• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MELALUI PRAKTEK LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSI YANG OPTIMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MELALUI PRAKTEK LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSI YANG OPTIMAL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ARTIKEL

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MELALUI PRAKTEK LAYANAN PENDIDIKAN

INKLUSI YANG OPTIMAL

ABDUL RAHMAN, S. Pd. M. Pd.

Diajukan Dalam Rangka Simposium Guru Dan Tenaga Kependidikan Tahun 2016

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI MAKASSAR

(3)

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MELALUI PRAKTEK LAYANAN PENDIDIKAN

INKLUSI YANG OPTIMAL Oleh: Abdul Rahman, S.Pd. M.Pd.

Abstrak

Pendidikan inklusi memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk dapat berinteraksi sesama teman sebayanya guna mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Layanan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusi dipandang sebagai langkah untuk menghilangkan tindakan diskriminatif terhadap golongan tertentu seperti anak berkebutuhan khusus. Implementasi pendidikan inklusi dewasa ini belum berjalan secara optimal sesuai dengan konsep pendidikan inklusi yang diharapkan yakni meningkatnya mutu layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang bermuara kepada terciptanya mutu pendidikan yang optimal untuk anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan permasalahan-permasalahan dalam implementasi pendidikan inklusi, terutama pada aspek penerimaan anak berkebutuhan khusus, proses layanan pembelajaran dan sarana dan prasarana maka seyogyanyalah dibutuhkan solusi-solusi terutama terhadap pola pikir, sikap, pengetahuan dan persepsi warga sekolah terhadap anak berkebutuhan khusus, layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung terciptanya proses layanan pembelajaran yang optimal.

Kata-kata kunci: Kualitas, layanan, Pendidikan inklusi, Optimal Pengantar

Dewasa ini paradigma layanan pendidikan dan pembelajaran terhadap peserta didik terus mengalami kemajuan seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang ditandai dengan munculnya isu-isu aktual dan inovatif serta terus mengalir sesuai dengan tuntutan jaman. Layanan pendidikan dan pembelajaran terhadap peserta didik mengharuskan menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan dan diskriminatif. Filosofi pendidikan dan nilai-nilai ajaran agamapun tidak membenarkan adanya pengkotak-kotakkan terhadap individu, kultur dan budaya tertentu.

(4)

Layanan pendidikan dan pembelajaran yang memihak pada satu atau beberapa golongan saja bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat 1 sampai dengan ayat 3 menyatakan bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, dan (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan pasal 31 UUD 1945 di atas, dapat dimakna bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak memandang adanya perbedaan dan diskriminasi. Hal ini berarti bahwa semua anak berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus. Untuk mewujudkan regulasi tersebut pemerintah telah berupaya menyelenggarakan berbagai jenis pendidikan dan memberikan dukungan semaksimal mungkin guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia yang pada gilirannya dapat tercapai kehidupan bangsa yang cerdas dan bertakwa kepada Allah SWT. Pengakuan atas hak pendidikan bagi setiap warga Negara, juga diperkuat dalam berbagai deklarasi internasional.

Dewasa ini layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, tidak hanya dilakukan dengan model segresi, melainkan pengembangan dan perluasan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dilaksanakan secara inklusi dalam arti bahwa anak berkebutuhan khusus dapat berintegrasi belajar bersama-sama dengan anak normal pada umumnya di sekolah reguler. Namun dalam pelaksanaannya sejak diimplementasikannya pendidkan inklusi di Indonesia sampai saat ini, masih menyimpan berbagai masalah, hambatan dan tantangan. Bahkan

(5)

berbagai upaya telah dilaksanakan guna meningkatkan layanan pedidikan untuk anak berkebtuhan khusus di sekoah inklusi.(Hamjan, 2016)

Oleh karena itu dalam tulisan ini berupaya mengkaji berbagai upaya sebagai solusi yang dapat dipertimbangkan untuk membantu meningkatkan kualitas layanan yang dapat bermuara kepada kualitas pendidikan anak berkebutuhan khusus. Tulisan ini merupakan konsep pemikiran, gagasan ataupun ide sebagai upaya penulis dalam meng mengoptimalkan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam konteks pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah umum.

Masalah

Implementasi pendidikan inklusi di Indonesia sampai saat ini belum mampu memjawab permasalahan, hambatan dan tantangan yang terjadi di lapangan. Jika pemerintah Indonesia akan tetap berkomitmen untuk mengimplemetasikan pendidikan inklusi, banyak unsur yang sangat urgen untuk dibenahi. Setiap unsur dalam pelaksanaan pendidikan inklusi tidak berjalan sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan oleh berbagai pakar yang bergelut untuk memajukan pendidikan inklusi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam masalah dalam implementasi pendidikan inklusi, dimana jika masalah tersebut tidak dapat di atasi maka pelaksanaan pendidikan inklusi selama ini, tidak akan mampu mengakomodasi keberadaan anak berkebutuhan khusus yang berintegrasi belajar bersama dengan anak normal di sekolah umum.

Adapun permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Masih adanya Sekolah Reguler yang Menolak Program Pendidikan Inklusi. Adanya program pendidikan inklusi yang digulirkan oleh pemerintah mengundang pro dan kontra dikalangan penggiat pendidikan khususnya personil-personil yang ada di sekolah reguler. Pada awalnya banyak sekolah reguler yang menolak adanya program pendidikan inklusi. Namun setelah regulasi terkait keharusan melaksanakan program pendidikan inklusi ditetapkan barulah sebagian sekolah reguler dapat menerima

(6)

program pendidikan inklusi untuk dilaksanakan di sekolahnya. Namun undang-undang yang mengatur dan mengharuskan sekolah umum menerima anak berkebutuhan khusus belum terealisasi dengan baik sehingga masih banyaknya sekolah umum yang menolak untuk menerima anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah umum.

Persoalannya adalah ketika ada anak berkebutuhan khusus yang berada di dekat tempat tinggal sekolah reguler kemudian sekolah tersebut tidak mau menerima dalam arti menolak anak berkebutuhan khusus tersebut, sehingga walaupun jauh dari tempat tinggalnya orang tua anak berkebutuhan khusus tersebut bersusah payah untuk mencari sekolah khusus (SLB) walaupun jauh dari tempat tinggalnya. Karena Sekolah Luar Biasa jumlahnya masih sangat terbatas dan biasanya masih banyak yang berada di tengah-tengah kota. 2) Kurangnya kesiapan guru-guru reguler dari segi perangkat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Kualitas pendidikan yang baik bagi anak berkebutuhan khusus tidak akan dapat dicapai, jika kesiapan guru-guru yang ada di sekolah reguler yang mengimplementasikan pendidikan inklusi terkait dengan layanan pembelajaran anak berkebutuhan khsusK dalam kelas inklusi masih terbatas.

Layanan pendidikan yang optimal untuk mewujudkan kualitas layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler mengisyaratkan agar guru-guru dil sekolah reguler harus memahami dan mengetahui perangkat pembelajaran yang harus dipersiapakan untuk pembelajaran anak berkebutuhan khsus. Namun kenyataan menunjukkan bahwa guru-guru di sekolah reguler masih memiliki keterbatasan dalam memahami dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi, khususnya pada perangkat pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus sebagaimana hasil penelitian dari (Hamjan 2016: 114) menyatakan bahwa: Perangkat pembelajaran Guru di Kelas Inklusi dari aspek RPP yang sesuai dengan karakteristik ABK dikategorikan guru belum mempersiapkan perangkat RPP untuk ABK. Dari

(7)

aspek Penyusunan PPI dikategorikan guru belum mempersiapkan PPI untuk mengajar ABK. Dari aspek bentuk PPI dikategorikan guru belum mempersiapkan bentuk PPI untuk mengajar ABK. Dari aspek Program Khusus dikategorikan guru belum mempersiapkan Program khusus untuk mengajar ABK. Dari aspek bentuk pelaksanaan program khusus dikategorikan guru belum mempersiapkan bentuk pelaksanaan Program khusus untuk mengajar ABK.

Ketidaksiapan guru-guru reguler terkait dengan perangkat pembelajaran khusus untuk anak berkebutuhan khusus, mengakibatkan layanan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi tidak optimal. 3) Sarana dan prasarana sebagai aksesibiltas bagi anak berkebutuhan khusus belum memenuhi standar pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus. Salah satu alasan yang menjadi kendala atau penghambat dalam optimalisasi layanan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah terbatasnya sarana dan prasarana sebagai aksesibilitas anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusi sehingga tidak semua jenis anak berkebutuhan khusus dapat diterima di sekolah inklusi (Abdul Rahman 2012: 176). Sekolah reguler yang telah mengimplemetasikan program pendidikan inklusi, secara umum mengeluhkan dan menjadikan salah satu aspek yang sangat penting untuk dibenahi dan dilengkapi dalam proses pembelajaran di sekolah inklusi.

Kenyataan yang ril terjadi di sekolah reguler dan bahkan masih terjadi di sekolah khusus (SLB) yaitu belum tersedianya akseseibilatas prasarana yang akan digunakan anak berkebutuhan khusus, misalnya jalanan bagi anak tunadaksa yang menghubungkan antara satu gedung ke gedung lainnya, prasarana pemandu bagi anak tunanetra, Program khusus untuk anak tunagrahita, untuk anak tunarungu dan sebagainya. Begitu pula sarana pembelajaran bagi setiap jenis kebutuhan khusus belum mendukung jalannya proses belajar mengajar untuk anak berkebutuhan khusus.

(8)

Pembahasan dan solusi Pembahasan

Mengacu pada konsep pendidikan inklusi ditegaskan bahwa pendidikan inklusi merupakan sistem layanan Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayanai di sekolah umum terdekat bersama teman se usianya (Ishartiwi, 2010). Hal ini berarti bahwa sekolah umum tanpa kecuali seyogyanyalah menerima atau tidak menolak keberadaan anak berkebutuhan khusus yang akan mendaftar dan mau belajar di sekolah umum.

Konseptual program pendidikan inklusi sebagaimana diutarakan di atas amatlah mengandung filosofi yang sangat dalam. Namun sangat disayangkan jika implementasi pendidikan inklusi di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena pesepsi setiap individu dalam menanggapi sesuatu, apalagi hal itu merupakan sesuatu yang aktual/ terapdate dan atau sesuatu yang baru tidak sama atau berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang dapat menyamakan persepsi setiap individu dalam mengimplementasikan pendidikan inklusi.

Persepsi yang sama dari setiap individu dalam menanggapi pendidikan inklusi akan melahirkan tindakan (action) yang terpadu dan terintegrasi, selanjutnya akan melakukan langkah-langkah yang sejalan dalam mengimplementasikan pendidikan inklusi. Salah satu pandangan menyatakan bahwa: Langkah sekolah awal penyelenggaraan pendidikan inklusif, yakni penyiapkan iklim sekolah inklusif dan penyamaan persepsi terhadap warga sekolah (Ishartiwi, 2010), Akan tetapi hal yang perlu diingat bahwa untuk menyamakan peserpsi bagi setiap individu merupakan hal yang sangat sulit, sehingga diperlukan langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi perbedaan persepsi tersebut.

Proses menuju terlaksananya pendidikan inklusi memerlukan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh sekolah reguler. Proses menuju inklusi tidak cukup hanya adanya legislasi dan regulasi atau

(9)

peraturan saja, akan tetapi proses menuju inklusi itu panjang dan antara lain akan membutuhkan perubahan hati dan sikap serta reorientasi yang berkaitan dengan asesmen, metode pengajaran dan manajemen kelas termasuk penyesuaian lingkungan (Berit H. Johnsen & Miriam D. Skjorten,2003:50). Pandangan ini membuktikan bahwa peraturan perundang-undangan yang diberlakukan terkait dengan program pendidikan inklusi tidak menjamin dapat terlaksananya program pendidikan inklusi akan tetapi harus dibarengi dengan adanya kemauan dihati dan kematangan sikap serta hal-hal yang berkaitan dengan optimalisasi layanan pembelajaran kepada anak berkebutuhan khusus seperti peran guru reguler maupun guru kunjung/pendamping khusus, sumber daya manusia yang berkompeten, dan sebagainya.

Adanya penolakan dari beberapa sekolah umum terhadap implementasi pendidikan inklusi, disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah; 1) Kurangnya sosialisasi tentang konsep pendidikan inklusi, 2) kurangnya ketegasan imlpelemtasi regulasi/undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pendidikan inklusi, 3) Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang konsep pendidikan inklusi, 4) Ketidakmampuan sekolah umum dalam melayani anak berkebutuhan khusus, dan 5) Adanya persepsi yang negatif terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum.

Kekurangan-kekurangan seperti di atas, akan dapat di atasi jika semua pihak dapat memikirkan dan mengambil langkah-langkah yang sama serta memiliki komitmen untuk meningkatkan dan mengembangkan eksistensi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi..

Kajian selanjutnya yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah Kurangnya kesiapan guru-guru reguler dari segi perangkat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Perangkat pembelajaran merupakan satu komponen penting terciptanya proses belajar mengajar untuk memperoleh kualitas pendidikan yang maksimal. Salah satu praktek layanan pendidikan yang memegang peranan penting di dalam

(10)

menciptakan kualitas atau mutu pendidikan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler terletak pada sejauh mana pihak pemberi pelajaran dalam hal ini terutama guru menguasai dan memiliki persiapan mengajar yang dapat mengakomodasi keberadaan anak berkebutuhan khusus dalam kelas inklusif.

Sebagai seorang guru salah satu tugas utamanya adalah mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan menjadi persiapan untuk dijadikan acuan atau pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Sagala (2010:155) mempertegas tentang kesiapan guru dengan menyatakan bahwa: Apabila seorang guru akan mengajarkan bahan pengajaran mengenai pokok bahasan kepada siswa-siswanya, maka guru tersebut harus mengadakan persiapan terlebih dahulu agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai”. Hal ini berarti bahwa seorang guru sebelum melaksanakan pembelajarn di kelas seyogyanyalah mempersiapkan perangkat pembelajarn yang dibutuhkan. Perangkat adalah alat atau perlengkapan, sementara itu pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan orang belajar (KBBI dalam Dessy Alfindasari,2015). Lebih jelas (Zuhdan dalam Dessy Alfindasari,2015) menegaskan bahwa perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Dalam Permendikbud No. 15 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa penyusunan perangkat pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran yang dirancang dalam bentuk silabus dan RPP yang mengacu pada Standar Isi.

Perangkat pembelajaran yang sangat penting untuk dipersiapkan oleh guru-guru dalam setting pendidikan inklusi bukan hanya silabus dan RPP, akan tetapi lebih dari itu guru-guru dituntut memahami dan mengatahui dan sekaligus mampu merancangnya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Perangkat

(11)

pembelajaran yang diperlukan dalam setting pendidikan inklusi diantaranya seperti media pembelajaran yang dimodifikasi, Program Pembelajaran Individual (PPI), Program Khusus, Instrumen asesmen, alat identifikasi anak berkebutuhan khusus dan sebagainya.

Guru-guru di kelas inklusi harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak Berkebutuhan khusus, hal ini ditegaskan oleh Delphie (2006:71) yang menyatakan bahwa: Rancangan pembelajaran untuk ABK dibuat atau disusun berdasarkan atas informasi yang diperoleh dari hasil asesmen, berkaitan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik spesifik setiap siswa yang bersangkutan.

Sejauh ini praktek layanan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi lebih banyak menggunakan RPP yang sama dengan yang digunakan untuk anak normal pada umumnya, dalam hal ini masih adaya sebagian besar dari guru-guru di sekolah inklusi yang tidak menggunakan RPP yang dimodifikasi yang dapat menjangkau kemampuan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Salah satu hasil penilitian dari (Hamjan, 2016: 114) menyatakan bahwa: secara keseluruhan dari 10 responden yang menjadi subyek penelitian hanya ada 4 orang guru pada kelas inklusi yang menyusun RPP yang mengakomodasi kepentingan ABK. Dalam hal ini guru-guru pada kelas inklusi pada umumnya tidak atau belum menyusun RPP yang disesuaikan dengan karakteristik ABK. Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru-guru pada kelas inklusi pada umumnya masih mengacu pada RPP untuk murid-murid normal pada umumnya, dalam arti bahwa belum ada RPP yang spesifik mengakomodasi keberadaan ABK di kelas inklusi.

Jika RRP saja yang harus disesuaikan dengan anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi belum dapat disusun sesuai dengan jenis kebutuhan anak, apatah lagi dari segi PPI, dan program khusus. Guru-guru pada sekolah yang melaksanakan pendidikan inklusi hanya sebagian

(12)

saja yang memahami dan mengetahui PPI dan Program Khusus sehingga masih banyak guru yang tidak bisa merancang PPI dan Program khusus sebagai perangkat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. berdasarkan hasil penelitian (Hamjan, 2016:116) menyatakan bahwa: Hasil wawancara dari seluruh responden nampak bahwa guru-guru di kelas inklusi belum mempersiapkan PPI untuk ABK , hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara bahwa dari sebanyak 10 responden hanya empat orang yang menyatakan menyusun PPI untuk ABK selebihnya menyatakan tidak menyusun PPI dan memiliki alasan yang pada umumnya sama yaitu belum memahami sepenuhnya PPI tersebut.

Berdasarkan kenyataan sebagaimana didukung oleh fakta empiris yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan proses layanan pembelajaran pada sekolah-sekolah inklusi membutuhkan adanya pembenahan dan perubahan (change) pada aspek layanan pembelajaran terutama pada aspek perangkat pembelajaran.

Pembahasan selanjutnya yang merupakan pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sarana dan prasarana sebagai aksesibiltas bagi anak berkebutuhan khusus belum memenuhi standar pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus. Kenyataan menunjukkan berdasarkan bukti empiris sebagaimana hasil penelitian yang dikemukakan oleh (Abdul Rahman, 2011:175), bahwa Faktor-faktor penghambat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah kurangnya pelaksanaan pelatihan, seminar dan workshop yang berhubungan dengan pendidikan inklusif dan terbatasnya sarana dan prasarana sehingga tidak semua jenis anak berkebutuhan khusus dapat diterima di SD Negeri Kalukuang III Makassar seperti anak tunarungu, tunagrahita berat, tunalaras dan tunaganda. Hasil kajian empirik sebagaimana dikemukakan di atas dipertegas secara mendalam lagi dari penelitian (Hamjan, 2016:145), bahwa faktor-faktor penghambat pelaksanaan pengelolaan kelas di sekolah inklusi di Kecamatan Tamalate Kota Makassar masih ada walaupun tidak banyak, yakni minimnya dari aspek sarana-dan prasarana, minimnya pengetahuan dan keterampilan

(13)

guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus, ekonomi orang tua, kerjasama guru-guru di sekolah kurang , dan guru reguler tidak sanggup menangani anal berkebutuhan khusus.

Terbatasnya sarana dan prasarana untuk mendukung implementasi pendidikan inklusi berimplikasi terhadap tidak optimalnya layanan pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya akan bermuara kepada rendahnya kualitas layanan pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus, sehingga akan berdampak pula kepada rendahnya mutu pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara global.

Berbagai hal tentunya telah diupayakan, baik dari unsur pemerintah, maupun dari upaya-upaya guru dan sekolah pelaksanan pendidikan inklusi itu sendiri dalam menyikapi keterbatasan sarana dan prasarana tersebut, namun sampai saat ini upaya-upaya tersebut masih belum mampu mengatasi permasalahan kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait langsung untuk kepentingan anak berkebutuhan khusus di seolah inklusi. Sejauh ini upaya-upaya pemerintah yang telah dilakukan guna mengatasi permasalahan sarana dan prasarana di sekolah inklusi diantaranya adalah pemberian beasiswa bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, Pendistribusian guru pembimbing khusus dari Sekolah Luar Biasa untuk membantu dalam pelayanan anak berkebutuhan khusus, pendampingan dari sekolah luar biasa, Adanya pusat sumber yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah inklusi terkait dengan fasilitas yang dibutuhkan oleh sekolah inklusi dan sebagainya.

Upaya-upaya tersebut memang telah memberikan solusi terhadap inplementasi pendidikan inklusi, namun selama ini masih belum berjalan secara optimal. Sehingga dapat menimbulkan masalah baru seperti guru pembimbng khusus yang ditugaskan di sekolah inklusi sementara tugas pokonya adalah di Sekolah Luar Biasa dan masih sangat dibutuhkan di Sekolah Luar Biasa tersebut. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah

(14)

konkrit upaya pembenahan layanan pendidikan untuk anak berkeutuhan khusus yang optimal.

Solusi

Pertimbangan-pertimbangan praktek implementasi pendidikan inklusi sebagai solusi yang dapat memberikan layanan yang optimal kepada anak berkebutuhan khusus, adalah sebagai berikut:

1. Adanya sosialisasi yang intensip dan secara berkala kepada sekolah-sekolah umum terkait dengan pemberian pemahaman, pengetahuan dan penyamaan persepsi tentang konsep pendidikan inklusi.

2. Adanya sosialisasi yang intensip kepada sekolah-sekolah umum temtamg regulasi atau undang-undang yang mengatur pelaksanaan pendidikan inklusi.

3. Adanya ketegasan pemerintah untuk mengimplementasikan pendidian inklusi kepada sekolah umum tanpa kecuali dalam arti sekolah apapun dan dimanapun tidak dapat menolak keberadaan anak berkebutuhan khusus. dan memberikan sangksi yang berat jika terdapat sekolah yang masih menolak anak berkebutuhan khusus.

4. Pembentukan tim atau Kelompok Kerja (Pokja) yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi ataupun gabungan dari beberapa SLB yang bertugas menangani langsung program pendidikan inklusi. 5. Menempatkan minimal satu orang guru yang berlatar belakang PLB

yang tidak memiliki tugas pokok di SLB pada sekolah reguler yang mengimplementasikan pendidikan inklusi, yang dapat bekerja sama dengan guru-guru reguler di sekolah inklusi mengatasi masalah perangkat pembelajaran terkait dengan RPP yang dimodifikasi, penyusunan PPI bagi setiap anak berkebutuhan khusus maupun perancangan program khusus untuk setiap jenis anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah inklusi.

6. Membentuk Tim konsultan guru SLB setiap kecamatan sebagai partner/mitra guru-guru reguler di sekolah inklusi. Yang bertugas

(15)

membantu segala sesuatu yang terkait dengan kebutuhan/keperluan setiap jenis anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.

7. Menunjuk, membentuk, menetapkan dan memberikan kewenangan satu atau beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) yang bisa menjadi Pusat Sumber (Resour Center) sebagai sekolah yang dapat menyediakan seluruh keperluan setiap jenis anak berkebtuhan khusus di sekolah inklusi.

8. Sekolah Luar Biasa yang telah ditunjuk sebagai pusat sumber mampu menyediakan seluruh keperluan setiap jenis anak berkebutuhan khusus termasuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan mampu menjalin hubungan dengan Luar Negeri terutama kepada negara-negara yang telah maju dan berkembang teknologinya terkait sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan di bidang ke PLB-an.

9. Merintis Sekolah Luar Biasa yang secara khusus dapat menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan selanjutnya dapat mendistribusikan baik kepada sekolah-sekolah luar biasa maupun kepada sekolah-sekolah yang telah mengimplementasikan pendidikan inklusi.

Kesimpulan dan Harapan Penulis Kesimpulan

Tidak optimalnya implementasi pendidikan inklusi dewasa ini, disebabkan karena adanya beberapa masalah yang perlu memperoleh perhatian dari semua stakehoulder bangsa ini, terutama bagi penggiat pendidikan. Secara garis besarnya ada tiga masalah yang menjadi sorotan pembahasan dalam artikel ini, yakni; 1) Masih adanya Sekolah Reguler yang Menolak Program Pendidikan Inklusi, 2) Kurangnya kesiapan guru-guru reguler dari segi perangkat pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus dan 3) Sarana dan prasarana sebagai aksesibiltas bagi anak berkebutuhan khusus belum memenuhi standar pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus.

(16)

Permasalahan-permasalahan tersebut jika tidak ditangani secara maksimal tentunya program pendidikan inklusi yang digulirkan oleh pemerintah saat ini akan tiadk akan mencapi tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu dalam tulisan ini dikemukakan beberapa gagasan, pemikiran ataupun ide-ide yang dapat membantu untuk mengatasi permasalahan tersebut, segaligus sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi agar dapat terlayani secara optimal. Adapun gagasan, pemikiran ataupun ide-ide tersebut dapat dirangkum sebagi berikut; 1) Adanya sosialisasi yang intensip dan secara berkala kepada sekolah-sekolah umum terkait dengan kesamaan persepsi tentang konsep pendidikan inklusi dan regulasi undang-undang yang mengatur tentang pendidikan inklusi, 2) Sanksi yang tegas bagi sekolah reguler yang menolak keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, 3) Pembentukan Tim pokja yang menangani langsung program pendidikan inklusi, 4) Menempatkan minimal satu orang guru yang berlatar belakang pendidikan PLB di sekolah inklusi, 5) Adanya Tim konsultan guru SLB untuk guru-guru reguler di sekolah inklusi, 6) Ada sekolah Luar Biasa yang ditunjuk yang secara intensip bertugas sebagai pusat sumber mengatasi seluruh keperluan setiap jenia anak berkebutuhan khusus, mengadakan sarana dan prasarana bidang ke PLB-an, dapat menjalin hubungan dengan pemerintah pusat maupn dengan negara negara lain, dan 7) perintisan sekolah luar biasa sebagai pusat layanan baik kepada SLB-SLB maupun kepada sekolah inklusi mengatasi segala keperluan sekolah.

Harapan Penulis

Berdasarkan pada permasalahan pembahasan dan solusi yang dkemukakan dalam artikel ini, dapat dikemukakan harapan penulis sebagai berikut 1) Tidak adanya lagi sekolah umum yang menolak anak berkebutuhan khusus, sehingga semua anak berkebutuhan khusus dapat terakomodasi di sekolah-sekolah reguler didekat rumah dimana mereka tinggal, 2) Guru-guru di sekolah reguler yang mengimplementasikan

(17)

pendidikan inklusi memiliki pesrpsi yang sama terhadap konsep pendidikan inklusi, memiliki kemampuan untuk memahami, mengatahui setiap jenis anak berkebutuhan khusus serta mampu membuat atau merancang perangkat pembelajaran seperti RPP yang dimodifikasi, PPI dan Program Khusus untuk setiap jenis anak berkebutuhan khusus, dan 3) Harapan dan mimpi terbesar penulis artikel ini adalah dapat merintis sebuah sekolah sumber (Resours School), sekolah yang dapat menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus baik di semua sekolah luar biasa maupun pada sekolah-sekolah yang mengimplementasikan pendidikan inklusi.

Daftar Pustaka

Abdul Rahman, 2012. Penyelengaraan Pendidikan Inklusif di Kota Makassar (Studi Kasus Pada SD Negeri Kalukuang III Kota Makassar). Tesis pada Program Pasca sarjana Universitas Negeri Makassar.

Andi Hamjan, 2016. Analisis Tentang Kesiapan Guru Mengelola Kelas Inklusi Di Sekolah Dasar Gugus II Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Tesis pada Program Pasca sarjana Universitas Negeri Makassar.

Dessy Alfindasari, 2015. Definisi Perangkat Pembelajaran. On-Line. Www. Eurekapendidikan. Diakses tanggal 5 November 2016.

Ishartiwi. 2010. Implementasi Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam System Persekolahan Nasional. Jurnal Pendidikan Khusus (JPK), Vol. 6, No. 2 Mei 2010. ISSN 1858-0998. Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP Universitas Negeri Yogyakarta bekerja sama dengan Himpunan Sarjana Pendidikan Luar Biasa Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jansen, Berit,H. & Skjarten Miriam, D.(Eds). 1935. Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Susi Septaviana Rakhmawati (tanpa tahun). Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Permendikbud No. 15 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Smith, David. 2006. Inklusi (Sekolah Ramah Untuk Semua). Bandung:

(18)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2008. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 2008. Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian mengenai stail nyanyian Saloma daripada perpektif teknik vokal klasikal barat dari pengunaan vokal register yang telah dibincangkan didalam kajian ini,

bisa disimpulkan dalam penelitian yang sudah diteliti. Untuk menganalisis data yang sudah terkumpul menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan dalam rangka untuk

berupa alur, penokohan, latar, dan tema, (2) mendeskripsikan keterkaitan antarunsur intrinsik, dan (3) mendeskripsikan unsur sadisme yang terdapat di dalam kumpulan cerpen

Berdasarkan ringkasan uraian sasaran, kebijakan dan program pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Tegal ternyata sasaran,

Hal ini dilihat berdasarkan hasil penurunan tanahnya sebesar 0,0226 m dengan daya dukung ultimate sebesar 2476,283 kN, dengan jumlah tiang sebanyak 215 tiang dan estimasi biaya

(2012) Teaching writing skills based on a genre approach to L2 primary.. school students: An

Software tersebut yang akan memodelkan hidrodinamika berupa arus dan sedimentasi yang terjadi pada alternatif alur yang telah direncanakan, sehingga setelah

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..