• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI PADA GURU SMK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI PADA GURU SMK)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI PADA GURU SMK)

Umi Anugerah Izzati dan Olievia Prabandini M Prodi Psikologi Jurusan PPB Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui ada hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi. Subyek penelitian adalah guru SMK Swasta Islam XXX di Surabaya yang memiliki status sebagai guru tetap, masa kerja minimal 2 tahun dan juga minimal memiliki gelar Sarjana (S1), dengan subyek berjumlah 40 orang. Data penelitian diperoleh menggunakan skala kepemimpinan transformasional dan skala komitmen organisasi. Skala kepemimpinan transformasional memiliki koefisien korelasi item-total yang bergerak antara 0,31 sampai dengan 0,812 dan koefisien reliabilitas 0,961. Skala komitmen organisasi memiliki koefisien korelasi item-total yang bergerak antara 0,30 sampai dengan 0,730 dan koefisien reliabilitas 0,905. Berdasarkan hasil analisis data diketahui nilai R=0,495 dengan p=0,001 yang menunjukkan bahwa ada hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi. Koefisien determinasi (R square) sebesar 0,246 yang berarti 24,6% variansi kepemimpinan transformasional dipengaruhi oleh variabel komitmen organisasi. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 0,754% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.

Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasi.

PENDAHULUAN

Pada lingkup organisasi peran sumber daya manusia memiliki arti yang penting. Ada berbagai macam jenis organisasi salah satunya adalah organisasi sekolah. Pada lingkup sekolah guru memiliki peran yang penting untuk mencapai tujuan sekolah. Guru adalah ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan melalui proses belajar mengajar dalam kelas. Guru sebagai profesi dituntut untuk dapat memiliki kompentensi yang memadai. Seorang guru profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan, antara lain : memiliki kualifikasi pendidikan profesi dan kompetensi keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya serta selalu

(2)

melakukan pengembangan diri secara terus-menerus. Namun, dalam prakteknya masih dijumpai beberapa keterbatasan secara institusional. Beberapa permasalahan tersebut berkisar pada persoalan kurangnya tingkat kesejahteraan guru, rendahnya dan komitmen guru serta kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru.

Penelitian ini mengambil setting di sekolah menengah kejuruan (SMK). Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan SMK adalah meningkatkan kemampuan peserta didik untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta menyiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap yang professional. Semua SMK mempunyai muara agar lulusannya memiliki kemampuan, keterampilan, serta ahli di dalam bidang ilmu tertentu dan terampil untuk diaplikasikan di dunia kerja.

Dewasa ini SMK juga semakin banyak diminati oleh para orang tua maupun siswa untuk melanjutkan jenjang pendidikannya setelah lulus dari SMP. Disamping itu, pemerintah juga mulai mengiklankan SMK di media cetak maupun elektronik tentang keunggulan-keunggulan SMK dibandingkan dengan Sekolah menengah yang lainnya yang sederajat dengan SMK. Salah satu unggulan SMK adalah lulusan yang siap bekerja dan memiliki bekal yang baik dalam skill dan kemampuan sesuai dengan jurusan yang dipilih sehingga lulusan SMK memiliki nilai plus dalam bidang kemampuan atau skills yang dikuasainya. Lulusan SMK lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang membutuhkan sumber daya manusia yang siap kerja. Berdasarkan hal tersebut diatas maka idealnya pendidikan memang harus ditangani oleh guru-guru yang mumpuni (kompetensi) di bidangnya masing-masing. Apabila guru memiliki kualitas keilmuan yang baik dan berkualitas, anak didik pun akan menjadi lulusan yang hebat. Sebaliknya, apabila guru yang mengajar memiliki kualitas keilmuan yang kurang berkualitas maka anak didik yang diajar pun akan menjadi lulusan yang memiliki kualitas yang kurang. Selain itu di perlukan komitmen guru terhadap peserta didik maupun sekolahnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan saja. Karena merupakan tantangan besar bagi para guru-guru di SMK, agar mampu mencetak siswanya menjadi lulusan yang mampu bersaing dengan para lulusan-lulusan lainnya serta mampu menjadi lulusan yang memiliki bekal yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja sehingga kepercayaan para orangtua akan semakin tinggi dalam memilih

(3)

SMK sebagai jenjang pendidikan selanjutnya bagi anak-anaknya. Guru yang berkomitmen akan bekerja seakan-akan mereka memiliki organisasi. Hal ini memberikan organisasi kemampuan lebih dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan – tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan – tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya. Komitmen pada organisasi tidak hanya berbicara pada loyalitas tetapi juga melibatkan hubungan aktif dengan organisasi dimana karyawan bersedia untuk memberi kontribusi demi merealisasikan tujuan dan kelangsungan organisasi. Maka komitmen pada organisasi dapat disimpulkan sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai – nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Yuwono, dkk 2005)

Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. Faktor tersebut bisa secara personal maupun situasional. Penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor situasional salah satunya adalah tentang peran seorang pemimpin di dalam lingkungan sekolah. Keefektifan peran seorang pemimpin (kepala sekolah) di institusi sekolah menengah kejuruan sangatlah diperlukan. Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu diantara sekian banyak model kepemimpinan yang dipandang lebih lengkap dan memiliki banyak keunggulan terutama terhadap perubahan organisasi. Kepemimpinan transformasional tidaklah terbatas pada subyek orang, melainkan kepemimpinan yang lebih holistic karena terkait dengan tujuan yang ingin dicapai bersama.

Dengan alasan-alasan tersebut diatas maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi pada Guru SMK Swasta XXX di Surabaya.

(4)

Kepemimpinan Transformasional

1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu alat penting yang berpengaruh dalam perubahan organisasi. Kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma (Robbins dan Judge, 2007).

Kepemimpinan transformasional (transformational leadership) merupakan salah satu diantara sekian model kepemimpinan, oleh Burns (1978, dalam Yukl, 1998) diartikan sebagai sebuah proses saling meningkatkan diantara para pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi yang tinggi.

Kepemimpinan transformasional harus dapat mengartikan dengan jelas mengenai sebuah visi untuk organisasi, sehingga para pengikutnya akan menerima kredibilitas pemimpin tersebut (Su-Yung Fu, 2000). Menurut Avolio (1994, dalam Case, 2003) bahwa fungsi utama dari seorang pemimpin transformasional adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari perubahan (catalyst of change), namun saat bersamaan sebagai seorang pengawas dari perubahan (a controller of change). Case (2003), mengatakan bahwa meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan kepemimpinan transformasional, akan tetapi secara umum mereka mengartikannya sebagai agen perubahan (an agent of change).

Avolio, Bass, and Jung (2003) mengidentifikasi perilaku kepemimpinan transformasional atas empat komponen yaitu :

a. Idealized influence (kharisma), menekankan tipe pemimpin yang memperlihatkan kepercayaan, keyakinan, dan dikagumi dipuji/ pengikut. Melalui model-model aturan bagi pengikut, yang mana pengikut mengidentifikasi dan ingin melakukan melebihi model tersebut. Pemimpin-pemimpin menunjukkan standar tinggi dari tingkah laku moral dan etika, serta menggunakan kemampuan untuk menggerakkan individu maupun kelompok terhadap pencapaian misi mereka dan bukan untuk nilai perorangan.

b. Inspirational motivation (inspirasional), menekankan pada cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan terhadap tantangan tugas. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok. Pemimpin memberikan arti

(5)

dan tantangan bagi pengikut dengan maksud menaikkan semangat dan harapan, menyebarakan visi, komitmen pada tujuan dan dukungan tim.

c. Intelected stimulation (stimulasi intelektual), menekankan tipe pemimpin yang berupaya mendorong bawahan untuk memikirkan inovasi, kreativitas, metode atau cara-cara baru. Dalam memperkuat Intelected stimulation, pemimpin transformasional menciptakan rangsangan dan berpikir inovatif bagi pengikut melalui asumsi-asumsi pertanyaan, merancang kembali masalah, menggunakan pendekatan pada situasi lampau melalui cara yang baru.

d. Individualized consideration (perhatian individual), menekankan tipe pemimpin yang memberikan perhatian terhadap pengembangan dan kebutuhan berprestasi bawahan. Melalui pemberian bantuan sebagai pemimpin, memberikan pelayanan sebagai mentor, memeriksa kebutuhan individu untuk perkembangan dan peningkatkan keberhasilan.

Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Smith, et. Al (1983) mengemukakan komitmen dapat diartikan dedikasi dan dalam arti yang luas diartikan sebagai suatu kepercayaan yang kuat dari karyawan untuk menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk memajukan demi organisasi, dan mempunyai suatu keinginan yang kuat untuk tinggal di dalam organisasi.

Menurut Meyer and Smith (2000) komitmen organisasi (Organizational Commitment) didefinisikan sebagai kemauan kuat untuk menjadi anggota dalam suatu organisasi tertentu dan membuang peluang untuk berpindah tempat kerja. Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2003) mengatakan bahwa komitmen organisasi (organizational commitment) mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya.

Meyer dan Allen (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam

(6)

berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

Steers (1988) mengatakan komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi. Komitmen menghadirkan sesuatu diluar loyalitas belaka terhadap suatu organisasi. disamping itu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia untuk memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan dan kemakmuran organisasi. Porter, Mowday dan Steers (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi.

Dengan kata lain, hal ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Meyer and Allen (1997) yang telah secara ekstensif melakukan riset terhadap komitmen, membagi komitmen menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Komitmen afektif (affective commitment)

Komitmen afektif mengacu pada emosi yang melekat pada diri karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Dengan kata lain seseorang menjadi anggota organisasi sebab ia mennginkannya (want to do). Dengan demikian komitmen afektif terkait dengan adanya keterikatan emosional seseorang pada suatu organisasi, terlibat dalam organisasi dan menikmati keanggotaannya didalam organisasi tersebut.

2. Komitmen normatif (normative commitment)

Komitmen normatif mengacu pada refleksi perasaannya akan kewajibannya untuk menjadi karyawan perusahaan dan perasaan terhadap jaminan hak dan tekanan sosial. Dengan kata lain seseorang menjadi anggota organisasi sebab ia merasa seharusnya tetap (ought to) dengan organisasi. Komitmen normatif terkait dengan adanya perasaan wajib pada diri karyawan untuk terus bekerja dalam organisasi, sehingga

(7)

karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi merasa harus bertahan di organisasi.

3. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment)

Komitmen yang berkelanjutan mengacu kepada kesadaran karyawan yang berkaitan dengan akibat meninggalkan organisasi. Menyadari adanya biaya-biaya yang dihubungkan denagn meninggalkan organisasi. Dengan kata lain seseorang menjadi anggota organsiasi sebab ia membutuhkan untuk melakukannya (need to do). Ia merasa membutuhkan untuk tetap tinggal diperusahaan. Karena kurang mempunyai keterampilan (skills). Selain itu tidak ada kesempatan untuk pindah keperusahaan lain ataupun menerima gaji lebih tinggi karena ketertabasan yang dimilikinya.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : komitmen organisasi sebagai variabel terikat dan kepemimpinan transformasional adalah sebagai variabel bebas.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Ada 2 jenis skala penelitian yang digunakan yaitu skala kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi.

Alat yang digunakan dengan menggunakan skala dalam penelitian ini, yaitu: 1. Skala kepemimpinan transformasional (transformational leadership) diukur

dengan model khusus untuk kepemimpinan sekolah dari Nicholson (2002, dalam Tschannen-Moran, 2003) sebagai hasil modifikasi Multifactor Leadership Questionaire (MLQ) dari Bass (1985) dengan empat dimensi (pengaruh indiviual, motivasi inspiratif, stimulasi intelektual, dan perhatian individual). Pemilihan item pada skala kepemimpinan transformasional dengan cara memperhatikan daya diskriminasi item. Item yang memiliki koefisien korelasi item-total 0,3 ke atas dianggap memiliki daya diskriminasi yang memuaskan (Azwar, 2004).

2. Komitmen organisasi (organizational commitment) menggunakan pengukuran yang dikembangkan oleh Aldag dan Reschke (1997), yang diadaptasi berdasarkan pengukuran Three-Component Model of Organizational Commitment yang

(8)

dikembangkan Allen dan Meyer (1990) dengan tiga dimensi (komitmen afektif, komitmen normatif, komitmen kontinuan).

Definisi operasional dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Transformasional adalah kepemimpinan yang mampu memperoleh dukungan, membangkitkan semangat dan memberikan inspirasi para pengikut, mengartikulasikan visi organisasi, memberikan perhatian dan mendorong terpeliharanya hubungan kerja yang memuaskan.

2. Komitmen Organisasi adalah komitmen yang memiliki keterikatan secara psikologis yang didasarkan pada tigas bentuk yaitu afektif, normatif, dan komitmen berkelanjutan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru-guru SMK swasta XXX di Surabaya yang memiliki status sebagai guru tetap, masa kerja minimal 2 tahun dan juga minimal memiliki gelar Sarjana (S1).

Subyek penelitian adalah guru SMK swasta XXX di Surabaya yang memiliki status sebagai guru tetap, masa kerja minimal 2 tahun dan juga minimal memiliki gelar Sarjana (S1), dengan subyek berjumlah 40 orang

Prosedur Penelitian

Pertama, menyebarkan skala Kepemimpinan Transformasional, dan Komitmen Organisasi.

Kedua, melakukan pengukuran berdasarkan hasil penyebaran 2 skala tadi yaitu Skala Kepemimpinan Transformasional, dan Komitmen organisasi.

Ketiga, melakukan analisis dengan menggunakan teknik analisis statistik yang sesuai.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik yaitu analisa regresi linier untuk melihat sejauh mana kepemimpinan transformasional menjadi variabel prediktor bagi komitmen organisasi. Dengan kata lain untuk mengetahui apakah ada hubungan dan ada pengaruh kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi pada Guru SMK Swasta XXX di Surabaya.

(9)

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis terhadap alat ukur skala kepemimpinan transformasional yang berjumlah 38 item dengan koefisien korelasi item-total yang bergerak antara 0,31 sampai dengan 0,812 dan koefisien reliabilitas 0,961. Sedangkan berdasarkan hasil analisis, skala komitmen organisasi yang berjumlah 28 item dengan koefisien korelasi item-total yang bergerak antara 0,30 sampai dengan 0,730 dan koefisien reliabilitas 0,905.

Berdasarkan analisis regresi liner diketahui bahwa nilai R=0,495 dengan p=0,001 yang menunjukkan bahwa ada hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi pada Guru SMK swasta XXX di Surabaya. Dengan demikian hipotesis diterima.

Koefisien determinasi (R square) sebesar 0,246 yang berarti 24,6% variansi kepemimpinan transformasional dipengaruhi oleh variabel komitmen organisasi. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 0,754% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.

Komitmen guru terhadap pekerjaan dan sekolahnya seringkali muncul dari pimpinan (Kepala Sekolah) yang memberikan visi secara jelas dan hasrat tinggi dalam mengkomunikasikan tujuan dan pengelolaan sekolah kepada guru-guru. Konsep Pfeffer (1998) tersebut meletakkan faktor kepemimpinan dalam peran yang tidak lagi sentralistik tetapi ke arah desentralisasi dengan tetap berlandaskan pada komitmen semua orang terhadap pencapaian arah dan tujuan organisasi.

Yukl (1998) menjelaskan tentang peranan pemimpin dalam peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal membimbing (mentoring), memberi latihan serta konsultasi karir yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian terhadap pekerjaannya serta terhadap kemajuan karirnya.

Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu diantara sekian banyak model kepemimpinan yang dipandang lebih lengkap dan memiliki banyak keunggulan terutama terhadap perubahan organisasi. Kepemimpinan transformasional tidaklah terbatas pada subyek orang, melainkan kepemimpinan yang lebih holistic karena terkait dengan tujuan yang ingin dicapai bersama.

(10)

Sebagai gambaran secara lebih detail, menurut Bass (1985) para pengikut transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasikan dan memotivasi para pengikut melalui, yaitu (a) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan; (b) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri dan (c) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada level yang lebih tinggi.

Pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi pada Guru SMK swasta XXX di Surabaya. Hasil penelitian ini memperkuat pendapat para ahli yang menyatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti nilai-nilai, tujuan dan kebutuhan bawahan (Avolio dkk., 1988) dan perubahan-perubahan tersebut berdampak pada timbulnya komitmen bawahan karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi (Bass, 1985; Tosi, dkk, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Aldag, R., dan Reschke, W. 1997. Employee value added : Measuring disretionary effort and its value to the organization. Center for Organization Effectiveness, Inc. 608/833-3332.pp. 1-8.

Avolio, B. J., & Bass, B. M. 1988. Transformational leadership, charisma, and beyond. In J. G. Hunt, B. R. Baliga, H. P. Dachler, & C. A. Schriesheim (Eds.), Emerging leadership vitas (29-49). Lexington, MA: Lexington Books.

Azwar, S. .2004. Validitas dan reliabilitas. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Bass, BM, Avolio, BK., Jung DI., dan Berson, Y, 2003. Predicting Unit Performance by Assessing Transformational and Transactional Leadership”Journal of Applied Psychology: The Amercian Psychological Association, Inc., Vol. 88, No.2,p. 207-218.

Bass, B. M. 1985. Leadership and performance beyond expectations. New York: The Free Press.

(11)

Case, Agnes. 2003. Transformational Leadership. Disertation, Doctoral in University at Buffalo in Urban School Districts.=’’MaIL:acase@acsu.buffalo.edu.

Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2004. Organizational Behavior. 6th edition. McGraw Hill.

Meyer, J.P. dan N.J. Allen. The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance and Normative Commitment to the Organization, Journal of Occupational Psychology, No. 63: 1-18.

__________________________1997. Commitment in the Workplace: Theory, Research, and Application. Thousand Oaks, CA: Sage Publication, Inc.

__________________________.1991. “A three-component conceptualization of organizational commitment”, Human Resource Management Review, Vol. 1, pp. 61-89.

Meyer, J. P. and Smith, C. A. (2000), ‘HRM Practices and Organizational Commitment: Test of a Mediation Model’, Administrative Sciences Association of Canada, 17, 4, 319–31.

Pfeffer, J. (1998). The human equation: Building profits by putting people first. Cambridge, MA: Harvard Business School Press.

Robbin, S.P. and Judge, T.A. (2007). Organizational behavior. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Smith, Keith L., McCracken, J.David, dan Turiman Suandi, 1983. Agent’s Organizational Commitement, Journal of Extention June, 1983, p. 21-26.

Sopiah, Dr., MM., M.Pd., (2008), Perilaku Organisasional, Andi Offset, Jogjakarta

Steers, R. and Mowday, R. 1982. Employee Turnover and Post Decision Accomodation Prosess, in Cummings, L. And Staw, B. (Eds). Research In Organizational Behavior, Vol. 3, JAT Press, Greenwich, CT, pp. 235-81

Su-Yung Fu. 2000. The Relationship Among Transformational Leadership, Organizational Commitment and Citizenship Behavior: The Case of Expatriates. Master’s Tesis. URN: etd-0201101-153856.

Tschannen-Moran, M. 2003. Fostering Organizational Citizenship in Schools: Transformational Leadership and Trust. Journal of Educational Administration. Chapter 6.pp. 1-36.

Yuwono, Ino, dkk (2005), Psikologi Industri & Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

(12)

Yukl, A.G. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Prenhallindo.

Referensi

Dokumen terkait

Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas dalam lorong pengeringan,

[4] Terdapat pelabelan total ajaib pada graf tK3 , yaitu graf yang terdiri dari t buah graf segitiga, jika t adalah

Sejak dideklarasikan sebagai ekosistem prioritas oleh PBB, karena perannya yang sangat vital dalam menyokong kehidupan bagi sebagian besar jumlah manusia, justru perhatian kita

Farida Sarimaya, S.Pd.,M,Si. Tindakan individu dan arti subjektif. Gambaran Weber tentang kenyataan sosial versus Durkheim. Menjelaskan tindakan sosial melalui pemahaman

Pada suatu penampang tiang pancang beton prategang yang dibebani oieh gaya prategang efektif (Pe) dengan pusat gaya prategang berada tepat pada pusat penampang fee = 0), maka pada

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain pre-test and post-test group design yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran

Syamsul Arifin, Kepala SMP Al Falah Ketintang Surabaya, wawancara pribadi, Surabaya, 14 Mei 2012.. bukunya Administrasi Pendidikan bahwa kepala sekolah di Sekolah Menengah