• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN GEOMETRI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT KELAS VII SMPN 1 SELOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN GEOMETRI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT KELAS VII SMPN 1 SELOGIRI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN GEOMETRI

BERDASARKAN TEORI VAN HIELE PADA POKOK BAHASAN

SEGIEMPAT KELAS VII SMPN 1 SELOGIRI

Deshinta P.A.D.A1, Budi Usodo2, Ikrar Pramudya3

1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract:The aim of this research was to know the process and result of developing a

teaching and learning module using Van Hiele theories in learning quadrilateral for grade VII students in middle school. The relevant research stated that nowadays students are instantly generalizing the concept of geometry without further understanding about the properties of geometry and the ability of proving and reasoning. Whereas, the purpose of learning geometry is to achieve the deductive thinking which is in level 2 informal deduction based on Van Hiele geometry thinking level. The method of research was research and development with modification of Borg and Gall and Plump method. The initial investigation stage result stated that only 19.7% of students reached level 2 informal deduction, 40.7% students reached level 1 analysis and the rest of students were still in level 0 visualization. The book of reference for learning quadrilateral or module of learning was not written to reach level 2. The book was only consist of definition and properties of quadrilateral without further learning experience for increasing deductive thinking skill. In order to solve this problem, the design and realization stages developed a module which was written based on phase of learning geometry. Next, the module was verified through trial test in a class of students grade VII in order to get data of validity, effectivity, and practically. Lastly, the module was tested through experimental research by comparing experimental and control class. The module was valid based on validator review. The module was practicall based on 90% success implementation on the classroom. The module was effective because it can increase students geometry thinking level by 48%. The nonparametric test using K-S and Man Whitney show that the result of level of geometry thinking in experimental class was better than the control class. Overall result state that the module is valid, practical, and effective.

Keywords: Van Hiele, Quadrilateral, Research and Development, Module

PENDAHULUAN

Geometri merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika yang mempelajari titik, garis, bangun, hubungan antara garis, panjang, luas, volume, dan lain-lain (Baykul dalam Biber, 2013). Geometri juga mempelajari bentuk dan struktur bentuk serta kaitan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya. Dengan kata lain, pembelajaran geometri melatih siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lainnya. Siswa dituntut untuk dapat menggunakan konsep-konsep geometri yang telah dipelajari sebelumnya agar dapat menjawab suatu permasalahan geometri dan siswa dapat menganalisa dan memberikan alasan yang tepat menurut teori-teori geometri terkait. Oleh karena itu, pembelajaran geometri dikatakan dapat melatih kemampuan siswa dalam memberikan alasan secara deduktif (deductive reasoning) dan membuktikan (proving) (Halat, 2006). National Conference of Teachers in Mathematics (NCTM) (Halat 2006) menyebutkan bahwa pembelajaran geometri di sekolah menengah bertujuan agar siswa mengenal sifat-sifat bangun serta dapat menghubungkan sifat-sifat-sifat-sifat yang telah dipelajari dalam penarikan simpulan atau pendapat secara informal. Pembelajaran geometri pada tingkat sekolah

(2)

commit to user

menengah pertama diharapkan mampu membantu siswa mencapai tingkat berpikir geometri.

Pembelajaran geometri dijelaskan dalam beberapa teori, salah satunya adalah teori Van Hiele. Teori ini sesuai dengan tingkat berpikir siswa SMP. Dalam teori Piaget, dijelaskan bahwa siswa pada umur 11 tahun ke atas berada pada tahap berpikir formal. Pada tahap berpikir formal siswa pada umumnya masih berpikir konkret yaitu dengan cara visualisasi dan kesulitan memahami definisi dengan menggunakan kalimat formal. Keadaan siswa yang demikian dapat diatasi dengan pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele karena pada teori Van Hiele pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan informal-induktif sehingga siswa yang kesulitan memahami definisi formal dapat belajar dengan pendekatan informal (Yadil, 2009). Tingkat berpikir geometri siswa diterangkan pada level berpikir geometri Van Hiele Terdapat 5 tingkat berpikir geometri Van Hiele yaitu: 1) Level 0 Visualisation (Visualisasi), 2) Level 1 Analysis (Analisis), 3) Level 2 Informal Deductive (Deduksi Informal), 4) Level 3 Deduction (Deduksi), 5) Level 4 Rigor (Ahli) (Crowley, 1987). Pada Level 2 Deduksi Informal, siswa telah mampu berpikir geometri dengan memberikan alasan atau bukti secara informal. Pada Level 3 Deduksi, siswa dapat menunjukkan cara berpikir deduksi dengan menggunakan aksioma, postulat, teorema, dan pembuktian. Merujuk pada tujuan dari pembelajaran geometri yang berada pada level sekolah menengah pertama yaitu untuk mencapaai kemampuan memberikan alasan deduktif (deductive reasoning), maka Level 2 tingkat berpikir geometri Van Hiele merupakan tujuan dari pembelajaran geometri di sekolah menengah pertama.

Hasil prasurvai juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum sampai pada level berpikir deduksi informal. Prasurvai dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan segiempat kepada siswa kelas VII di SMPN 1 Selogiri. Presentase siswa yang mampu menjawab lebih dari 60% benar untuk pertanyaan pada level 0 (Visualisasi) adalah 39,5%. Persentase siswa mampu menjawab 60% benar untuk pertanyaan sifat-sifat segiempat yang merupakan pertanyaan untuk level 1 (Analisis) adalah 40,69 % . Namun, hanya 19,7% siswa yang mampu menjawab 60% benar untuk pertanyaan pada Level 2 (Deduksi Informal). Siswa masih kesulitan dalam membedakan apakah persegi merupakan bagian persegi panjang atau sebaliknya.

Meskipun geometri telihat lebih mudah dipelajari karena mempelajari bentuk-bentuk yang visual bukan abstrak seperti kebanyakan materi ajar matematika, tetapi masih banyak siswa yang mengalami kekeliruan dan kesulitan dalam belajar geometri (NCTM dalam Biber, 2013). Safrina (2014) juga menyatakan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran geometri karena strategi pembelajaran tidak

(3)

commit to user

sesuai dengan materi, serta pembelajaran belum disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir geometri siswa. Hal ini sesuai dengan teori Van Hiele yang menyatakan bahwa siswa dengan level berpikir berbeda memiliki cara pikir beda serta bahasa yang berbeda sehingga sering terjadi kesalahpahaman jika dua orang dengan tingkat berpikir berbeda berdiskusi. Dengan demikian, pembelajaran geometri menjadi sulit dimengerti dikarenakan strategi pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan tingkat berpikir geometri siswa padahal dalam satu kelas terdapat beragam level berpikir geometri.

Kesenjangan tingkat berpikir geometri dapat diatasi dengan jalan memberikan instruksi. Pemberian instruksi ini dirangkai dalam proses pembelajaran yang disebut sebagai 5 Fase Belajar Geometri (Phase of Learning Geometry) yang dikemukakan Van Hiele (Usiskin, 1982). Fase belajar ini berisi 5 tahap pembelajaran geometri untuk membantu siswa mencapai level berpikir geometri yang lebih tinggi. Fase belajar ini dapat didesain oleh guru dalam rencana pembelajaran geometri. Oleh karena itu, dalam mendukung pencapaian pembelajaran geometri yaitu agar siswa mampu berpikir hingga Level 2, diperlukan adanya perlakuan yang tepat pada pembelajaran dengan 5 fase belajar geometri. Hal ini dikarenakan peningkatan berpikir geometri tidak terjadi secara natural namun harus dijembatani (Van Hiele dalam Burger, 1986). Artinya, diperlukan adanya perlakuan dari guru beserta perangkat pembelajarannya seperi bahan ajar agar mempengaruhi tingkat berpikir geometri siswa. Dalam mendukung peningkatan level berpikir geometri siswa, diperlukan sebuah proses pembelajaran dengan 5 fase belajar Van Hiele yang membutuhkan peran guru beserta bahan ajarnya.

Lima fase belajar geometri Van Hiele ini disusun secara runut dari fase informasi, orientasi bebas, penjelasan, orientasi langsung, dan diakhiri fase inkuiri. Hal ini berarti aktivitas yang disusun dalam pembelajaran geometri yang sesuai dengan 5 fase belajar ini perlu dirancang dengan runut. Di lain sisi, kecepatan siswa dalam memahami setiap fase beragam dikarenakan level berpikir siswa yang beragam. Oleh karena itu, aktivitas yang memuat 5 fase belajar perlu dituliskan dalam bentuk modul agar siswa dapat belajar mandiri sesuai dengan kemampuannya. Meng (2009) menyebutkan bahwa penggunaan fase belajar Van Hiele dapat meningkatkan pemahaman konsep. Nuraeni (2010) juga menyatakan bahwa kegiatan 5 fase belajar Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan komunikasi geometris sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep. Selain itu, Nuraini (2010) dalam penelitiannya membuktikan bawa penerapan model pembelajaran berbasis Van Hiele dapat meningkatkan tingkat berpikir siswa secara signifikan. Oleh karena itu, dengan modul pembelajaran yang telah diintegrasi 5 fase belajar geometri, diharapkan level berpikir siswa dapat meningkat.

(4)

commit to user

Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bahan ajar ataupun modul masih kurang mendukung pencapaian level berpikir geometri yang lebih tinggi. Dalam prasurvai yang dilakukan terhadap buku ajar kelas VII, tidak terdapat aktivitas atau penjelasan mengenai keterkaitan antar segiempat. Hal ini tentu kurang mendukung waktu pencapaian level berpikir deduksi informal yaitu siswa dapat belajar memberikan alasan berdasarkan sifat-sifat segiempat dalam penarikan simpulan keterkaitan antar bangun datar. Dalam diskusi yang dilakukan peneliti dengan guru di SMPN 1 Selogiri, guru juga mengungkapkan bahwa selama ini pembelajaran mengacu pada bahan ajar yaitu dengan menyebutkan definisi segiempat, kemudian menuliskan sifat-sifat segiempat, lalu langsung ke materi keliling dan luas segiempat. Pada buku ajar yang digunakan juga dapat diamati aktivitas-aktivitas yang disusun sesuai dengan penjelasan guru dan memang tidak mengedepankan aktivitas yang menfasilitasi siswa untuk berpikir dan menarik simpulan tentang adanya keterkaitan antarbangun datar. Feza (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa guru mengandalkan pengetahuan terbatas pada buku (textbook) atau pelatihan yang belum dielaborasi. Dampaknya, jika buku panduan yang digunakan kurang mengeksplorasi pengetahuan dapat berpengaruh terhadap pembelajaran kemudian terhadap pemahaman dan tingkat berpikir siswa.

Karena permasalahan bahan ajar dalam pembelajaran yang kurang mendukung dan urgensi untuk meningkatkan level berpikir geometri siswa, maka penelitian ini mengembangkan bahan ajar berupa modul pembelajaran pada pokok bahasan geometri dengan menggunakan teori belajar Van Hiele terutama 5 fase belajar geometri dengan tujuan untuk meningkatkan level berpikir geometri siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan. Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu (Sukmadinata, 2005). Adapun tahapan pengembangan modul pembelajaran ini adalah modifikasi model yang dikembangkan oleh Plomp (1997) dan Borg & Gall (dalam Sukmadinata, 2005) yang meliputi tahap investigasi awal (preliminary investigation), tahap desain (design), tahap realisasi (realization), tahap tes, evaluasi, dan revisi (test, evaluation, revision), dan Focus Group Discussion (FGD), dan tahap implementasi dan diseminasi. Tahap investigasi awal dilakukan dengan melakukan kajian teori dan lapangan. Pada tahap desain, disusun outline atau rancangan modul pembelajaran geometri Van Hiele berdasarkan pada hasil investigasi awal. Pada tahap realisasi, draf 1 modul disusun dengan mengacu pada outline yang digunakan dan materi disusun berdasarkan sumber

(5)

commit to user

belajar yang relevan. Pada tahap selanjutnya dilakukan berbagai tes terhadap modul pembelajaran yang telah disusun, kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil tes siswa, dilanjutkan dengan FGD untuk memberikan masukan revisi produk, kemudian diakhiri dengan revisi produk berdasarkan hasil FGD. Terakhir, dilakukan implementasi produk di kelas eksperimen untuk membandingkan hasil level berpikir geometri siswa dengan kelas kontrol.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan serangkaian proses penelitian dan pengembangan, didapatkan modul yang valid, praktis, dan efektif dengan proses dan hasil sebagai berikut.

1) Tahap Investigasi Awal: Pada tahap ini dilakukan kajian-kajian sebagai berikut: (1) Analisis materi segiempat berdasarkan teori Van Hiele, (2) Pembelajaran berdasarkan teori van Hiele, (3) Tingkat berpikir geometri siswa di SMP N 1 Selogiri, dan (4) Kondisi modul atau bahan yang digunakan di SMP N 1 Selogiri.

2) Tahap Desain: Pada tahap desain, disusun outline atau rancangan modul pembelajaran geometri Van Hiele dengan berdasar pada hasil investigasi awal yang berupa kajian modul dan teori Van Hiele. Modul disusun berdasarkan susunan modul Daryanto (2002) dan fase pembelajaran geometri Van Hiele.

3) Tahap Realisasi: Pada tahap ini, rancangan modul pembelajaran yang telah dirancang pada tahap desain kemudian dituliskan secara rinci dan komplit yang kemudian disebut sebagai draf 1 modul. Draf 1 modul ditulis dengan mengacu pada beberapa sumber terpercaya mengenai materi segiempat dan kegiatan fase pembelajaran Van Hiele. Sumber yang digunakan dalam penulisan modul adalah buku Contextual Teaching and Learning Matematika ditulis oleh Wintarti dkk (2008), Jurnal Elementary Geometry for College Students ditulis oleh Koberlein (2011), modul Pembelajaran Matematika SMP di LPTK oleh USAID (2014), dan monograf teori Van Hiele ditulis oleh Fuys et al (1988).

4) Tahap Tes, Evaluasi, FGD, dan Revisi: Tahap tes terdiri dari 3 macam tes yaitu: (1) Tes validasi oleh validator untuk menilai kelayakan modul sesuai dengan teori yang digunakan, (2) Uji keterbacaan dengan sampel terbatas, yaitu 5 siswa untuk merevisi istilah-istilah atau kalimat yang sukar dipahami siswa, dan (3) Uji coba di kelas VII H untuk menilai kepraktisan penggunaan modul dan efek peningkatan level berpikir siswa.

Evaluasi dilakukan untuk menilai kevalidan, kepraktisan, dan keefektivan modul. Kevalidan modul dinilai oleh 6 validator yang terdiri dari dosen dan praktisi matematika. Modul dikatakan valid karena telah mendapat persetujuan validator bahwa modul telah

(6)

commit to user

disusun sesuai teori serta telah direvisi berdasarkan saran-saran validator sebagaimana diterangkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Saran Revisi Validator

No Saran Revisi Revisi

1 Kegiatan Pengenalan pada KB 1 tidak memiliki kaitan dengan kegiatan sete-lahnya. Sebaiknya, tujuan pada kegia-tan pengenalan diperjelas.

Instruksi diubah. Siswa diminta membawa minimal 5 bangun segiempat yang berbeda bentuk. Kemudian siswa dalam kelompok mengelompokkan segiempat yang siswa te-mukan. Tujuan dari kegiatan ini agar siswa menemukan ada 6 jenis segiempat. 2 Konsep dan definisi perlu diperiksa

ulang dengan referensi diperjelas.

Konsep dikaji kembali dan referensi ditulis pada bagian bawah materi atau kegiatan. 3 Kalimat jangan terlalu panjang dan

pi-lih kosakata yang sesuai EYD sebagai

Instruksi dan kalimat dibuat singkat dan diberikan poin per poin.

4 Tambahkan kegiatan matching pair setelah mempelajari unsur-unsur segi-empat.

Ditambahkan kegiatan matching pair untuk menguji pemahaman siswa.

5 Instruksi perlu ditulis dalam huruf tebal dan berbeda warna agar terlihat jelas bagi siswa.

Instruksi ditulis dalam huruf tebal dan diberi warna biru.

6 Penulisan simbol perlu dibuat lebih konsisten seperti penulisan simbol su-dut sebaiknya menggunakan 3 huruf

Perbaikan penulisan sudut, sisi, dan lainnya sehingga konsisten

7 Konsistensi pemberian label tabel dan gambar pada seluruh tabel dan gambar.

Perbaikan penulisan label pada gambar dan tabel.

8 Gunakan clipart yang lebih variatif a-gar siswa tertarik. Clipart yang variatif dapat digunakan sebagai media belajar aplikasi segiempat dalam kehidupan sehari-hari

Penggunaan gambar atau ilustrasi yang ber-beda pada masing-masing jenis segiempat dengan menggunakan gambar aplikasi segi-empat dikehidupan sehari-hari.

9 Cover modul sebaiknya menunjukkan keunikan dari modul

Ilustrasi cover modul diganti dengan ilustrasi hubungan antar segiempat.

Data kevalidan diperoleh dari data validasi terhadap modul dan perangkat pendukungnya yaitu lembar tes, lembar observasi, dan angket respon siswa. Pada validasi modul, keenam validator memberikan penilaian valid/layak digunakan setelah modul direvisi sesuai dengan saran-saran yang diberikan baik dari aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan kegrafikan. Secara garis besar, pada aspek isi, draf modul perlu direvisi pada penilaian keakuratan materi yaitu pada butir “konsep dan definisi yang digunakan sesuai dengan referensi teori yang tepat”. Terdapat beberapa teori definisi, sifat-sifat segiempat yang kebenaran teorinya masih diragukan sehingga pengembang perlu menelaah ulang teori yang digunakan kemudian mencantumkan referensi yang digunakan agar dapat dipercaya pembaca. Penilaian aspek isi lainnya telah teruji valid yaitu penilaian terhadap kesesuaian terhadap SK dan KD, kemutakhiran materi, upaya peningkatan level berpikir geometri siswa, dan kesesuaian uraian kegiatan dengan fase belajar geometri.

(7)

commit to user

Pada aspek penyajian, penilaian terhadap teknik penyajian, penyajian pembelajaran, dan kelengkapan penyajian sesuai dengan komponen modul telah dinilai sangat baik atau baik oleh validator. Terdapat revisi untuk melengkapi komponen modul pada bagian tinjauan pokok bahasan. Pada aspek kelayakan bahasa dan keterbacaan terdapat cukup banyak revisi. Draf modul belum valid pada penilaian kesesuaian dengan tingkat perekembangan peserta didik terutama pada butir penilaian kesesuaian bahasa dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Draf modul yang disusun menggunakan kalimat yang panjang dan kurang efektif sehingga berpotensi menyulitkan siswa kelas VII dalam memahami instruksi yang dimaksudkan. Oleh karena itu, validator memberikan saran agar kalimat instruksi dibuat lebih ringkas dan diberikan satu poin demi satu poin. Selain itu, draf modul belum layak digunakan berkenaan dengan penilaian kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar. Istilah dan simbol belum digunakan dengan baik dan konsisten sehingga perlu dilakukan revisi.

Modul dikatakan praktis jika (1) ahli menyatakan bahwa modul dapat digunakan sebagai penunjang media pembelajaran dan (2) keterlaksanaan pembelajaran lebih dari 80%. Hasil penilaian menunjukkan bahwa para ahli setuju bahwa modul sudah dapat digunakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama telah terlaksana 90% artinya pengamat memberikan persetujuan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran dari mulai pendahuluan hingga penutupan telah terlaksana 90%. Hal tersebut berarti terdapat satu atau berberapa kegiatan yang menurut pengamat belum terlaksana. Pada pertemuan kedua terlaksana 100%, pertemuan ketiga 90%, dan pertemuan keempat terlaksana 100%. Dengan demikian rerata keterlaksanaan pembelajaran telah mencapai kriteria kepraktisan yaitu nilai R > 80% (Borich dalam Sunardi, 2000). Oleh karena itu modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele pada pokok bahasan segiempat telah praktis digunakan dalam pembelajaran.

5) Tahap Implementasi dan Diseminasi: Untuk menguji tingkat efektivitas penggunaan modul lebih efektif untuk meningkatkan level berpikir siswa, maka dilakukan eksperimen dengan mengambil kelas VII D sebagai kelas eksperimen dan kelas VII G sebagai kelas kontrol. Sebelum dilakukan penelitian eksperimen, kedua kelas diuji keseimbangannya dengan membandingkan data level berpikir geometri. Siswa diberikan tes awal kemudian hasil direkapitulasi untuk menentukan level siswa. Setelah itu, level siswa di kelas kontrol dan eksperimen dibandingkan menggunakan uji non parametrik yaitu Uji Kolmogorov-Sminorv (K-S) dan Uji Mann Whitney. Digunakan dua uji dengan pertimbangan untuk menguji konsistensi simpulan kedua uji. Terdapat beberapa macam tes yang dapat digunakan untuk menguji data ordinal. Hasil uji awal K-S menunjukkan bahwa nilai M hitung yaitu 0,03 (dapat dilihat pada Tabel 1.2) lebih kecil dari nilai M

(8)

commit to user

pada tabel dengan menggunakan taraf nyata 5% dan derajat bebas 62 yaitu 0,35. Hal ini

berarti M hitung tidak berada pada daerah kritis (DK={M|M>0,35} sehingga 𝐻0 diterima.

Simpulan uji adalah “level berpikir siswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen sama baiknya”. Simpulan dari Uji Mann Whitney juga menunjukkan simpulan yang sama dengan Uji K-S.

Tabel 1.2. Komputasi Uji K-S Awal

Level Eksp Kontrol

Kum % Eksperimen Kum % Kontrol Selisih 2 7 6 0,23 0,19 0,03 1 11 11 0,58 0,55 0,03 0 13 14 1,00 1,00 0,00 Jumlah 31 31 M hitung 0,03

Setelah kedua kelas teruji keseimbangannya, diberikan perlakuan di kelas eksperimen berupa pembelajaran menggunakan modul yang telah dikembangkan. Selanjutnya, level berpikir siswa dikedua kelas diuji kembali. Kemudian, data diuji menggunakan Uji K-S dan Uji Mann Whitney. Pada Uji K-S digunakan pengujian satu

ekor dengan 𝐻1: “level berpikir siswa di kelas eksperimen lebih baik daripada level

berpikir siswa di kelas kontrol”. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai M hitung yaitu 0,39 (dapat dilihat pada Tabel 1.3) lebih besar dari nilai M pada tabel dengan menggunakan taraf nyata 5% dan derajat bebas 59 yaitu 0,32. Hal ini berarti M hitung berada pada

daerah kritis (DK={M|M>0,32} sehingga 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima. Simpulan uji

adalah “Level berpikir siswa di kelas ekseperimen lebih baik dari level berpikir siswa di kelas kontrol”. Simpulan dari Uji Mann Whitney juga menunjukkan simpulan yang sama dengan Uji K-S.

Tabel 1.3. Komputasi Uji K-S Akhir

Level Eksp Kontrol

Kum % Eksperimen Kum % Kontrol Selisih 2 20 8 0,67 0,28 0,39 1 10 18 1,00 0,90 0,10 0 0 3 1,00 1,00 0,00 Jumlah 30 29 M hitung 0,39

Diseminasi produk dilakukan dengan mempresentasikan produk pada 3rd International Conference on Research, Implementation and Education Of Mathematics and Science (3rd ICRIEMS) dengan artikel dipublikasikan pada prosiding konferensi dengan nomor ISBN 978-602-74529-0-9.

(9)

commit to user

Modul dikatakan efektif apabila (1) lebih dari 50% siswa memberikan respon positif (Sunardi, 2000), (2) terdapat peningkatan 30% siswa di kelas uj coba (Sunardi, 2000), dan (3) analisis data statistik memberikan simpulan bahwa peningkatan level berpikir goemetri siswa di kelas eksperimen lebih signifikan dibandingkan kelas kontrol.

Pada data angket respon siswa baik di kelas uji coba maupun eksperimen menunjukkan respon positif siswa. Persentase persetujuan respon positif siswa di kelas uji coba adalah sebesar 87%. Selain itu, data respon positif juga dianalisis di kelas eksperimen. Terdapat 86,6% siswa yang memberikan persetujuan atau respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan modul yang dikembangkan. Pada Gambar 4.2. dapat diamati besarnya respon positif pada masing-masing aspek respon.

Pembelajaran dengan menggunakan modul segiempat mendapatkan respon positif baik dari aspek perhatian, keterkaitan, keyakinan, dan kepuasan. Modul berisi kegiatan-kegiatan pembelajaran segiempat yang didominasi dengan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan konsep segiempat. Hal tersebut memancing keingintahuan siswa sehingga muncul perhatian terhadap pembahasan materi (Keller, 2010). Selain itu, modul memuat gambar-gambar aplikasi segiempat di kehidupan sehari-hari. Dengan membawa pembelajaran kepada kaitan kehidupan, maka keterkaitan antar pelajaran dengan siswa menjadi kuat (Keller, 2010). Disisi lain, beberapa pertanyaan dalam modul merupakan pertanyaan terbuka sehingga memberikan peluang bagi siswa menjawab sesuai dengan pemikirannya. Kesempatan tersebut menumbuhkan keyakinan pada diri sendiri bahwa ia akan bisa menguasai pelajaran (Keller, 2010). Terakhir, siswa mendapatkan kepuasan dengan berani berdiskusi dengan temannya dalam menyelesaikan modul. Hal ini dikarenakan siswa merasa puas telah memiliki pencapaian sehingga tidak ragu untuk berdiskusi (Keller, 2010).

Selanjutnya dianalisis hasil level berpikir geometri siswa untuk menguji keefektivan modul. Pada percobaan di kelas uji coba, diperoleh data yang menyatakan terdapat peningkatan level berpikir siswa sebesar 48%. Berdasarkan kriteria efektif Sunardi (2005), data tersebut menunjukkan terdapat peningkatan level berpikir siswa karena lebih dari 30% siswa mengalami kenaikan level berpikir. Peningkatan level berpikir siswa ini terjadi karena bantuan seperti dikemukakan dalam teori attaintment. Dalam teori attaintment disebutkan bahwa tingkat berpikir geometri dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran. Didukung dengan teori selanjutnya yaitu movement from one level to another, dinyatakan bahwa perkembangan kognitif dalam geometri dapat dipercepat dengan pemberian instruksi dalam proses pembelajaran. Instruksi yang diberikan menggunakan 5 fase belajar Van Hiele dapat membantu siswa belajar tahap demi tahap sehingga dapat mencapai level yang lebih tinggi (Feza, 2005; Nuraeni, 2010;

(10)

commit to user

Nuraini, 2010; Safrina, 2014). Instruksi yang diberikan dalam penelitian adalah berupa instruksi dalam modul melalui pertanyaan-pertanyaan dan rangkaian kegiatan. Rangkaian kegiatan modul disusun berdasarkan The Five Phase of Learning Geometry yang dalam teori Van Hiele disebutkan sebagai pemberian instruksi dalam upaya movement from one level to another. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peningkatan level berpikir siswa terjadi karena penggunaan instruksi berupa modul yang memuat fase belajar Van Hiele dalam upaya untuk berpindah dari satu level ke level yang lainnya.

Kemudian, hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan level berpikir siswa. Simpulan uji K-S yang diperoleh dari keputusan uji, menyatakan bahwa pengaruh perlakuan di kelas eksperimen lebih efektif atau signifikan terhadap peningkatan level berpikir siswa dibandingkan dengan kelas kontrol. Dalam hal ini perlakuan di kelas eksperimen adalah pembelajaran menggunakan modul yang dikembangkan. Dengan demikian simpulan uji K-S adalah penggunaan modul lebih efektif dalam meningkatkan level berpikir siswa dibandingkan penggunaan buku ajar.

Selain itu, simpulan uji K-S diuji konsistensinya melalui Mann Whitney. Dalam hal ini, Mann Whitney memiliki sensitivitas lebih kuat dalam membandingkan dua sampel yang independen. Keputusan uji mengarah pada simpulan bahwa pengaruh penggunaan modul di kelas eksperimen lebih efektif dalam peningkatan level berpikir siswa dibandingkan penggunaan buku ajar di kelas kontrol. Dengan konsistensi simpulan dalam Uji K-S dan Mann Whitney, maka dapat ditarik simpulan bahwa penggunaan modul lebih efektif dalam meningkatkan level berpikir siswa dibandingkan penggunaan buku ajar. Simpulan ini didukung dengan hasil penelitian Crowley (1987) yang menyebutkan bahwa pembelajaran menggunakan instruksi akan lebih baik dalam membantu meningkatkan kemampuan siswa pada masing-masing level berpikir geometri berdasarkan Van Hiele.

Dengan dipenuhinya kriteria (1) lebih dari 50% siswa memberikan respon positif tepatnya 87% di kelas uji coba dan 86,6% di kelas eksperimen, (2) lebih dari 30% siswa mengalami peningkatan level yaitu 48% siswa di kelas uji coba, dan (3) uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan modul lebih efektif dalam meningkatkan level berpikir siswa dibandingkan penggunaan buku ajar, maka modul dikatakan efektif.

SIMPULAN DAN SARAN

Proses pengembangan modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele dilaksanakan melalui proses pengembangan sebagai berikut: (1) pada investigasi awal dengan diperoleh fakta bahwa level berpikir geometri siswa masih beragam 19,7% siswa mencapai level 2, 40,7% mencapai level 1, dan 39,5% siswa masih di level 0. Selain itu, buku pelajaran yang digunakan belum berisi aktivitas yang dapat meningkatkan level

(11)

commit to user

berpikir siswa; (2) mendesain rancangan modul pembelajaran geometri Van Hiele dengan berdasar pada hasil investigasi awal yang berupa kajian modul dan teori Van Hiele; (3) merealisasikan rancangan modul pembelajaran secara rinci dan komplit dengan sumber buku Contextual Teaching and Learning Matematika, Jurnal Elementary Geometry for College Students, modul Pembelajaran Matematika SMP di LPTK, dan monograf The Van Hiele Model of Thinking in Geometry Among Adolescents; (4) melaksanakan tes, evaluasi, FGD, dan revisi dengan tes penilaian validator, uji keterbacaan, dan uji coba, kemudian evaluasi kevalidan, kepraktisan, dan keefektivan, serta FGD sebagai bahan revisi produk; (5) mengimplementasikan modul di kelas eksperiemen, hasilnya adalah level berpikir siswa di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas control dengan menggunakan Uji K-S dan Mann Whitney, serta mempresentasikan produk pada pertemuan ilmiah.

Hasil penelitian dan pengembangan ini berupa modul dengan kriteria valid, praktis, dan efektif. Hasil pengujian kevalidan menunjukkan bahwa modul memenuhi kriteria valid, yaitu semua validator menyatakan bahwa modul didasarkan pada landasan teori yang kuat dan komponen-komponen modul memiliki keterkaitan secara konsisten. Hasil pengujian kepraktisan menunjukkan bahwa modul memenuhi kriteria kepraktisan, yaitu ahli menyatakan modul dapat digunakan dalam pembelajaran dan persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan modul mencapai lebih dari 80%. Hasil pengujian keefektifan menunjukkan bahwa modul dapat memenuhi kriteria keefektifan, yaitu (1) persentase respon positif siswa lebih dari 50% yaitu 87% di kelas uji coba dan 86,6% di kelas eksperimen, (2) lebih dari 30% siswa mengalami peningkatan level berpikir geometri siswa yaitu 48% siswa di kelas uji coba, dan (3) uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran yang dikembangkan lebih efektif dalam meningkatkan level berpikir geometri siswa dibandingkan penggunaan buku ajar.

Modul pembelajaran geometri pada pokok bahasan segiempat ini telah dirancang secara runut per kegiatan dengan tujuan untuk memudahkan guru dalam menggunakan modul ini. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa modul ini bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir geometri siswa sehingga terdapat banyak pertanyaan yang sifatnya membangun kemampuan berpikir siswa. Oleh karena itu, guru sebaiknya menggunakan modul ini dengan metode pembelajaran yang mengedepankan diskusi. Modul pembelajaran geometri merupakan modul pembelajaran yang terbatas pada pokok bahasan segiempat, sehingga terdapat kesempatan bagi peneliti lain untuk mengembangkan modul dalam pokok bahasan geometri lain. Selain itu, Modul fokus pada konsep geometri sehingga pembahasan aritmatika kurang dibahas dalam modul ini.

(12)

commit to user

Oleh karena itu, terdapat kesempatan bagi peneliti lain untuk mengembangkan modul yang mengakomodasi konsep pembelajaran berbasis pemecahan masalah ke dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bieber, C., Tuna, A., & Korkmaz, S. (2013). The Mistakes and the Misconceptions of The Eighth Grade Students On The Subject of Angles. European Journal of

Science and Mathematics Education, 1 (2), 50-59. Diakses dari

scimath.net/articles/12/122.pdf.

Burger, W. F. (1986). Characterizing the Van Hiele levels of developmetn in geometry. Journal for Research in Mathematics Education, 17 (1), 31-48. Diakses dari http://math.buffalostate.edu/~MED595/Casestudy1.pdf.

Crowley, M. L. (1987). The Van Hiele Model of The Develeopment Geoemtric Thought. Yearbook of The National Council of Teachers of Mathematics. Diakses dari http://www.csmate.colostate.edu/docs/math/mathactivities

/june2007/The%20van%20Hiele%20Model%20of%20the%20Development%20o f%20Geometric%20Thought.pdf.

Daryanto. (2002). Menyusun modul bahan ajar untuk persiapan guru dalam mengajar. Yogyakarta: Gava Media.

Feza, N. (2005). Assessment Standards, Van Hiele Levels, and Grade Seven Learners' Understanding of Geometry. Pythagoras, 62, 36-47.

Fuys, D., Geddes, D., & Tischler, R. (1988). The Van Hiele Model of Thinking in

Geometry Among Adolescents. Monograph, i-196. diakses dari

http://www.jstor.org/ stable/749957.

Halat, E. (2006). Sex-Related Differences in The Acquisition of The Van Hiele Levels and Motivation in Learning Geometry. Asia Pacific Education Review, 7 (2), 173-183. Diakses dari http://files.eric.ed.gov /fulltext/EJ752338.pdf.

Keller, J. (2010). Motivational design for learning and performance. New York: Springer Science+Bussines Media.

Koberlein, Alexander. (2011). Elementary Geometry for College Students. Canada: Nelson Education, Ltd.

Meng, C. C. (2009). Enhancing Students' Geometric Thinking Through Phase-Based Instruction Using Geometer's Sketchpad: A Case Study. Jurnal Pendidik dan Pendidikan, 24. 89-107.

Nuraini, S. (2010). Penerapan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele (PBH) Sub Pokok Bahasan Sifat-sifat Segiempat Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 5 Tanggul Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010. Tesis. Universitas Jember. Nuraeni, E. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah

Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Saung Guru, 1 (2), 28-34.

(13)

commit to user

Safira, K., Ikhsan, M., & Ahmad, A. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Didaktik Matematika, 1 (1), 9-20.

Sukmadinata, N. S. (2005). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Sunardi. (2005). Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi UNESA.

USAID. (2014). Buku Sumber untuk Dosen LPTK Pembelajaran Matematika SMP di LPTK. Diakses dari www.prioritaspendidikan.org.

Usiskin, Z. (1982). Van Hiele levels and achievement in secondary school geometry. Diakses dari http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED220288.pdf.

Wintarti, A. Rahaju, E. B., Sulaiman, R., Yakob, C., Kusrini. (2008). Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Edisi 4. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Yadil, M. N. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SMP Karuniadipa Palu Terhadap Konsep Bangun-bangun Segiempat. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Gambar

Tabel 1.1. Saran Revisi Validator
Tabel 1.2. Komputasi Uji K-S Awal

Referensi

Dokumen terkait

Pengelola Perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan ketentuan yang berlaku atau ketentuan lainnya yang perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang

Cara pengintegrasiannya dilakukan dengan (1) pemilihan matapelajaran yang cocok untuk diintegrasikan (dalam hal ini matapelajaran Akidah Akhlak dan IPA), (2) pemilihan

Keller yang dikutip oleh Ariparabowo (2007) menyatakan, faktor pembentuk citra merek (brand image) dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok terdiri dari (1) Favorability

Sekolah yang telah memiliki tenaga operator komputer yang secara rutin memiliki tugas pendataan, sekolah diharapkan memanfaatkan tenaga tersebut untuk pemasukan

[r]

Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, kewajiban penyertaan dokumen hasil pemeringkatan Efek dalam Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Lima bulan September Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga

menjelaskan permasalahan yang dihadapi pemerintah desa dalam perencanaan, penganggaran dan pengelolaan keuangan desa disamping itu juga mengidentifikasi langkah alternatif