• Tidak ada hasil yang ditemukan

Joko Suciantoro 1, Ika Subekti Wulandari 2, Annisa Cindy Nurul Afni 3. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Joko Suciantoro 1, Ika Subekti Wulandari 2, Annisa Cindy Nurul Afni 3. Abstrak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Perawatan Kateter Urine dengan Sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap Bakteriuria Pada Pasien yang Dirawat di Bangsal Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Joko Suciantoro1, Ika Subekti Wulandari2, Annisa Cindy Nurul Afni3 1)

Mahasiswa Program Studi S 1 Keperawatan STKes Kusuma Husada Surakarta 2)

Staf pengajar Program Studi S 1 Keperawatan STKes Kusuma Husada Surakarta Abstrak

Penyakit infeksi saluran kemih merupakan penyakit infeksi yang banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan. Penderita yang mengalami bakteriuria terkadang tanpa disertai tanda dan gejala klinis (asimtomatik) atau dapat disertai tanda dan gejala klinis (simtomatik). Kriteria sabun yang direkomendasikan untuk perawatan kateter adalah sabun yang mengandung pH netral kulit normal (5,5 – 5,8) agar tidak menyebabkan iritas.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perawatan kateter Urine dengan sabun pH netral (5,5-5,8%) terhadap bakteriuria di RSUD Karanganyar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian eksperimen design dengan desain Pretest-Posttest Control Group design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 pasien dalam perawatan kateter di RSUD Karanganyar. Sampel sebanyak 30 pasien, dibagi menjadi kelompok perlakuan 15 pasien dan kelompok kontrol 15 pasien dengan teknik insidental sampling. instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi. Analisis data menggunakan uji non parametrik, maka analisis data yang tidak berdistribusi normal maka digunakan uji analisis mann whiney.

Hasil penelitian karakteristik responden mayoritas pada kelompok kontrol berumur 47 - 63 tahun yaitu sebanyak 7 responden (46,7%) jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden (66,7%), tingkat pendidikan mayoritas Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 8 responden (53,7%). Perawatan kateter urine pada kelompok kontrol (Air Hangat) mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 11 responden (73,3%) dan perawatan kateter urine pada kelompok perlakuan (sabun pH netral 5,5 – 5,8%) mayoritas bakteriuria negatif yaitu sebanyak 12 responden (80%). Ada pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar dengan p value 0,004 < 0,05.

Kata Kunci : perawatan kateter, sabun pH netral, bakteriuria

Effect of Treatment Catheter Urine Soap neutral pH (5.5 to 5.8%) against bacteriuria in Patients Treated at the Surgical Ward Karanganyar District General Hospital

Abstract

Urinary tract infection is an infectious disease that is commonly found in the health service. Patients who experience bacteriuria often without clinical signs and symptoms (asymptomatic) or be accompanied by clinical signs and symptoms (symptomatic). Criteria soap recommended for the treatment of catheter is a soap containing normal skin neutral pH (5.5 to 5.8) in order not to cause iritas. The purpose of this study was to determine the effect of catheter care Urine with soap neutral pH (5.5 to 5.8%) against bacteriuria in Karanganyar District Hospital.

This type of research is quantitative research with experimental research design design design with pretest-posttest control group design. The population in this study were 30 patients in the catheter care in hospitals Karanganyar. A sample of 30 patients, divided into treatment groups of 15 patients and a control group of 15 patients with incidental sampling technique.

(2)

research instrument used is the observation sheet. Analysis of data using non-parametric test, the analysis of the data are not normally distributed then used a whiney mann analysis test.

The results of the study characteristics majority of respondents in the control group aged 47-63 years of the seven respondents (46.7%) of the female sex as many as 10 respondents (66.7%), education level of the majority of secondary school (SMP) that as many as 8 respondents (53.7%). Urinary catheter care in the control group (Hot Water) majority of positive bacteriuria as many as 11 respondents (73.3%) and urinary catheter care in the treatment group (soap neutral pH 5.5 to 5.8%) the majority of negative bacteriuria as many as 12 respondents (80%). No effect of urinary catheter care with soap neutral pH (5.5 to 5.8%) against bacteriuria in patients treated at the General Hospital of Karanganyar with p value 0.004 <0.05.

(3)

PENDAHULUAN Latar belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi mikroorganisme pada saluran kemih yang disertai adanya kolonisasi bakteri di dalam urine (bakteriuria). Bakteriuria merupakan indikator utama infeksi saluran kemih. Keberadaan bakteriuria yang menjadi indikasi infeksi saluran kemih yaitu adanya pertumbuhan bakteri murni sebanyak 100.000 colony forming units (cfu/ml) atau lebih pada biakan urine. Penderita yang mengalami bakteriuria terkadang tanpa disertai tanda dan gejala klinis (asimtomatik) atau dapat disertai tanda dan gejala klinis (simtomatik). (Black & Hawks, 2009; Hooton et al., 2010). Penyakit infeksi saluran kemih merupakan penyakit infeksi yang banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, kejadian infeksi saluran kemih pada penderita yang dirawat di rumah sakit banyak diakibatkan oleh infeksi yang didapat di rumah sakit. Dari sejumlah kejadian infeksi yang didapat di rumah sakit, terdapat 35-45% mengalami infeksi saluran kemih. Pada pasien yang terpasang kateter urine indwelling ditemukan bakteriuria sebesar 3-10% perhari (Soewondo, 2007). Hasil penelitian Fitriani (2007) di RSUD Pandan Arang bahwa pasien yang menggunakan kateter urine pada hari ke-7 mengalami bakteriuria

sebanyak 60,42%. Insiden bakteriuria paling banyak disebabkan oleh kuman E. Coli (31,03%), dan klebsiela (51,72%) (Fitriani, 2007).

Penderita yang mengalami bakteriuria terkadang tanpa disertai tanda dan gejala klinis (asimtomatik) atau dapat disertai tanda dan gejala klinis (simtomatik). (Black & Hawks, 2009; Hooton et al., 2010). Pada umumnya bakteriuria disebabkan bakteri tunggal. Jenis bakteri patogen penyebab bakteriuria adalah Escherichia coli,

Klebsiella, Proteus, Pseudomonas,

Enterobacter, Serratia, Streptococcus dan Staphylococcus (Hooton, 2010; Smeltzer & Bare, 2008). Bakteri penyebab bakteriuria merupakan bagian dari flora endogen atau flora usus normal dan dapat diperoleh dari kontak dengan peralatan yang tidak steril. Bakteri juga dapat diperoleh melalui kontaminasi silang dari kontak tangan oleh pasien atau petugas rumah sakit (Lewis, et al., 2007).

Leaver (2007), dalam penelitiannya melaporkan bahwa bakteriuria ditemukan sebanyak 44% pada pasien setelah 72 jam pertama pemasangan kateter urine indwelling. Berbeda menurut Nazarko (2010); Pellowe & Pratt (2004) menemukan kolonisasi bakteri mencapai kandung kemih atau bakteriuria terjadi setelah 7 hari pemasangan kateter urine

(4)

rumah sakit. Insidens infeksi saluran kemih di United Kingdom (UK) paling banyak muncul pada pasien yang dirawat menggunakan kateter urine indwelling. Di Negara negara maju, ditemukan 25% dari pasien yang dirawat menggunakan kateter urine (Hooton, et al, 2010)

Diperkirakan 2 juta pasien di dunia setiap tahunnya mengalami bakteriuria yang berhubungan dengan kateter urine

indwelling di rumah sakit (Buchman & Stinnett, 2011). Menurut Survey National Audit Office (2009), resiko infeksi meningkat sekitar 5% setiap harinya dari pemakaian kateter urine indwelling (Turner & Dickens, 2011). Tiap tahunnya diperkirakan 50% dari pasien dengan kateter urine akan mengalami bakteriuria simtomatik.

Dampak bakteriuria dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotic sehingga memperlambat proses penyembuhan pasien dan memperpanjang masa perawatan pasien. Pada penelitian Chant (2011) ditemukan rata-rata masa perawatan di ICU bertambah 12 hari pada pasien yang mengalami bakteriuria. Sedangkan pasien yang dirawat di ruang rawat inap biasa, rata-rata masa rawat bertambah 21 hari. Lebih lanjut, dampak bakteriuria juga meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit sebesar 10-15% (Conterno, Lobo & Masson., 2011).

Umumnya bakteriuria simtomatik diawali dengan bakteriuria asimtomatik

yang tidak terdeteksi. Akibatnya bakteriuria asimtomatik sering diabaikan dan tidak diterapi. Hal ini dapat menyebabkan bakteriuria mengalami penyebaran ke saluran kemih diatas kandung kemih, secara hematogen dan melalui system limfatik. Bakteriuria merupakan sumber penyebab bakterimia. Terdapat 45-55% dari pasien yang mengalami bakteriuria menggunakan kateter urine indwelling (Hooton et al, 2010). Penelitian lain meneukan bahwa 3% bakteriuria dapat berkembang menjadi bakterimia, sepsis dan kematian (Mody, Saint, Galecki et al., 2010). Terdapat 19% angka kematian akibat bakteriuria dari 1458 pasien yang dirawat dengan kateter urine indwelling (Hooton et al, 2010) . Bakteriuria signifikan meningkatkan mortalitas 1,99 kali (Chant, 2011). Diperkirakan bakteriuria sebagai penyebab satu kematian di Amerika Serikat dalam 1000 episode kateter setiap tahunnya (Mody et al., 2010).

Terjadinya bakteriuria dapat dipengaruhi beberapa faktor pencetus. Pada umumnya faktor pencetus mencakup ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya secara lengkap, penurunan mekanisme alamiah dari penjamu, dan peralatan yang dipasang pada saluran kemih seperti kateter urine. Rute masuk bakteri ke dalam kandung kemih juga melalui kontaminasi fekal pada meatus urinaria saat insersi dan selama menetapnya kateter urine. Masuknya

(5)

kateter urine yang terkontaminasi saat insersi memungkinkan bakteri kolonisasi (biofilm) di permukaan kateter dan alat-alat drainase (Price & Wilson, 2006). Akibatnya kondisi menetapnya kateter urine

indwelling yang terpasang di saluran kemih menjadi media bagi bakteri untuk menjangkau saluran kemih dan kolonisasi (Nazarko, 2010).

Kateter urine merupakan sebuah alat berbentuk pipa yang dimasukkan ke dalam uretra menuju kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urine. Proses atau tindakan mengeluarkan urine menggunakan kateter disebut kateterisasi urine. Kateterisasi urine dilakukan apabila urine tidak dapat dikeluarkan secara alami dan harus dialirkan keluar secara artifisial. Tindakan kateterisasi urine dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa. Sebaliknya, keberadaan kateter di dalam saluran kemih merupakan benda asing dan menghasilkan suatu reaksi dalam mukosa uretra dengan pengeluaran sekret uretra. Sekret uretra dapat menyumbat duktus periuretralis dan mengiritasi mukosa kandung kemih. Kondisi mukosa yang iritasi tersebut akan menjadi jalur artifisial untuk masuknya bakteri dari uretra ke dalam kandung kemih (Smeltzer & Bare, 2008).

Upaya penurunan angka bakteriuria pada pasien yang menggunakan keteter urine indwelling telah menjadi isu patient safety yang harus ditujukan pada semua

rumah sakit. Salah satu caranya dengan mengimplementasikan metode praktek yang terbaik untuk menurunkan kejadian bakteriuria (Buchman & Stinnett, 2011). Target strategi pada pencegahan bakteriuria mencakup pembatasan penggunaan kateter urine indwelling dan durasi pemakaian, penggunaan teknik aseptik pada pemasangan keteter dan perawatan selama kateter urine terpasang (Shuman & Chenoweth, 2010). Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan juga harus mengevaluasi setiap hari terhadap kebutuhan pemakaian kateter urine indwelling. Hal ini merupakan langkah penting untuk meminimalkan lamanya pemakaian kateter urine indwelling

sehingga memutus kolonisasi bakteri (Makic,Vonrueden, Rauen et al, 2011).

Perawatan kateter urine adalah perawatan yang dilakukan menggunakan teknik aseptik dengan membersihkan permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar bersih dari kotoran, smegma, dan krusta yang terbentuk dari garam urine (Gilbert, 2006) . Perawatan kateter urine juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan uretral terhindar dari trauma, iritasi, dan peningkatan ketidaknyamanan pada uretra pasien. Perawatan perineal yang dilakukan dengan rutin menggunakan sabun dan air lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cairan pembersih antiseptik, krim, losion, atau minyak (Makic et al, 2011).

(6)

Penggunaan bahan antiseptik seperti povidone iodine dan chlorhexidine pada perawatan kateter indwelling yang rutin dilakukan akan meningkatkan resiko infeksi melalui iritasi meatus uretra (Wilson et al, 2009). Povidone iodine 10% dapat menyebabkan kulit dan mukosa iritasi dan terbakar (Al-Farsi, Oliva, Davidson, et al, 2009). Chlorhexidine dapat mengakibatkan kulit dan mukosa iritasi, terbakar dan reaksi anaphylaksis (Ebo, Bridts, & Stevens, 2004). Penggunaan gel lidokain juga mencegah trauma dan menurunkan ketidaknyamanan selama pemakaian kateter urine indwelling dibandingkan menggunakan gel lubrikan yang berbasis air (Chung,Chu,Paoloni et al, 2007).

Membersihkan adalah menghilangkan semua kotoran dari objek dan permukaan (Rutala dan Weber, 2005). Umumnya membersihkan melibatkan penggunaan air dan tindakan mekanik dengan sabun atau produk enzimatik. Sabun harus mempunyai pH alami (Potter & Perry, 2009). Sabun adalah surfactant yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan yang bekerja dengan bantuan air. Surfactant adalah singkatan dari surface active agents yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan sehingga mempermudah penyebaran dan pemerataan pembersihan kotoran (Robertson & Brown, 2011).

Kriteria sabun yang direkomendasikan untuk perawatan kateter adalah sabun yang

mengandung pH netral kulit normal (5,5 – 5,8) agar tidak menyebabkan iritasi. Kriteria tersebut dapat dipenuhi pada jenis sabun yang rendah surfactant. Idealnya kandungan sabun jenis rendah surfactant adalah non alkaline, bebas lonelin, tanpa parfum dan pH netral. (Robertson & Brown, 2011).

Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kabupaten Karanganyar

Di Ruang Rekam Medik (RM) pada tanggal 17 Maret 2016, didapat data bahwa kejadian infeksi saluran kemih pada bulan Desember 2015 sejumlah 25 kasus. Yang terbanyak didapat di ruang perawatan post partum. Berdasarkan observasi yang dilakukan perawat di RSUD Kabupaten Karanganyar perawatan kateter dilakukan satu kali sehari di waktu shif pagi dengan air hangat

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral (5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di RSUD Kabupaten Karanganyar.

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian eksperimen design dengan desain Pretest-Posttest Control Group design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 pasien dalam perawatan kateter di RSUD Karanganyar. Sampel

(7)

sebanyak 30 pasien, dibagi menjadi kelompok perlakuan 15 pasien dan kelompok kontrol 15 pasien dengan teknik

insidental sampling. instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi. Analisis data menggunakan uji non parametrik, maka analisis data yang tidak berdistribusi normal maka digunakan uji analisis mann whiney.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar dengan mengambil judul pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

Analisis univariat

Karakteristik responden

Tabel 4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Umur No Umur Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan f % f % 1 2 3 30 – 46 tahun 47 – 63 tahun 64 – 77 tahun 3 7 5 20 46,7 33,3 3 8 4 20 53,3 26,7 Total 15 15 100 Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui mayoritas pada kelompok kontrol berumur47 - 63 tahun yaitu sebanyak 7 responden (46,7%) sedangkan pada kelompok perlakuan berumur47 - 61 tahun yaitu sebanyak 8 responden (53,3%).

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan f % f % 1 2 Laki-laki Perempuan 5 10 33,3 66,7 6 9 40 60 Total 15 100 15 100

Sumber: Data Primer (2016)

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui mayoritas pada kelompok kontrol dengan jenis kelaminperempuan yaitu sebanyak 10 responden (66,7%) sedangkan mayoritas pada kelompok perlakuan dengan jenis kelaminperempuan yaitu sebanyak 9 responden (60%).

Tabel 4.3 Karakteristik responden Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan f % f % 1 2 3 SD SMP SMA 1 8 6 6,7 53,7 40 2 7 6 13,3 46,7 40 Total 15 100 100

Sumber: Data Primer (2016) Berdasarkan tabel 4.5 mayoritas responden pada kelompok kontrol dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 8 responden (53,7%) dan mayoritas responden pada kelompok perlakuan dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 7 responden (46,7%).

Tabel 4.4 Tingkat bakteriruia pada kelompok kontrol

No Bakteriuria Kelompok Kontrol (Air Hangat)

(8)

Sebelum % sesu dah % 1 2 Positif Negatif 13 2 86,7 13,3 11 4 73,3 26,7 Total 15 100 15 100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui pada kelompok kontrol (Air Hangat) sebelum dilakukan perawatan mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 13 responden (86,7%) setelah dilakukan perawatan mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 11 responden (73,3%).

Tabel 4.5 Tingkat bakteriruia pada kelompok perlakuan No Bakteriur ia Kelompok Perlakuan (sabun pH netral 5,5 – 5,8%) Sebelum % Sesudah % 1 2 Positif Negatif 12 3 80 20 3 12 20 80 Total 15 100 15 10 0

Berdasarkan tabel 4.5 di atas kelompok perlakuansebelum perlakuan (sabun pH netral 5,5 – 5,8%) mayoritas dengan bakteriuria positif yaitu sebanyak 12 responden (80%) setelah dilakukan perawatan didapatkan mayoritas bakteriuria negatif sebanyak 12 responden (80%).

Analisis bivariat

Analisis bivariat pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji analisis mann whitneydengan program SPSS dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

Perawatan Kateter N Mean Rank Sum of Ranks p value Bakteriuria Air hangat 15 12.50 187.50 0,004

Sabun PH Netral (5,5-5,8%)

15 18.50 277.50 Total 30

Berdasarkan hasil uji analisis mann whitney didapatkan signifikan sebesar 0,004 < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

PEMBAHASAN

Pada bab V atau pembahasan berisi tentang hasil penelitian tentang pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral (5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. yang didapat oleh penelitian yang dibandingkan dengan teori serta peneliti-peneliti sebelumnya Umur

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pada kelompok kontrol berumur47 - 63 tahun yaitu sebanyak 7

(9)

responden (46,7%) dan pada kelompok perlakuan berumur47 - 61 tahun yaitu sebanyak 8 responden (53,3%).

Hasil penelitian yang dilakukan Sepalanita (2012), usia rata-rata 51,3 tahun pada kelompok perlakuan dan 50,17 tahun pada kelompok kontrol. Estimasi interval usia rata-rata responden kelompok perlakuan adalah 45,56 sampai dengan 56,96 tahun dan kelompok kontrol adalah 42,07 sampai dengan 58,28 tahun dengan demikian kelompok usia responden yang terbanyak adalah dewasa.

Menurut Smeltzer & Bare (2008), usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu. Insidens bakteriuria meningkat seiring dengan penuaan dan ketidakmampuan. Infeksi saluran kemih merupakan kasus yang paling umum pada sepsis bakterial akut pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun Faktor yang berperan menyebabkan bakteriuria pada populasi lansia di institusi perawatan mencakup penyakit kronis, penggunaan agen antimikrobial yang sering, adanya dekubitus yang terinfeksi, imobilitas dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, serta sering menggunakan bedpan dari pada pispot atau pergi ke kamar kecil.

Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui mayoritas pada kelompok kontrol dengan jenis kelaminperempuan tahun yaitu sebanyak 10 responden (66,7%) dan

mayoritas pada kelompok perlakuan dengan jenis kelaminperempuan yaitu sebanyak 9 responden (60%). Menurut Smeltzer & Bare (2008), insidens bakteriuria mayoritas didominasi oleh perempuan. Perempuan lebih berisiko terkena bakteriuria karena uretra lebih pendek dan secara anatomi dekat dengan vagina, kelenjar periuretral dan rektum. Tahap pertama patogenesis bakteriuria pada perempuan yaitu kolonisasi bakteri pada uretra distal dan vagina. Flora kemudian naik ke kandung kemih, tempat mikroorganisme melekat ke epitelium saluran kemih. Perlekatan bakteri cenderung lebih mudah terjadi pada fase esterogen dalam siklus menstruasi, setelah histerektomi total, dan seiring dengan proses penuaan. Selain itu, perempuan yang mengalami atrofi epitelium uretra akibat proses penuaan dapat beresiko terjadinya bakteriuria. Atrofi epitelium uretra dapat mengurangi kekuatan pancaran urine sehingga menurunkan efektifitas pengeluaran bakteri melalui berkemih.

Pendidikan

Hasil peneltian menunjukkan mayoritas responden pada kelompok kontrol dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 8 responden (53,7%) dan pada kelompok perlakuan dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 7 responden (46,7%).Pendidikan

(10)

berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Tingkat bakteriuria pada kelompok kontrol

Pada kelompok kontrol (air hangat) sebelum dilakukan perawatan mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 13 responden (86,7%) setelah dilakukan

perawatan mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 11 responden (73,3%).

Kateterisasi urine dilakukan apabila urine tidak dapat dikeluarkan secara alami dan harus dialirkan keluar secara artifisial.Tindakan kateterisasiurinedapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa. Sebaliknya, keberadaan kateter di dalam saluran kemih merupakan benda asing dan menghasilkan suatu reaksi dalam mukosa uretra dengan pengeluaran sekret uretra. Sekret uretra dapat menyumbat duktus periuretralis dan mengiritasi mukosa kandung kemih. Kondisi mukosa yang iritasi tersebut akan menjadi jalur artifisial untuk masuknya bakteri dari uretra ke dalam kandung kemih (Smeltzer & Bare, 2008).

Pemeriksaan laboratorium yang menjadi indikator utama bakteriuria adalah hitungkoloni. Menghitung bakteri dilakukan dengan inoklusi permukaan lempeng,kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Koloni yang terbentuk kemudian dihitung. Koloni bakteriuria yang bermakna terjadinya infeksi yaitu ditemukan pertumbuhan bakteri lebih dari 100.000 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urine (Hooton et al, 2010; Price & Wilson, 2006; Sudoyo et al, 2006).

Tingkat bakteriuria pada kelompok perlakuan

Setelah dilakukan perawatan pada kelompok perlakuansebelum perlakuan

(11)

(sabun pH netral 5,5 – 5,8%) mayoritas dengan bakteriuria positif yaitu sebanyak 12 responden (80%) setelah dilakukan perawatan didapatkan mayoritas bakteriuria negatif sebanyak 12 responden (80%). Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium (Ophardt,2003 dalam Alvera 2012). Sabun merupakan sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang diijinkan tanpa menimbulkan iritasi pada kulit.

Sifat utama dari bahan dasar sabun harus dapat menurunkan tegangan permukaan. Bahan yang dapat menurunkantegangan permukaan pada air secara efektif disebut surfaceactiveagents

atausurfaktan. Surfaktan mempunyai fungsi penting dalam proses membersihkan, sepertimenghilangkan bau dan membentuk emulsi, serta mengikat kotoran dalam bentuksuspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Kelebihan pH netral, yaitu: Zat-zat yang bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Zat-zat tersebut seperti alkohol dan antibakteri. Selain itu, derajat keasaman (pH) sabun cair cuci tangan juga berperan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri. Derajat keasaman (pH) juga berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. pH optimal pertumbuhan bakteri-bakteri ini

berkisar antara 7,2-7,6. Sabun dengan pH lebih rendah atau tinggi dari angka tersebut mampu menghambat pertumbuhan E. coli

dan S. aureus dibanding sabun dengan pH sama atau mendekati pH optimal (Fazlisia, 2014).

Pengaruh perawatan dengan air hangat terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan signifikan sebesar 0,518 > 0,05, sehingga dapat dikatakan tidak ada pengaruh perawatan kateter urine dengan air hangat terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Perawatan kateter urine adalah perawatan yang dilakukan menggunakan teknik aseptik dengan membersihkan permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar bersih dari kotoran, smegma, dan krusta yang terbentuk dari garam urine. Pembersihan dapat dilakukan pada saat mandi sehari-hari atau saat pembersihan daerah perineum setelah pasien buang air besar. Bagian dari perawatan kateter urine indwelling juga termasuk pembersihan daerah meatus uretral. Pembersihan kateter urine yang rutin dapat menghilangkan krusta dari permukaan kateter sebelah luar (Makic et al, 2011)

(12)

Proporsi positif bakteriuria yang lebih banyak yaitu pada kelompok kontrol daripada kelompok perlakuan dikarenakan responden pada kelompok kontrol banyak ditemukan mengalami kontaminasi feses dan sekret vagina serta ditemukan pada responden kelompok kontrol dengan hygiene yang kurang, dikarenakan perawatan kateter di hanya menggunakan air hangat

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suharta (2015), tingkat bakteriuria dengan menngunakan AACN sebagian besar responden mengalami tingkat bakteriuria tingkat 1 sebanyak 15 (100%) responden dan tidak ada yang mengalami bakteriuria tingkat 2 dan tingkat 3 karena menggunakan cairan sabun antiseptik dengan pH normal kulit yaitu 5,5-5,8 merek yang mempunyai fungsi bakterisid dan fungistatik. Cairan ini juga dapat membersihkan kotoran yang menempel pada kateter sehingga efektif untuk mencegah terjadinya media bakteri dan dapat mengurangi bakteriuria.

Pengaruh perawatan kateter urine dengan Sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Berdasarkan hasil uji analisis mann whitney didapatkan signifikan sebesar 0,004 < 0,05, sehingga dapat dikatakan ada pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%) terhadap

bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

Peneliti berasumsi bahwa perawatan kateter urine dengan menggunakan pH netral (5,5 – 5,8%) efektif menurunkan kejadian bakteruria. Perawatan kateter urin menggunakan pH netral (5,5 – 5,8%) yang dilakukan dapat mempertahankan kondisi kateter urine terhindar dari kontaminasi feses, kotoran, sekret vagina, smegma, dan krusta yang terbentuk dari gram-gram urine. Sabun yang digunakan adalah sabun yang memiliki sabunpH netral ( 5,5 – 5,8%) yang mampu membersihkan kotoran dan membunuh kuman patogen denga ntetap mempertahankan flora kulit yang memberikan perlindungan terhadap mikroorganisme.

Menurut Suharta (2013) Perawatan AACN dengan cara membersihkan daerah kateter dengan mengusapkan kapas air sabun antiseptic pH netral kulit normal (5,5-5,8) dari bagian pangkal keujung dan daerah anal dengan mengusap dari arah vagina keanus lalu bilas dengan kapas yang dibasahi air. Pada pasien laki-laki membersihkan daerah kateter dengan mengusapkan kapas air sabun antiseptik pH netral kulit normal (5,5-5,8) dari bagian pangkal ujung dan daerah anal dengan mengusap dari arah glans ke anus dengan satu gosokan sampai bersih lalu bilas dengan kapas yang dibasahi air mampu menurunkan tingkat bakteriuria pada pasien yang terpasang kateter urine.

(13)

Penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan Sepalanita (2012) dengan hasil Perawatan urine indwelling model AANC signifikan menurunkan bakteriuria dibanding dengan kelompok kontrol. SIMPULAN

Karakteristik responden mayoritas pada kelompok kontrol berumur 47 - 63 tahun yaitu sebanyak 7 responden (46,7%) jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden (66,7%), tingkat pendidikan mayoritas Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 8 responden (53,7%).

Kelompok kontrol (Air Hangat) sebelum dilakukan perawatan mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 13 responden (86,7%) setelah dilakukan perawatan mayoritas 11 responden (73,3%)

Kelompok perlakuan sebelum perlakuan (sabun pH netral 5,5 – 5,8%) mayoritas dengan bakteriuria positif yaitu sebanyak 12 responden (80%) setelah dilakukan perawatan didapatkan mayoritas bakteriuria negatif sebanyak 12 responden (80%).

Perawatan kateter urine pada kelompok kontrol (Air Hangat) mayoritas bakteriuria positif yaitu sebanyak 11 responden (73,3%) dan perawatan kateter urine pada kelompok perlakuan (sabun pH netral 5,5 – 5,8%) mayoritas bakteriuria negatif yaitu sebanyak 12 responden (80%). 6.1.5 Ada pengaruh perawatan kateter urine dengan sabun pH netral ( 5,5 – 5,8%)

terhadap bakteriuria pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Black & Hawks, 2009; Hooton et al (2010).

Medical Surgical Nursing: Clinical Managemen for Positive Outcome. Jurnal St. Lois Vol. 1 Elsevier Buchman & Stinnett (2011). Reducing

Rates of Catheter-Associated

Urinary Tract Infection. Alabama Nurse. Jurnal Vol. 2 Juni Agustus 2011

Chung,Chu,Paoloni et al, (2007).

Comparison of Lidocaine an Water-based Lubrication Gels for Female Urethal Catheterization: A Randomized Controlled Trial. Emerg Med

Conterno, Lobo & Masson, (2011). The Exercessive Use of Urinary Catheters in Patients Hospital in University Hospital Wards. Jurnal-Artikel Reseach Revista da Escola De Efermagem

Fazlisia, (2014). Uji Daya Hambat Sabun Cair Cuci Tangan pada Restoran

Waralaba di Kota Padang

Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014. http://jurnal.fk.unand.ac.id Gilbert, CV (2006). Taking a Mindstream

Specimen of Urine. Nursing Times. Hidayat, Alimul Aziz. (2011). Metode

Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medik

(14)

Hooton, et al (2010). Diagnosis, Prevention

and Treatment of Catheter

Associated Urinary Tract Infection in Adults. International Clinical

Praktice Guidelins form the

infection Desease Society of

America. Jurnal Guidelines

Catheter Urinary.

Nasir. Abd, (2011). Buka Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Medikal Book.Nazarko, 2010 Nototatmodjo, Soekidjo. (2012).

MetodologiPenelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Potter and Perry (2006)Buku Ajar

Fundamental Keperawatan :

Konsep,Proses dan Praktek,

Volume 2, Edisi 4, EGC, Jakarta Price & Wilson (2006). Pathophysiology:

Clinical Consept of Disease Processes. Mosby: Elsevier

Riwidikdo, Handoko. (2013). Statistik

Kesehatan. Yoyakarta: Mitra

Cendikia Press Robertson & Brown, 2011

Silalahi, Ulber. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Smeltzer, Suzanna C dan Bare, Brenda G. (2008), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.1,

Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.Soewondo, 2007

Sugiyono (2012). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suharta, (2015). Pengaruh Indwelling

Model American Association Of Critical Care Nurses (AACN)

Terhadap Tingkat Bakteriuria

Pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta

Gambar

Tabel 4.5 Tingkat bakteriruia pada  kelompok perlakuan  No  Bakteriur ia  Kelompok Perlakuan   (sabun pH netral 5,5 – 5,8%)  Sebelum  %  Sesudah  %  1  2  Positif  Negatif   12 3  80 20  3  12  20 80  Total  15  100  15  10 0

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan Jumlah Pegawai dalam Jabatan Fungsional di lingkungan Kernen terian Keuangan yang selanjutnya disebut KJF adalah jumlah dan susunan J abatan Fungsional

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Dapat dilihat bahwa di setiap saat, grafik amplitudo sel[1,1] pada simulasi tanpa anomali (warna merah) selalu lebih tinggi daripada grafik simulasi dengan anomali.

Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa ayunan konis yaitu sebuah benda bermassa m Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa ayunan konis yaitu sebuah benda bermassa

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Blok diagram sistem pendeteksi murmur regurgitasi ditunjukkan oleh Gambar 3.1 dimana sistem ini terdiri dari hardware yang berfungsi menangkap sinyal akustik dari

Maka dari model regresi ini dapat disimpul- kan bahwa corporate governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, komisaris independen, komite audit), profitabilitas

Pertunjukan Nini Thowong merupakan salah satu kesenian yang ada di Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul.Pada awalnya warga sekitar mempunyai keyakinan bahwa