• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

2.1. Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Pemerintah melalui Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana permukiman telah melakukan beberapa upaya untuk menyediakan infrastruktur permukiman yang aman dan nyaman bagi masyarakat di Kabupaten/Kota untuk mewujudkan kehidupan yang berkuallitas. Pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kabupaten Samosir dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, Kabupaten Samosir sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

Secara umum tantangan eksternal yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah: (i) Pertumbuhan ekonomi yang masih jauh di bawah 7%; (ii) Jumlah pengangguran 9,5 juta jiwa dan setengah pengangguran 31 juta; (iii) 16% jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan; (iv) Pelaksanaan prinsip Good Governance yang masih lemah; (iv) Pelaksanaan pembangunan yang belum secara konsisten mengacu pada rencana tata ruang; (v) Terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana, padahal kebutuhan terus meningkat.

Di samping hal tersebut di atas, terdapat berbagai permasalahan internal pembangunan, antara lain: (i) pertumbuhan kota yang tidak terkendali meluas sampai pada kawasan pertanian produktif dan kawasan lindung (urban sprawl); (ii) Masih dijumpai permukiman kumuh (sekitar 47 ribu ha) yang memerlukan peningkatan kualitas lingkungan; (iii) Pelayanan PDAM sebagai penyedia air bersih sebagian besar (90%) tidak sehat, dengan sistem air bersih terbangun melayani 40% penduduk perkotaan dan di perdesaan (9%); (iv) Pelayanan sistem pengolahan air limbah terpusat hanya pada (11) kota; (v) Sarana lingkungan hijau/open space yang kurang diperhatikan; (vi) Prasarana dan sarana hidran kebakaran yang juga kurang diperhatikan; (vii) Kesenjangan infrastruktur PU antar wilayah, antara perdesaan dan perkotaan; (viii) Kesenjangan antara kawasan Barat dengan kawasan Timur Sumatera, dan antara infrastruktur Jawa Selatan dengan Utara; (ix) Disparitas ekonomi ditunjukkan pula kontribusi kawasan telah berkembang (Jawa-Sumatera) pada Ekonomi Nasional 81%. Berbagai Program yang digariskan untuk mendukung kebijakan pembangunan bidang keciptakaryaan, antara lain: (i) Penyelenggaraan Pembangunan Infrastruktur PU dalam mewujudkan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan; (ii)

(2)

Peningkatan Penyehatan Lingkungan Permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan; (iii) Peningkatan mobilitas dan akses prasarana jalan dan jembatan dalam rangka menggerakkan ekonomi perdesaan dan perkotaan yang terintegrasi dalam keseimbangan pengembangan wilayah; (iv) Peningkatan Pelayanan infrastruktur perdesaan, kawasan agropolitan, kawasan perbatasan, pulau-pulau kecil, dan daerah tertinggal; (v) Peningkatan produktivitas fungsi kawasan perkotaan dan revitalisasi kawasan bersejarah, pariwisata, dan kawasan lainnya yang menurun kualitasnya; (vi) Pembinaan bangunan gedung dalam rangka memenuhi standar keselamatan dan keamanan bangunan: (vii) Maeningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan pembangunan infrastruktur PU (Capacity Building): (viii) Mewujudkan kebijakan dan tata laksana yang efektif, organisasi yang efisien, SDM yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance; (ix) Penanggulangan dampak konflik sosial dan bencana bersama dengan daerah dalam rangka tanggap darurat.

Berdasarkan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 di Bidang Cipta Karya, Pemerintah harus menciptakan layanan akses (universal acess) minum hingga 100% di seluruh wilayah Indonesia, kemudian nol persen untuk permukiman kumuh, dan 100 persen untuk akses sanitasi layak (atau yang lebih dikenal dengan program 100-0-100). Tantangan terberat di bidang infrastruktur pemukiman menurut Imam, adalah memberikan akses air minum 100%, lalu mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia pada 2019 atau di akhir RPJMN ke-3 tahun 2015-2019 yang disebut dengan Key Performance Indicator 100-0-100 yang sekaligus merupakan visi Cipta Karya untuk mewujudkan pemukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

Kementerian PU pada tahun 2015 tetap akan mengembangkan berbagai program pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air, serta pengembangan infrastruktur perdesaan, terutama dalam mendukung pembangunan pertanian.Seluruh program di berbagai sektor dalam bidang kecipta karyaan tersebut dtujukan untuk mengurangi proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak layak serta meningkatkan akses penduduk terhadap air minum dan sanitasi layak menjadi 100 persen.

Dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Samosir menghadapi berbagai isu strategis yang mendesak untuk ditangani yaitu pembangunan infrastruktur masih minim, terjadinya degradasi lingkungan, rendahnya daya saing SDM, belum optimalnya pelayanan publik, masih tingginya angka kemiskinan, pariwisata belum menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, terjadinya berbagai bencana alam nasional, banjir, krisis ekonomi nasional serta minimnya dana APBD Kabupaten Samosir.

2.2. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (UU Nomor 17 Tahun 2007)

Untuk melaksanakan dan mencapai satu tujuan dan satu cita-cita tersebut diperlukan suatu rencana yang dapat merumuskan secara lebih konkrit mengenai pencapaian dari tujuan bernegara tersebut. Tujuan dari bernegara sebagaimana diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

(3)

Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Pengertian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025.

Maksud dan tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah,masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif.

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.

Oleh karenanya rencana pembangunan jangka panjang nasional yang dituangkan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga negara, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik. RPJP Daerah harus disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut dalam RPJM Daerah. Arah, tahapan, dan prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025.

(4)

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut.

A. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab ditandai oleh hal-hal berikut:

1. Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek;

2. Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.

B. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera ditunjukkan oleh hal-hal berikut:

1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen;

2. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang;

3. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Sektor pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas. Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025, mewujudkan masyarakat yang berahklak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab. Terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Di samping itu, kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.

Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan Kepentingan Nasional. Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola

(5)

pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.

Arahan konsep perencanaan Bidang Cipta Karya pada RPJPN 2005-2025 adalah Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. RPJPD Kabupaten Samosir Tahun 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah dalam kurun waktu 20 tahun sebagai landasan dan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menetapkan dan menyusun RPJM Daerah yang memuat visi, misi dan program Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Samosir setiap lima tahun sekali yang mengacu pada RPJP Provinsi. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang RPJPD Kabupaten Samosir Tahun 2005–2025 bahwa visi kabuptaen Samosir adalah Samosir menjadi daerah tujuan wisata Internasional tahun 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut beberapa prioritas pembangunan harus dilaksanakan yaitu Reformasi Birokrasi dan tata kelola, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan budaya, ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan, pengembangan infrastruktur, pelestarian lingkungan, pembangunan perdesaan, pemberdayaan masyarakat, penanggulangan bencana, penanaman modal, pengembangan ekonomi kreatif dan pembinanan pemuda dan olah raga.

Pembangunan Kabupaten Samosir merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan Provinsi Sumatera Utara yang akan dikembangkan sesuai dengan prioritas dan potensi wilayah yang dimiliki. Dalam meningkatkan pemerataan pembangunan di Kabupaten Samosir dan percepatan pengentasan kemiskinan, akan dilaksanakan melalui program pemberdayaan masyarakat, khususnya desa tertinggal sehingga akan mengurangi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan Kabupaten Samosir, maka arah kebijakan pembangunan jangka panjang yang ditetapkan adalah:

1. Mewujudkan masyarakat yang sehat, berilmu, berbudaya, beriman, sejahtera dan sadar wisata; 2. Mewujudkan pembangunan terpadu dan menyeluruh, merata dan berkeadilan sesuai Rencana Tata

Ruang Wilayah yang mantap dengan tetap berpedoman pada fungsi pelestarian lingkungan;

3. Menciptakan rasa aman dan damai dengan melakukan perlindungan kepada masyarakat maupun kepada para wisatawan.

Arah kebijakan pembangunan sebagaimana dijelaskan di atas, dikelompokkan dalam lima dimensi pembangunan Kabupaten Samosir sebagai berikut:

1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan; 2. Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan;

3. Pembangunan Industri Pariwisata yang berbasis lingkungan; 4. Pengembangan Ekonomi Kerakyatan;

(6)

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka MenengahNasional (RPJMN) 2015-2019

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja, berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif selama 5 tahun

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan RPJMN tahap ke-3 dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, dan merupakan kelanjutan dari RPJMN periode sebelumnya (RPJMN 2010-2014). Arah kebijakan RPJMN 2015-2019 Bidang Cipta karya adalah Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan: 1. Memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan;

2. Mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik); 3. Menjamin ketahanan air, pangan, dan energi untuk mendukung ketahanan nasional; 4. Mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan;

5. Meningkatkan kontribusi kerjasama pemerintah swasta dalam pembangunan infrastruktur; 6. Mengintegrasikan isu lintas bidang infrastruktur.

Tema besar RPJMN 3 adalah daya saing (competitiveness), dengan demikian selayaknya ketersediaan layanan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar (jalan, air dan listrik) sudah terpenuhi terlebih dahulu; Beberapa arahan dalam bidang infrastruktur adalah:

 Terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat 100% akses kepada sumber-sumber air bersih;

 Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung, didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel kota tanpa permukiman kumuh;

 Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang;

 Berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi;

 Konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air dan pengembangan sumber daya air;

 Pengembangan infrastruktur perdesaan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian.

Konsep RPJMN Tahun 2015-2019

Sasaran Umum: Pemenuhan ketersediaan infrastruktur dasar dan standar layanan minimum Indikator pencapaian:

 Berkurangnya Proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman tidak layak menjadi 0%;

(7)

 Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak menjadi 100%.

Perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten Samosir dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD), yaitu RPJMD Tahap I (2005-2010), RPJMD Tahap II (2011-2015), RPJMD Tahap III (2016-2020), RPJMD Tahap IV (2021-2025). Berlandaskan pelaksanaan atas pencapaian dan keberlanjutan RPJMD II, maka RPJMD III (2016-2020) diprioritaskan untuk merealisasikan visi dan misi pembangunan daerah melalui pengembangan dan percepatan pembangunan daerah secara menyeluruh di berbagai bidang pemerintahan. Pembangunan akan di arahkan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian daerah sesuai potensi yang dikelola berdasarkan nilai-nilai agama, moral dan kearifan lokal, secara berkelanjutan serta pemantapan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan bertanggungjawab.

Pembangunan infrastruktur pada tahap ini akan diprioritaskan pada percepatan pembangunan infrastruktur wilayah dengan pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, jaringan irigasi, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi serta pembangunan ruang terbuka hijau dan taman-taman kota di setiap wilayah kecamatan sesuai dengan RTRW Kabupaten Samosir. Dalam tahap ini, tingkat kemantapan infrastruktur di Kabupaten Samosir diharapkan sudah dalam kategori baik.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah setidaknya butuh anggaran sekitar Rp.5.519 triliun. Pembiayaan tidak semua dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perlu dukungan pembiayaan dari swasta termasuk dari Luar Negeri.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan;

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang; c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan

melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek. Kementerian PU telah menyiapkan berbagai program bidang kecipta karyaan untuk mendukung konsep perencanaan jangka panjang pemerintah dalam pemberantasan kemiskinan di Indonesia melalui konsep Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP,

(8)

Pamsimas, Sanimas, dan sebagainya), serta Program Pro Rakyat. Dukungan tersebut di antaranya melalui pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), pemenuhan kebutuhan hunian layak yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung dan didukung sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.

Pemerintah sejak 2009 mendesain program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang mengalami kemiskinan ekstrim di Indonesia. Sebagai program andalan, MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program, pertama, penanggulangan kemiskinan eksisting Klaster I, berupa bantuan dan jaminan/perlindungan sosial. Lalu di Klaster II adalah pemberdayaan masyarakat, Klaster III tentang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan Klaster IV adalah program prorakyat. Kedua, transformasi perlindungan dan bantuan sosial. Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha dan kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal.

Permasalahan Pembangunan Kemiskinan:

1. Perencanaan dan/atau pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan belum optimal:

 Ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan koordinasi antar program/ kegiatan maupun program/kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang belum selaras;

 Program-program pro-rakyat Klaster-4 belum terlaksana secara sistematis dan terstruktur;

 Penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terisolir/terpencil, daerah perbatasan masih belum efektif;

 Peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah belum optimal;

 Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan penganggaran. 2. Social exclusion (marjinalisasi), seperti kepada penduduk: disable, lansia, berpenyakit kronis,

non-ktp, dan kelompok rentan lainnya,

3. Kebijakan makro yang kurang optimal dalam mendukung upaya penanggulangan Kemiskinan 4. Sebagian masyarakat masih memiliki kesadaran yang rendah untuk meningkatkan kesejahteraan

mereka, termasuk yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak.

Direktorat Jenderal Cipta Karya (CK), Kementerian PU telah menyiapkan berbagai program bidang kecipta karyaan untuk mendukung konsep perencanaan jangka panjang pemerintah dalam pemberantasan kemiskinan di Indonesia melalui konsep Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Dukungan tersebut di antaranya melalui pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), pemenuhan kebutuhan hunian layak yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung dan didukung sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Seluruh program di berbagai sektor dalam bidang keciptakaryaan tersebut dtujukan untuk mengurangi proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan permukiman

(9)

tidak layak serta meningkatkan akses penduduk terhadap air minum dan sanitasi layak menjadi 100 persen.

Untuk memberikan dukungan terhadap program pemberantasan kemiskinan yang terintegrasi melalui MP3KI, Bidang Cipta Karya akan mengembangkan program-program bidang kecipta karyaan di daerah-daerah rawan bencana alam, memiliki cakupan air minum dan sanitasi rendah, serta permukiman kumuh, daerah kritis dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan dan perdesaan dengan pembangunan SPAM untuk kawasan MBR, kawasan kumuh dan nelayan, termasuk daerah kering dan rawan air, SPAM di ibu kota kecamatan, daerah terpencil, kawasan perbatasan, serta program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di seluruh desa di Indonesia. Untuk sektor pengembangan permukiman, akan mengembangkan program-program untuk mendukung pembangunan infrastruktur perdesaan, rumah susun sederhana sewa, dan peningkatan kualitas permukiman kumuh layak huni yang didukung program penyehatan lingkungan dan penataan lingkungan berbasis komunitas.

Pentingnya menetapkan program-program untuk penajaman bidang cipta karya pada tahun 2015 yang menjadi tahun pertama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, sehingga pihaknya akan memberikan perhatian pada pembangunan di daerah-daerah Kawasan Strategi Nasional (KSN) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sesuai kebijakan tata ruang nasional.

2.2.4 Kawasan Ekonomi Khusus

Menurut UU Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri. Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya

(10)

unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.

2.2.5 Direktif Presiden (Inpres Nomor 3 Tahun 2010)

Dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi:

1. Program pro rakyat

Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada:

a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil. 2. Keadilan untuk semua

Untuk program keadilan untuk semua, memfokuskan pada: a. Program keadilan bagi anak;

b. Program keadilan bagi perempuan;

c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; d. Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan; f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan. 3. Program Pencapaian Tujuan Pembangunan Milinium (MDGs)

Untuk Program Tujuan Pembangunan Milenium memfokuskan pada: a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua,

c. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d. Program penurunan angka kematian anak;

e. Program kesehatan ibu;

f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; g. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

(11)

2.3. Amanat Peraturan Perundangan Pembangunan Terkait Bidang PU/CK 2.3.1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten;

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional;

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenangPemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten;

(12)

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten; g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat Kabupaten/Kota antara pemerintah kabupaten dan badan

hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten;

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

Bidang Cipta Karya adalah Bidang yang mencoba membangun permukiman layak huni. Permukiman layak huni ialah permukiman yang baik aspek bangunannya, baik pengelolaan lingkungannya, baik sanitasinya, baik drainasenya, dan baik ketersediaan air bersihnya.

2.3.2. UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

a. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building);

(13)

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3. UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan Usaha Milik Negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

2.3.4. UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan

UU Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;

e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah

(14)

yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5. UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;

2. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab;

3. Satuan rumah susun yang selanjutnya disebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum;

4. Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan;

5. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun;

6. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama;

7. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

8. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus;

9. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri;

10. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan;

11. Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan;

(15)

12. Sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun yang selanjutnya disebut SKBG sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.

Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk:

a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat

dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

Lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi: a. pembinaan;

b. perencanaan; c. pembangunan;

d. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan; e. pengelolaan;

f. peningkatan kualitas; g. pengendalian; h. kelembagaan; i. tugas dan wewenang; j. hak dan kewajiban.

2.4. Amanat Internasional Bidang Cipta Karya

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam

(16)

pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20,

Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan KonferensiHabitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want

yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3. Millenium Development Goals (MDGs)

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Millennium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen bersama internasional yang bersifat umum dan global dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat yang salah satunya

(17)

adalah menambah pelayanan kemudahan akses air minum dan sanitasi untuk 50% penduduk yang belum mendapatkan serta berbagai bidang ke Cipta Karyaan lainnya seperti pengembangan pemukiman, pengelolaan sampah, drainse hingga manajemen sumber daya manusia. Untuk mencapai sasaran yang termuat dalam MDGs, selain adanya ketersediaan dan kelayakan program serta kegiatan dengan ketersediaan pendanaan yang tidak sedikit jumlahnya, akan diperlukan berbagai alternatif sumber pembiayaan yang potensial yang dapat digunakan dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan untuk mendukung pencapaian sasaran yang termuat dalam MDGs.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4. Agenda Pembangunan Paska 2015 (Sustainable Development Goal)

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut: a) Mengakhiri kemiskinan;

b) Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender; c) Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup; d) Menjamin kehidupan yang sehat;

e) Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik; f) Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi; g) Menjamin energi yang berkelanjutan;

(18)

h) Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan; i) Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan;

j) Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif; k) Memastikan masyarakat yang stabil dan damai;

l) Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong pembiayaan jangka panjang. Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a) Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi;

b) Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak 100%;

c) Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak 87%, industri sebanyak 97% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak 90%;

d) Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan;

e) Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja. Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan.

Kabupaten Samosir memiliki daerah-daerah potensi wisata yang berbasis pemandangan alam, wisata spiritual, wisata pertanian, wisata budaya dan perairan Danau Toba. Daerah-daerah rekreasi tersebut tersebar di berbagai wilayah Kecamatan antara lain; obyek wisata sejarah seperti Makam Raja Sidabutar, Museum Huta Bolon dan Batu Parsidangan. Wisata seni dan budaya seperti pertunjukan sigale-gale. Juga obyek wisata alam seperti batu Marhosa, Goa Marlakkop, Pantai Ambarita dan masih banyak lagi. Dari semua bidang diatas potensi pariwisatalah yang paling banyak menjadi perhatian semua pihak baik pemerhati budaya, pengelola wisata, penggiat adat, pelancong dan orang yang masih peduli dengan kawasan Danau Toba. Hal ini terkait potensi alam yang semakin lama semakin rusak seiring dengan pembangunan kawasan Danau Toba yang mengindahkan aturan dan harmoni alam.

Referensi

Dokumen terkait

JASA UPAH KERJA PEMASANGAN JARINGAN DISTRIBUSI. a Jaringan Tegangan Rendah (

Hasil dari wawancara yang dilakukan dengan guru fisika di SMA Negeri 3 Demak yaitu Ibu Widyorini, S.Pd yang terkait dengan instrumen penilaian yang digunakan dalam proses

Maafkan jika aku telah mengusikmu,” ujar sang Prabu sambil berusaha melangkah.. “Sang Prabu,

Permasalahan dari pemilihan pegawai teladan yaitu dibutuhkan sebuah sistem pendukung keputusan untuk membantu pimpinan dalam memilih pegawai teladan di fkti dengan

Solusi untuk permasalahan tersebut antara lain sosialisasi GMP dan pelatihan pembuatan dodol pisang cici kepada pelaku UMKM Dodol Loren, sosialisasi kemasan sekunder

Berdasarkan hasil yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sistem otomasi penyalaan lampu ruang kuliah berbasis Atmega8535 dengan

Perbedaan dari Transek 1-4 dengan Transek 5 dapat dilihat bahwa nilai hambur balik dari dasar perairan yang memiliki vegetasi lamun nilai hambur baliknya

QSize = dipakai untuk membuat objek yang menyimpan ukuran, yang di program ini objek berisi ukuran tersebut diterapkan pada logo dalam tombol.. QFrame = dipakai untuk