• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PREKURSOR PERISTIWA FLARE/PELONTARAN MASSA

KORONA DALAM RANGKA PERINGATAN DINI CUACA ANTARIKSA

(THE ANALYSIS OF FLARE/CORONAL MASS EJECTION

PRECURSORS RELATED TO THE SPACE

WEATHER EARLY WARNING

)

Agustinus Gunawan Admiranto1, Nanang Widodo, Iyus Edi

Rusnadi, Heri Sutastio, dan Dasimun Pusat Sains Antariksa

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jalan Dr Djundjunan 133 Bandung 40173 Indonesia

1e-mail: gunawan.admiranto@lapan.go.id

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

Based on active regions dynamics we analyzed the precursors of flare/coronal mass ejections. From the assumption that the energy of coronal mass ejection/flare are from magnetic energy conversion that can be deducted from the changes of sunspots area we analyzed some active regions which produced flare/CME to identify the area changes before the occurrence of the event. We found that in general the sunspots area decreased before the flare/CME occurred, so it is concluded that the decrease of sunspots area can be used as precursors of flare/CME.

(2)

ABSTRAK

Dengan melihat dinamika daerah aktif dilakukan analisis prekursor fenomena flare/ pelontaran massa korona (CME). Dengan asumsi bahwa energi pelontaran massa korona berasal dari konversi energi magnet yang dilihat dari perubahan luas harian bintik Matahari maka dilakukan analisis perubahan luas harian bintik Matahari pada beberapa daerah aktif yang menghasilkan flare dan atau CME untuk melihat bagaimana luas daerah-daerah tersebut berubah menjelang terjadinya fenomena flare/CME. Didapat bahwa secara umum luas bintik Matahari mengalami penurunan beberapa saat sebelum peristiwa flare/CME ini terjadi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penurunan luas Harian bintik Matahari bisa dijadikan precursor atau indikasi akan adanya peristiwa flare/CME. Kata kunci: Perubahan luas bintik Matahari, Flare, Pelontaran massa korona, Precursor

1 PENDAHULUAN

Peristiwa pelontaran massa korona (Coronal Mass Ejection, CME) merupakan salah satu peristiwa di Matahari yang dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan antariksa di Bumi serta teknologi di permukaan Bumi. Dampak yang dihasilkannya antara lain adalah gangguan medan magnet Bumi yang bisa mengganggu kinerja satelit atau putusnya jaringan listrik seperti yang pernah terjadi pada Maret 1989 (Cid et al., 2013). Oleh sebab itu, pengetahuan tentang hal-hal yang terkait dengan berbagai peristiwa fisik yang mendahului-nya menjadi sangat penting.

Berdasarkan penampakannya di sekitar piringan okultasi (occulting disk) koronagraf, CME bisa digolongkan menjadi CME partial dan CME halo. Penggolongan ini terkait dengan daerah sumber CME, di mana CME yang daerah sumbernya berada didekat garis meridian tengah (central meridian) cenderung menghasilkan tipe halo. Sedangkan bila posisi daerah sumber CME lebih dekat ke piringan matahari maka yang teramati adalah tipe parsial. Secara umum, CME tipe halo lebih memiliki kemungkinan memberikan dampak ke Bumi daripada tipe parsial (Wang, et al. 2011).

Berbagai penelitian dilakukan untuk meninjau fenomena CME dan dampak yang diberikannya pada lingkungan Bumi. Gopalswamy et al. (2009a) melakukan analisis pada 17 CME halo (yang terdapat di piringan dan tepi) yang berlangsung pada siklus Matahari ke 23 dan badai medan magnet

Bumi yang dihasilkannya. Mereka men-dapatkan bahwa CME halo tepi memiliki geoeffectiveness lebih rendah daripada CME halo piringan. Selain itu waktu tunda memiliki nilai sekitar 20% lebih kecil pada CME halo tepi daripada CME halo piringan.

Pada kesempatan lain, Fainshtein dan Egorov (2015) melakukan analisis pada CME yang berlangsung di tepi piringan Matahari dan mempelajari pergerakannya. Semua CME ini ber-langsung setelah terjadinya prominence eruptif dan terkait dengan flare sinar X. Mereka mendapatkan adanya korelasi positif antara ketinggian CME dengan struktur awal CME sebelum fenomena ini mulai bergerak.

Grechnev et al. (2014) melakukan penelitian pada sumber di Matahari yang menghasilkan badai medan magnet Bumi yang berlangsung pada 20 November 2013. Mereka mendapatkan bahwa pada 18 November 2003 di Matahari ber-langsung sebuah peristiwa eruptif di daerah aktif AR 10501 (sebuah CME halo piringan) pada pukul 07:29 UT. Ternyata peristiwa ini adalah sebuah CME yang terkait dengan flare kelas M1.2 dan selanjutnya diikuti dengan semburan radio tipe II dan IV. Selanjutnya mereka melakukan analisis lebih lanjut pada CME tersebut dan didapat bahwa fenomena ini memancar-kan partikel-partikel energi tinggi yang sampai di daerah sekitar Bumi dan menghasilkan badai medan magnet Bumi sebagaimana teramati pada 20 November 2013. Penelitian mereka ini

(3)

ternyata sesuai dengan penelitian Gopalswamy et al. (2013) di atas yang mengatakan bahwa CME halo piringan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menghasilkan sebuah badai medan magnet Bumi.

Salah satu penanda adanya daerah aktif di Matahari adalah adanya bintik matahari. Oleh sebab itu, beberapa peneliti juga melakukan analisis hubungan CME dengan bintik matahari seperti yang dilakukan Gopalswamy et al. (2009b) dengan memanfaatkan data CME yang sudah diamati oleh SOHO/LASCO dan disimpan dalam katalog (Gopalswamy et al., 2009c). Di sini mereka mendapatkan bahwa pola sebaran CME mirip dengan pola sebaran bintik matahari dalam bentuk diagram kupu-kupu. Ini menyarankan bahwa sebagian besar CME datang dari daerah-daerah aktif.

Dumbovic et al. (2014) meng-gunakan data CME yang diambil dari SOHO/LASCO dalam kurun waktu Januari 1996 sampai 30 Juni 2011 melakukan analisis statistik untuk melihat kaitan antara flare/CME dengan Dst. Mereka menggunakan sampel 1392 CME dan 1617 flare yang berarti ada beberapa CME yang terkait dengan lebih dari satu flare. Dari analisis ini mereka mendapatkan bahwa parameter badai medan magnet Bumi memiliki kaitan dengan beberapa parameter seperti kecepatan awal CME, sudut dan posisi, serta kelas flare. Analisis mereka juga menunjukkan bahwa interaksi antar CME memiliki korelasi positif dengan badai yang kuat. Selanjutnya, mereka mendapatkan juga bahwa CME bukan halo yang terkait dengan flare kelas B atau C cenderung tidak akan menghasil-kan badai kuat.

Yang diuraikan di atas terkait dengan upaya untuk mendapatkan informasi awal mengenai mekanisme yang memunculkan sebuah peristiwa CME. Ini penting untuk ditelaah lebih lanjut karena bila precursor atau mekanisme dan proses fisis yang mendahului sebuah CME bisa diketahui,

maka prakiraan terjadinya sebuah CME diperoleh. Ini terkait pula dengan fakta bahwa penjalaran plasma CME dari matahari memerlukan waktu tertentu untuk bisa sampai di Bumi dan memberikan dampak yang bisa teramati. Pada peristiwa CME yang terjadi pada 29 Oktober 2003 (Halloween Flare), waktu tempuh ini adalah sekitar 19 jam (Tsurutani et al. (2005). Dengan demikian masih ada kesempatan bagi para peneliti untuk memberikan peringatan dini tentang sebuah peristiwa eruptif yang berlangsung di Matahari yang diduga bisa memberikan dampak yang signifikan di Bumi. Penelitian ini berupaya mendapatkan informasi mengenai mekanisme yang terjadi sebelum peristiwa CME berlangsung dengan melihat fenomena daerah aktif yang tampil dalam dinamika bintik matahari.

2 DATA DAN METODOLOGI

Data yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari Solar and Heliospheric Observatory (SOHO), dan Transition Region and Coronal Explorer (TRACE) yang diambil dalam kurun 1998 sampai 2004. Penitikberatan analisis adalah pada kelompok bintik matahari yang memiliki ukuran luas yang cukup signifikan atau memiliki konfigurasi medan magnet yang cukup kompleks.

Prekursor CME yang terkait dengan flare besar (M/X), dapat ditelusuri dari evolusi bintik matahari dari hari ke hari, atau beberapa jam selang citra. Data Solar Region Summary adalah data harian, sehingga perubahan yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam tidak tampak. Oleh sebab itu, kejadian flare yang tercatat harian harus diartikan sebagai peristiwa yang terjadi dalam 24 jam terakhir. Perubahan morfologi bintik matahari (luas, panjang dalam arah bujur, jumlah bintik matahari, kelas McIntosh dan tipe magnetik) dari hari ke hari, harus dibaca sebagai perubahan dalam 24 jam. Perubahan morfologi inilah yang dapat dijadikan sebagai

(4)

pendeteksi adanya prekursor flare yang disertai CME.

Metodologi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(a) Menghitung luas daerah aktif (bintik matahari) dan perubahannya dari waktu ke waktu. Penambahan luas harian menunjukkan terjadinya peningkatan energi medan magnet dan penurunannya menunjukkan adanya peluruhan energi medan magnet;

(b) melakukan perhitungan untuk menentukan peningkatan atau penurunan jumlah bintik matahari di daerah aktif. Hal ini terkait dengan kemungkinan terjadinya rekoneksi medan magnet melalui loop-loop interaction yang bisa memicu terjadinya CME;

(c) melakukan analisis data SOHO (LASCO, EIT, MDI) untuk mengetahui terjadinya CME dan dan menentukan daerah sumber CME. Posisi daerah sumber CME terkait dengan kemungkinan dampak CME tersebut pada Bumi (geoeffectiveness);

.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan luas harian bintik Matahari dapat diartikan sebagai adanya penambahan energi magnet bintik matahari bila luas meningkat, sedangkan apabila luas menurun diartikan sebagai pelepasan energi magnet bintik Matahari dalam bentuk flare yang disertai/tidak disertai CME. Akan tetapi, ini tidak menutup kemungkinan pada saat luas meningkat karena jumlah sunpot bertambah bisa terjadi peristiwa flare. Dalam kasus ini peningkatan jumlah bintik matahari dalam grup diartikan sebagai peningkatan kompleksitas topologi medan magnet bintik matahari, yang berarti kemung-kinan terjadinya rekoneksi akibat dari interaksi antar-loop medan magnet (loop-loop interaction) yang semakin besar sehingga terjadi flare. Penurunan jumlah bintik matahari juga dapat dijadikan

sebagai indikator telah terjadinya pelepasan energi medan magnet, karena setelah flare ada kecenderungan topologi medan magnet menuju kesetimbangan baru sehingga sistem cenderung menuju ke kondisi yang paling stabil (energi magnet terendah).

Perubahan kelas McIntosh (tiga karakter, misal Dkc, Fkc) atau kelas Zurich (satu karakter, A- F, H), memberikan informasi tentang morfologi (luas, panjang arah bujur dan jumlah bintik matahari, atau bentuk bintik matahari). Perubahan kelas bintik matahari dari A ke D dalam waktu dua hari memberikan indikasi kuat potensi bintik matahari untuk menjadi sangat produktif dalam menghasilkan flare. Perubahan dari D ke E merupakan “warning” bahwa bintik matahari akan mungkin menghasilkan flare besar. Dan apabila perubahan dari D ke F sangat cepat, maka jumlah flare besar yang dihasilkan cenderung lebih banyak, seperti terjadi pada kasus NOAA 10484, 10486 dan 10488, pada Oktober-November 2003.

Seperti tampak pada Tabel 3-1, NOAA 10484 dan 10486 telah berevolusi menjadi tipe magnet Beta-Gamma-Delta, konfigurasi medan magnet yang sangat potensial menghasilkan CME karena ada dua polaritas positif dan negatif yang berada pada satu penumbra. Gerak relatif polaritas positif yang mendekati (tumbukan) polaritas negatif akan cenderung menghasilkan magnetic stress yang tinggi sehingga medan magnet berada pada kondisi sangat tidak stabil sehingga akan mudah terjadi rekoneksi medan magnet yang menghasilkan flare besar (kelas M atau X) yang kemungkinan besar akan disertai CME. Dengan demikian, evolusi menuju tipe Beta-Gamma-Delta merupakan PREKURSOR CME yang terkait dengan flare besar. Gambar 3-1 memperlihatkan proses pembentukan bintik matahari kelas delta.

(5)

Gambar 3-1: Evolusi bintik matahari menuju tipe magnet Delta akibat dari tumbukan dua coronal

loops dengan polaritas yang berbeda. Munculnya tabung medan magnet baru di dekat

Delta bintik matahari dapat dijadikan sebagai Prekursor Flare yang disertai CME 3.1 STUDI KASUS PREKURSOR CME

Studi kasus untuk bintik matahari yang dikategorikan sebagai daerah super-aktif dilakukan pada NOAA 10484 dan 10808. Kedua daerah super-aktif ini muncul pada saat siklus matahari berada pada fase menurun (2003-2005). Kasus #1. NOAA 10484

Contoh hasil plot parameter bintik matahari NOAA 10484 diberikan pada Gambar 3-2. Luas bintik matahari mengalami perubahan dari 200 MSH pada 19 Oktober hingga mencapai 1800 MSH pada 22 Oktober (3 hari). Pertumbuhan yang sangat cepat. Ini menandakan ada magnetic flux emergence yang berlangsung cepat. Panjang grup bintik matahari pada arah bujur juga membesar dan mencapai puncak pada 22 Oktober. Jumlah bintik matahari mengalami kenaikan dari 20 pada 19 Oktober hingga 70 pada 22 Oktober. Luas bintik matahari relatif besar [> 1000 milionth of solar hemisphere (MSH) atau perseribu luas setengah piringan Matahari] hingga 29 Oktober. Ini menandakan bintik matahari mempunyai energi medan magnet yang

besar. Panjang grup pada arah bujur mengalami penurunan, demikian pula jumlah bintik matahari. Ini berarti bahwa terjadi pelepasan energi magnetik dalam bentuk flare pada bagian Timur atau Barat grup bintik matahari. Kenaikan jumlah bintik matahari menunjukkan kenaikan dalam kompleksitas konfigurasi medan magnet yang dapat memicu adanya rekoneksi medan magnet sehingga terjadi flare. Tipe magnet Beta-Gamma-Delta telah terbentuk sejak 20 Oktober 2003 hingga 29 Oktober 2003.

Berdasarkan hasil studi kasus, maka dapat diterapkan kriteria prekursor peristiwa flare besar yang disertai CME sebagai berikut:

AREA > 500 MSH

PANJANG ARAH BUJUR > 10 DERAJAT JUMLAH BINTIK MATAHARI DALAM GRUP > 10

TIPE MAGNET: BETA-GAMMA-DELTA Pada Gambar 3-2, kriteria nilai ambang ini ditampilkan sebagai garis mendatar.

(6)

Gambar 3-2: Evolusi bintik matahari NOAA 10484 dari 19 – 31 Oktober 2003: luas dalam Millionths of

Solar Hemisphere (MSH), panjang arah bujur dalam derajat, jumlah bintik dalam grup

dan tipe magnetic/kelas McIntosh

Gambar 3-3: Kelompok bintik matahari NOAA 10484 (kotak) diamati oleh SOHO/MDI Continuum pada 20 dan 26 Oktober 2003

Pada Gambar 3-3, diberikan citra full-disk dari pengamatan SOHO/MDI A Continuum pada 20 dan 26 Oktober 2003. Tampak adanya perubahan pada bentuk dan luas bintik matahari yang cenderung meningkat, menunjukkan adanya magnetic flux emergence.

Kasus #2. NOAA 10808

Pada 8 September 2005, bintik matahari mempunyai tipe magnet Alpha. Karena posisinya berada di dekat tepi Timur matahari, pengukuran luas, panjang dan jumlah bintik matahari tidak dapat dilakukan dengan akurat. Pada hari berikutnya, ada peningkatan tipe

magnet menjadi Beta-Gamma (9/9) dan menjadi Beta-Gamma-Delta 10 – 17 September 2005. Luas bintik matahari naik menjadi 500 MSH pada (9/9) dan meningkat lagi menjadi 1500 MSH (10/9) kemudian menurun namun tetap di atas 1000 MSH (12/9), flare besar (kelas M & X) terjadi ketika luas bintik matahari lebih besar dari 500 MSH, panjang lebih besar dari 10 derajat, jumlah bintik matahari lebih dari 10, tipe magnet Gamma atau Beta-Gamma-Delta dan kelas Zurich E atau F. Sebagai rangkuman, NOAA 10808 mempunyai aktivitas sebagai berikut:

(7)

Menghasilkan flare: 29 kelas C, 20 kelas M dan 10 kelas X dalam rentang: 7 – 17 September 2005 (10 hari) atau 3 flare besar setiap hari. Flare X17 pada 7 September 2005,

super-flare terjadi karena adanya konsentrasi fluks medan magnet pada satu bintik matahari grup (tidak ada grup bintik matahari lain).

 NOAA 10808 lahir pada sisi belakang Matahari, dan berevolusi sangat cepat

sehingga menjadi daerah super-aktif pada sisi matahari yang menghadap ke Bumi.

 Fakta tersebut menunjukkan bahwa meskipun matahari dalam fase siklus menurun (2003-2005), namun daerah super-aktif masih terbentuk dan memberikan potensi gangguan pada lingkungan antariksa dan Bumi dalam bentuk flare besar dan CME.

Gambar 3-4: NOAA 10808 hasil pengamatan SOHO/MDI Continuum pada 12 September dan 16 September 2005. Perubahan bentuk grup bintik matahari tampak jelas dalam kurun waktu 4 hari, menunjukkan peluruhan medan medan magnet akibat dari pelepasan energi dalam bentuk flare besar (M dan X)

Gambar 3-5: Perubahan parameter bintik matahari (luas, panjang, jumlah bintik matahari dan tipe magnet dan kelas McIntosh dari NOAA 10808 dibandingkan dengan jumlah kejadian flare kelas C, M dan X

(8)

3.2 Tinjauan Daerah Aktif yang Menghasilkan Flare Kelas X>3 Dalam Kurun Waktu 1998-2004

Selanjutnya, untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang bagaimana proses evolusi medan magnet daerah aktif yang akan memicu terjadinya CME, dilakukan analisis terhadap daerah-daerah aktif dalam kurun 1998-2004 yang memiliki flare kelas X > 3. Di sini akan dilihat bagaimana daerah aktif itu berevolusi selama beberapa hari sebelum flare terjadi, dan ditinjau proses perubahan luas, jumlah bintik matahari, dan jumlah flare yang berlangsung selama

kurun waktu itu. Daerah-daerah aktif yang dimaksud bisa dilihat di Tabel 3-1.

Kemudian, untuk masing-masing daerah aktif tersebut di atas evolusi daerah aktif selama 5 hari sebelum flare terjadi diamati, dengan melihat perubahan luas daerah aktif, jumlah bintik matahari, dan jumlah flare yang terjadi pada kurun itu. Gambar 3-6 di bawah menunjukkan perubahan yang berlangsung pada beberapa daerah aktif terpilih. Yang dipilih di sini adalah yang tampak sangat jelas menunjukkan penurunan luas daerah aktif beberapa saat sebelum flare terjadi.

Tabel 3-1: DAFTAR DAERAH AKTIF DALAM KURUN WAKTU 1998-2004 DENGAN KELAS SINAR X

FLARE > 3

Tanggal NOAA Puncak Kelas flare 22-Nov-98 8392 6:42:00 X3.7 28-Nov-98 8395 5:52:00 X3.3 14-Jul-00 9077 10:24:00 X5.7 15-Apr-01 9415 13:50:00 X14.4 25-Aug-01 9591 16:45:00 X5.3 15-Jul-02 10030 20:08:00 X3.0 23-Jul-02 10035 0:35:00 X4.8 24-Aug-02 10085 1:12:00 X3.1 23-Oct-03 10484 8:35:00 X5.4 28-Oct-03 10484 11:10:00 X17.2 29-Oct-03 10486 20:49:00 X10.0 02-Nov-03 10488 17:25:00 X8.3 04-Nov-03 10488 19:50:00 X28 04-Nov-03 10488 19:53:00 X17.4 16-Jul-04 10649 13:55:00 X3.6

(9)

0 10 20 30 40

24/Nov 25/Nov 26/Nov 27/Nov 28/Nov 29/Nov 30/Nov

H

ar

ga

Waktu

NOAA 8392

Luas bintik Matahari

0 2 4 6 8 10

24/Nov 25/Nov 26/Nov 27/Nov 28/Nov 29/Nov 30/Nov

H

arg

a

Waktu

NOAA 8392

jumlah bintik jumlah flare

0 200 400 600 800 1000 1200

7/Jul 8/Jul 9/Jul 10/Jul 11/Jul 12/Jul 13/Jul 14/Jul 15/Jul

H

ar

ga

Waktu

NOAA 9077

(10)
(11)

Gambar 3-6: Proses evolusi beberapa daerah aktif yang menghasilkan flare dengan kelas X >3 dalam kurun waktu 1998-2004. Tanda panah menunjukkan saat flare terjadi. Luas harian bintik Matahari dinyatakan dalam satuan per sejuta luas permukaan Matahari

Dari gambar-gambar tersebut di atas, tampak bahwa secara umum jumlah bintik matahari mencapai puncaknya 1-2 hari sebelum flare terjadi. Demikian juga, luas daerah aktif mengalami kenaikan sejak diamati, tetapi 1-2 hari sebelum flare terjadi kenaikannya tidak terlalu signifikan. Hal ini juga terjadi pada perubahan jumlah flare.

Dari analisis tersebut di atas, tampak bahwa pengamatan pada daerah aktif secara kontinu bisa dipakai sebagai salah satu sarana dalam membuat pra kiraan tentang flare atau CME yang akan terjadi.

Dari beberapa pengamatan di atas tampak bahwa terjadinya flare bisa diduga dengan melakukan pengamatan pada satu kelompok bintik Matahari selama beberapa hari. Meskipun demikian, penggunaan cara ini dalam

membuat prakiraan tentang saat terjadinya flare tidak bisa lebih teliti dari satu hari karena data yang dipakai hanya berselang satu hari.

Selain itu, dari berbagai data yang diamati, tampak bahwa peristiwa terjadinya flare tidak selalu didahului dengan kecenderungan menurunnya luas daerah aktif beberapa hari sebelum flare terjadi.

4 KESIMPULAN

Pelontaran massa korona (CME) dan flare adalah dua gejala di matahari yang bisa memberikan dampak cukup besar bagi Bumi. Analisis pada daerah-daerah aktif yang memiliki kemungkinan cukup besar untuk menghasilkan dua gejala ini patut dilakukan dalam rangka mendapatkan informasi mengenai prekursor peristiwa CME dan flare tersebut. 0 500 1000 1500 2000

27/Oct 28/Oct 29/Oct 30/Oct 31/Oct 1/Nov 2/Nov 3/Nov 4/Nov 5/Nov

H

ar

ga

Waktu

NOAA 10488

Luas bintik Matahari

0 20 40 60 80

27/Oct 28/Oct 29/Oct 30/Oct 31/Oct 1/Nov 2/Nov 3/Nov 4/Nov 5/Nov

H

ar

ga

Waktu

NOAA 10488

(12)

Dalam hubungan ini, analisis pada daerah-daerah super aktif (seperti pada daerah yang menghasilkan flare Halloween dan flare Hari Bastille) serta daerah-daerah aktif lainnya memberikan kesempatan cukup luas dalam menelaah prekursor kedua peristiwa tersebut. Seperti yang terlihat pada Gambar 3-6 di atas, pengamatan pada evolusi daerah aktif selama beberapa waktu bisa memberikan informasi mengenai kapan peristiwa CME atau flare tersebut berlangsung. Informasi ini cukup penting untuk memberikan semacam peringatan dini tentang akan terjadinya CME atau flare tersebut.

Analisis pada perubahan luas daerah aktif yang diduga akan menghasilkan flare perlu dilakukan dengan lebih mendalam, terutama pada daerah-daerah aktif yang cukup kompleks kelas magnetiknya. Ini terutama untuk mempelajari dengan lebih mendalam perlilaku daerah-daerah aktif tersebut, mengapa ada yang mengalami penurunan luas dan ada yang tidak mengalami penurunan luas sebelum flare terjadi.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi dalam proses peluruhan bintik matahari yang kemudian diikuti dengan ledakan flare atau pancaran CME. Apakah memang ada hubungan kausal antara keduanya?

Beberapa peneliti telah mencoba mencari hubungan antara peluruhan daerah aktif dengan peristiwa ledakan flare dan CME. Salah satu di antaranya adalah Zhang et al. (2001) yang melakukan analisis pada peristiwa flare dan CME 14 Juli 2000 (Peristiwa Hari Bastille) yang berlangsung di daerah aktif NOAA 9077.

Mereka mengamati bahwa medan magnet yang terdapat di daerah aktif tersebut saling meniadakan saat garis-garis gayanya mengalami rekoneksi. Hal ini kemudian tampil dalam berkurangnya luas daerah aktif, khususnya daerah bintik matahari karena energi medan

magnet yang ada di situ kemudian berubah menjadi energi kinetik partikel dan radiasi dan kemudian muncul dalam bentuk flare dan pelontaran massa korona. Wang dan Shi (1993) mengusulkan proses rekoneksi yang berlangsung dalam dua langkah, yaitu yang berlangsung di daerah fotosfer yang berlangsung secara lambat dan bersifat kontinu. Rekoneksi lambat ini mengubah energi medan magnet menjadi panas dan energi kinetik, dan selanjutnya proses ini menghantarkan energi magnet dan kompleksitas medan magnet ke daerah atmosfer yang lebih tinggi, yaitu ke korona. Di daerah ini berlangsung rekoneksi tahap kedua yang bersifat eksplosif dan teramati dalam bentuk flare atau CME.

Terkait dengan analisis perubahan luas daerah aktif, diperlukan telaah yang lebih mendalam mengenai evolusi medan magnet daerah aktif itu sebelum flare terjadi. Diharapkan ini bisa menjawab pertanyaan mengapa tidak semua flare didahului dengan peristiwa penurunan luas daerah aktif.

UCAPAN TERIMA KASIH

A.G.A. mengucapkan terima kasih kepada E. Sungging Mumpuni dan R. Priyatikanto atas diskusi-diskusinya yang cukup mencerahkan.

DAFTAR RUJUKAN

Cid, C., Palacios, J., Saiz, E., Cerrato, Y., Aguado, J., Guerrero, A., 2013. Modeling the

Recovery Phase of Extreme Geomagnetic Storms, Journal of Geophysical Research: Space Physics, vol. 118, 4352–4359.

Dumbovic, M. Devos, A., Vrsnak, B., Sudar, D., Rodriguez, L., Ruzdjak, D., Leer, K., Vennerstrøm, S., Veronig, A., 2014.

Geoeffectiveness of Coronal Mass Ejections in the SOHO Era, Solar

Physics 290 (2), 579-612.

Fainshtein, V.G., Egorov, Ya I., 2015. Initiation

of CMEs Associated with Filament Eruption, and the nature of CME

(13)

related shocks, Advances in Space Research, Volume 55, Issue 3, 798-807. Gopalswamy, N., Yashiro, Xie, H., S., Akiyama,

S., Makela, P., 2009a. Large Geomagnetic Storms Associated with Limb Halo Coronal Mass Ejection,

Advances in Geosciences vol. 21: Solar and Terrestrial Science, ed. Marc Duldig, World Scientific Publishing Company.

Gopalswamy, N., Akiyama, S., Yashiro, S., Makela, P., 2009b. Coronal Mass

Ejections from Sunspot and non-Sunspot Regions “Magnetic Coupling between the Interior and the Atmosphere of the Sun”,

ed. S. S. Hasan dan R. J. Rutten, Astrophysics and Space Science Proceedings, Springer-Verlag, Heidelberg, Berlin.

Gopalswamy, N., Yashiro, S., Michalek, G., et al., 2009c. The SOHO/LASCO CME

Catalog, Earth Moon and Planets, 104,

295.

Grechnev, V.V., Uralov, A.M., Chertok, I.M., Slemzin, V.A., Filippov, B.P., Egorov, Ya. I., Fainshtein, V.G., Afanasyev, A.N., Prestage, N.P., Temmer, M., 2014.

A Challenging Solar Eruptive Event of 18 November 2003 and the Causes of the

20 November Geomagnetic Superstorm,

II. CMEs, Shock Waves, and Drifting Radio Bursts, Solar Physics, Volume 289, Issue 4, 1279-1312.

Tsurutani, B. T., Judge, D. L., Guarnieri, F. L. Gangopadhyay, P. Jones, A. R., Nuttall, J., Zambon, G. A., Didkovsky, L., Mannucci, A. J., Iijima, B., Meier, R. R.., Immel, T. J., Woods, T. N., Prasad, S., Floyd, L., Huba, J., Solomon, S. C., Straus, P., Viereck, R., 2005. The

October 28, 2003 Extreme EUV Solar Flare and Resultant Extreme Ionospheric Effects: Comparison to Other Halloween Events and The Bastille Day Event,

Geophysical Research Letters, vol. 32, L03S09.

Wang, J., Shi, Z., 1993. The Flare-Associated

Magnetic Changes in Active Regions, II

Flux Emergences and Cancellation, Sol. Phys. 143, 119.

Y. Wang, Chen, C., Gui, B., Shen, C., Ye, P., and Wang, S., 2011. Statistical Study of

Coronal Mass Ejection Source Locations: Understanding CMEs Viewed in Coronagraphs, Journal of Geophysical Research Atmospheres 116 (A12). Zhang, J., Wang, J., Deng, Y., Wu, D., 2001.

(14)

Gambar

Gambar 3-1: Evolusi  bintik  matahari  menuju  tipe  magnet  Delta  akibat  dari  tumbukan  dua    coronal  loops  dengan  polaritas  yang  berbeda
Gambar 3-3:  Kelompok  bintik  matahari  NOAA  10484  (kotak)  diamati  oleh  SOHO/MDI  Continuum  pada 20 dan 26 Oktober 2003
Gambar 3-5: Perubahan  parameter  bintik  matahari  (luas,  panjang,  jumlah  bintik  matahari  dan  tipe  magnet  dan  kelas    McIntosh  dari  NOAA  10808  dibandingkan  dengan  jumlah  kejadian  flare kelas C, M dan X
Tabel 3-1: DAFTAR  DAERAH  AKTIF  DALAM  KURUN  WAKTU  1998-2004  DENGAN  KELAS  SINAR  X  FLARE > 3
+2

Referensi

Dokumen terkait

56 Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa mesin kritis pada line produksi pipa PVC adalah mesin extruder

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : (1) Siswa kelas XII SMAN 42 lebih dominan menggunakan effective coping

penelitian ini adalah air kelapa yang tanpa disteril atau diautoclave. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pH air kelapa

Sejalan dengan hasil studi JWRMS, hasil Study on Ciujung-Cidurian Integrated Water Resources merekomendasikan secara bertahap untuk membangun 4 buah dam yaitu

3 18:45-19:00 ƒ Pengumpulan jawaban test observasi bersama (ke JI) ƒ Penjelasan ronde pengolahan data dan observasi ƒ Pembagian soal test olah data (JI+Guru Pengawas) 4 19:00

Data hasil penelitian yaitu panjang daun, diameter daun, luas bukaan stomata daun dan hasil panen bawang merah.. Pengolahan data menggunakan uji-t dengan syarat telah

menampilkan beberapa aktivitas yang dilakukan Ketua Program Studi dan Sistem pada Sistem Informasi Borang Akreditasi. Aktifitasnya yaitu mula-mula sistem menampilkan

Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri.Penyulingan adalah pemisahan komponen-komponen suatu campuran suatu