 V V 5 Sawangan 9 9,375 V V 6 Bandongan 7 7,292 V V 7 Pakis 7 7,292 V V 8 Grabag 5 5,208 V V 9 Kaliangkrik 5 5,208 V V 10 Secang 4 4,167 V V 11 Dukun 4 4,167 V V 12 Ngablak 3 3,125 V V 13 Tempuran 3 3,125 V V 14 Candimulyo 1 1,042 V 15 Salam 1 1,042 V V 16 Mungkid V 17 Muntilan V 18 Nguwar V 19 Srumbung V 96 100 18 15

Dari hasil perbandingan di atas maka dapat dihitung prosentasi akurasi GIS adalah 15/18 x 100% = 83%

(77)

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan peta-peta shp dalam data Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Magelang, dan menggunakan dengan program ArcGIS View 9.3 dengan teknik geo-processing Intersect dan metode skoring, dapat disusun peta tematik mengenai sebaran wilayah rawan longsor, yang dapat digunakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan masyarakat sebagai alat deteksi dini.

2. Perbandingan hasil analisis GIS didapatkan, bahwa wilayah yang rawan longsor adalah sebanyak 18 kecamatan, sedangkan kejadian longsor tercatat terjadi di 15 kecamatan. Dengan demikian prosentasi akurasi pemetaan rawan longsor dengan GIS adalah : 15/18 x 100% = 83%.

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang perlu dilakukan adalah:

1. Peta rawan bencana longsor tingkat kabupaten ini, perlu diolah dan disajikan dalam bentuk peta tingkat kecamatan dan desa dengan desa lalu didistribusikan ke semua desa, sehingga informasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat awam.

2. Pendistribusian peta rawan bencana longsor kepada pemerintah desa perlu dikuti dengan penjelasan, diskusi dan penelusuran lapangan (transek) untuk menambah pemahaman dan kesiapsiagaan masyarakat akan bencana tanah longsor.

Gambar

Tabel 3.1 Contoh Klasifikasi Parameter Kelerengan
Gambar 3.1 Contoh Tampilan Layer Curah Hujan
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Magelang
Tabel 4.2  : Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2014 [13]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siswa memahami materi yang dijelaskan oleh guru yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.. Siswa memahami materi dengan bantuan media pembelajaran yang dibawakan oleh

Untuk menerapkan manajemen stratejik suatu organisasi harus dapat merumuskan visi, misi, tujuan dan strateji yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Penerapan

Sebagai sub sistem dari sistem pembanguna nasional, pendidikan islam harus mewujudkan pula tujuan pendidikan nasional secara utuh, sedang sebagai bagian integral dari

Selain itu, bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh pemerintah dalam rangka penguatan UMKM agar tetap bertahan serta dapat bersaing dalam menghadapi Masyarakat

Dari penerapan nilai-nilai as Sunah, privasi antara pemilik rumah, anak kos dan pihak luar seperti tamu, tetangga maupun kerabat kurang dapat terjaga dikarenakan arah hadap

Gambar 8 menjelaskan ilustrasi penyisipan pesan. Warna kuning merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan file format media sebesar 56 bytes, warna biru digunakan

Pantai Pulau Bengkalis bagian Barat yang mengalami laju abrasi dan akresi paling tinggi pada kurun waktu tahun 1988 – 2014 .... Laju perubahan garis pantai Pulau Bengkalis bagian

dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam.. bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar