• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDIDAYA IKAN GABUS (Channa striata) DALAM WADAH KARAMBA DI RAWA LEBAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUDIDAYA IKAN GABUS (Channa striata) DALAM WADAH KARAMBA DI RAWA LEBAK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BUDIDAYA IKAN GABUS (Channa striata)

DALAM WADAH KARAMBA DI RAWA LEBAK

Dina Muthmainnah 1) Syarifah Nurdawati 2) Solekha Aprianti 3)

Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum

Jl. Beringin no. 8 Mariana – Palembang – 30763, Telepon (0711) 7537194 e-Mail: eka_1984@yahoo.com

Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal Graha Pertanian Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Jalan Padang Selasa 524, Palembang 30139, Telepon (0711) 352879

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Indonesia mempunyai lahan rawa lebak yang luas yang pemanfaatannya belum optimal. Sektor perikanan masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap yang produktivitasnya cenderung menurun. Budidaya ikan merupakan pilihan untuk meningkatkan produktivitas perairan rawa. Dengan memanfaatkan karakteristik biologinya, ikan gabus (Channa striata) merupakan jenis ikan lokal yang berpeluang dikembangkan sebagai ikan budidaya yang adaptif di lingkungan rawa lebak. Penelitian dilaksanakan di rawa dalam, Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dari Februari hingga November 2012. Metoda yang digunakan adalah padat tebar berbeda (50, 100, 150 per meter persegi) di enam karamba berukuran 2x1,5 m. Pengamatan pertumbuhan dilakukan 5 minggu sekali meliputi panjang total, berat, dan kualitas air (pH, O2, CO2, alkalinitas dan hardness). Pengamatan tingkat kelangsungan hidup, hubungan panjang berat dan konversi pakan dilakukan di akhir penelitian saat ikan gabus berumur lima bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan terbaik adalah ikan pada padat tebar 50 individu/m2 yaitu 80,67%. Padat tebar terbaik adalah 50 individu/m2 yang akan menghasilkan ikan yang lebih montok dengan nilai b = 3,161. Sedangkan pertambahan berat terbaik pada ikan dengan padat tebar 150 individu/m2 yaitu 96,60 g dengan biomassa 15,45 kg/m2. Konversi pakan berkisar antara 4,76 – 6,17 selama penelitian, dan ini masih memberikan keuntungan untuk nilai jual per kilogram ikan. Dapat disarankan bahwa budidaya ikan gabus dapat dikembangkan di berbagai lokasi perairan rawa lebak.

Kata Kunci: Budidaya ikan gabus, Channa striata, karamba

I. PENDAHULUAN

Lahan rawa lebak merupakan tipe ekositem lahan basah yang dicirikan adanya fase kering (teresterial) dan fase berair (akuatik), yang telah dimanfaatkan baik oleh sektor pertanian maupun sektor perikanan. Pemanfaatan oleh sektor perikanan masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap yang tingkat produktifitasnya cenderung menurun. Budidaya ikan merupakan alternatif bagi peningkatan produksi ikan dan sekaligus membuka peluang usaha bagi petani-nelayan di perairan lebak.

Ikan gabus (Channa striata) adalah salah satu ikan asli yang hidup di perairan tawar di Indonesia, seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Sumatera Selatan nilai ekonominya terus meningkat karena

ikan gabus selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk, pempek dan olahan lainnya. Pemanfaatan ikan ini dari berbagai ukuran, yaitu pada ukuran benih dimanfaatkan sebagai pakan ikan hias, dan pada ukuran konsumsi, ikan ini sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Sedangkan dalam bentuk kering ikan ini diolah menjadi ikan asapan atau ikan asin.

Untuk mengeliminir dampak negatif dari sifat kanibalisme ikan gabus perlu ditemukan padat tebar yang optimal sehingga dicapai kecepatan pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang layak.

Keberhasilan riset adaptasi teknologi budidaya ikan gabus akan meningkatkan produksi ikan rawa dan

(2)

meningkatkan penghasilan sebagai usaha terintegrasi dengan kegiatan menangkap ikan atau pertanian padi lebak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, sintasan dan konversi pakan ikan gabus yang dibudidayakan lahan rawa menggunakan wadah karamba.

II. METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di rawa dalam, Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dari Februari hingga November 2012. Alat yang digunakan adalah enam unit karamba ukuran 2x1,5 m; water quality testkit, papan ukur ikan dan timbangan. Bahan yang digunakan adalah: benih ikan gabus, dan pelet.

Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapangan dengan membandingkan pertumbuhan ikan gabus dengan padat tebar berbeda (50, 100, 150 per meter persegi) di karamba dengan pakan pelet. Pengamatan pertumbuhan dilakukan 5 minggu sekali meliputi panjang total dan berat, dan kualitas air (pH, O2, CO2, alkalinitas dan

hardness).

Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan di akhir penelitian. Penghitungan hubungan panjang berat dan konversi pakan dilakukan di akhir penelitian. Data dianalisis dengan:

A. Pertumbuhan

Pertumbuhan bobot diukur dengan menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 0.001 gram. Pertumbuhan mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1997) sebagai berikut:

W = Wt– Wo

Di mana: W = Pertumbuhan bobot mutlak (g); Wt

= Bobot tubuh akhir (g); Wo = Bobot tubuh

awal (g)

B. Sintasan

Untuk mengatahui sintasan ikan selama penelitian maka digunakan rumus menurut Chusing (1968, dalam Effendie, 1997) yaitu:

SR = N

t

x 100 No

Di mana: SR = Sintasan (%); Nt= Jumlah ikan pada

akhir penelitian (ekor); No= Jumlah ikan pada awal

penelitian (ekor).

C. Hubungan Panjang - Berat

Model allometric linear (LAM) digunakan untuk menghitung parameter a dan b melalui pengukuran perubahan berat dan panjang. Koreksi bias pada perubahan berat rata-rata dari unit logaritma digunakan untuk memprediksi berat pada parameter panjang sesuai dengan persamaan allometrik berikut, berdasarkan DeRobertis & William (2008).

W = a Lb

Di mana: W = berat ikan (g); L = panjang total ikan (mm); a dan b = parameter. Nilai b diharapkan = 3 (Sparre & Venema, 1999). Bila b = 3 maka pertumbuhan bersifat simetrik dan bila b ≠ 3 disebut pertumbuhan allometrik (Effendie, 1997).

D. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus Sedwick (1979 dalam Effendie, 1997) sebagai berikut:

FCR = Wt– Wo

F

Di mana: FCR = Rasio konversi pakan; F = Jumlah total

pakan yang diberikan (g); Wt = Berat ikan uji

(biomassa) ikan pada akhir penelitian (g); Wo =

berat ikan uji (biomassa) ikan pada awal penelitian (g).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan gabus yang dipelihara di karamba disajikan pada Tabel 1. Dengan berat awal 2,18 g dan panjang 6,2 cm pertambahan berat terbaik ditunjukkan pada perlakuan dengan padat tebar 150 ekor/m2.

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Sedangkan secara energetik, pertumbuhan diekspresikan dengan adanya perubahan kandungan total energi tubuh pada periode waktu tertentu.

Tabel 1. Rata-rata panjang dan berat ikan gabus selama 5 bulan dipelihara di wadah karamba

Perlakuan Padat

Tebar AkhirBerat (g) Panjang Akhir (cm) 50 individu /m2 72,05 20,10 50 individu /m2 84,36 20,61 100 individu/m2 78,05 20,51 100 individu/m2 74,43 20,26 150 individu/m2 86,23 21,62 150 individu/m2 98,78 22,32

Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakai untuk metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk

aktivitas. Menurut Effendie (1997) pertumbuhan

dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diantaranya keturunan, seks, umur, dan faktor dari luar diantaranya lingkungan perairan, pakan, penyakit dan parasit. Pertumbuhan dipengaruhi juga oleh ruang gerak. Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di mana berfungsi sebagai zat pembangun

(3)

tubuh, sumber energi dan bahan pengganti sel-sel tubuh yang rusak (Brown, 1957).

Pertambahan berat terbaik pada percobaan padat tebar ditunjukkan oleh ikan yang ditebar dengan kepadatan 150 individu/m2, diikuti oleh padat tebar 50 individu/m2, dan

pertambahan berat terkecil ditunjukkan pada padat tebar 100 individu/m2. Penelitian Boonyaratpalin et al. (1985)

menunjukkan pertumbuhan terbaik ikan gabus di kolam

dengan padat tebar 30 – 50 individu/m2selama 7 – 9 bulan

akan mencapai ukuran permintaan pasar.

B. Sintasan

Pada akhir penelitian dilakukan penghitungan jumlah ikan yang hidup selama penelitian (Tabel 2). Sintasan tertinggi pada ikan yang ditebar dengan kepadatan 50 individu/m2 yaitu 80,67% sedangkan yang terendah adalah

pada ikan yang ditebar dengan kepadatan 150 individu/m2

yaitu 55,56%.

Tabel 2. Rata-rata sintasan ikan gabus

No. Perlakuan Sintasan (%)

1. 50 individu/m2 80,67

2. 100 individu/m2 65,33

3. 150 individu/m2 55,56

Sintasan adalah persentase jumlah ikan yang hidup dalam kurun waktu tertentu (Effendie, 1997). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak. Lebih lanjut Effendie (1997) menyatakan bahwa faktor

penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan adalah tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.

Menurut Krebs (1972) sintasan yang dicapai suatu populasi merupakan gambaran hal interaksi dari daya dukung lingkungan dengan respon populasi yang ada diantara faktor-faktor yang mempengaruhi sintasan yang utama adalah kepadatan dan jumlah ikan. Hasil penelitian ini hampir sejalan dengan hasil Muflikhah et al. (2005) menunjukkan bahwa Ikan gabus yang diberi pakan campuran rucah ikan tawar dan dedak dan padat tebar 4 ekor/KJA menghasilkan sintasan 85%.

Biomassa digunakan untuk mengestimasi produksi secara tidak langsung (Smith, 1996). Penghitungan biomassa ikan gabus pada masing-masing perlakukan di akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Biomassa ikan gabus (kg) pada akhir penelitian

No. Perlakuan Biomassa (kg/m2)

1. 50 individu/m2 6,34

2. 100 individu/m2 9,96

3. 150 individu/m2 15,45

Perlakuan untuk yang diberi pakan ikan rucah hanya mencapai sintasan 51,67% tetapi dengan berat biomassa

mencapai 4,46 kg/m2lebih baik daripada yang diberi pakan

pelet dengan sintasan 73,85% hanya menghasilkan biomassa 4,06 kg per meter persegi. Ikan yang diberi pakan ikan rucah menunjukkan bahwa pakan tersebut merangsang sifat kanibalisme ikan gabus semakin tinggi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakannya, ikan tersebut memangsa ikan lain yang berukuran lebih kecil. Pada padat tebar tinggi, mortalitas juga tinggi, tapi total biomassa yang dihasilkan per meter persegi juga lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan pada

padat tebar 150 individu/m2menghasilkan biomassa sebesar

15,45 g dari sintasan 55,56% sedangkan pada padat tebar 50

individu/m2 dengan sintasan 80,67% hanya menghasilkan

biomassa sebesar 6,34 kg/m2.

C. Hubungan Panjang Berat

Hubungan panjang berat untuk melihat pertumbuhan berat lebih cepat atau lebih lambat dari pertambahan panjang tubuh ikan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4. Hubungan panjang berat ikan gabus di akhir penelitian

No. Perlakuan Hubungan Panjang Berat

1. 50 individu/m2 W = 0,005L3,161

2. 100 individu/m2 W = 0,016L2,789

3. 150 individu/m2 W = 0,009L 2,952

Hubungan panjang berat sangat penting untuk pendugaan perikanan (fishery assesment). Pengukuran panjang-berat berhubungan dengan data umur dapat memberikan informasi tentang komposisi stok, umur matang gonad, mortalitas, siklus hidup, pertumbuhan dan produksi (Fafioye & Oluajo, 2005). Hubungan panjang-berat untuk menentukan biomassa karena pengukuran berat secara langsung dapat dilakukan di lapang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi pola pertumbuhan ikan yaitu bersifat allometrik yang lebih mendekati isometrik. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese, 2006). Dalam penelitian ini ditemukan nilai b mendekati isometrik (b = 3) di mana hasil penelitian menunjukkan nilai b berkisar 2,789 – 3,161. Nilai b berhubungan dengan kondisi perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi perairan yang tenang dan sesuai dengan Shukor et al., (2008), yang menyebutkan bahwa ikan yang hidup di perairan arus deras umumnya memiliki nilai

b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada

perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang lebih besar. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh tingkah laku ikan, ini sesuai dengan pernyataan Muchlisin et al. (2010) yang menyebutkan bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif. Mungkin hal ini terkait

(4)

dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Umar & Astuti (2006) yang menunjukkan bahwa ikan dari genus Channa di Danau Sentani Papua memiliki nilai b = 2,9569. Nilai koefesien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat antara pertambahan berat dengan pertambahan panjang dan sebaliknya.

D. Rasio Konversi Pakan

Untuk memperoleh derajat konversi pakan lebih tinggi, harus disesuaikan dengan cara atau kebiasaan pakan dari masing-masing jenis ikan, serta bentuk pakan. Konversi pakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor konversi pakan (FCR) pelet selama penelitian

No. Perlakuan FCR

1. 50 individu/m2 6,17

2. 100 individu/m2 4,76

3. 150 individu/m2 4,93

Rasio konversi pakan adalah jumlah berat makanan yang dibutuhkan oleh ikan, hanya 10% saja yang digunakan untuk tumbuh atau menambah bobot tubuhnya selebihnya digunakan untuk tenaga atau memang tidak dapat dicerna (Mujiman, 1984).

Huet (1971) menyatakan bahwa bahwa faktor konversi pakan ikan berkisar antara 1,5–8. Makanan nabati faktor konversinya lebih besar daripada makanan hewani. Ini berarti untuk menambah berat 1 kg daging ikan dibutuhkan makanan nabati lebih banyak daripada makanan hewani. Konversi makanan dipengaruhi oleh jumlah gizi dan cara pemberian makanan serta bobot dan umur ikan. Pascual (1984) menjelaskan bahwa semakin rendah nilai konversi pakan, semakin baik karena jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasilkan berat tertentu adalah sedikit. Selanjutnya Schmittows (1992) menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai rasio konversi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kualitas dan kuantitas pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas perairan. Selanjutnya dikatakan New (1986) konversi pakan sangat diperlukan untuk mengetahui baik tidaknya mutu pakan yang diberikan pada ikan yang dipelihara.

Bila harga 1 kg pakan adalah Rp 4.500,- maka modal untuk budidaya ikan gabus selama 5 bulan membutuhkan biaya pakan sebesar Rp 21.000,- hingga 27.500,- per kg ikan. Untuk pasar di Palembang, dengan nilai jual tiap kilogrammnya mencapai Rp 50.000,- - 100.000,-, nilai rasio konversi pakan ini masih menguntungkan.

E. Kualitas Air Rawa

Budidaya ikan adalah aktivitas yang dilakukan dalam kondisi terkontrol disesuaikan dengan habitat ikan tersebut. Mutu air rawa yang dipasang karamba dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kualitas air rawa di lokasi penelitian pada awal dan akhir penelitian

No. Parameter Awal Akhir

1. pH 6,0 7.0

2. DO (mg/l) 6,08 5.7

3. CO2 (mg/l) 7,04 11.0

4. Alkalinitas (mg CaCO3/l) 6,8 9.0

5. Hardness (mg CaCO3/l) 17,0 21.0

Huet (1971) menyatakan bahwa pH antara 6,5-7,5 baik untuk budidaya ikan. Juga dinyatakan bawha ikan tropis

memberikan pertumbuhan terbaik pada suhu 24-30oC dan

dapat melakukan reproduksi dan perkembangan larva. Somboon et al. (2001) menyatakan bahwa budidaya di karamba memberikan banyak keuntungan seperti mudah untuk pemberian pakan, papen juga dapat dilakukan di air yang mengalir.

IV. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Sintasan terbaik adalah ikan pada padat tebar 50 individu/m2yaitu 80,67%.

2. Padat tebar terbaik adalah 50 individu/m2yang akan

menghasilkan ikan yang lebih montok dengan nilai b = 3,161.

3. Pertambahan berat terbaik pada ikan dengan padat tebar 150 individu/m2 yaitu 96,60 g dengan biomassa

15,45 kg/m2.

4. Konversi pakan berkisar antara 4,76 – 6,17 selama penelitian, dan ini masih memberikan keuntungan untuk nilai jual per kilogram ikan.

5. Dapat disarankan bahwa budidaya ikan gabus dapat dikembangkan di berbagai lokasi perairan rawa lebak.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Boonyaratpalin, M., E. W.McCoyand & T.

Chittapalapong. 1985. Snake-head Culture and its Socio-Economics in Thailand. NACA Report.

[2] Brown, M. E. 1957. The Physiology of Fishes Volume I,

Metabolism. Academic Press Inc. Florida.

[3] De Robert, A., & K. William. 2008. Weight-legth relationship in fisheries studies: the standard allometric model should be applied with caution. Transaction of the American Fisheries Society, 137: 707-719.

[4] Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[5] Froese, R. 2006. Cube law, condition factor and weight length relationship: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology, 22: 241-253.

[6] Fafioye, O.O. & Oluajo, O.A. 2005. Length-weight relationship of five fish species in Epe lagoon, Nigeria. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (7): 749 – 751.

(5)

[7] Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish Fishing News Book. Ltd. England. [8] Jennings, S., Kaiser, M.J., & Reynolds, J.D. 2001. Marine

fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford.

[9] Krebs, C. J. 1972. Ecologi. The Experimental of Analisis of

Distribution and Abudance. London.

[10] Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

[11] Muchlisin, Z.A. 2010. Diversity of freswater fishes in Aceh Province, Indonesia with emphasis on several biological aspects of the Depik (Rasbora tawarensis)an endemic Species in Lake Laut Tawar. Disertasi Ph.D Universiti Sains Malaysia, Penang.

[12] Muflikhah, N., Fatah, K. & Nurdawati, S. 2005.

Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Gabus (Channa striata) dengan Padat Tebar Berbeda. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Biologi XIII. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

[13] New, M. B., 1987. Feed and Feeding of Fish and Shrimp. ADCP-UNDP-FAO-UN. Roma. 275 pages.

[14] Pascual F. P. 1984. Nutrition and Feeding of Sugpo,

Penaeus monodon. Extention Manual 3 SEAFDEC

Philipines. 77.pp.

[15] Schmittows, H. R. 1992. Budidaya Keramba. Suatu Metode Produksi Ikan di Indonesia. Proyek Pusat Penelitian dan Pengemabangan Perikanan. Auburn University International Centre of Agriculture.

[16] Smith, KMM. 1996. Length/weight relationship of

fishes in a diverse tropical freshwater community. Sabah, Malaysia. Journal of fish biology (49): 731-734. [17] Shukor, M.Y., A. Samat, A.K. Ahmad, & J. Ruziaton.

2008. Comparative analysis of length-weight relationship of Rasbora sumatrana in relation to the physicochemical characteristic in different geographical areas in peninsula Malaysia. Malaysian Applied Biology, 37(1): 21-29.

[18] Somboon,B.S., S.Ingthamjir & M.J.Phillips. 2001. Lao PDR looks into Paotential for Freshwater Cage Culture. Aquaculture Asia.IV(3):16

[19] Sparre, P. & Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama FAO dan Balitbang Pertanian. Jakarta. 438hal.

[19] Umar, C., Lismining. 2006. Analisis hubungan panjang–berat beberapa jenis ikan asli Danau Sentani Papua. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV, 8-9 Juni 2010, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata panjang dan berat ikan gabus selama 5 bulan  dipelihara di wadah karamba
Tabel 4. Hubungan panjang berat ikan gabus di akhir penelitian No. Perlakuan Hubungan Panjang
Tabel 6. Kualitas air rawa di lokasi penelitian pada awal dan akhir  penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan alasan-alasan tersebut diatas maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan kepemimpinan transformasional dengan

Maka tampaklah meskipun Pelabuhan Belawan akan tetap memainkan peranan penting bagi kota Medan dan dijadikan juga salah satu center point pembangunan kota

atmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara. Limbah berupa sampah, kotoran hewan dan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

memerlukan pihak orang lain untuk membuatkannya, dalam hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli istishna’ yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan

(2012), analisis keperluan adalah proses sistematik untuk dijadikan panduan dalam membuat keputusan seterusnya memberikan justifikasi untuk keputusan tersebut. Oleh itu,

Kandungan gizi yang terdapat dalam bahan makanan tersebut yaitu energi 1549,99 kkal atau setara dengan energi yang dianjurkan, protein 60,85 g atau lebih besar 4,85 g dari protein

Sejarah menyaksikan sebuah perkembangan dari teknologi media penyimpanan data yaitu perubahan dari floopy disk disk (1.44 Mb) to blue ray disc (25,000 Mb).