• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum

DI DANAU MATANO

Pendahuluan

Sebaran ikan T. sarasinorum di Danau Matano pertama kali dilaporkan oleh Kottelat (1991). Hingga saat ini diketahui terdapat sembilan jenis ikan yang termasuk dalam famili Telmatherinidae yang hidup di Danau Matano. Ikan T. sarasinorum adalah salah satunya yang diketahui endemik Danau Matano dan salah satu spesies yang dominan. Menurut Kottelat (1991), ikan ini memiliki penyebaran yang terbatas di daerah litoral sepanjang tepian danau dan lebih sering ditemukan di bagian selatan dari danau. Ikan T. sarasinorum umumnya menyebar di sisi selatan danau yaitu di dekat pulau-pulau sebelah timur danau sampai ke bagian barat danau. Ikan ini umumnya menempati habitat perairan dengan dasar berpasir yang hampir datar, pada perairan yang relatif dangkal (<1,5m).

Kondisi fisik kimiawi lingkungan dan ketersediaan makanan serta tempat berlindung merupakan faktor utama yang menentukan sebaran ikan (Mazzoni & Iglesias-Rios 2002). Pemanfaatan habitat oleh spesies ikan berhubungan dengan karakter morfologi dan fisiologi termasuk ukuran, dan bentuk serta posisi sirip-sirip (Wootton 1990) serta kondisi trofik dan kebutuhan reproduksi (Balon 1975). Kejadian dan kelimpahan spesies ikan di dalam sistem Ubatiba berhubungan dengan trofik, yaitu pemilihan mikrohabitat sehingga memaksimalkan kemampuan mereka untuk memanfaatkan secara efisien suplay makanan dan persyaratan anti-predator. Sebaran suatu spesies ikan berhubungan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan habitat makan, reproduksi dan perlindungan dari predator. Sebaran juga dipengaruhi oleh musim.

Kondisi substrat di habitat pemijahan menentukan preferensi habitat pemijahan ikan T. sarasinorum. Daerah litoral di sisi selatan Danau Matano lebih lebar dibandingkan dengan di sisi utara, sehingga lokasi-lokasi pemijahan ikan lebih banyak terdapat di sisi selatan. Selain itu, kondisi perairan di setiap lokasi menentukan keberadaan ikan. Ikan yang berada dalam kondisi alami ini tampaknya mempunyai sebaran yang berhubungan dengan keberadaan substrat dasar, kualitas perairan, curah hujan dan tinggi muka air.

(2)

Sampai saat ini ikan T. sarasinorum diketahui tidak ditangkap untuk tujuan konsumsi ataupun tujuan yang lain. Walaupun ikan ini mempunyai bentuk serta warna yang indah belum dapat dimanfaatkan sebagai ikan hias karena aspek-aspek bioekologinya belum diketahui. Ikan ini diketahui mempunyai dua tipe arena pemijahan. Arena pemijahan pertama mempunyai substrat dasar yang terdiri atas batu-batu kerikil kecil dan besar yang terdapat kolam-kolam pasir diantaranya. Arena pemijahan kedua berupa akar-akar pohon menggantung yang masuk ke dalam perairan serta batang/ranting pohon yang tumbang yang telah diselimuti alga. Substrat dasar di arena pemijahan ini terdiri atas batu-batu besar dengan pasir dan kadang-kadang berlumpur.

Umumnya studi yang berkaitan dengan Telmatherinidae ditujukan pada aspek keragaman dan evolusi, radiasi adaptif, genetika populasi, pemeliharaan polimorfisme warna jantan, dan perbandingan tingkah laku kawin (Herder et al. 2006; Heath et al. 2006; Gray et al. 2006; Gray & McKinnon 2006; Nilawati & Tantu 2007; Tantu & Nilawati 2007; Tantu & Nilawati 2008). Belum ada studi yang secara khusus mempelajari sebaran ikan ini di Danau Matano.

Bab ini menguraikan sebaran ikan T. sarasinorum di arena pemijahan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan penelitian arena pemijahan. Penelaahan sebaran ikan secara spasial dan temporal nantinya akan dikaji dengan memasukkan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhinya. Tujuan menelaah sebaran ikan adalah untuk menganalisis keberadaan ikan di danau, yang diharapkan dapat membantu upaya-upaya konservasi ikan dan habitatnya.

Bahan dan Metode

Sampling ikan dilakukan mulai September 2008 sampai dengan Agustus 2009 di 15 lokasi sampling di Danau Matano dengan menggunakan pukat pantai mini berukuran panjang 10 m, tinggi 3 m dan mata jaring 3 mm. Ikan ditangkap antara pukul 7.00 – 10.00. Contoh ikan disimpan di dalam wadah contoh yang berisi larutan yang mengandung formalin 4% dan diberi label yang menunjukkan waktu dan lokasi pengambilan. Ikan diidentifikasi dan dihitung jumlahnya menurut jenis kelaminnya. Semua contoh diukur panjang bakunya (PB) dengan

(3)

menggunakan kaliper digital hingga mm terdekat dan ditimbang berat totalnya dengan menggunakan timbangan digital hingga 0,001 g terdekat.

Jumlah ikan ditampilkan untuk kelima belas lokasi dan untuk setiap waktu sampling. Uji perbandingan rata-rata one way Anova digunakan untuk membandingkan jumlah ikan rata-rata. Histogram frekuensi interval-interval ukuran ikan disusun untuk contoh-contoh dari kelima belas daerah sampling.

Hasil dan Pembahasan

Sebaran ikan T. sarasinorum secara spasial dan temporal di Danau Matano Sebaran ikan secara spasial

Sebanyak 3165 ekor ikan T. sarasinorum tertangkap selama periode sampling September 2008 sampai dengan Agustus 2009. Dari jumlah tersebut terdapat 2180 ekor ikan jantan (68,88%) dan 985 ekor ikan betina (31,12%). Ikan-ikan tersebut tertangkap di 15 lokasi sampling. Sebaran secara spasial (menurut lokasi sampling) ikan T. sarasinorum ditampilkan dalam Gambar 8.

Gambar 8 Jumlah ikan rata-rata yang tertangkap pada masing-masing lokasi sampling selama periode penelitian

Ikan T. sarasinorum menyebar secara luas di daerah litoral Danau Matano (Gambar 8). Sebaran secara spasial tercermin dari hasil tangkapan yang jumlahnya bervariasi menurut lokasi. Pulau Otuno I-A memiliki jumlah hasil tangkapan tertinggi 333 ekor (10,52%) dengan rata-rata 28 ekor per waktu

0 5 10 15 20 25 30 35 Jum la h i k a n ( ek o r) Lokasi

(4)

sampling. Lokasi yang paling sedikit jumlah tangkapannya adalah S. Petea yaitu 122 ekor (3,85%) dengan rata-rata 10 ekor per waktu sampling. Uji rata-rata jumlah ikan per lokasi menggunakan one-way ANOVA (yang tersedia dalam piranti lunak MINITAB versi 14) menunjukkan terdapat beda nyata jumlah ikan yang tertangkap antar lokasi sampling selama periode penelitian (F=65,53; df=14; P=0,000; α=0,05).

Lokasi P. Otuno memiliki dua lokasi sampling yang diberi kode pembeda yaitu P. Otuno I-A (dengan habitat pasir dan batu) dan P. Otuno I-B (habitat perakaran). Kedua habitat ini menunjukkan perbedaan jumlah hasil tangkapan per waktu sampling. Total ikan yang tertangkap di P. Otuno I-B adalah 183 ekor (5,78%) dengan jumlah ikan rata-rata 15 ekor per waktu sampling. Nilai rata-rata ini tidak berbeda nyata dengan dua habitat perakaran lainnya yaitu Pantai Salonsa-B dan P. Otuno II-Salonsa-B.

Secara umum ikan T. sarasinorum yang tertangkap selama periode sampling berukuran panjang baku (PB) rata-rata 52,66 mm (22,44 – 75,08 mm; SE=9,11; N=3165). Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa PB rata-rata ikan jantan lebih panjang daripada ikan betina. Ukuran PB rata-rata ikan jantan adalah 54,50 mm (kisaran 22,44 – 75,08 mm; SE=9,89; N=2180), sedangkan ikan betina adalah 48,60 mm (kisaran 37,95 – 63,38 mm; SE= 5,12; N= 985). Uji beda rata-rata ukuran PB menurut jenis kelamin menunjukkan terdapat beda nyata antara individu jantan dan betina (F=312,96; df=1; P=0,000; α=0,05). Data ini juga menunjukkan bahwa kisaran ukuran PB ikan jantan lebih lebar daripada ikan betina.

Secara spasial nilai PB rata-rata terbesar terdapat di S. Lawa (58,10 mm; SE=10,2; N=198), sedangkan nilai PB rata-rata terkecil berada di S. Petea (46,16 mm; SE=5,69; N=122). Uji beda rata-rata ukuran PB antar lokasi sampling menggunakan one-way ANOVA menujukkan terdapat beda nyata ukuran PB antar lokasi (F=22,95; df=14; P=0.000; α=0,05).

Berdasarkan data ukuran rata-rata PB menurut lokasi sampling ditemukan pola ukuran yang berdegradasi dari daerah geografis bagian barat (lokasi sampling dengan ukuran PB rata-rata besar) ke daerah geografis bagian timur (lokasi dengan ukuran PB kecil). Pola ukuran ini mengabaikan ukuran PB rata-rata yang

(5)

terdapat di Pantai Sokoio yang dalam uji rata-rata tidak berbeda nyata dengan nilai ukuran PB ikan-ikan yang terdapat di S. Petea. Ukuran PB rata-rata di bagian barat lebih besar daripada di bagian timur disebabkan: pertama, bagian barat danau merupakan daerah hulu yang relatif masih alami dibandingkan dengan daerah bagian tengah dan timur. Kedua, karena ikan-ikan di bagian tengah dan timur lebih padat, maka kemungkinan terjadi persaingan sumber daya makanan. Sementara itu S. Lawa memiliki ikan dengan PB rata-rata terbesar. Secara geografis, letak S. Lawa di ujung paling barat Danau Matano yang merupakan bagian hulu dari danau ini. Letak S. Petea di danau berada pada kawasan paling timur, dan merupakan satu-satunya aliran keluar (outlet) danau. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara panjang baku ikan dengan suhu perairan. Keeratan hubungan ini adalah 60,4%.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, S. Lawa merupakan sungai utama yang mengalirkan airnya mengisi Danau Matano sepanjang tahun. Tempat ini berada di zona 1, yaitu zona yang terletak di bagian hulu danau; kawasan ini mempunyai daerah terestrial yang relatif belum terganggu dibandingkan dengan kawasan bagian tengah (zona 2) dan kawasan bagian timur danau (zona 3). Pada zona 2 daerah terestrial yang terletak di sisi selatan danau merupakan daerah permukiman penduduk dan pusat aktivitas kota, serta industri pertambangan. Sisi utara danau memiliki bukit yang dimanfaatkan untuk berkebun oleh masyarakat. Zona 3 danau adalah kawasan eksplorasi tambang. Bagian danau di zona 2 dan zona 3 ini diduga merupakan daerah yang banyak menerima beban masukan yang berasal dari daerah terestrial.

Ukuran PB dari contoh-contoh yang diperiksa dibagi ke dalam 12 kelas ukuran berdasarkan kaidah Sturges. Berdasarkan kelas ukuran ditemukan adanya kelas ukuran yang tampak berada dalam ketidak seimbangan. Terdapat kelompok ukuran yang relatif kecil (kisaran PB 22,44 – 40,03 mm) berada dalam jumlah yang sedikit (5,47%), sedangkan kelompok ukuran sedang (kisaran PB 40,04 – 62,03 mm) dalam jumlah yang besar (77,91%) dan kelompok ukuran besar (kisaran PB 62,04 – 75,23 mm) dalam jumlah yang juga relatif kecil (16,62%) (Gambar 9).

(6)

Gambar 9 Kelas ukuran panjang baku (PB) ikan T. sarasinorum jantan (atas) dan betina (bawah)

Struktur kelas ukuran PB ikan T. sarasinorum tampak timpang. Hal ini karena kelompok ukuran kecil yang diharapkan sebagai kelompok generasi baru yang akan mengisi kelompok ukuran yang ada diatasnya berada dalam jumlah yang kecil. Fenomena ini mungkin disebabkan daerah tersebut bukan merupakan daerah ikan berukuran kecil. Anak-anak ikan T. sarasinorum menempati daerah di bawah perakaran vegetasi Pandanus sp. Daerah tersebut relatif lebih terlindung sehingga anak ikan akan terhindar dari predator. Pengamatan bawah air menunjukkan bahwa daerah tersebut juga telah dihuni oleh ikan eksotik (siklid), oleh karena itu diduga sedang terjadi masalah dalam rekrutmen ikan T. sarasinorum karena adanya generasi yang hilang akibat predasi terhadap kelompok ikan berukuran kecil. Mills et al. (2003) menyatakan bahwa ikan eksotik berperan besar dalam merusak komunitas ikan asli. Ikan eksotik juga dapat menurunkan populasi ikan asli melalui predasi atau kompetisi (Moyle

(7)

1995). Introduksi ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Amerika Utara dan Selatan berpengaruh besar terhadap ekosistem akuatik (Tapia & Zambrano 2003).

Ikan mas meningkatkan padatan tersuspensi di dalam air (Zambrano et al. 2006), menurunkan kecerahan (Pinto et al. 2005). Ikan nila dapat mengubah struktur jaring makanan melalui kompetisi dengan ikan lain dan memangsa juvenil ikan lain (Morgan et al. 2004).

Sebaran spasial ikan T. sarasinorum jantan dan betina menurut kelas ukuran panjang disajikan dalam Lampiran 4 dan 5. Secara spasial, menurut kelas ukuran T. sarasinorum jantan di Pantai Salonsa-A memiliki kisaran ukuran yang lebar mulai dari kelas ukuran terkecil (22,44 - 26,83 mm) sampai dengan kelompok ukuran terbesar (70,84 - 75,23 mm). Pantai Salonsa-A – dan lokasi-lokasi lain yang merupakan habitat batu berpasir - memiliki ikan jantan yang sebagian besar matang gonad. Sementara lokasi yang memiliki lebar kelas ukuran yang sempit untuk jantan adalah P. Otuno I-B. Lokasi P. Otuno I-B berada di dalam lokasi yang berdekatan dengan lokasi P. Otuno-I-A, tetapi antar keduanya terdapat perbedaan karakter habitat. Pulau Otuno I-A adalah lokasi dengan karakter habitat substrat batu berpasir, sedangkan P. Otuno I-B adalah lokasi dengan karakter habitat perakaran. Data yang ditampilkan dalam Bab 4 menunjukkan bahwa ikan-ikan yang tertangkap di lokasi-lokasi dengan habitat perakaran terutama adalah ikan-ikan yang sedang memijah. Jadi ikan-ikan jantan berukuran besar umumnya datang ke arena perakaran untuk memijah. Sementara ikan-ikan jantan yang tertangkap di arena batu berpasir mencakup hampir semua kelas ukuran ikan. Ikan yang tertangkap terdiri atas ikan yang sedang memijah hingga ikan yang sedang mencari makan.

Ikan betina dengan kelas ukuran yang lebar ditemukan di S. Soluro (kelas ukuran 35,64 – 40,03 mm sampai dengan kelas ukuran 62,04 - 66,43 mm). Kelas ukuran yang kisarannya sempit ditemukan di Pantai Kupu-kupu yaitu mulai dengan kelas ukuran 35,64 – 40,03 mm sampai dengan 53,24 – 57,63 mm. Ikan betina di kedua lokasi tersebut berkisar dari ikan yang sedang mengalami tingkat kematangan awal hingga pasca memijah. Ikan betina pasca memijah di Pantai Kupu-kupu jumlahnya lebih banyak.

(8)

Sebaran ikan secara temporal

Secara temporal jumlah ikan hasil sampling setiap bulan bervariasi dengan fluktuasi yang kecil (Gambar 10). Jumlah tertinggi ditemukan pada bulan Mei 304 ekor (9,61% dari jumlah total populasi contoh N=3165) atau rata-rata 20 ekor (± 7,526) sedangkan yang paling sedikit pada bulan Januari 2009 yaitu 242 ekor (7,65%) atau rata-rata 16 ekor (± 5,343). Uji rata-rata jumlah ikan yang tertangkap antar bulan sampling menggunakan one-way ANOVA menunjukkan tidak terdapat beda nyata antar waktu sampling (F=0,54; df=11; P=0,876; α=0,05).

Gambar 10 Sebaran jumlah rata-rata ikan secara temporal

Sebaran secara temporal selama selang waktu September 2008 sampai dengan Agustus 2009 terdapat tiga waktu sampling yang memiliki nilai rata-rata hasil tangkapan yang rendah yaitu bulan Januari 16 ekor (7,65%), Juni 17 ekor (7,93%) dan Februari 17 ekor (8,03%). Rendahnya hasil tangkapan pada waktu tersebut diduga dipengaruhi oleh curah hujan dan muka air yang rendah. Pada saat muka air rendah sebagian daerah pinggiran danau mengering dan kedalaman berkurang. Kondisi ini diduga menyebabkan ikan besar berpindah ke tempat yang lebih dalam, di luar daerah penangkapan. Selain itu, terdapat tiga waktu sampling yang memiliki jumlah rata-rata hasil tangkapan yang relatif tinggi yaitu bulan Desember 2008 yaitu rata-rata 18 ekor (8,69%), Agustus 18 ekor (8,69%) dan Mei 20 ekor (9,61%). 0 5 10 15 20 25 30 35 Jum la h i k a n ( ek o r) Bulan

(9)

Sebaran temporal ikan T. sarasinorum jantan dan betina menurut kelas ukuran panjang ditampilkan dalam Lampiran 6 dan 7. Berdasarkan sebaran temporal, menurut kelas ukuran ditemukan waktu sampling yang memiliki kisaran kelas ukuran yang lebar yaitu bulan April. Ukuran ikan yang tertangkap pada bulan ini mulai dari kelas ukuran kecil (24,44 – 26,83 mm) sampai dengan kelompok ukuran besar (70,84 – 75,23 mm). Hanya pada bulan April terdapat satu kelas ukuran yang kosong yaitu kelas ukuran 26,84 – 31,23 mm.

Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa pada semua waktu sampling ikan jantan memiliki kisaran kelas ukuran yang lebih lebar daripada ikan betina. Kelas ukuran pada ikan betina dimulai dari kelas ukuran 35,64 – 40,03 mm dan kelompok ukuran terbesar 62,04 – 66,43 mm. Jadi terdapat lima kelas ukuran yang dimiliki oleh ikan jantan tetapi tidak dimiliki oleh ikan betina.

Hubungan parameter fisik kimiawi perairan dengan jumlah ikan dan panjang baku (PB)

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap distribusi ikan secara spasial dan temporal ditemukan adanya jumlah rata hasil tangkapan dan ukuran PB rata-rata yang berbeda nyata antar lokasi maupun antar waktu sampling. Namun perbedaan hasil tangkapan ini tidak berkaitan dengan keadaan fisik kimiawi perairan karena hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang lemah.

Tingginya jumlah ikan di lokasi bagian timur danau diduga berkaitan dengan kondisi substrat. Sementara ukuran PB ikan rata-rata di lokasi-lokasi bagian tengah dan timur danau lebih rendah, tetapi dengan jumlah lebih banyak, dibandingkan dengan yang ada di bagian barat. Daerah timur danau terutama P. Otuno I dan P. Otuno II merupakan daerah yang terlindung, dengan substrat pemijahan yang lebih mendukung keberadaan ikan. Dengan demikian diduga bahwa substrat pemijahan menentukan banyaknya ikan yang berada di arena pemijahan.

Polikromatisme jantan

Adanya polikromatisme pada jantan T. sarasinorum telah dilaporkan sebelumnya oleh Gray et al. (2006; 2008). Terdapat lima warna jantan pada ikan ini yaitu kuning, biru, biru kuning, abu-abu dan abu-abu kuning (Lampiran 8). Tetapi sejauh ini tidak ada laporan yang mendeskripsikan komposisi warna jantan

(10)

pada ikan T. sarasinorum di Danau Matano. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan jantan warna abu-abu adalah dominan dalam populasi contoh yang diperiksa 46,10% (1005 ekor), kemudian jantan warna biru 23,07% (503 ekor), jantan kuning 18,62% (406 ekor), abu-abu kuning 9,04% (197 ekor), dan jantan biru kuning 3,17% (69 ekor).

Gambar 11 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna secara spasial Secara umum, jumlah ikan jantan warna abu-abu adalah dominan di setiap lokasi penelitian dan setiap waktu sampling. Uji rata-rata dengan menggunakan two way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah rata-rata ikan jantan di setiap lokasi (F=2,97; P=0,002; df=14; α=0,05). Sementara jumlah rata-rata ikan jantan menurut warna berbeda nyata di setiap lokasi (F=52,94; P=0,000; df=4; α=0,05). Jumlah ikan jantan warna abu-abu adalah dominan di setiap lokasi. Sementara antara jumlah rata-rata ikan jantan warna kuning dan biru tidak berbeda nyata antar lokasi. Jumlah rata-rata ikan jantan warna biru kuning dan abu-abu kuning tidak berbeda nyata, begitu pula antara ikan jantan warna kuning dan abu-abu kuning tidak berbeda nyata (Gambar 11). Jumlah jantan warna biru kuning lebih sedikit dibandingkan dengan warna abu-abu kuning, kecuali di S. Lawa (biru kuning 9%, dan abu-abu kuning 6%).

Ikan jantan biru kuning tidak terdapat di Sokoio dan S. Petea. Hal ini mungkin disebabkan respon ikan terhadap habitat pemijahan. Kedua lokasi ini tidak mempunyai habitat pemijahan. Ikan jantan biru kuning jumlahnya paling

0 20 40 60 80 100 Ju m la h j a n ta n ( % ) Lokasi

(11)

sedikit dari seluruh ikan jantan yang tertangkap. Ada kemungkinan bahwa ikan jantan ini berusaha memaksimalkan keberhasilan pemijahannya dengan memilih selalu berada di habitat pemijahan. Dengan demikian ikan biru kuning selalu mempunyai kesempatan untuk memijah baik sebagai ikan jantan utama ataupun sebagai pesaing memijah (Bab 4). Hal ini dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gross & Charnov (1980) yang menemukan bahwa ikan bluegill sunfish berukuran kecil berusaha memaksimalkan keberhasilan pemijahannya dengan memilih menjadi pesaing memijah atau menyerupai ikan betina (mimikri). Sementara ikan T. sarasinorum tidak memiliki taktik perkawinan dengan cara mimikri karena ukuran jantan selalu lebih besar daripada betina (ikan betina bluegill sunfish umur empat tahun kira-kira sama dengan ikan jantan umur dua tahun).

Ikan jantan warna kuning yang tampak mencolok di habitat perakaran jumlahnya lebih banyak daripada jantan biru. Sementara jantan biru yang tampak mencolok di habitat batu berpasir jumlahnya lebih banyak pada sebagian besar lokasi (S. Lawa, Desa Matano, Paku, Sokoio, Pantai Kupu-kupu, S. Tanah Merah, P. Otuno II-A dan S. Soluro). Ikan jantan kuning dan biru di S. Petea jumlahnya sama. Hal berbeda dinyatakan oleh Gray et al. (2008), bahwa jantan biru mempunyai keberhasilan pemijahan yang paling tinggi dan jumlahnya juga dominan di habitat batu berpasir. Sementara penelitian ini menunjukkan bahwa jantan biru lebih sedikit jumlahnya di habitat batu berpasir di tiga lokasi (Pantai Salonsa-A, Old Camp dan P. Otuno I-A).

Uji rata-rata dengan menggunakan two way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata jumlah rata-rata ikan jantan antar waktu (F=0,46; P=0,917; df=11; α=0,05). Selanjutnya jumlah rata-rata ikan jantan menurut warna berbeda nyata pada setiap bulan (F=211,73; P=0,000; df=4; α=0,05). Jumlah rata ikan jantan warna abu-abu dominan pada setiap waktu sampling. Jumlah rata-rata ikan jantan warna kuning dan biru tidak berbeda nyata, tetapi jumlah antara jantan biru kuning dan abu-abu kuning berbeda nyata (Gambar 10).

Frekuensi warna tidak berbeda selama penelitian (Gray et al. 2008). Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini. Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi warna setiap bulan. Jantan warna abu-abu dominan sepanjang waktu penelitian, sedangkan warna lainnya berfluktuasi.

(12)

Gambar 12 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna secara temporal

Jumlah rata-rata ikan jantan antar kelas ukuran berbeda nyata (F=3,54; P=0,001; df=11; α=0,05); sedangkan jumlah rata-rata ikan jantan menurut warna berbeda nyata pada setiap kelas ukuran (F=10,22; P=0,000; df=4; α=0,05). Berdasarkan kelas ukuran, jumlah rata-rata ikan jantan warna abu-abu berbeda nyata dengan jumlah ikan warna lainnya. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan nyata antar jumlah ikan jantan keempat warna lain (Gambar 13). Kelas ukuran 22,44-26,83 dan 26,84-31,23 mm masing-masing hanya berisi ikan warna abu-abu dan biru (jumlah ikan berturut-turut 4 dan 2 ekor). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ikan-ikan jantan yang sedang berpasangan mempunyai tubuh yang lebih cerah dibandingkan dengan ikan jantan yang tidak berpasangan maupun sneaker. Selain itu, ikan jantan yang berpasangan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dengan mengembangkan sirip-sirip dorsal, anal dan pektoral yang lebih kokoh dibandingkan dengan ikan jantan lainnya.

Keberhasilan reproduksi jantan dapat diprediksi dari kontras warna yang berbeda-beda antar habitat. Jantan biru lebih disukai oleh betina di habitat pantai dan jantan kuning di habitat perakaran. Warna-warna jantan ini masing-masing paling jelas dan paling berlimpah (Gray et al. 2008). Hal ini berbeda dengan temuan dalam penelitian ini; walaupun jantan warna kuning dan biru masing-masing mencolok di habitat perakaran dan habitat batu berpasir, tetapi jumlah ikan abu-abulah yang dominan di kedua tipe habitat. Jantan abu-abu dominan

0 20 40 60 80 100 Ju m la h j a n ta n ( % ) Bulan

(13)

kemungkinan karena menyesuaikan diri dengan kondisi alam agar tidak terlihat oleh predator (Andersson 1994). Hal ini mengingat bahwa ikan ini hidup di daerah litoral yang terbuka dan perairannya jernih. Kondisi yang sama mungkin terjadi pada ikan betina. Ikan betina berwarna abu seperti pasir; warna abu-abu pada ikan sesuai dengan kondisi substrat habitat yang banyak terdiri dari batuan dan pasir.

Gambar 13 Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna per kelas ukuran

Selanjutnya menurut Gray et al. (2008) jantan biru kuning dan abu-abu kuning yang mempunyai pola warna yang lebih kompleks tidak begitu jelas di habitat-habitat tersebut, dan mereka juga tidak berhasil dalam reproduksinya. Warna-warna jantan ini merupakan bentuk-bentuk peralihan yang kurang berhasil reproduksinya walaupun dapat mengubah taktik tingkah laku kawin sebagai pesaing pembuahan. Pada T. sarasinorum, frekuensi warna berkorelasi positif dengan kesejahteraan reproduksi.

Kesimpulan

Secara spasial dari hulu ke hilir danau jumlah ikan meningkat, tetapi ukurannya semakin kecil. Hal ini menunjukkan adanya kompetisi sumber daya di danau oligotrofik ini. Secara temporal jumlah ikan relatif tinggi pada bulan Mei, Agustus, dan Desember; jumlah ikan relatif rendah pada bulan Januari, Februari dan Juni. Kondisi ini dipengaruhi oleh keadaan hidrologis danau. Pada saat curah

0 20 40 60 80 100 Ju m la h j a n ta n ( % )

Kelas ukuran panjang (mm)

(14)

hujan rendah dan muka air rendah jumlah ikan sedikit, sedangkan pada waktu curah hujan tinggi dan muka air tinggi jumlah ikan meningkat.

Ikan-ikan yang ada di arena perakaran umumnya adalah ikan-ikan yang sedang memijah, sedangkan di arena batu berpasir adalah ikan-ikan yang memijah dan yang sedang mencari makan. Warna abu-abu merupakan warna dominan pada ikan jantan yang mungkin berkaitan dengan keberhasilan ikan untuk menghindari predasi di danau. Tampaknya warna ikan T. sarasinorum merupakan adaptasi ikan dengan lingkungannya untuk menjamin kelangsungan keturunan sebagai tujuan dari strategi reproduksi. Warna berbeda pada habitat berbeda merupakan salah satu taktik ikan yang jumlahnya sedikit untuk meningkatkan keberhasilan reproduksinya.

Gambar

Gambar 9  Kelas ukuran panjang baku (PB) ikan T. sarasinorum jantan (atas) dan          betina (bawah)
Gambar 11  Jumlah ikan T. sarasinorum jantan menurut warna secara spasial  Secara umum,  jumlah  ikan  jantan warna  abu-abu  adalah dominan di  setiap  lokasi  penelitian  dan  setiap  waktu  sampling

Referensi

Dokumen terkait

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah

Kesimpulan yang diperoleh yaitu tren kurva hubungan beban-lendutan balok kayu laminasi-baut adalah berbentuk bilinier, persamaan empiris rasio modulus penampang elastik

Pendapat lain dari Markaban (2008) menjelaskan bahwa kelebihan dari Model Pembelajaran discovery learning adalah sebagai berikut: (1) Siswa berpartisipasi aktif selama

Berbagai persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) diantaranya melakukan observasi di lokasi yaitu di SMP Negeri 1 Mungkid Magelang.

Sesuai batas-batas hasil review dan penilaian dalam penelitian ini, produk lectora inspire dapat digunakan sebagai media pembelajaran sains berbasis

Namun tampak bahwa pertambahan bobot rata-rata tertinggi dari pakan lengkap A (dengan kadar protein optimal) diikuti kadar protein tubuh, abu tubuh, lemak tubuh, dan

Kerangka analitis mengasumsikan bahwa kandungan pencemaran teluk Jakarta mempengaruhi performa perikanan rajungan, yang bisa diukur dari kondisi biologis rajungan