TESIS RE 2099
ANALISIS PENGARUH PEMODULASIAN SUHU
TERHADAP SENSITIFITAS DAN SELEKTIFITAS
SENSOR GAS SEMIKONDUKTOR
HENRY HASIAN LUMBAN TORUAN 2206 204 011
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Muhammad Rivai, S.T., M.T.
PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
TESIS RE 2099
ANALISIS PENGARUH PEMODULASIAN SUHU
TERHADAP SENSITIFITAS DAN SELEKTIFITAS
SENSOR GAS SEMIKONDUKTOR
HENRY HASIAN LUMBAN TORUAN 2206 204 011
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Muhammad Rivai, S.T., M.T.
PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Lembar Pengesahan
Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Teknik (M.T)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember oleh :
Henry Hasian Lumban Toruan Nrp. 2206 204 011
Tanggal Ujian : Kamis, 31Juli 2008 Periode Wisuda : September
Disetujui oleh :
1. Dr. Muhammad Rivai, S.T., M.T. (Pembimbing ) NIP : 132 088 341
2. Achmad Arifin, ST. M.Eng. Ph.D (Penguji) NIP : 132 163 669
3. Dr. Ir. Djoko Purwanto, M.Eng (Penguji) NIP : 131 879 397
4. Dr. Tri Arief Sardjono, ST. MT. (Penguji) NIP : 132 135 222
5. Totok Mujiono, Ir.,MI.Kom (Penguji)
NIP : 131 846 106
Direktur Program Pascasarjana,
Prof. Dr. Ir. Suparno. MSIE NIP. 130 532 035
Analisis Pengaruh Pemodulasian Suhu
Terhadap Sensitifitas dan Selektifitas
Sensor Gas Semikonduktor
Nama mahasiswa : Henry Hasian Lumban Toruan
NRP : 2206 204 011
Pembimbing : Dr. Moch.Rivai,S.T.,M.T.
ABSTRAK
Pengidentifikasian berbagai jenis gas biasanya menggunakan deret sensor sehingga berbentuk fisik dan berdaya besar serta tidak praktis dan mahal. Hal ini dapat dihindarkan dengan menggunakan sebuah sensor dengan sistem pemodulasian suhu. Pemodulasian suhu dilakukan dengan memberikan sinyal pulsa, segitiga dan sinus beramplitudo 5V dengan periode 8, 16, 32, 48 dan 64 detik pada elemen pemanas sensor TGS 2620. Penganalisisan data terhadap bahan bakar pada komputer menggunakan FFT, PCA dan JST-BP.
Pada analisis sensitifitas, berdasarkan tampilan grafik perubahan tegangan sensor terhadap perubahan konsentrasi minyak tanah didapati bahwa pemanas pulsa periode 32 detik adalah yang terbaik untuk membuat sensor menjadi lebih sensitif. Hal ini ditunjukkan dengan grafik sensitifitasnya yang memiliki kemiringan garis 0.00004 Volt/ppm.
Pada analisis selektifitas, berdasarkan jumlah epoch yang terendah untuk mencapai error 0.000001 pada proses pelatihannya didapati bahwa pemanas pulsa periode 32 detik adalah yang terbaik untuk membuat sensor menjadi lebih selektif pada pengidentifikasian bahan bakar minyak tanah, pertamax, premium dan solar dengan jumlah epoch 284. Pada pelatihan dan pengujian masing-masing bahan bakar 10 dan 5 sampel memiliki tampilan plot 1st and 2nd Principal Component menunjukkan tiap gas telah terpisah serta tingkat keberhasilan pengenalan mencapai 100%.
Kata kunci : modulasi suhu, sensor gas semikonduktor, sensitifitas, selektifitas, FFT, PCA, JST-BP
The Analysis of Temperature Modulation Influence
to Semiconductor Gas Sensor's Sensitivity and Selectivity
By : Henry Hasian Lumban Toruan
Student Identity Number : 2206 204 011
Supervisor : Dr. Moch.Rivai,S.T.,M.T.
ABSTRACT
The identification of various gases usually use sensor array that have big dimension and consume large power and also impractical and expensive. This method can be avoided by use one sensor using modulated temperature system. The temperature modulation is done by generates the 5 V pulse, triangle and sine wave with 8, 16, 32, 48 and 64 seconds period to the sensor's heater. The data analysis for fuel is done at computer using FFT, PCA and NN-BP.
At sensitivity analysis, based on graph appearance that figures the change of the sensor's voltage againts the change of the kerosene's concentration shows that the pulse wave with 32 seconds period is the best that makes the sensor more sensitive. This can be shown from the graph that have the gradient 0.00004 Volt/ppm.
At selectivity analysis, based on the lowest amount of epoch to reach errors of 0.000001 at the training process shows that the pulse wave with 32 seconds period is the best wave that makes the sensor more selective for fuel identification kerosene, pertamax, gasoline and diesel fuel with 284 epochs. For the identification of training and testing each fuel of 10 and 5 samples, the plot of 1st and 2nd Principal Component appearance for training samples shows that every gas have separated and the rate of identification reach 100%.
Keywords: Temperature modulation, semiconductor gas sensor, sensitivity, selectivity, FFT, PCA, NN-BP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Pemodulasian Suhu terhadap Sensitifitas dan Selektifitas Sensor Gas Semikonduktor”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Teknik (M.T.) di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Muhammad Rivai,S.T,M.T, sebagai dosen pembimbing yang
dengan sabar dan penuh pengertian telah begitu banyak memberikan bimbingan dan motivasi selama penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Djoko Purwanto, M.Eng., Bapak Achmad Arifin, ST. M.Eng., Ph.D, Bapak Dr. Tri Arief Sardjono, S.T., M.T. dan Bapak Totok Mujiono, Ir., MI. Kom sebagai dosen penguji tesis yang telah banyak memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.
3. Teman-teman S2, adik-adik S1 dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan selama penyelesaian tesis ini.
4. Orang tua, tante Endang, abang, adik, istri serta anak-anakku Theo dan Febi yang telah begitu banyak memberikan doa dan dorongan serta pengorbanan demi kelangsungan studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun untuk pengembangan penelitian ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu elektronika, khususnya bidang instrumentasi.
Surabaya, 15 Agustus 2008 Penyusun
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan i Abstrak ii Abstract iii Kata Pengantar iv Daftar Isi v
Daftar Gambar vii
Daftar Tabel ix BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 1 1.3. Batasan Masalah 2 1.4. Tujuan Penelitian 2 1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1.Kajian Pustaka 5
2.2. Sensor Gas Semikonduktor 7
2.3 Mikrokontroler ATmega8535 9
2.4 Fast Fourier Transform (FFT) 10
2.5 Principal Component Analysis (PCA) 15 2.6 Jaring Saraf Tiruan-BackPropagation (JST-BP) 18
BAB 3. RANCANG BANGUN SISTEM
3.1 Perancangan Sistem 23
3.2 Perancangan Perangkat Keras 35
3.4 Perancangan Algoritma FFT 37
3.5 Perencanaan Algoritma PCA 38
3.6 Perencanaan Algoritma BP pada JST 42
4.1 Hasil Pengujian Analisis Sensitifitas 47
4.2 Pembahasan Analisis Sensitifitas 55
4.3 Hasil Pengujian Analisis Selektifitas 57
4.4 Pembahasan Analisis Selektifitas 78
BAB 5. KESIMPULAN 83
DAFTAR PUSTAKA. 85
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur sensor gas semikonduktor 7
Gambar 2.2. Pembentukan tegangan barrier saat tanpa gas pereduksi (a) dan pengurangan tegangan barrier saat adanya gas pereduksi (b) 8
Gambar 2.3 Grafik karakteristik sensitifitas sensor 9
Gambar 2.4 Konfigurasi FFT peruraian dalam frekwensi radiks 2 N=16 titik 12 Gambar 2.5 Plot 1st PC dan 2nd PC dari dua jenis data yang berbeda 18 Gambar 2.6 Arsitektur lengkap JST feed forward lengkap (a) dan layer
diagram (b) 19 Gambar 2.7 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar 20
Gambar 3.1 Blok diagram rancangan sistem analisis sensitifitas 26 Gambar 3.2 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas menggunakan
algoritma FFT dan PCA 26
Gambar 3.3 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas untuk proses pelatihan menggunakan algoritma FFT dan BP pada JST 27 Gambar 3.4 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas untuk proses
pengujian menggunakan algoritma FFT dan BP pada JST 27 Gambar 3.5 Pengambilan data untuk pemanas periode 32 detik 31
Gambar 3.6 Pengambilan data series untuk pemanas pulsa 32
Gambar 3.7 Diagram alir pengolahan data sistem identifikasi 33 Gambar 3.8 Diagram alir pengolahan data sistem tampilan visual
pengelompokan gas 33
Gambar 3.9 Blok diagram pemodulasian suhu 35
Gambar 3.10 Skema rangkaian DT-AVR 36
Gambar 3.11 Foto alat penelitian keseluruhan 37
Gambar 3.12 Blok diagram pemrosesan data dengan FFT 38
Gambar 3.13 Flowchart pemrosesan data dengan PCA 39
Gambar 3.14 Plot 1st PC dan 2nd PC dari dua jenis data yang berbeda 42
Gambar 3.15 Flowchart proses pelatihan JST-BP 43
Gambar 4.1 Profil tegangan diskrit sensor terhadap minyak tanah 49 Gambar 4.2 Grafik sensitifitas sensor terhadap minyak tanah untuk tiap
pemanas 54
Gambar 4.3 Grafik analisis sensitifitas 56
Gambar 4.4 Profil tegangan diskrit sensor untuk analisis selektifitas 57 Gambar 4.5 Profil frekwensi tiap gas untuk tiap jenis pemanas ternormalisasi 64 Gambar 4.6 Pola tiap gas pada pemanas pulsa periode 32 detik 65 Gambar 4.7 Pola tiap gas pada pemanas segitiga periode 32 detik 65 Gambar 4.8 Pola tiap gas pada pemanas sinus periode 32 detik 66 Gambar 4.9 Pola tiap gas pada pemanas pulsa periode 16 detik 66 Gambar 4.10 Pola tiap gas pada pemanas pulsa periode 48 detik 67 Gambar 4.11 Pola tiap gas pada pemanas pulsa periode 64 detik 67 Gambar 4.12 Plot antara 1st PC dan 2nd PC untuk analisis selektifitas 74 Gambar 4.13 Posisi antar satu sampel berbeda yang paling berdekatan 76 Gambar 4.14 Grafik analisis selektifitas pada proses pengujian 80
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pengaturan pengambilan data 30
Tabel 3.2 Pola keluaran sistem identifikasi 44
Tabel 4.1 Data analisis sensitifitas 50
Tabel 4.2 Nilai sensitifitas sensor terhadap minyak tanah 55 Tabel 4.3 Masukan JST-BP untuk pemanas pulsa periode 32 detik 58 Tabel 4.4 Masukan JST-BP untuk pemanas segitiga periode 32 detik 59 Tabel 4.5 Masukan JST-BP untuk pemanas sinus periode 32 detik 60 Tabel 4.6 Masukan JST-BP untuk pemanas pulsa periode 16 detik 61 Tabel 4.7 Masukan JST-BP untuk pemanas pulsa periode 48 detik 62 Tabel 4.8 Masukan JST-BP untuk pemanas pulsa periode 64 detik 63 Tabel 4.9 Hasil proses PCA pemanas pulsa periode 32 detik analisis
selektifitas 68
Tabel 4.10 Hasil proses PCA pemanas segitiga periode 32 detik analisis
selektifitas 69
Tabel 4.11 Hasil proses PCA pemanas sinus periode 32 detik analisis
selektifitas 70
Tabel4.12 Hasil proses PCA pemanas pulsa periode 16 detik analisis
selektifitas 71
Tabel 4.13 Hasil proses PCA pemanas pulsa periode 48 detik analisis
selektifitas 72
Tabel 4.14Hasil proses PCA pemanas pulsa periode 64 detik analisis
selektifitas 73
Tabel 4.15 Jarak antara plot gas berbeda yang berdekatan 77
Tabel 4.16 Tabel variance tiap gas pada tiap pemanas 77
Tabel 4.17 Tabel variance antar gas berbeda pada tiap pemanas 77
Tabel 4.18 Hasil proses pelatihan JST-BP 78
BAB 1
PENDAHULUAN
Ada beberapa hal yang mendorong peneliti untuk meneliti analisis pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor. Hal-hal tersebut dapat dilihat pada sub-sub bab berikut ini.
1.1 Latar Belakang
Sensor-sensor gas semikonduktor SnO2 secara luas digunakan untuk mendeteksi berbagai macam gas. Sensitifitas yang rendah karena tidak mampu merespon gas dalam konsentrasi rendah dan selektifitas yang rendah karena merespon berbagai jenis gas menjadi masalah utama untuk sensor-sensor gas semikonduktor ini. Pada pengidentifikasian beberapa jenis gas, maka harus digunakan beberapa sensor atau yang sering disebut dengan deret sensor (array sensors). Penggunaan sensor array membutuhkan daya dan dimensi yang relatif besar serta biaya yang relatif mahal. Hal ini dapat dihindarkan dengan meningkatkan selektifitas dari satu sensor saja sehingga dengan menggunakan satu sensor saja dapat mendeteksi beberapa jenis gas.
Suatu metode untuk meningkatkan sensitifitas dan selektifitas sensor semikonduktor ini adalah mungkin dengan memberikan modulasi suhu pada sensor tersebut sehingga sensitifitas dan selektifitasnya terhadap berbagai gas akan meningkat.
1.2 Perumusan Masalah
Sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor perlu ditingkatkan agar lebih efektif dalam perencanaan aplikasinya. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan modulasi suhu pada ruang sensor dengan memberikan sumber tegangan dan frekwensi tertentu pada elemen pemanasnya. Permasalahan yang timbul adalah :
1. Bagaimana pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor.
2. Bagaimana penerapan metode Fast Fourier Transform (FFT), Principal Component Analysis (PCA) dan Jaring Saraf Tiruan-BackPropagation (JST-BP) untuk menganalisis data yang diperoleh.
3. Bagaimana bentuk sinyal pemodulasi suhu yang paling baik untuk membuat sensor gas semikonduktor paling sensitif dan selektif untuk mendeteksi gas bahan bakar.
1.3 Batasan Masalah
Dalam analisis pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor, perlu diberikan suatu batasan sebagai berikut :
1. Sebagai sensor gas semikonduktor yang dianalisis digunakan sensor gas TGS 2620 produk Figaro untuk merespon organic solvent vapor (gas organik yang mudah menguap).
2. Pada penelitian ini tidak mengukur temperatur akibat pemodulasian suhu tetapi hanya mengukur tegangan keluaran sensor akibat pemodulasian suhu tersebut.
3. Pada analisis sensitifitas digunakan gas minyak tanah berkonsentrasi 1200, 2400, 3600, 4800, 6000 dan 7200 ppm dengan menggunakan pemanas pulsa, segitiga dan sinus periode 16 detik serta pulsa periode 8 dan 32 detik dengan memiliki duty cycle 50%. Tegangan pulsa dibangkitkan dari mikrokontroler dan tegangan segitiga serta sinus dari function generator.
4. Pada analisis selektifitas digunakan gas minyak tanah, pertamax, premium dan solar untuk dideteksi dengan menggunakan pemanas pulsa, segitiga dan sinus periode 32 detik serta pulsa periode 16, 48 dan 64 detik dengan duty cycle 50%.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini nantinya bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor dengan menggunakan algoritma FFT, PCA dan JST-BP.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini nantinya adalah :
1. Mendapatkan nilai sensitifitas yang lebih baik dari sensor gas semikonduktor.
2. Dihasilkan suatu sistem pendeteksi gas bahan bakar sehingga dapat membedakan kemurniannya dengan menggunakan sebuah sensor.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Ada beberapa kajian pustaka dan dasar teori yang diperlukan dalam menganalisis pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor menggunakan algoritma FFT, PCA dan JST-BP. Dasar teori tersebut yaitu sensor gas semikonduktor, algoritma FFT, PCA dan JST-BP. Kajian pustaka dan dasar teori tersebut dapat dilihat pada sub-sub bab berikut ini.
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan spesifikasi teknis dari sensor gas semikonduktor, elemen pemanas diberi tegangan 5±0.2V DC/AC (Figaro, 2004). Hal ini berguna untuk memanaskan elemen pemanas. Sensor gas semikonduktor memiliki elemen pemanas yang berguna untuk menghangatkan kristal metal oksida (SnO2) sebagai
bahan detektor gas.
Pemanasan ini akan menyebabkan oksigen di udara akan terionisasi dan terikat pada pada permukaan kristal dalam bentuk ion-ion negatif. Elektron-elektron donor pada permukaan kristal akan ditransferkan untuk mengikat ion-ion oksigen ini sehingga meninggalkan ion-in positif dalam lapisan pertemuan yang terdapat pada permukaan. Hal ini akan menimbulkan tegangan penghambat dimana akan memberikan nilai resistansi tertentu pada sensor tersebut. Bila ada gas pereduksi maka proses deoksidasi akan terjadi sehingga resistansinya akan berkurang. Bila konsentrasi gas semakin besar, maka resistansinya akan semakin kecil (Figaro, 2004).
Dengan menggunakan rangkaian pembagi tegangan, maka penurunan nilai resistansi sensor akan mengakibatkan peningkatan tegangan keluaran yang akan diproses lanjut pada sistem pendeteksi. Bila pemberian tegangan elemen pemanas dari sumber AC, maka pengaturan frekwensi memungkinkan untuk memberikan variasi tegangan keluaran sensor ini. Pada sistem pendeteksi gas untuk pengenalan jenis gas tertentu maka dibutuhkan beberapa buah sensor dengan karakteristik yang berbeda-beda (array sensors/deret sensor) untuk
memberikan pola input dari pasangan sensor-sensor tersebut (Rivai M., dkk, 2006).
Penelitian yang menjelaskan penggunaan empat jenis deret sensor, yaitu TGS 2600, TGS 2610, TGS 2611 dan TGS 2620 untuk mendapatkan pola input data setiap zat yang beraroma khas (aceton, air, amonia, champor, cofee aspresco, coffee ground, coffee mocca, ethanol, eucalyptus, red oil, tea cinnamon, tea peppermint, vegemite, wood dan yellow oil) (Anies Hannawati, dkk.,2003). Penelitian ini menerapkan metode PCA untuk mereduksi jumlah data yang berdimensi besar pada sistem pengenalan 15 jenis zat tersebut dengan masing-masing zat terdiri atas 20 konsentrasi berdasarkan aroma yang dikeluarkan oleh zat tersebut. Hal ini dapat mempercepat proses identifikasi. Metode identifikasi yang digunakan adalah metode nearest neighbour. Hasil penelitian ini memberikan tingkat keberhasilan 99.56%.
Tegangan keluaran sensor akan bervariasi mengikuti bentuk sumber tegangannya sesuai dengan pengaturan frekwensinya pada saat digunakan tegangan AC sebagai sumber tegangan pemanas sensor. Dibutuhkan analisa respon transien menggunakan algoritma FFT untuk mendapatkan sinyal dalam domain frekwensi. Hal ini bertujuan agar perbedaan antar pola jenis gas yang satu dengan yang lain terlihat lebih jelas sehingga proses identifikasi dapat dilakukan (Henry H.L.Toruan, 2004). Sistem pengenalan suara manusia dengan FFT dan JST-BP menggunakan PC menunjukkan keberhasilan 90% (Rudy Adipranata, Resmana, 1999). Sinyal suara analog mula-mula dicuplik menjadi sinyal digital dengan kecepatan cuplik 8000 Hz. Untuk proses ekstraksi parameter suara digunakan metode Linier Predictive Coding (LPC) untuk mendapatkan koefisien cepstral yang ditransformasikan kedalam domain frekwensi dengan FFT 512 titik dengan keluaran 32 data. Hasil FFT selanjutnya diproses dengan JST-BP untuk melakukan pengenalan. Lima puluh sampel suara dari lima pembicara yang berbeda digunakan sebagai input pada proses pelatihan JST-BP.
Dari jurnal berjudul Improving Sensitivity of SnO2 Gas Sensors by
Temperature Variation oleh J.Zakrzewski dkk. dapat disimpulkan bahwa pengidentifikasian yang selektif campuran gas methane (CH4) dan karbon
segitiga atau sinus yang lambat. Kesensitifan sensor dapat dilihat dari grafik perubahan konduktansi keluaran sensor terhadap perubahan konsentrasi gas. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi CH4 dan CO dari campuran
kedua gas dengan perbandingan yang tidak diketahui menggunakan 3 sensor, yaitu sensor TGS 822 dan 2 sensor TGS 813 (J.Zakrzewski dkk, 2003).
Berdasarkan kajian pustaka ini, maka pengaruh modulasi suhu terhadap sensitifitas dan selektifitas sensor gas semikonduktor dengan hanya menggunakan satu sensor gas dengan menerapkan metode FFT, PCA dan JST-BP untuk menganalisis data yang diperoleh akan dicoba untuk dianalisis.
2.2 Sensor Gas Semikonduktor
Bahan detektor gas dari sensor gas semikonduktor adalah metal oksida, khususnya senyawa SnO2. Struktur sensor ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Ketika kristal metal oksida (SnO2) dihangatkan pada temperatur tertentu, oksigen
akan diserap pada permukaan kristal dan oksigen di udara akan terionisasi dan terikat pada SnO2 dalam bentuk ion-ion negatif. Elektron-elektron donor pada
permukaan kristal SnO2 akan ditransferkan untuk mengikat ion-ion oksigen ini.
Hasil peristiwa ini meninggalkan ion-in positif dalam lapisan pertemuan (Space Charge Layer) yang terdapat pada permukaan. Tegangan permukaan yang terbentuk akan menghambat laju aliran elektron pada kristal sebagai tegangan barrier /tegangan penghambat (Figaro,2004).
(a) (b)
Gambar 2.2 Pembentukan tegangan barrier saat tanpa gas pereduksi (a) dan pengurangan tegangan barrier saat adanya gas pereduksi (b) (Figaro,2004)
Didalam sensor arus elektrik mengalir melewati daerah sambungan (grain boundary) dari kristal SnO2. Pada daerah sambungan penyerapan oksigen
mencegah muatan untuk bergerak bebas. Jika adanya gas pereduksi, proses deoksidasi akan terjadi, rapat permukaan dari muatan negatif oksigen akan berkurang dan mengakibatkan menurunnya ketinggian penghalang dari daerah sambungan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dengan menurunnya penghalang maka resistansi sensor akan juga ikut menurun.
Hubungan antara tahanan dalam sensor dengan konsentrasi gas pereduksi bisa digambarkan dalam persamaan sebagai berikut :
RS = A[C]-α (2.1)
Rs = tahanan dalam sensor A = konstanta
C = konsentrasi gas pereduksi
Gambar 2.3 Grafik karakteristik sensitifitas sensor (Figaro,2004)
Berdasarkan rumusan pada Persamaan 2.1 hubungan antara tahanan dalam sensor terhadap konsentrasi gas pereduksi adalah linier dalam skala logaritma dalam daerah kerja dari konsentrasi gas (dari beberapa ppm sampai dengan ribuan ppm). Grafik karakteristik dari sensor dalam hubungan hambatan sensor terhadap konsentrasi gas dapat dilihat pada Gambar 2.3. Grafik ini menunjukkan bahwa karakteristik sensitifitas terhadap empat jenis gas tertentu sesuai dengan bahan sensor serta suhu kerja akan memberikan nilai tahanan sensor yang berbeda (Figaro,2004).
2.3 Mikrokontroler ATmega8535
Mikrokontroler Atmega8535 adalah 8-bit mikrokontroler AVR produksi Atmel dengan 8K Byte In-System Programmable Flash. Mikrokontroler ini digunakan sebagai Analog Digital Converter (ADC) dan komunikasi serial dengan komputer melalui UART RS-232. Mikrokontroler ini merupakan kemasan PDIP dengan 40 pin. Pin-pin tersebut terdiri dari VCC, GND, Port A (PA7..PA0), Port B ( PB7..PB0), Port C (PC7..PC0), Port D (PD7..PD0), Reset, XTAL1, XTAL2, AVCC, dan AREF (Atmel, 2007).
2.4 Fast Fourier Transform (FFT)
Algoritma FFT adalah algoritma yang efisien dari transformasi fourier diskrit /Discrete Fourier Transform (DFT) karena dapat mereduksi jumlah perkalian dan penjumlahan serta lalu lintas data pada memori komputer sehingga proses menjadi lebih cepat. Hal ini dilakukan dengan pendekatan membagi dan menyelesaikan berdasarkan dekomposisi suatu DFT N-titik menjadi DFT yang lebih kecil secara berturut-turut dengan memanfaatkan sifat simetri nk k
N N
W W
dan sifat periodik k N k
N N
W W .
Suatu sinyal kontinu periodik f(t) dengan periode T akan dianggap sebagai susunan dari sinyal sinus dan kosinus yang membentuk deret fourier. Tetapi jika sinyalnya tidak periodik, periodenya dianggap tak hingga. Maka akan diperoleh integral Fourier atau transformasi fourier. Dengan pencuplikan digital, data sinyalnya tidak lagi kontinu dan persamaannya harus dirubah menjadi DFT. Secara mendasar masalah komputasional DFT adalah menghitung deret X(k) dari jumlah bernilai kompleks N yang diberikan deret data x(n) lain dengan panjang N, sesuai dengan rumus
1 0 ( ) N ( ) kn 0 1 0 1 N n X k x n W k N dan n N
(2.2) 2 / kn j N W e (2.3)x(n) adalah nilai cuplikan yang diperoleh dengan frekwensi cuplikan paling tidak dua kali frekwensi terbesar yang ada dalam sinyal.
Komputasi suatu DFT N titik dengan N dapat difaktorkan sebagai perkalian dua integer , yaitu N LM dimana untuk algoritma FFT radiks -2 menggunakan M=2 dan L=N/2 sehingga diperoleh jumlah titik yang minimum setelah setiap kali dibagi dua adalah dua. Algoritma FFT radiks-2 penguraian dalam frekwensi diperoleh dengan menguraikan rumus DFT menjadi dua penjumlahan dimana salah satu meliputi jumlah melalui titik-titik data N/2 pertama dan penjumlahan kedua meliputi titik-titik data N/2 terakhir. Kita akan memperoleh :
( / 2) 1 1 0 / 2 ( ) N ( ) kn N ( ) kn N N n n N X k x n W x n W
( / 2) 1 / 2( / 2) 1 0 0 ( ) ( ) 2 N N kn Nk kn N N N n n N x n W W x n W
(2.4) / 2karena kN ( 1) , persamaan diatas dapat ditulis kembali sebagaik N W ( / 2) 1 0 ( ) ( ) ( 1) 2 N k kn N n N X k x n x n W
(2.5) Sekarang kita pisahkan X(k) menjadi cuplikan-cuplikan bernomor genap dan bernomor ganjil. Maka didapat :( / 2) 1 0 (2 ) ( ) 0,1,..., 1 2 2 N kn N n N N X k x n x n W k
(2.6) dan ( / 2) 1 / 2 0 (2 1) ( ) 0,1,..., 1 2 2 N kn kn N N n N N X k x n x n W W k
(2.7) 2 / 2dengan menggunakan fakta bahwa WN WN
Jika kita mendefenisikan deret-deret N/2 titik g1 (n) dan g2 (n) sebagai 1( ) ( ) 2 N g n x n x n (2.8) 2( ) ( ) 0,1, 2,..., 1 2 2 n N N N g n x n x n W n (2.9) maka ( / 2) 1 / 2 0 (2 ) 1( ) N kn N n X k g n W
(2.10) ( / 2) 1 / 2 0 (2 1) 2( ) N kn N n X k g n W
(2.11)Komputasi DFT N-titik melalui algoritma FFT penguraian dalam frekwensi membutuhkan perkalian kompleks (N/2)log2 N dan penambahan
kompleks N log2 N (John Proakis, G.,Dimitris Manolakis, G. 1997). Konfigurasi
dari FFT peruraian dalam frekwensi radiks 2 untuk masukan 16 titik dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Konfigurasi FFT peruraian dalam frekwensi radiks 2 N=16 titik
Persamaan-persamaan dalam algoritma FFT
Rumusan untuk menentukan faktor W adalah :
0 (2 /16)0 0 0 16 1 (2 /16)1 ( /8) 0 0 16 2 (2 /16)2 ( / 4) 0 0 16 3 (2 /16)3 (3 /8) 0 16 (cos(0 ) sin(0 ) 1 (cos( 22.5 ) sin( 22.5 ) 0.924 0.383 (cos( 45 ) sin( 45 ) 0.707 0.707 (cos( 67.5 ) j j j j j j j W e j W e e j j W e e j j W e e 0 4 (2 /16)4 ( / 2) 0 0 16 5 (2 /16)5 (5 /8) 0 0 16 6 (2 /16)6 (3 / 4) 0 0 16 sin( 67.5 ) 0.383 0.924 (cos( 90 ) sin( 90 ) (cos( 112.5 ) sin( 112.5 ) 0.383 0.924 (cos( 135 ) sin( 135 ) 0.707 j j j j j j j j W e e j j W e e j j W e e j 7 (2 /16)7 (7 /8) 0 0 16 0.707 (cos( 157.5 ) sin( 157.5 ) 0.924 0.383 j j j W e e j j (2.12)
Rumusan pada tahap ke-1 adalah : 1 1 1 1 1 1 1 1 (0) (0) (8) (1) (1) (9) (2) (2) (10) (3) (3) (11) (4) (4) (12) (5) (5) (13) (6) (6) (14) (7) (7) (15) X x x X x x X x x X x x X x x X x x X x x X x x (2.13) 0 2 16 1 2 16 2 2 16 3 2 16 4 2 16 5 2 16 6 2 16 7 2 16 (0) ( (0) (8)) (1) ( (1) (9)) (2) ( (2) (10)) (3) ( (3) (11)) (4) ( (4) (12)) (5) ( (5) (13)) (6) ( (6) (14)) (7) ( (7) (15)) X x x W X x x W X x x W X x x W X x x W X x x W X x x W X x x W (2.14)
Rumusan pada tahap ke-2 adalah :
3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 (0) (0) (4) (1) (1) (5) (2) (2) (6) (3) (3) (7) X X X X X X X X X X X X (2.15) 0 4 1 1 16 2 4 1 1 16 4 4 1 1 16 6 4 1 1 16 (0) ( (0) (4)) (1) ( (1) (5)) (2) ( (2) (6)) (3) ( (3) (7)) X X X W X X X W X X X W X X X W (2.16)
5 2 2 5 2 2 5 2 2 5 2 2 (0) (0) (4) (1) (1) (5) (2) (2) (6) (3) (3) (7) X X X X X X X X X X X X (2.17) 0 6 2 2 16 2 6 2 2 16 4 6 2 2 16 6 6 2 2 16 (0) ( (0) (4)) (1) ( (1) (5)) (2) ( (2) (6)) (3) ( (3) (7)) X X X W X X X W X X X W X X X W (2.18)
Rumusan pada tahap ke-3 adalah :
7 3 3 7 3 3 0 8 3 3 16 4 8 3 3 16 (0) (0) (2) (1) (1) (3) (0) ( (0) (2)) (1) ( (1) (3)) X X X X X X X X X W X X X W (2.19) 9 4 4 9 4 4 0 10 4 4 16 4 10 4 4 16 (0) (0) (2) (1) (1) (3) (0) ( (0) (2)) (1) ( (1) (3)) X X X X X X X X X W X X X W (2.20) 11 5 5 11 5 5 0 12 5 5 16 4 12 5 5 16 (0) (0) (2) (1) (1) (3) (0) ( (0) (2)) (1) ( (1) (3)) X X X X X X X X X W X X X W (2.21) 13 6 6 13 6 6 0 14 6 6 16 4 14 6 6 16 (0) (0) (2) (1) (1) (3) (0) ( (0) (2)) (1) ( (1) (3)) X X X X X X X X X W X X X W (2.22)
Rumusan untuk mendapatkan 8 nilai frekwensi yang digunakan pada tahap ke-4 adalah :
7 7 0 7 7 16 (0) (0) (1) (8) ( (0) (1)) X X X X X X W 8 8 0 8 8 16 (4) (0) (1) (12) ( (0) (1)) X X X X X X W 9 9 0 9 9 16 (2) (0) (1) (10) ( (0) (1)) X X X X X X W 10 10 0 10 10 16 (6) (0) (1) (14) ( (0) (1)) X X X X X X W (2.23) 11 11 0 11 11 16 (1) (0) (1) (9) ( (0) (1)) X X X X X X W 12 12 0 12 12 16 (5) (0) (1) (13) ( (0) (1)) X X X X X X W 13 13 0 13 13 16 (3) (0) (1) (11) ( (0) (1)) X X X X X X W 14 14 0 14 14 16 (7) (0) (1) (15) ( (0) (1)) X X X X X X W
2.5 Principal Component Analysis (PCA)
PCA adalah metode untuk mengidentifikasikan pola-pola dalam data dan mengekspresikannya dalam fokus persamaan dan perbedaanya. Prinsip dasar dari algoritma PCA adalah mengurangi dimensi suatu set data namun tetap mempertahankan sebanyak mungkin informasi dalam set data tersebut. Secara matematis PCA mentranformasikan sejumlah variabel yang berkorelasi kedalam bentuk yang bebas tidak berkorelasi. Principal Component satu dengan yang lain tidak saling berkorelasi dan diurutkan sedemikian rupa sehingga Principal Component yang pertama memuat paling banyak variasi dari data set. Sedangkan Principal Component yang kedua memuat variasi yang tidak dimiliki oleh Principal Component pertama.
Bila satu set data disajikan dalam matrik X, maka algoritma PCA dengan metode covariance meliputi tahap-tahap berikut :
1. Menghimpun data yang didapat dari eksperimen menjadi himpunan data yang memiliki dimensi tertentu.
2. Pengurangan dengan mean dari tiap dimensi data dimana mean dirumuskan dengan : k n k x n X 1, 1 1 1 (2.24)
3. Mendapatkan matriks Covariance yaitu matriks yang bekerja pada lebih dari satu dimensi. Rumusan untuk covariance antara dimensi x dan y adalah :
) 1 ( ) ( ) ( ) , cov( 1
n Y Yi X Xi Y X n i (2.25)Matriks covariance dari dimensi (x,y,z) bisa didefinisikan sebagai berikut :
) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( ) , cov( z z y z x z z y y y x y z x y x x x C (2.26)
4. Mendapatkan matriks eigenvector dan eigenvalue dari matrik covariance. Matriks eigenvector adalah matriks yang bila dikalikan dengan suatu matriks, maka matriks yang dihasilkan merupakan kelipatan dari matriks tersebut. Eigenvalue dapat dijelaskan dengan persamaan dibawah ini :
A ▪ x = λ.x (2.27)
Dengan A adalah matriks bujur sangkar, dan λ adalah bilangan (skalar). Dengan nilai x ≠ 0, maka harga λ yang memenuhi persamaan tersebut adalah eigenvalue.
5. Mendapatkan principal component dan mendapatkan matriks feature vektor. Setelah mendapat eigenvalue dan eigenvektor, dapat diprioritaskan eigenvector yang memiliki eigenvalue terbesar. Bisa dianggap bahwa eigenvector dengan eigenvalue terbesar adalah merupakan principal component dari himpunan data tersebut. Sehingga matriks feature vektor dapat dihasilkan sebagai berikut :
eig eig eig eign
tor
FeatureVec 1 2 3 .... (2.28) dengan prioritas principal component adalah eigenvector pertama dengan nilai eigenvalue terbesar, kemudian berurutan selanjutnya.
6. Mendapatkan himpunan data yang baru.
Setelah mendapatkan matriks feature vector, dilakukan transpose terhadap vector tersebut dan dikalikan dengan transpose dari himpunan data yang sudah dimeankan dengan rumusan :
Vector RowFeature Adjust
Data
FinalData _ (2.29)
dimana RowFeatureVector adalah matriks feature vektor yang ditransposekan (Lindsay I. Smith, 2002).
Perintah untuk membentuk data baru hasil proses dengan algoritma PCA dari suatu data menggunakan matlab (Jonathon Shlens, 2005) adalah :
[M,N] = size (data); (2.30)
mn = mean (data,2); (2.31)
data = data – repmat (mn,1,N); (2.32)
% mengkalkulasi matriks covariance
covariance = 1/(N-1) * data * data'; (2.33)
% menentukan eigenvectors dan eigenvalues
[PC,V] = eig(covariance); (2.34)
% membentuk diagonal matriks sebagai vektor
V = diag (V); (2.35)
% mensortir variances dalam urutan turun
[junk, rindices] = sort(-1 * V); (2.36)
V = V (rindices); (2.37)
PC=PC(:,rindices); (2.38)
% membentuk data baru
Plot PCA dengan 5 sampel 2 Jenis gas berbeda -0,04 -0,03 -0,02 -0,01 0 0,01 0,02 0,03 0,04 -0,02 0 0,02 0,04 0,06 0,08 PC 1 PC 2
Jenis satu Jenis dua
Gambar 2.5 Plot 1st PC dan 2nd PC dari dua jenis data yang berbeda
Plot principal components yang paling utama dan principal components kedua utama dari dua jenis data yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.5 dimana kita dapat melihat pengelompokan datanya. Bisa dilihat dari plot pada gambar 3.13, bahwa hanya dengan menggunakan dua principal component saja, sudah bisa mewakili jenis data yang ada.
2.6 Jaring Saraf Tiruan-BackPropagation (JST-BP)
Algoritma BP termasuk metode pelatihan terbimbing (supervised) dan didesain untuk operasi pada JST feed forward lapis jamak (multi layer). Algoritma BP dipakai pada penelitian ini karena proses pelatihannya didasarkan pada interkoneksi yang sangat sederhana dimana bila keluarannya memberikan hasil yang salah, maka bobot dikoreksi sehingga error dapat diperkecil dan tanggapan JST selanjutnya akan diharapkan akan mendekati nilai yang benar. Ketika JST diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapis tersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit-unit-unit pada lapis keluaran. Kemudian unit-unit lapis keluaran memberikan tanggapan yang disebut sebagai keluaran JST. Saat keluaran JST tidak sama dengan keluaran yang diharapkan maka keluaran akan disebarkan mundur pada lapis tersembunyi diteruskan ke unit pada lapis masukan. Algoritma BP melatih jaring untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaring untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaring untuk memberikan respon yang benar
terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan. (Mauridhi Hery Purnomo, Agus Kurniawan, 2006).
Arsitektur JST feed forward lengkap dengan layer diagram dapat dilihat
(a) (b)
Gambar 2.6 Arsitektur lengkap JST feed forward lengkap (a) dan layer diagram(b) (Howard Demuth, dkk.,2008)
pada Gambar 2.6 dimana p adalah masukan, w adalah bobot, b adalah bias, n adalah akumulasi masukan dan a adalah keluaran jaring. R adalah jumlah masukan, W adalah matriks bobot, b adalah matriks bias dan S adalah jumlah unit pada lapis. JST dengan layar tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menambahkan satu atau lebih layar tersembunyi diantara layar masukan dan keluaran. JST dapat memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Langkah awal yang harus dilakukan untuk memprogram JST-BP dengan matlab adalah membuat inisialisasi jaringan dengan perintah newff dengan format :
net= newff (PR,[S1 S2...SN],{TF1 TF2...TFN},BTF,BLF,PF (2.40) dengan net = jaringan JST yang terdiri dari n layer
PR = matriks ordo Rx2 yang berisi nilai minimum dan maksimum R buah elemen masukannya
Si = (i=1,2,...,n) = jumlah unit pada layar ke-i (i=1,2,...,n)
Tfi = (i=1,2,...,n) = fungsi aktivasi yang dipakai pada layar ke-i (i=1,2,...,n) dengan default tansig (sigmoid bipolar)
BTF = fungsi pelatihan jaringan dengan default traingdx BLF = fungsi perubahan bobot/bias dengan default learngdm PF = fungsi perhitungan error dengan default mse
Gambar 2.7 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Howard Demuth, dkk.,2008) Agar lebih efisien, nilai minimum dan maksimum vektor masukan tidak perlu dituliskan satu persatu, tapi cukup menggunakan perintah minmax (p) dengan p adalah data masukan. Fungsi aktivasi yang dipakai dalam pelatihan JST-BP adalah tansig (sigmoid bipolar) yang memiliki range [-1,1] seperti pada Gambar 2.7 dengan perumusan : 2 ( ) 1 1 net f net e (2.41) Untuk melatih jaringan digunakan perintah train yang formatnya :
dimana y adalah keluaran jaringan, net adalah jaringan yang didefenisikan dalam newff dan P adalah masukan jaringan.
Pelatihan dilakukan untuk meminimumkan kuadrat kesalahan rata-rata atau mean square error (mse). Dalam standar JST-BP, laju pemahaman berupa suatu konstanta yang nilainya tetap selama iterasi. Akibatnya unuk kerja algoritma sangat dipengaruhi oleh besarnya laju pemahaman yang dipakai. Secara praktis sulit menentukan laju pemahaman yang paling optimal sebelum pelatihan dilakukan. Laju pemahaman yang terlalu besar maupun terlalu kecil akan menyebabkan pelatihan menjadi lambat. Metode standar JST-BP ini seringkali terlalu lambat untuk keperluan praktis sehingga fungsi pelatihannya diganti untuk mempercepatnya.
Metode yang dipakai menggunakan teknik heuristik yang dikembangkan dari metode penurunan tercepat yang dipakai dalam standar JST-BP dengan metode variabel laju pemahaman (learning rate = •) dengan menambahkan faktor momentum menggunakan perintah traingdx pada parameter fungsi pelatihan newff. Laju pemahaman bukan merupakan konstanta yang tetap tetapi dapat berubah-ubah selama iterasi. Perubahan bobot dengan menambahkan momentum memperhatikan perubahan bobot pada iterasi sebelumnya.
Perhitungan unjuk kerja dalam JST-BP dilakukan berdasarkan mse. Umumnya pelatihan JST-BP dalam matlab dilakukan secara berkelompok (batch training) dimana semua pola dimasukkan dalam sebuah matriks dahulu baru kemudian bobot diubah tiap epoch. Setiap membentuk jaringan JST-BP, matlab akan memberi nilai bobot dan bias awal dengan bilangan acak kecil. Bobot dan bias ini akan berubah setiap kali membentuk jaringan.
Ada beberapa parameter pelatihan yang dapat diatur sebelum pelatihan dilakukan. Dengan memberikan nilai yang inginkan pada parameter-parameter tersebut dapat memperoleh hasil yang optimal.
net.trainParam.show : dipakai untuk menampilkan frekuensi perubahan mse (default setiap 25 epoch).
net.trainParam.epochs : dipakai untuk menentukan jumlah epoch maksimum pelatihan (default 100 epoch)
net.trainParam.goal : dipakai untuk menentukan batas nilai mse agar iterasi berhenti jika mse<batas yang ditentukan dalam net.trainParam.goal atau jumlah epoch mencapai batas yang ditentukan dalam net.trainParam.epochs
net.trainParam.lr : dipakai untuk menentukan laju pemahaman dengan default 0.01. Semakin besar nilai •, semakin cepat proses pelatihannya. Tetapi bila terlalu besar maka algoritma menjadi tidak stabil.
Untuk menghitung keluaran jaringan berdasarkan arsitektur, pola masukan dan fungsi aktivasi yang dipakai digunakan perintah sim dengan format :
y=sim(net,P) (2.43)
dimana y adalah keluaran jaringan, net adalah nama jaringan dan P adalah vektor masukan jaringan (J.J.Siang, 2005).
BAB 3
RANCANG BANGUN SISTEM
Dalam penelitian ini bertujuan merancang dan membangun suatu sistem untuk menganalisis pengaruh pemodulasian suhu terhadap sensitifitas sensor gas semikonduktor TGS 2620 terhadap minyak tanah dan selektifitasnya pada pengidentifikasian minyak tanah, premium, pertamax dan solar serta membangun sistem pengidentifikasian yang paling efektif berdasarkan hasil analisis tersebut. Dalam perancangan ini meliputi perancangan sistem, perangkat keras, pengambilan data, algoritma FFT, PCA dan BP pada JST untuk memproses data.
3.1 Perancangan Sistem
Perancangan sistem terdiri atas perancangan perangkat keras dan perangkat lunak/ program. Perangkat keras meliputi rangkaian catu daya, rangkaian sensor gas semikonduktor TGS 2620, ADC (8-bit) dan komunikasi serial dengan komputer melalui USART RS-232 dengan mikrokontroler ATmega8535. Program meliputi program untuk pembacaan nilai tegangan hasil ADC, pengiriman data ke komputer dengan menggunakan komunikasi USART dan pembangkitan sinyal pemanas pulsa pada mikrokontroler, program untuk penerimaan data kemudian menyimpannya pada komputer dan program analisis data.
Pada analisis sensitifitas, pemodulasian suhu pertama sekali dilakukan melalui pemanasan elemen pemanas sensor TGS 2620 dengan sinyal periodik pulsa dari mikrokontroler serta segitiga dan sinus dari function generator dengan Amplitudo 5 V berperiode 16 detik dengan duty cycle 50 %. Sampel yang digunakan adalah gas minyak tanah dengan 6 konsentrasi yang berbeda, yaitu 1200, 2400, 3600, 4800, 6000 dan 7200 ppm. Sesuai dengan rumusan menentukan konsentrasi gas di udara, yaitu :
1 1 1 m V g gas ppm M L udara (3.1)
dimana Vm adalah volume molar standard dari gas ideal pada tekanan 1 bar dan
suhu 273.15oK sebesar 22.71108 /L mol . M adalah molaritas sebesar 182 g/mol dan ρ adalah berat jenis sebesar 0.7884 g/cm3 (Lenntech Water treatment & air purification Holding B.V.,2008).
Volume minyak tanah untuk konsentrasi 1200 ppm dalam wadah 330 mL udara dapat ditentukan, yaitu :
1 1 1 m ppm L udara M g gas V (3.2) 1200 0.33 182 ( ) 22.71108 berat gas g (3.3) 3173.429g 0.003173g
karena ρ = 0.7884 g/cm3 dan berat = ρx volume, maka : berat volume (3.4) 3 0.003173 0.004 0.7884 volume cm
Dari hasil yang telah diperoleh, maka untuk menghasilkan konsentrasi gas minyak tanah 1200, 2400, 3600, 4800, 6000 dan 7200 ppm dapat dilakukan dengan menyuntikkan masing-masing 0.004, 0.008, 0.012, 0.016, 0.020 dan 0.024 ml cairan minyak tanah kedalam botol kosong 330 ml.
Analisis data untuk menentukan kemiringan garis (gradient) dari grafik perubahan tegangan sensor terhadap perubahan konsentrasi gas minyak tanah. Hal ini untuk melihat respon sensor terhadap perubahan konsentrasi. Bila perubahan sedikit konsentrasi mengakibatkan perubahan tegangan yang lebih besar, maka sensor tersebut menjadi lebih sensitif. Tegangan sensor untuk tiap sampel pada penggunaan tiap pemanas didapatkan dengan merata-ratakan ke-16 nilai tegangan yang dicuplik komputer dengan waktu pencuplikannya disesuaikan dengan periode sinyal pemanas sehingga periode sinyal analog pemanas sama dengan
periode sinyal diskritnya. Sampel dengan konsentrasi tertentu yang sama diperlakukan dengan semua jenis pemanas terlebih dahulu baru kemudian konsentrasinya diubah. Dari ketiga grafik sensitifitas yang didapatkan, ditentukan jenis pemanas terbaik, yaitu pemanas yang dapat memberikan gradient terbesar. Setelah didapatkan jenis pemanas yang terbaik, maka periodenya diubah menjadi lebih kecil yaitu 8 detik dan lebih besar yaitu 32 dan 48 detik. Akhirnya bila didapatkan periode sinyal yang membuat gradient garis sensitifitas tersebut paling besar dan bila periode dinaikkan lagi menghasilkan gradient yang lebih kecil, maka periode tersebut yang terbaik. Blok diagram perancangan sistem analisis sensitifitas dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Pada analisis selektifitas, pemodulasian suhu pertama sekali dilakukan melalui pemanasan elemen pemanas sensor TGS 2620 dengan sinyal periodik pulsa dari mikrokontroler serta segitiga dan sinus dari function generator dengan Amplitudo 5 V berperiode 32 detik dengan duty cycle 50 %. Sampel yang digunakan adalah bahan bakar minyak tanah, pertamax, premium dan solar dengan masing-masing 10 sampel untuk proses pelatihan dan 5 sampel untuk proses pengujian. Pada analisis selektifitas, penganalisisan data menggunakan algoritma FFT dan PCA untuk pengelompokan jenis gas serta FFT dan BP pada JST untuk pengidentifikasian jenis gas.
Pada analisis pengelompokan ke-4 jenis gas, tampilan visual pengelompokannya menggunakan PCA dengan memplot antara komponen utama pertama dan komponen utama kedua pada tiap penggunaan tegangan pemanas sensor akan dibandingkan. Bila pengelompokan tiap jenis gas telah terpisah, maka jenis pemanas penghasil pengelompokan tersebut dapat ditentukan sebagai jenis pemanas terbaik.
Pada analisis pengidentifikasian yang akan dilakukan adalah melihat perbandingan jumlah epoch pada proses pelatihan untuk mencapai target tertentu, yaitu 0.000001. Dari ketiga jumlah epoch yang didapatkan, ditentukan jenis pemanas terbaik, yaitu pemanas yang dapat memberikan jumlah epoch terkecil. Setelah didapatkan jenis pemanas yang terbaik, maka periodenya diubah menjadi lebih kecil yaitu 16 detik dan lebih besar yaitu 32, 48 dan 64 detik. Akhirnya bila didapatkan periode sinyal yang menghasilkan jumlah epoch terkecil dan bila
periode dinaikkan lagi menghasilkan jumlah epoch nya akan menurun, maka periode tersebutlah yang terbaik. Pada tiap penggunaan jenis pemanas ditentukan pola keluarannya untuk mengetahui tingkat kebenaran pengidentifikasian keseluruhan sampel pada proses pelatihan dan pengujian. Blok diagram perancangan sistem analisis selektifitas menggunakan algoritma FFT dan PCA untuk pengelompokannya dapat dilihat pada Gambar 3.2. Blok diagram perancangan sistem analisis selektifitas menggunakan algoritma FFT dan BP pada JST untuk pengidentifikasiannya pada proses pelatihan dan pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan 3.4.
Gambar 3.1 Blok diagram rancangan sistem analisis sensitifitas
Gambar 3.2 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas menggunakan algoritma FFT dan PCA
Program baca dan simpan data Analisis sensitifitas KOMPUTER RS 232 ADC USART DT-AVR Atmega8535 Function Generator Rangkaian sensor TGS 2620 RS 232 Program baca dan simpan data Program FFT Program PCA
Plot Pengelompokan Gas
KOMPUTER ADC USART DT-AVR Atmega8535 Function Generator Rangkaian sensor TGS 2620 Tampilkan grafik
Gambar 3.3 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas untuk proses pelatihan menggunakan algoritma FFT dan BP pada JST
Gambar 3.4 Blok diagram rancangan sistem analisis selektifitas untuk proses pengujian menggunakan algoritma FFT dan BP pada JST
Rangkaian mikrokontroler digunakan untuk pembacaan data sensor dan dilakukan proses konversi data dari analog ke digital dan kemudian dikirimkan ke komputer melalui komunikasi serial (USART) serta pembangkit sinyal pemanas pulsa. Sistem mikrokontroler ini lebih praktis karena telah memiliki sistem ADC dan komunikasi serialnya sendiri. Pemrograman mikrokontroler ini menggunakan
RS 232 Program baca dan simpan data Program FFT Propagasi maju Identifikasi KOMPUTER ADC USART DT-AVR Atmega8535 Function Generator Rangkaian sensor TGS 2620 RS 232 Program baca dan simpan data Program FFT Propagasi maju JST-BP Identifikasi KOMPUTER ADC USART DT-AVR Atmega8535 Function Generator Rangkaian sensor TGS 2620 Propagasi mundur Perubahan bobot J S T B P
software CodeVision AVR untuk melakukan penyettingan AVR sesuai dengan kebutuhan dan melakukan pemrogramannya dengan menggunakan bahasa C. Komputer digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari mikrokontroler. Pada komputer tersebut dilakukan pemrograman baca data dari mikrokontroler dan menyimpannya pada suatu file.
Cara kerja dari blok diagram sistem analisis sensitifitas pada Gambar 3.1 adalah sebagai berikut:
a. Sensor gas TGS 2620 sebagai input data dengan pemodulasian suhu dari function generator atau mikrokontroler.
b. Pada blok DT-AVR Atmega8535, ADC pada mikrokontroler melakukan pembacaan data keluaran sensor dan melakukan pengiriman data ke komputer melalui protokol komunikasi serial (USART).
c. Pada blok program baca dan simpan data, program pembacaan 16 nilai tegangan untuk tiap satu periode dari data pengiriman oleh mikrokontroler dan penyimpanannya dilakukan pada komputer.
d. Pada blok analisis sensitifitas, ditentukan tegangan rata-rata dari 16 nilai tegangan sensor untuk tiap konsentrasi gas.
e. Pada blok tampilkan grafik ditampilkan grafik perubahan tegangan sensor terhadap konsentrasi gas dan ditentukan kemiringan garis (gradient) dengan menggunakan trendline.
Cara kerja dari blok diagram sistem analisis selektifitas pada Gambar 3.2 adalah sebagai berikut:
a. Sensor gas TGS 2620 sebagai input data dengan pemodulasian suhu dari function generator atau mikrokontroler.
b. Pada blok DT-AVR Atmega8535, ADC pada mikrokontroler melakukan pembacaan data keluaran sensor dan melakukan pengiriman data ke komputer melalui protokol komunikasi serial (USART).
c. Pada blok program baca dan simpan data, program pembacaan 16 nilai tegangan untuk tiap satu periode dari data pengiriman oleh mikrokontroler dan penyimpanannya dilakukan pada komputer.
d. Pada blok Program FFT, dilakukan proses FFT terhadap data untuk mendapatkan 8 nilai frekwensi dan menormalisasinya.
e. Pada blok Program PCA, dilakukan proses PCA terhadap data hasil FFT ternormalisasi sehingga mendapatkan data baru yang mewakili data tersebut. f. Pada blok plot pengelompokan gas, diplot 1stPC dan 2ndPC untuk melihat
pengelompokan gas minyak tanah, pertamax, premium dan solar.
Cara kerja dari blok diagram sistem analisis selektifitas untuk proses pelatihan pada Gambar 3.3 adalah sebagai berikut:
a. Sensor gas TGS 2620 sebagai input data dengan pemodulasian suhu dari function generator atau mikrokontroler.
b. Pada blok DT-AVR Atmega8535, ADC pada mikrokontroler melakukan pembacaan data keluaran sensor dan melakukan pengiriman data ke komputer melalui protokol komunikasi serial (USART).
c. Pada blok program baca dan simpan data, program pembacaan 16 nilai tegangan untuk tiap satu periode dari data pengiriman oleh mikrokontroler dan penyimpanannya dilakukan pada komputer
d. Pada blok Program FFT, dilakukan proses FFT terhadap data untuk mendapatkan 8 nilai frekwensi dan menormalisasinya.
e. Pada blok propagasi maju dalam blok JST-BP, tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya dan ditentukan semua keluaran.
f. Pada blok propagasi mundur dalam blok JST-BP, ditentukan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot lapis dibawahnya dari unit keluaran dan unit tersembunyi berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran dan unit tersembunyi serta ditentukan suku perubahan bobot.
g. Pada blok perubahan bobot dalam blok JST-BP, dihitung semua perubahan bobot.
h. Pada blok identifikasi, dihasilkan jumlah epoch untuk mencapai target error tertentu dan pola keluaran tiap gas.
Cara kerja dari blok diagram sistem analisis selektifitas pada Gambar 3.4 pada proses pengujian adalah sebagai berikut:
a. Sensor gas TGS 2620 sebagai input data dengan pemodulasian suhu dari function generator atau mikrokontroler.
b. Pada blok DT-AVR Atmega8535, ADC pada mikrokontroler melakukan pembacaan data keluaran sensor dan melakukan pengiriman data ke komputer melalui protokol komunikasi serial (USART).
c. Pada blok program baca dan simpan data, program pembacaan 16 nilai tegangan untuk tiap satu periode dari data pengiriman oleh mikrokontroler dan penyimpanannya dilakukan pada komputer
d. Pada blok Program FFT, dilakukan proses FFT terhadap data untuk mendapatkan 8 nilai frekwensi dan menormalisasinya.
e. Pada blok propagasi maju JST-BP, tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya dan ditentukan semua keluaran f. Pada blok identifikasi, dihasilkan pola keluaran tiap gas.
Program pembacaan data dari sensor gas, pengirimannya ke komputer melalui komunikasi serial USART dan pembangkitan sinyal pemanas pulsa dibuat pada mikrokontroler. Pembangkitan sinyal segitiga dan sinus dari function generator. Pengambilan data nilai frekwensi ditentukan 8 nilai karena telah dapat menentukan karakteristik sinyal dengan baik dari sinyal tegangan sensor yang dicuplik. Ke-8 nilai ini adalah nilai pada frekwensi ke-2 hingga ke -9 karena frekwensi ke-1 adalah komponen DC nya dan frekwensi ke-10 hingga ke-16 merupakan pencerminannya. Untuk mendapatkan 8 nilai frekwensi dari hasil proses dengan algoritma FFT ini maka dibutuhkan 16 buah masukan pada proses FFT yang merupakan 16 nilai tegangan sensor yang dicuplik dengan waktu cuplik disesuaikan dengan periode sinyal pemanas. Pengaturan ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 dimana T adalah periode dan Ts adalah waktu cuplik. Pengambilan data untuk tiap sampel dilakukan dalam satu periode sinyal pemanas. Pengambilan data 3 sampel untuk pemanas periode 32 detik dapat dilihat pada Gambar 3.5. Tabel 3.1 Pengaturan pengambilan data
T (det) Ts (det) Frekwensi ke - (Hz) 1 2 3 4 5 6 7 8 8 0,5 0,1250 0,2500 0,3750 0,5000 0,6250 0,7500 0,8750 1,0000 16 1,0 0,0625 0,1250 0,1875 0,2500 0,3125 0,3750 0,4375 0,5000 32 2,0 0,0312 0,0625 0,0937 0,1250 0,1562 0,1875 0,2187 0,2500 48 3,0 0,0208 0,0416 0,0625 0,0833 0,1041 0,1250 0,1458 0,1666 64 4,0 0,0156 0,0312 0,0468 0,0625 0,0781 0,0937 0,1093 0,1250
Gambar 3.5 Pengambilan data untuk pemanas periode 32 detik
Periode 8 det Periode 16 det
Periode 32 det Periode 48 det
XS1 XS2 XS3
Normalisasi
X1 X2 X3
Periode 64 det
Gambar 3.6 Pengambilan data series untuk pemanas pulsa
Pengambilan tiap data sampel diambil dari satu periode setelah stabil. Pada saat pemanasan awal, tegangan keluaran sensor belum stabil sehingga perlu memanaskan sensor terlebih dahulu selama 64 detik sesuai dengan periode terlama yang diujikan karena dari grafik pengambilan data series untuk periode pemanas 64 detik menunjukkan bahwa setelah 64 detik profil tegangannya telah stabil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.6. Pemanasan ini dilakukan dengan mengeksitasi sinyal pemanas selama 64 detik.
Program pembacaan data dari mikrokontroler dan penyimpanan data pada suatu file mulai dari 1 sampai 16 data dilakukan pada komputer, demikian juga dengan program analisis data dengan algoritma FFT, PCA dan BP pada JST. Data sampel untuk proses pelatihan berjumlah 40 buah dan untuk proses pengujian berjumlah 20 buah sehingga data sampel keseluruhan berjumlah 60 buah. X1, X2 dan X3 adalah data masukan JST setelah pada data keluaran sensor dilakukan proses dengan algoritma FFT. Proses identifikasi dilakukan menggunakan algoritma BP pada JST untuk menghasilkan 4 nilai keluaran untuk tiap gas. Xs1, Xs2, Xs3 adalah 8 nilai frekwensi hasil FFT dari sampel 1, 2 dan 3 untuk selanjutnya dilakukan proses normalisasi dimana tujuan utama normalisasi adalah agar terjadi sinkronisasi data dari jenis data yang sangat beragam untuk memudahkan dalam proses komputasi. Hasil dari proses normalisasi adalah
sekumpulan bilangan yang berkisar antara 0 dan 1. Pada simulasi ini, metoda normalisasi yang digunakan adalah:
' 8 1 i i i i X X X
(3.5)dimana Xi merupakan nilai mutlak dari nilai frekwensi ke-i. Diagram alir untuk menampilkan secara visual pengelompokan gas dan sistem identifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan 3.8.
Gambar 3.7 Diagram alir pengolahan data sistem identifikasi
Untuk tampilan visual pengelompokan gas dengan memplot antara nilai komponen utama pertama dan kedua dari ke-8 nilai komponen PCA. Nilai komponen PCA dibentuk dari 8 nilai frekwensi hasil proses FFT. Input data dari hasil pengolahan FFT untuk 4 jenis bahan bakar dijadikan satu matriks dengan ukuran 8xN dimana 8 baris mewakili data dari 8 nilai frekwensi hasil pengolahan data dengan algoritma FFT yang merupakan variable atau dimensi dari himpunan data ini dan N adalah jumlah gabungan sample pembacaan oleh sensor tersebut untuk 4 jenis bahan kimia. Matrik covariance adalah matrik berukuran 8x8, dimana mewakili 8 data nilai frekwensi hasil pengolahan data dengan algoritma FFT sebagai 8 variable. Eigenvalues yang didapat menandakan sebagai persentase keutamaan principal components, koordinat eigenvalues yang nilainya paling besar menandakan koordinat data yang dihasilkan merupakan principal component yang paling utama, dan begitu seterusnya sampai principal components yang paling rendah. Data dengan principal components paling besar dianggap mewakili variasi data yang lain. Pengelompokan jenis gas yang berbeda secara visual akan dapat dilihat dari plot komponen utama pertama dan komponen utama kedua pada plot PCA. Dari hasil plot titik dapat ditentukan jarak antara gas berbeda yang berdekatan dimana bila jaraknya jauh maka pengelompokannya lebih baik. Covariance dari sampel yang berbeda dapat diketahui dengan menggunakan ttest. Dari hasil ttest dapat ditentukan seberapa besar perbedaan covariance antar gas yang berbeda.
Input data hasil dari pengolahan FFT dimasukkan sebagai input dari JST kemudian dilakukan inisialisasi jaringan. Inisialisasi parameter pelatihan JST ditentukan dimana parameter goal adalah nilai error yang diinginkan. Hasilnya adalah bobot hasil pelatihan dan setelah pelatihan dilakukan, maka diberikan perintah untuk mendapatkan nilai keluaran dari JST untuk pengujiannya dimana hasil akhir adalah nilai keluaran JST berupa jumlah epoch untuk nilai error tertentu pada proses pelatihannya dan tingkat kebenaran pengidentifikasian untuk keseluruhan sampel.
3.2 Perancangan Perangkat Keras
Rangkaian pemodulasian suhu dapat dilihat pada blok diagram sistem pemodulasian suhu pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Blok diagram pemodulasian suhu
Rangkaian saklar berguna sebagai proteksi function generator terhadap hubung singkat yang mungkin terjadi pada rangkaian. Arus IC adalah arus melalui Kolector transistor KTC9013, dimana :
IC = IH = 42 mA = 0.042 A (3.6) c b FE I I h (3.7) 0.042 0.00065625 64 b I (3.8) 5 7619 0.00065625 b b b V R I = 7.6 KOhm (3.9) Rangkaian saklar Rb E C B RL
Rangkaian sensor merupakan rangkaian pembagi tegangan dimana RL bernilai 0.47 Kohm. Rangkaian buffer merupakan penyangga sementara untuk nilai tegangan keluaran sensor sebelum dibaca oleh mikrokontroler dimana tegangan keluarannya bernilai sama besar dengan tegangan masukannya.
Skema rangkaian DT-AVR yang menggunakan mikrokontroler AVR ATMega8535 dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Skema rangkaian DT-AVR
Gambar 3.11 Foto alat penelitian keseluruhan
3.4 Perancangan Algoritma FFT
Sistem dirancang untuk menggunakan 8 nilai frekwensi hasil proses FFT sebagai masukan untuk JST. Untuk mendapatkan kedelapan nilai frekwensi ini maka konfigurasi algoritma FFT jenis peruraian dalam frekwensi memerlukan 16 nilai tegangan keluaran sensor sebagai masukannya. Sistem hanya membutuhkan keluaran 8 buah nilai frekwensi, yaitu X(1), X(2), X(3), X(4), X(5), X(6), X(7) dan X(8) karena X(0) adalah nilai awal yang diabaikan dan nilai-nilai X(1), X(2), X(3), X(4), X(5), X(6) dan X(7) sama dengan nilai-nilai X(9), X(10), X(11), X(12), X(13), X(14) dan X(15).
Persamaan – persamaan hasil proses FFT terdiri dari operasi penjumlahan dan perkalian bilangan kompleks sehingga pada akhirnya akan diubah kedalam nilai mutlaknya. Nilai frekwensi diperoleh dengan membagi nilai mutlak dengan 8, yaitu jumlah masukan dibagi 2. Setelah dilakukan normalisasi maka tahapan berikutnya adalah menyimpan data menjadi masukan JST. Adapun diagram blok keseluruhan dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Blok diagram pemrosesan data dengan FFT
3.5 Perencanaan Algoritma PCA
Secara garis besar langkah-langkah untuk melakukan proses PCA terhadap sekumpulan data dengan multivariasi/dimensi adalah :
1. data asli dikurangi dengan mean (rata-rata)nya adalah data yang sudah di standarisasi.
2. dicari matrix kovariance dari data tersebut.
3. dicari eigenvalues dan eigenvector dari matrix covariance
4. data yang sudah distandarisasi di kalikan dengan matrix eigenvector yang sudah ditransposekan.
Baca data input FFT Proses Algoritma FFT Tentukan harga mutlak Tentukan nilai frekwensi Normalisasi nilai frekwensi
Simpan data input JST-BP
Input data berupa matriks M x N dimana M adalah jumlah dimensi atau variable dan N adalah jumlah sample distandarisasi, kemudian dibentuk matriks covariancenya (matriks M x M), selanjutnya ditentukan prioritasnya dengan dicari
eigenvaluesnya (matriks M x 1), dan untuk mendapatkan data akhir, data yang
sudah distandarisasi (Matriks M x N) dikalikan dengan transpose eigenvectors (matriks M x N) pasangan dari eigenvalues. Flow chart dari Algoritma PCA bisa dilihat pada gambar 3.13.
Input data pelatihan yang merupakan satu matriks dengan ukuran 8x40 dimana 8 baris mewakili data dari 8 nilai frekwensi hasil pemrosesan data dengan algoritma FFT yang merupakan variable atau dimensi dari himpunan data ini, dan 40 adalah jumlah gabungan sample pembacaan oleh sensor untuk ke-4 jenis bahan bakar. Matrik kovariance adalah matrik berukuran 8x8, dimana mewakili delapan nilai frekwensi sebagai delapan variable. dimana data adalah matriks data yang sudah distandarisasi (ukuran 8 x N). Pembentukan matrik covariance dapat dilihat dibawah ini dengan data pelatihan, data pelatihan adjust dan data covarian pada tabel 4.1, 4.2 dan 4.3. Bila data masukan dinyatakan dalam X(M,N) maka rata-rata
(mean) dari data tersebut tiap dimensi dinyatakan dengan :
40 1 8 MN N M X X
(3.10)Data adust dinyatakan dengan :
MNadj MN M
X X X (3.11)
Covariance antara dimensi dirumuskan dengan :
40 2, 1, 1 ( )( ) ( , ) 1 N N N X X COV A B M
(3.12)Pada akhirnya terbentuk matriks covariance :
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( ,
COV A A COV AB COV AC COV AD COV AE COV AF COV AG COV AH COV B A COV B B COV BC COV B D COV B E COV B F COV BG COV B H COV C A COV C B COV CC COV C D COV C E COV C F COV CG COV C H COV D
C ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( ,
A COV DB COV DC COV DD COV DE COV DF COV DG COV DH COV E A COV E B COV EC COV E D COV E E COV E F COV EG COV E H COV F A COV F B COV F C COV F D COV F E COV F F COV F G COV F H
COV G A COV G ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , )
B COV GC COV GD COV GE COV GF COV GG COV GH COV H A COV H B COV H C COV H D COV H E COV H F COV H G COV H H
(3.13)