• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI FREKUENSI HARMONISA SENSOR QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE SEBAGAI IDENTIFIKASI GAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI FREKUENSI HARMONISA SENSOR QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE SEBAGAI IDENTIFIKASI GAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A-66

KARAKTERISASI FREKUENSI HARMONISA SENSOR QUARTZ

CRYSTAL MICROBALANCE SEBAGAI IDENTIFIKASI GAS

Rouhillah1, Muhammad Rivai2, Tri Arief Sardjono3

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111

1 rouhillah@gmail.com, 2 muhammad_rivai@ee.its.ac.id, 3 sardjono@elect-eng.its.ac.id

Abstrak

Penggunaan sensor yang mampu untuk mengidentifikasi jenis gas sangat dibutuhkan di industri. Salah satunya adalah sensor Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dapat menghasilkan frekuensi resonansi konstan. Pada umumnya sensor QCM masih menggunakan frekuensi dasar resonansi sehingga tingkat sensitivitas masih rendah. Dengan mengambil frekuensi harmonisa dari frekuensi resonansi dasar maka dapat meningkatkan sensitivitas dan selektivitas. Pada penelitian ini dihasilkan rangkaian osilator frekuensi harmonisa 3fo yang dapat bekerja dengan baik saat identifikasi jenis gas. Sensitivitas sensor QCM yang menggunakan frekuensi harmonisa 3fo dievaluasi dengan memantau perubahan frekuensi pada konsentrasi gas yang berbeda, seperti alkohol, 2-propanol, dan kloroform. Deret sensor yang dilapisi material kimia yang berbeda, menghasilkan pola output dari respon frekuensi yang berbeda-beda. Pengukuran juga dilakukan terhadap perubahan kelembaban sebesar 27-74% RH dan perubahan konsentrasi 1-4 ml gas yang diujikan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sensor QCM berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan sensitivitas dan selektivitas yang lebih baik dari pada frekuensi dasar sensor. Untuk frekuensi 5MHzsensor QCM dalam pengenalan jenis gas memperoleh tingkat keberhasilan sebesar 73.33%, sedangkan untuk frekuensi harmonisa 3fo memperoleh tingkat keberhasilan sebesar 86.67%.

Kata kunci : deret sensor, frekuensi harmonisa, sensitivitas dan selektivitas, sensor QCM

1.Pendahuluan

Hidung elektronik adalah suatu devais yang berfungsi untuk mendeteksi bau maupun berbagai jenis aroma. Instrument portable untuk pengukuran gas dengan menggunakan sensor QCM telah diterapkan pada tiga jenis gas industri, yaitu aseton, kloroform dan metanol dengan konsentrasi 4000-12000 ppm; Ozmen, et al (2009).Penelitian lainnya dibidang pengukuran massa materi gas adalah penggunaan hidung elektronik untuk menganalisa urine sebagai deteksi infeksi pada saluran kemih yang memiliki tingkat keberhasilan 90%; Saraswati, (2011). Hidung elektronik menggunakan deret sensor untuk mengamati dan mendeteksi gas yang memiliki beberapa bau dari senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOC) seperti etanol, aseton, dan benzena pada konsentrasi yang berbeda; Saeed, et al (2009). Disamping itu, penginderaan terhadap kelembaban yang sangat stabil dan sensitif, diselidiki dengan mengukur pergeseran frekuensi QCM karena penambahan massa yang disebakan oleh adsorpsi air; Zhu, et al (2010). Elemen sensitivitas digunakan untuk memantau kelembaban dengan menambahkan polimer dasar dan berbasis porfirin sehingga menghasilkan tanggapan linear terhadap perubahan kelembaban 4-94%; Korposh, et al (2010).

Kristal kuarsa dikenal sebagai perangkat piezoelektrik dan memiliki frekuensi getaran mendekati konstan ketika suhunya tetap. Jika sensor kuarsa terkena campuran gas, perubahan frekuensi terjadi terus menerus selama beberapa menit hingga mencapai keadaan seimbang; Ozmen,

et al (2009). Sensor QCM menunjukkan bahwa

pergeseran frekuensi kristal sebanding dengan penambahan massa. Penambahan massa sebagai akibat dari pengendapan molekul ke permukaan kristal yang menyebabkan penurunan frekuensi resonansinya; Jia (2012). Pergeseran frekuensi (∆f) yang disebabkan oleh massa yang mengendap dipermukaan kristal kuarsa (∆m), diperoleh Persamaan Sauerbery (1),

∆𝑓 = − 2 𝑓02

𝐴√𝜌𝑞.𝜇𝑞. ∆𝑚 (1) dimana, 𝑓𝑜 adalah frekuensi resonansi dasar kristal

kuarsa (Hz), A adalah luasan permukaan kristal kuarsa (cm2), p

q adalah densitas kristal QCM

(2,684 g/cm3), µ

q adalah modulus kristal (2,947 x

1011 g/cm), ∆𝑚 adalah perubahan massa, akibat massa yang mengendap dipermukaan.

Dari tinjauan Ozmen dan Saraswati, pengukuran dilakukan dengan konsentrasi tinggi dan tingkat sensitif yang rendah. Disamping itu,

(2)

A-67 dilihat dari persamaan Sauerbrey penggunaan frekuensi harmonisa akan mendapat penguatan perubahan frekuensi (∆f) yang signifikan.

Pada tahapan penelitian ini dilakukan proses karakterisasi frekuensi harmonisa resonator sensor QCM untuk sistem pengenalan pola dan untuk mempelajari sensitivitas dan selektivitas dari sensor tersebut. Proses karakterisasi meliputi pengamatan pengaruh perubahan kelembaban, jenis sampel gas dan konsentrasi gas yang berbeda. 2. Metode Penelitian

2.1 Sensor QCM

Sensor QCM merupakan perangkat sensor akustik yang didasarkan pada perubahan mendasar frekuensi osilasi yang dipengaruhi dengan adsorpsi/penyerapan molekul dari fase gas; Suroglu, et al (2009). Penggunaan kristal kuarsa sebagai sensor QCM yang dilakukan oleh Sauerbrey pada tahun 1959 menunjukkan bahwa pergeseran frekuensi pada sebuah resonator kristal kuarsa sebanding dengan penambahan massa pada permukaannya. Gambar 1 merupakan ilustrasi dari prinsip kerja sensor QCM.

Perubahan massa satu nanogram menghasilkan perubahan frekuensi sekitar 1 Hz. Dengan demikian perubahan kecil dalam massa dapat diukur dengan menggunakan QCM dilapisi dengan membran pengenalan jenis molekul; Patel,

et al (2011). Penggunaan deret sensor berpolimer

yang mempunyai nilai kepolaran berbeda dikombinasikan dengan bahan konduksi maupun semikonduksi untuk meniru sistem penciuman. Polimer tersebut berperan sebagai bahan aktif yang dapat meningkatkan penyerapan uap sampel akibat dari kepolaran molekulnya; Rivai, et al (2005).

Kristal Δm Δf Elektroda Molekul analit

Gambar 1. Prinsip kerja sensor QCM Pada saat ada massa yang mengendap pada permukaan sensor, rangkaian ekivalen sensor QCM saat berinteraksi pada uap gas berubah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Sebagai akibat adanya perubahan rangkaian ekivalen sensor QCM, maka persamaan frekuensi resonansi sensor QCM berubah menjadi Persamaan (2),

𝑓𝑜𝑙𝑞= 2𝜋√(𝐿1+𝐿𝑚).𝐶11

(2)

dimana, folq adalah frekuensi output sensor QCM

setelah digunakan pada media gas, Lm adalah nilai

induktansi sebagai nilai ekivalen dari massa yang mengendap, L1 adalah nilai induktansi dari

rangkaian ekivalen kristal, C1 adalah nilai

kapasitansi dari rangkaian ekivalen kristal.

L1 C1 C0 R1 Rangkaian ekivalen kristal Penambahan massa pada permukaan kristal Lm

Gambar 2. Rangkaian ekivalen sensor QCM saat berinteraksi pada uap gas

2.2 Spektrum dan domain sinyal

Setiap bentuk gelombang persegi terbentuk dari suatu gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi dasar tertentu dan sejumlah gelombang sinus lain yang mempunyai frekuensi-frekuensi kelipatan dari frekuensi dasar (harmonisa).

Ilustrasi gelombang persegi dari output rangkaian osilator sensor QCM ditunjukan pada Gambar 3. Gelombang persegi adalah gelombang periodik yang terdiri dari transisi sesaat antara dua tingkat. Gelombang persegi digambarkan di atas memiliki 2 periode dan tingkat -1/2 dan 1/2. Tingkat umum lain untuk gelombang persegi mencakup (1,1) dan (0,1) (sinyal digital).

t +A -A 2 0 T T02 T0

Gambar 3. Ilustrasi gelombang persegi dari output rangkaian osilator sensor QCM Deret Fourier untuk gelombang persegi dengan menggunakan Persamaan (3). 𝑣 (𝑡) = ∑𝑛=1 4𝐴𝜋 (2𝑛−1)1 sin(2𝑛 − 1)Ω0 , (3) 𝑛 = 1,2,3 , Ω0=2𝜋𝑇 0 𝑣(𝑡) = 4𝐴 𝜋 sin Ω0𝑡 + 1 3sin 3 Ω0𝑡 + 1 5sin 5 Ω0𝑡 + 1 7… … Dari persamaan deret Fourier maka diperoleh Persamaan (4),

(3)

A-68 𝑓𝑛= 𝑛 𝑥 𝑓 , dan 𝑉𝑛=4𝑉𝑛𝜋 (4)

(2.12) dimana, n adalah harmonisa ke-n, f adalah

frekuensi dasar gelombang, 𝑓𝑛 adalah frekuensi

harmonisa ke-n, 𝑉𝑛 adalah Amplitudo puncak

harmonisa ke-n.

2.2 Proses karakterisasi sensor QCM

Proses karakterisasi sensor QCM meliputi pengamatan terhadap pengaruh perubahan kelembaban, jenis sampel gas, dan konsentrasi. Skematik blok sistem dapat dilihat padaGambar 4. Adapun tahap-tahap pengukuran yaitu :

1. Pengaruh perubahan kelembaban: Tekanan udara bersih dari silika gel dialiri ke dalam botol air, sehingga terjadi uap air yang akan masuk ke wadah pengujian dan diamati pengaruh perubahan frekuensinya.

2. Identifikasi jenis sampel gas: Secara keseluruhan sampel berukuran 4 ml pada botol uji. Udara bersih yang dialiri ke dalam botol sampel gas, uap gas akan masuk ke dalam wadah pengujian dan diamati perubahan frekuensi sensor QCM.

3. Konsentrasi gas berbeda: Pengambilan uap gas pada botol uji dengan ukuran tertentu, lalu disuntikan pada tempatnya. Uap gas ini akan didorong dengan udara bersih.

deret sensor QCM S ili c a g e l Pompa Pembuangan k4 k1 Osilator 3f BPF Frekuensi counter Sampel gas In tr fa c e S e ria l k2 k5 k3 Air Mikrokontroler Humidity sensor

Gambar 4. Skematik blok proses karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai

identifikasi gas

Gambar 5. Foto setup karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai identifikasi gas

2.3 Rangkaian osilator

Operational Transconductance Amplifier

(OTA) dapat digunakan sebagai transistor yang hampir ideal; Arnau (2008). Osilator kristal yang paling popular digunakan untuk aplikasi pada identifikasi gas adalah rangkaian osilator Pierce, Namun untuk mendapatkan fekuensi harmonisa paling tepat dengan menggunakan rangkaian

non-inverting common-E OTA seperti ditunjukan pada

Gambar 6. 5 MHz 3 Fo MHz R2 R2 R4 C3 +1 R3 C4 C5 R1 C1 C2 RC Filter LC Filter OPA 660 QCM

Gambar 6. Rangkaian osilator Pierce dan

non-inverting common-E OTA

Frekuensi output dari rangkaian osilator ini disesuaikan dengan nilai harmonisa yaitu sebesar 15 MHz dengan menggunakan Persamaan (5), 3𝐹𝑜 = 2𝜋√𝐿 .𝐶1 (5) dimana, L adalah nilai induktansi, C adalah nilai kapasitansi, 3Fo adalah nilai frekuensi harmonisa output dari rangkaian osilator. Penggunaan RC filter juga disesuaikan dengan output dari frekuensi harmonisa, dengan menggunakan Persamaan (6),

𝐹𝑐 =

1

2𝜋𝑅𝐶

(6)

Gambar 7. Skematik rangkaian osilator QCM

Dalam perancangan rangkaian osilator QCM yang menghasilkan frekuensi harmonisa, perlu diperhatikan LC filter dan RC filter dengan 𝐹𝑐 yang

sama. Setiap output diberi IC smitch trigger agar berada dalam tegangan TTL. Penambahan buffer berfungsi untuk menguat arus menurut standar dari IC 74HC125 maupun untuk menghilangkan interferensi sinyal antara frekuensi dasar dan frekuensi harmonisa sensor QCM.

(4)

A-69 2.5 Pengenalan Algoritma NN

Neural network terdiri dari elemen-elemen

sederhana yang meniru sistem saraf biologis manusia. Jaringan dilatih berdasarkan perbandingan

output dan targetnya sampai output jaringan sesuai

dengan target; Demuth, et al (2009).

Pengenalan algoritma dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama proses feed forward yang merupakan setting nilai bobot untuk tiap-tiap layer dimana pada tahap awal dilakukan setting bobot secara random, menghitung unit lapisan dan dijumlahkan serta ditambahkan biasnya dan menghitung fungsi pengaktif. Tahap kedua proses

backward dimana jika ada selisih antara output

yang diharapkan dengan output sebenarnya maka akan disebarkan mundur pada layer tersembunyi dan diteruskan ke unit pada layer input. Skema proses feed forward dan backward dapat dilihat pada Gambar 8. output target Weigth Neural network Feed forward Learning Algorithm -+ backrward error Y X

Gambar 8. Proses feed forward dan backward 3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Rangkaian osilator

Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kestabilan osilator pierce sensor QCM dan frekuensi harmonisa, fekuensi harmonisa yang memiliki nilai tiga kali dari frekuesi dasar (3fo) sensor QCM.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Output frekuensi osilator pierce, (b) frekuensi harmonisa

3.2Pengujian Terhadap Perubahan Kelembaban Pada penilitian ini dilakukan pengujian terhadap 27-74% kelembaban dengan menggunakan tiga sensor QCM yang telah terlapis polimer. Pengujian dilakukan dengan memastikan perubahan frekuensi dasar QCM dan frekuensi harmonisa 3fo saat menanggapi perubahan kelembaban. Secara keseluruhan proses pengujian dilakukan pada suhu kamar 28 ± 1 ° C.

(a) (b)

Gambar 10. Hubungan antara perubahan frekuensi dan kelembaban, (a) frekuensi dasar QCM (b)

frekuensi harmonisa QCM,

Gambar 10 menunjukkan hubungan antara perubahan frekuensi dan kelembaban. Dapat dilihat bahwa respon frekuensi sensor QCM yang dilapisi PEG 1540 memiliki perbedaan yang signifikan. Data yang dipelihatkan pada tabel 1 dan 2 didapat dengan menggunakan regresi linear. Sensitivitas sensor dilihat pada kemiringan kurva terhadap perubahan frekuensi dan kelembaban. Sensor QCM yang terlapis PEG 6000 menunjukkan linearitas terbaik. Linearitas didapatkan dari nilai R Square (R2) yang mendekati nilai 1. Frekuensi dasar sensor

memiliki nilai R2= 0.985 dan nilai sensitivitas adalah 16.22 Hz/%RH, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo sensor memiliki R2= 0.988 dan sensitivitas adalah 48.56 Hz/%RH.

Tabel 1, Regresi linear frekuensi dasar sensor

Polimer Frekuensi dasar sensor Persamaan linear R2

S1, Ov-17 (medium) y = 7.62x -1.06 0.910 S2, PEG 600 (non polar) y = 16.22x -5.18 0.985 S3, PEG 1540 (polar) y = 20.26x -23.37 0.956

Tabel 2, Regresi linear frekuensi harmonisa 3fo

Polimer Frekuensi harmonisa 3fo Persamaan linear R2

S1, Ov-17 (medium) y = 22.92x - 2.8 0.905 S2, PEG 600 (non polar) y = 48.56x -13.56 0.988 S3, PEG 1540 (polar) y = 60.8x - 70.12 0.956

4.2 Pengujian karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai identifikasi gas

Gambar 11. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap alkohol

(5)

A-70 Gambar 12. Pengujian deret sensor terlapis polimer

terhadap 2-propanol

Gambar 13. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap kloroform

Berdasarkan gambar 11,12, dan 13, frekuensi harmonisa 3fo menghasilkan perubahan frekuensi yang sangat signifikan terhadap identifikasi gas. Sensor QCM terlapis PEG 1540 banyak menyerap analit dari pada PEG 6000 terhadap alkohol. Sebaliknya pengujian terhadap kloroform, sensor QCM terlapis PEG 6000 banyak menyerap analit dibandingkan PEG 1540. Banyaknya analit yang menyerap pada sensor QCM menghasilkan perubahan frekuensi yang paling besar. Secara keseluruhan sensor yang terlapis OV-17 memiliki rata-rata respon yang lebih tinggi terhadap uap gas yang diujikan. Semua pola perubahan frekuensi ini terjadi karena kepolaran molekulnya terhadap uap gas yang diujikan.

3.2 Pengujian sensor QCM terhadap perubahan konsentrasi suatu gas

Gambar 14. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi alkohol

Gambar 15. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi 2-propanol

Gambar 16. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi kloroform

Berdasarkan hasil pengujian, frekuensi harmonisa 3fo sensor QCM yang terlapis polimer mampu untuk mendeteksi jenis gas setiap konsentrasi 1-4 ml. Gambar 14,15, 16 memberikan grafik normal sensitivitas untuk setiap konsentrasi, dapat dilihat bahwa kepekaan dari sensor berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan respon lebih signifikan sampai kosenstrasi 1 ml. Respon frekuensi dari sensor sebanding dengan konsentrasi gas yang diujikan. Dalam hal selektivitas, frekuensi harmonisa 3fo lebih selektif dari pada frekuensi dasar sensor QCM. Perbedaan frekuensi pada Gambar 14,15,16 menunjukkan bahwa sensor selektif terhadap alkohol, 2-propanol, dan kloroform yang diujikan.

Pada pengujian neural network digunakan data proses pengujian sensor terhadap alkohol, 2-propanol, dan kloroform. Pada saat proses training,

error yang diinginkan dibawah 0.0001. Ketika error mencapai batas yang diinginkan, didapat nilai

bobot untuk proses pengenalan jenis-jenis gas yang diujikan. Pada proses pembelajaran untuk identifikasi gas dengan frekuensi 5 MHz sensor QCM, error mencapai iterasi ke-233622 sedangkan frekuensi harmonisa 3fo mencapai iterasi 305082

(6)

A-71 Tabel 3, Hasil Pengujian neural network

Uji

ke- Gas uji

Hasil Identifikasi

5 MHz Harmonisa 3fo

1 Alkohol Alkohol Alkohol

2 Alkohol Alkohol Alkohol

3 Alkohol Alkohol Alkohol

4 Alkohol Alkohol Alkohol

5 Alkohol Alkohol Alkohol

6 Alkohol Kloroform Kloroform

7 Alkohol Alkohol Alkohol

8 Alkohol Alkohol Alkohol

9 Alkohol Kloroform Kloroform

10 Alkohol Kloroform Alkohol

11 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 12 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 13 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 14 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol

15 2-Propanol Alkohol Alkohol

16 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 17 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol

18 2-Propanol Alkohol Alkohol

19 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 20 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol

21 Kloroform Kloroform Kloroform

22 Kloroform Alkohol Kloroform

23 Kloroform Alkohol Kloroform

24 Kloroform Kloroform Kloroform

25 Kloroform Kloroform Kloroform

26 Kloroform Kloroform Kloroform

27 Kloroform Kloroform Kloroform

28 Kloroform Kloroform Kloroform

29 Kloroform Propanol Kloroform

30 Kloroform Kloroform Kloroform Berdasarkan tabel 3, dari 30 pengujian terdapat 8 kesalahan pengenalan jenis gas pada sensor QCM berfrekuensi 5 MHz dengan tingkat keberhasilan 73.33%, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo memperoleh tingkat keberhasilan 86.67%.

4. Kesimpulan dan Saran

Pada penelitian ini, rancangan osilator sensor QCM berfrekuensi 5 MHz dan frekuensi harmonisa 3fo mampu bekerja dengan baik. Frekuensi harmonisa 3fo yang dilapisi polimer PEG 1540 lebih sensitif terhadap kelembaban 60.8 Hz/%RH. Sensitivitas sensor QCM dengan frekuensi harmonisa 3fo dapat diketahui dengan cara mengevaluasi dan memantau perubahan frekuensi terhadap konsentrasi 1-4 ml untuk setiap jenis gas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sensor QCM berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan sensitivitas dan selektivitas yang lebih baik dari pada frekuensi dasar sensor. Dalam pengenalan jenis gas dari 30 kali pengujian pada frekuensi dasar sensor QCM memiliki tingkat keberhasilan sebesar 73.33%, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo memiliki keberhasilan sebesar 86.67 %. Untuk penelitian selanjutnya, digunakan frekuensi dasar sensor QCM diatas dari 5 MHz untuk

mendapatkan frekuensi harmonisa yang lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat mengukur konsentrasi yang lebih rendah.

Daftar Pustaka:

Arnau, A. (2008)“A Review of Interface Electronic

Systems for AT-Cut Quartz Crystal

Microbalance Applications in Liquids”,

SENSORS 2008, 8, pp.370 – 411.

Demuth, H. Beale, M. & Hagan, M. (2009),

Neural Network Toolbox™ User’s Guide, The MathWorks, Inc.

Jia, Kun. Toury, T. & Ionescu, R. E. (2012),“

Fabrication of an Atrazine Acoustic

Immunosensor Based on a Drop Deposition Procedure “,IEEE Transactions on Ultrasonics,

Ferroelectrics, and Frequency Control, Vol. 59. no. 5, pp. 2015-2021.

Korposh, S. Selyanchyn, R. & Lee, S. W. (2010),“

Nano-assembled thin film gas sensors. IV. Mass-sensitive monitoring of humidity

using quartz crystal microbalance (QCM)

electrodes “,ScienceDirect, Sensors and

Actuators, Vol. B 147, pp. 599-606.

M.Rivai, Ami Suawandi JS, Mauridhi H.P. (2005)“

Deret Resonator Sensor QCM Terlapis Polimer Sebagai Pengenal Jenis Uap “, AKTA

KIMINDO, Vol.1 no.1, pp. 49-54

.

Ozmen, A. & Do˜gan, E. (2009) “Design of a

Portable E-Nose Instrument for Gas

Classifications “, IEEE vol. 58, No. 10, pp.

3609-3618

Patel, H. K. & Mona, K. J. (2011), “Electronic

Nose Sensor Response and Qualitative Review of E-Nose Sensors “, IEEE pp.382-481.

Saraswati, D. A. (2011), “ Analisis Odor Urine

Untuk Mendeteksi Infeksi Pada Saluran Kemih Dengan Menggunakan Sensor Quartz Crystal Microbalance dan Self Organizin Map“,

TESIS PROGRAM PASCASARJANA ITS,. Sarao˘glu, H. M. Selvi, A. O. Ebeoglu M. A &

Tasaltin, C. (2013),“ Electronic Nose System

Based on Quartz Crystal Microbalance Sensor for Blood Glucose and HbA1c Levels From Exhaled Breath Odor “, IEEE vol. 13, no. 11,

pp. 4229-4235.

Zhu, Y. Yuan, H. Xu, J. Xu, P & Pan, Q. (2010),“

Highly stable and sensitive humidity sensors based on quartz crystal microbalance coated with hexagonal lamelliform monodisperse

mesoporous silica SBA-15 thin film

“,ScienceDirect, Sensors and Actuators, Vol. B 144, pp. 164-169

Gambar

Gambar 1. Prinsip kerja sensor QCM   Pada  saat  ada  massa  yang  mengendap  pada  permukaan sensor, rangkaian ekivalen sensor QCM  saat berinteraksi pada uap gas berubah seperti yang  ditunjukkan pada Gambar 2
Gambar 4. Skematik blok proses karakterisasi  frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai
Gambar  9  menunjukkan  bahwa  tingkat  kestabilan  osilator  pierce  sensor  QCM  dan  frekuensi  harmonisa,  fekuensi  harmonisa  yang  memiliki  nilai  tiga  kali  dari  frekuesi  dasar  (3fo)  sensor QCM
Gambar 13. Pengujian deret sensor terlapis polimer  terhadap kloroform

Referensi

Dokumen terkait

15) Kelemahan pemahaman masyarakat di dalam memaknai asas hukum pertanahan yaitu hak atas tanah bersifat mutlak, kuat dan abadi, sehingga pemikiran mereka hak atas tanah tidak

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara harga diri dan celebrity worship pada remaja di SMP Negeri 43 Surabaya (r=0,265, p<0,05) dan tidak

Pada kategori bahan pokok I, harga sebagian besar jenis cabai mengalami kenaikan disebabkan stok berkurang akibat kerusakan pad a cabai karena faktor cuaca di daerah produsen.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa Total Assets Turnover, Gross Profit Margin, dan Return on Equity berpengaruh signifikan dalam memprediksi pertumbuhan laba pada

Dengan menciptakan faktor yang baru, perusahaan memberikan nilai manfaat baru bagi konsumen dan nonkonsumen, sehingga dapat menciptakan permintaan yang baru dan menentukan

Bahaya yang timbul dari kredit macet adalah tidak terbayarnya kembali kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya.“Dengan adanya kredit bermasalah maka bank

(2) Dalam penyerahan dan penambahan penyerahan urusan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Tingkat I atau kepada Pemerintah Daerah Tingkat II, tata cara pengalihan perangkat,

Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan tindak pidana khusus yang dalam penanganannya membutuhkan keahlian yang khusus serta oleh penegak hukum yang khusus