• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. Perkreditan adalah pemberian atau penyaluran uang, barang yang dipinjamkan dengan janji dibayar menurut ketentuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. Perkreditan adalah pemberian atau penyaluran uang, barang yang dipinjamkan dengan janji dibayar menurut ketentuan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Perkreditan adalah pemberian atau penyaluran uang, barang yang dipinjamkan dengan janji dibayar menurut ketentuan tertentu.1 Ketentuan tertentu tersebut bisa berupa kelayakan seseorang atau sebuah perusahaan dalam mendapatkan kredit. Kelayakan tersebut berdasarkan pada empat alasan, yaitu moralitas, kepandaian atau kemampuan, modal yang dimiliki, serta jaminan yang dapat diberikan.2 Pada dasarnya kredit merupakan pemberian pinjaman atas dasar kepercayaan kepada si peminjam.3

Pemberian kredit dapat diartikan sebagai sebuah usaha dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam perkembangan

1 Daidumi Darmawan, dkk, Kamus Istilah Ekonomi, Pusat Pengembangan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (Jakarta: Depdikbud,1984). hlm. 92.

2 Drs. Winardi, Kamus Ekonomi, (Bandung: ALUMNI, 1969). hlm.127.

3 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, (Jakarta: Gramedia, 1990). hlm.17.

(2)

kehidupan sosial-ekonomi, masalah perkreditan memiliki peranan penting karena mampu menjadi sebuah alternatif penolong bagi keberlangsungan perekonomian masyarakat. Tujuan diberikannya kredit adalah meningkatkan aktivitas sebuah usaha agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.4 Selain itu, kredit juga sebagai salah satu langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup maupun untuk perbaikan ekonomi. Masyarakat secara umum membutuhkan perkreditan untuk mencukupi dan membiayai berbagai macam kebutuhan mereka.

Sistem perkreditan memiliki beberapa bentuk, diantaranya kredit tanah, kredit barang, kredit tenaga, kredit uang.5 Kredit tanah merupakan salah satu bentuk kredit tradisional berupa penyewaan atau penggadaian tanah. Hal ini dapat dilihat pada masa kolonial, ketika hasil dari panenan masih harus digunakan petani untuk memenuhi berbagai kewajiban lain, sehingga pilihan bagi para petani yang membutuhkan uang adalah menyewakan atau menggadaikan tanah mereka dalam jangka waktu tertentu.

Jenis kredit kedua adalah kredit barang. Kredit ini berupa kredit atas barang-barang rumah tangga dan komoditi pertanian (biasanya berupa bibit, tanaman padi, atau tanaman palawija). Pada sistem kredit barang –dalam hal pertanian- dikenal istilah

4 Thomas Suyatno, dkk, op. cit. hlm.14.

5 Heru Nugroho, Uang, Rentenir, dan Hutang Piutang di Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

(3)

ijon.6 Sistem ijon hingga saat ini masih dapat ditemukan di

pedesaan-pedesaan di seluruh pelosok Indonesia.

Jenis kredit ketiga adalah kredit tenaga. Di dalam sistem kredit ini para pekerja menerima uang muka untuk pekerjaan yang akan dilakukan. Kredit tenaga berbarengan dengan kredit tanah, karena pihak penyewa selain dapat memaksimalkan hasil tanah juga dapat memanfaatkan tenaga dari para pekerja pemilik tanah dengan upah yang rendah.

Dikenal pula perkreditan tradisional lain seperti kesepakatan jual dol tinuku. Sistem kredit ini mengisyaratkan orang yang membutuhkan pinjaman uang, harus memberikan pernyataan yang diketahui oleh kepala desa atau pegawai pemerintahan desa yang kemudian diberikan kepada kreditur. Dari sistem ini, banyak tanah, maupun barang lain yang dijadikan kesepakatan peminjam kredit kemudian beralih menjadi milik pemberi kredit. Jenis kredit tradisional yang kemudian menjadi populer adalah kredit uang.

Penelitian ini akan lebih spesifik membahas tentang kredit uang. Salah satu gambaran historis mengenai praktek perkreditan uang dapat ditemukan di pedesaan di Tasikmalaya.7 Disana

6 Istilah ini mengacu pada sebuah sistem bayar uang di muka untuk tanaman yang belum siap panen/matang. Ngijon berasal dari kata

‘ijo’ karena pada saat transaksi berlangsung tanaman masih hijau. Heru

(4)

ditemukan berbagai lembaga yang menyediakan jasa perkreditan, diantaranya adalah lumbung desa, Bank Daerah serta Bank Desa yang mengalami perkembangannya sekitar abad ke-20.

Perkreditan, pada dasarnya memiliki fungsi untuk meningkatkan daya guna dan meningkatkan peredaran uang-barang. Selain itu sebagai alat stabilitas ekonomi serta meningkatkan kegairahan dalam berusaha sehingga perkreditan menjadi salah satu bagian penting dalam perekonomian dan perdagangan. Dalam konteks penelitian ini, perkreditan dilihat sebagai sebuah alternatif bagi para pengusaha khususnya pedagang di pasar berkaitan dengan peningkatan daya guna usaha mereka.

Pasar adalah sebuah lembaga ekonomi terkecil yang kompleks dalam struktur sebuah negara. Pasar adalah tempat dimana para pedagang sebagai produsen maupun penyalur dan pembeli sebagai konsumen bertemu dan saling berinteraksi. Menariknya, jumlah anggota pasar yang banyak, sering dijadikan tujuan atau target bagi para pemberi jasa kredit, baik yang informal maupun formal. Setiap anggota pasar khususnya pedagang memiliki kebutuhan akan kredit yang berbeda-beda

7 Widyo Nugrahanto, dkk, “Perkreditan Rakyat Di Tasikmalaya Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda dan Republik Indonesia 1900-2003”, Laporan Penelitian, (Lembaga Penelitian Fakultas Sastra, Universitas Padjajaran, 2008).

(5)

tergantung keperluan. Hal ini menyebabkan keberadaan mereka sering dianggap memiliki kaitan erat dengan munculnya kebutuhan akan jasa kredit. Tentunya, menjadi lahan basah bagi para pemberi kredit untuk menawarkan jasanya. Pemberi kredit informal atau pelepas uang di pasar banyak memiliki penyebutan. Salah satu penyebutan yang umum dipakai atau sering dikenal oleh para anggota pasar adalah potang atau rentenir.

Pasar identik dengan perdagangan dan pertukaran, sehingga tidak ada pasar tanpa perdagangan dan tidak ada pasar tanpa pertukaran. Pasar juga memiliki fungsi sebagai pusat pengembangan ekonomi rakyat. Di Yogyakarta masih dapat dijumpai pasar-pasar tradisional yang masih langgeng melakukan aktivitasnya, salah satunya adalah pasar Beringharjo. Pasar ini menjadi menarik untuk dikaji karena pasar Berngharjo adalah satu-satunya pasar tradisional di Yogyakarta yang ditetapkan oleh pemerintah setempat menjadi pasar induk dan satu-satunya yang masuk dalam pasar kelas I. Selain itu pasar Beringharjo juga merupakan satu-satunya pasar sebagai pusat yang menjual jenis dagangan berupa kain batik, lurik serta segala bahan baku jamu-jamuan yang menjadikan pasar ini unik.

Data dari Dinas Pengelolaan Pasar kota Yogyakarta menyebutkan pendirian pasar Beringharjo bersamaan dengan pendirian Keraton pada tahun 1756 dan mulai berkembang

(6)

sebagai tempat transaksi jual-beli di tahun 1758.8 Kondisi pasar Beringharjo dahulunya berupa bangunan satu lantai yang terdiri dari los-los memanjang dengan selasar yang ditinggikan dan digunakan sebagai tempat berdagang. Pedagang datang setiap hari9 membawa dagangannya. Belum terdapat kios-kios seperti kondisi saat ini. Setiap pagi pedagang datang ke pasar menempati selasar, kemudian menggelar dan menata dagangan di depannya sambil duduk lesehan.10

Pasar Beringharjo adalah pasar tradisional terbesar di Yogyakarta yang didirikan sebagai simbol ekonomi. Sebagai bagian dari kerajaan Mataram Islam, kerajaan Ngayogyakarta mendirikan bangunan-bangunan bersimbol dalam pembangunan Keraton

8 Dokumen Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta. hlm. 6. 9 Perlu diketahui bahwa di Jawa khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat pasar-pasar yang ramai hanya pada saat hari/pasaran tertentu. Menurut penanggalan Jawa, seminggu terdiri dari lima hari yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon yang berdampingan dengan hari-hari penanggalan umum. Glen Chandler dalam esainya berjudul “Wanita Pedagang di pasar - pasar desa di Jawa” dalam majalah Prisma no.10/1985 hlm.107 memaparkan bahwa selama sehari atau beberapa hari dalam seminggu menurut penanggalan Jawa, sebuah pasar tiba-tiba ramai oleh pedagang musiman dan keliling yang “membuka pasar” secara berkala, sehingga sebuah pasar berfungsi sebagai pasar hanya pada hari-hari pasar tersebut.

10 Pernyataan disampaikan oleh Jamhanah. Pedagang pasar Beringharjo barat yang telah berjualan sejak 1968 dan sejak kecil mengikuti ibunya berjualan di pasar Beringharjo. Kondisi seperti ini masih dapat ditemui di Beringhajo bagian pasar tengah lantai dua komoditi dagangan pisang.

(7)

maupun dalam pola tata-kotanya.11 Pasar yang dibangun di wilayah kerajaan Ngayogyakarta tersebut dinamakan Pasar Gede yang kemudian dikenal dengan nama pasar Beringharjo.12 Pasar ini menjadi salah satu komponen utama dalam pembangunan tata-kota, sehingga keberadaannya menjadi penting bagi Yogyakarta.

Pada perkembangannya kemudian, di dalam pasar Beringharjo terdapat lembaga formal maupun informal yang memberikan fasilitas pinjaman berupa uang atau barang secara kredit. Sumitro Djojohadikusumo dalam bukunya mengatakan bahwa kredit yang realisasinya dipakai untuk kegiatan produktif lazim disebut dengan istilah kredit dinamis. Kredit dinamis adalah kredit yang pemanfaatannya sengaja untuk meningkatkan taraf kesejahteraan krediturnya.13 Jenis kredit yang penggunaannya tidak untuk meningkatkan taraf ekonomi pemakainya, tetapi lebih banyak dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, disebut kredit statis

11 Penjelasan lebih jelas mengenai pola tata-ruang kerajaan lihat pada: Inajati Adrisijanti. “Kotagede, Plered, dan Kartasura sebagai pusat Kerajaan Mataram-Islam (1578 TU-1746 TU) suatu kajian arkeologi”,

Disertasi, Ilmu Humaniora UGM, 1997. Pola tata-ruang ini umum

diketahui sebagai catur gatra tunggal.

12 Penjelasan disampaikan Mas Tirto Joyo Tamtama. Abdi dalem Keraton Ngayogyakarta sejak tahun 1976. Keterangan lebih lengkap lihat bab III.

13 Sumitro Djojohadikusumo, Kredit Rakyat di Masa Depresi, (Jakarta: LP3ES, 1989). hlm. 268.

(8)

Menyediakan kebutuhan kredit bagi para pedagang merupakan salah satu cara yang dirasa cukup efektif untuk mengembangkan usaha serta meningkatkan perekonomian yang ada di pasar. Lembaga kredit kemudian bertumbuh seiring berkembangnya serta naiknya kebutuhan akan jasa kredit. Salah satu lembaga formal yang memberikan fasilitas pinjaman kredit terlama yang ada di pasar Beringharjo adalah Koperasi Pedagang Pasar (KOPPAS) Beringharjo yang berdiri pada tahun 1990.14

Tujuan didirikannya koperasi pasar salah satunya membantu anggota pasar agar terhindar dari para potang atau rentenir.15 Koperasi pasar memberikan fasilitas berupa kredit uang yang dapat diakses oleh para anggota pasar. Namun hal tersebut tidak lantas membuat para anggota pasar bergairah untuk menggunakan fasilitas yang diberikan. Pada kenyataannya, anggota pasar utamanya para pedagang, sebagian diantaranya tetap lebih memilih meminjam uang ke kerabat. Karena beberapa alasan juga, sejumlah pedagang malah lebih memilih untuk meminjam ke lembaga kredit informal yang beredar di pasar dibanding meminjam uang ke koperasi maupun lembaga formal penyedia kredit lainnya untuk urusan dagang mereka.

14 Arsip Koperasi Pedagang Pasar Beringharjo. Diakses tanggal 9 September 2013. Pendiri KOPPAS Beringharjo adalah Mubyarto, Guru Besar Ekonomi Kerakyatan FEB UGM.

15 Penjelasan disampaikan Prapti. Salah satu pengurus KOPPAS Beringharjo.

(9)

Dari hasil wawancara dengan sejumlah informan didapati bahwa kredit informal mulai muncul dan beroperasi di pasar Beringharjo sekitar tahun 1967-1968an. Dari latar belakang tersebut, skripsi ini ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai peranan lembaga kredit baik formal maupun informal yang berada di pasar, beserta kaitannya dengan aktivitas perdagangan para pedagang di pasar Beringharjo.

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup Penelitian

Penulisan sejarah sebagai usaha rekonstruksi masa lalu hanyalah mungkin dilakukan apabila pertanyaan pokok telah dirumuskan.16 Dengan adanya pokok permasalahan, maka penelitian sejarah akan lebih fokus sehingga dapat menghasilkan pemahaman lebih baik. Fenomena mengenai sistem perkreditan yang terjadi di pasar Beringharjo menarik untuk ditulis karena dapat menambah perbendaharaan tulisan mengenai tema terkait.

Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah relasi antara perkembangan beragam jenis perkreditan di pasar Beringharjo dengan aktivitas perdagangan pedagang di pasar tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui

16 Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo (eds.), Ilmu

Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif, (Jakarta: Gramedia,

(10)

jenis-jenis kredit apa saja yang banyak dimanfaatkan oleh para pedagang di pasar Beringharjo. Guna memudahkan pembahasan, maka pokok permasalahan tersebut diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan perkreditan di pasar Beringharjo dan apa saja jenisnya ?

2. Jenis kredit manakah yang mendominasi permodalan di pasar Beringharjo ? mengapa para pedagang lebih memilih kredit tersebut ?

3. Sejauh mana kredit tersebut membantu aktivitas perdagangan mereka ? bagaimana mereka mengolahnya ?

Penulisan sejarah akan lebih teratur jika memenuhi aspek spasial dan temporal. Spasial untuk menunjukkan bahwa peristiwa sejarah yang terjadi di suatu daerah belum tentu berkaitan dengan peristiwa di daerah lainnya. Digunakannya aspek temporal memiliki fungsi sebagai pembatas bagi awal dan akhir penelitian untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang tidak ada relevansinya dengan tema yang ingin ditulis.17

Cakupan spasial penelitian ini adalah wilayah Yogyakarta dengan spasial khusus pasar Beringharjo. Bahasan mengenai pasar akan selalu menarik untuk dikaji karena dari bahasan

(11)

tersebut akan diperoleh gambaran dimensi-dimensi sosial mengenai perdagangan, maupun perilaku pedagang dalam ekonomi pasar. Dari bahasan mengenai pasar. kita dapat mengungkap jaringan perdagangan antara pedagang besar-kecil, pedagang lokal maupun dari daerah lain. Melalui pasar, dapat diketahui juga pola serta jaringan perdagangan dari pasar satu ke pasar yang lain.

Pasar Beringharjo dipilih karena pasar Beringharjo adalah pasar tradisional yang menjadi pasar induk dan terbesar di wilayah Yogyakarta. Dengan kondisinya sebagai pasar terbesar, tentu sistem perkreditan yang berkembang disana cakupannya lebih luas dengan perputaran uang kredit yang lebih besar dibanding dengan pasar-pasar tradisional lainnya yang berada di wilayah Yogyakarta.

Cakupan temporal dalam penelitian ini dimulai pada tahun 1966. Alasan membatasi awal penelitian pada tahun 1966 karena tahun tersebut adalah awal kejatuhan pemerintahan Soekarno yang mewariskan sistem ekonomi dengan tingkat inflasi yang tinggi sampai sekitar 600%. Tingkat inflasi yang tinggi secara garis besar dapat mempengaruhi roda perekonomian karena arus uang menurun sedangkan arus barang meningkat. Hal ini yang membuat penulis ingin mencari tahu adakah pengaruhnya sampai ke tingkat paling mikro, yaitu pasar tradisional yang berada di daerah.

(12)

Alasan lain batasan awal pemilihan tahun ini karena perkreditan di pasar Beringharjo ditengarai mulai muncul sejak tahun 1966-an, sehingga diharapkan masih dapat dijumpai sumber yang masih hidup dan dapat dijadikan salah satu sumber utama (lisan) dalam penelitian.

Batasan akhir dari penelitian ini adalah tahun 1998 karena pada tahun ini terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia. Penelitian ingin melihat adakah pengaruh krisis moneter terhadap perkreditan maupun perdagangan skala mikro yang terdapat di pasar Beringharjo.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan beberapa hal berikut. Pertama, mengenai peranan kredit bagi para pedagang serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan mereka. Kedua, mengungkapkan keterkaitan antar berbagai pelaku ekonomi di pasar Beringharjo terutama pedagang serta lembaga pemberi kredit baik yang bersifat formal yaitu koperasi, dan perbankan maupun yang informal seperti rentenir,

mindring, dsb.

Dengan mengangkat tema mengenai perkreditan diharapkan skripsi ini dapat menambah serta melengkapi tulisan mengenai

(13)

tema terkait yang telah ada. Belum terdapat penelitian spesifik mengenai kredit di pasar Beringharjo dan aktivitas perdagangannya sehingga hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuh kajian baru tentang dinamika yang ada di pasar Beringharjo dan pentingnya keberadaan pasar tersebut sebagai bagian dari ekonomi kota Yogyakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Studi kepustakaan merupakan hal yang penting dalam sebuah penelitian. Dari kepustakaan tersebut akan muncul gagasan, referensi, serta kritik atas sumber untuk penulisan sejarah. Observasi dilakukan guna mendapatkan tinjauan kepustakaan. Dalam penelitian ini, berbagai pustaka yang digunakan, dikelompokkan dalam tiga kelompok.

Pertama, adalah kelompok pustaka yang membahas mengenai Yogyakarta. Buku “Sejarah Perkembangan Sosial kota

Yogyakarta 1880-1930” milik Abdurrachman Surjomihardjo18 membantu penulis dalam memberikan gambaran mengenai kondisi Yogyakarta masa lampau. Dalam bukunya, Abdurrachman

18 Abdurrachman Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Sosial

kota Yogyakarta 1880-1930, (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia,

(14)

menguraikan mengenai kondisi Yogyakarta serta lembaga-lembaga yang mulai bertumbuh seiring perkembangan masyarakat serta kota Yogyakarta.

Buku kedua, “Perubahan Sosial di Yogyakarta” karangan Selo Soemardjan19 adalah buku penting lain bagi penelitian ini. Dalam bukunya yang sudah sering dijadikan refrensi bacaan, Selo sebagai seorang sosiolog melihat Yogyakarta dari sudut yang berbeda. Ia melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan data mengenai persoalan maupun perubahan yang terjadi di Yogyakarta dalam berbagai periode.

Selo juga menjelaskan adanya persoalan serta perubahan yang terjadi dari sisi kaum bawah maupun dalam pemerintahan, sehingga uraian yang menyeluruh mengenai munculnya persoalan dan perubahan di Yogyakarta dari berbagai sudut menyebabkan buku ini patut dijadikan referensi bacaan mengenai Yogyakarta.

Dalam buku ketiga, “Kolonialisme, Kebudayaan, dan Warisan Kolonial: Esai-Esai Persembahan 80 tahun Profesor Djoko Soekiman”20 yang berisi kumpulan esai-esai persembahan 80 tahun Profesor Djoko Soekiman, terdapat esai yang ditulis Adaby

19 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990).

20 Sri Margana, dkk, Kolonialisme, Kebudayaan, dan Warisan

Kolonial: Esai-Esai Persembahan 80 tahun Profesor Djoko Soekiman,

(15)

Darban yang juga menjadi referensi dalam penelitian ini. Esai tersebut memberi gambaran bahwa dalam setiap keraton atau kerajaan Islam, selalu ditemukan pola tata ruang di kota keraton/kerajaan Islam tersebut, yakni terdiri dari Keraton-masjid- alun-alun dan pasar.

Laporan penelitian dari Adaby Darban “Kebangkitan Orde baru di Yogyakarta”21 juga membantu dalam memberikan gambaran kondisi sosial, ekonomi, politik di Yogyakarta pada masa awal Orde Baru. Beberapa bagian dalam laporan penelitian ini menjelaskan mengenai perubahan yang terjadi dan lebih spesifik mengenai kondisi ekonomi berupa ketidakstabilan beberapa komponen bahan pokok akibat krisis politik yang terjadi di Yogyakarta. Bagian lain dalam laporan penelitian ini menjelaskan mengenai pemberontakan PKI dan munculnya gerakan-gerakan di Yogyakarta dan adanya beberapa aksi dari masyarakat dalam menegakkan Orde Baru. Laporan penelitian ini membantu dalam proses penggambaran kondisi pada masa tersebut yang kemudian dapat dijadikan bahan rujukan dalam menggali informasi kepada para informan.

Kelompok kedua, adalah pustaka yang berhubungan dengan pasar. Buku pertama karangan Jennifer Alexander “Trade, Traders

21 A.Adaby Darban, dkk, “Kebangkitan Orde Baru di Yogyakarta”,

Laporan Penelitian, (Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1993).

(16)

and Trading in Rural Java”22 membantu penulis dalam memperoleh gambaran mengenai pasar, khususnya di daerah Jawa Tengah. Alexander mendiskripsikan berbagai aspek sosial, ekonomi politik di daerah Kebumen, Jawa Tengah yang berhubungan dengan perkembangan pasar di wilayah tersebut. Alexander juga menjelaskan dalam bukunya secara rinci mengenai pasar, warung, depot serta toko. Dalam penjelasannya mengenai pasar ia menguji kaitan antara suatu pasar dengan kota, kecenderungan adanya pasar dalam waktu tertentu, serta alasan pedagang bekerja di satu pasar. Ia juga meneliti hubungan antara setting harga dan arus informasi yang ia lakukan dengan analisis penawaran.

Skripsi berjudul, “Pasar Tradisional di Kudus Wetan: Dinamika Sosial-Ekonomi para Pedagang tahun 1960an-1970an”23 juga membantu penulis untuk lebih mengerti mengenai peranan pasar tradisional. Dalam skripsinya Faridl membahas mengenai gambaran ekonomi lokal yang fokusnya pada dinamika pedagang di pasar tradisional di Kudus. Dari skripsi tersebut, penulis mendapatkan gambaran mengenai pasar tradisional secara lebih

22 Jennifer Alexander, Trade, Traders and Trading in Rural Java, (New York: Oxford University Press, 1987).

23 Masdar Faridl AS, “Pasar Tradisional di Kudus Wetan: Dinamika Sosial-Ekonomi para Pedagang tahun 1960an-1970an”,

(17)

menyeluruh. Faridl juga menjelaskan mengenai aktivitas pedagang di pasar tersebut.

Kelompok ketiga adalah pustaka yang membahas mengenai perkreditan serta perdagangan. Buku pertama adalah karya Sulistyawardhani yang berjudul “Kredit Rakyat.”24 Di dalam buku ini terdapat ulasan mengenai timbulnya lembaga perkreditan dan perkembangannya di pulau Jawa. Sulistyawardhani menjelaskan bahwa Lembaga Perkreditan Rakyat berhasil, karena jumlah peminjam yang menunjukkan peningkatan. Namun jika dilihat dari segi kualitatif, munculnya Lembaga Perkreditan Rakyat kurang berhasil karena dalam praktiknya tidak dapat menghambat praktik rentenir. Dari buku ini kemudian dapat ditarik garis linier bahwa sistem perkreditan telah berkembang dan masih ada hingga saat ini.

Buku menarik kedua milik Heru Nugroho berjudul “Uang,

Rentenir, dan Hutang-Piutang di Jawa”25 yang membahas mengenai adanya kaitan antara kebutuhan uang dengan kemunculan rentenir di Jawa. Dalam buku tersebut Heru mengambil spasial di daerah Bantul sehingga dari buku tersebut membantu untuk lebih mengetahui bagaimana perkreditan itu

24 MG. Sulistyawardhani, Kredit Rakyat. Suatu Studi Pendahuluan

Pada Awal Abad XX di Jawa, (Yogyakarta: Yayasan Kalika Budaya,

2000).

25 Heru Nugroho, Uang, Rentenir, dan Hutang-Piutang di Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

(18)

muncul di wilayah Bantul sehingga membuat penulis semakin tertarik untuk menulis mengenai perkreditan di wilayah kota Yogyakarta.

Laporan penelitian milik Widyo Nugrahanto juga membahas mengenai pekreditan.26 Widyo menjelaskan bahwa perkreditan rakyat oleh bank daerah di Tasikmalaya pada awal abad 20 mengalami kemajuan. Daerah Tasikmalaya sebagai daerah pedesaan memiliki lumbung desa yang berfungsi sebagai pemberi kredit ke penduduk pada masa paceklik. Bank desa muncul dan menjalin kerja sama dengan lumbung desa. Penelitian ini juga mempelajari kehidupan sosial ekonomi yang berkaitan dengan sistem perkreditan rakyat di Tasikmalaya, sehingga Widyo ingin melihat sistem perkreditan rakyat seperti apa yang tidak berdampak buruk bagi rakyat kecil.

Selanjutnya adalah disertasi milik Haryono Rinardi, “Kredit untuk Rakyat: Kebijakan Kredit Kecil Perbankan untuk usaha kecil dan menengah 1904-1990”.27 Disertasi ini mengkaji kebijakan kredit yang dikeluarkan oleh penguasa di Indonesia. Dalam disertasinya, didapati informasi bahwa perkreditan telah

26 Widyo Nugrahanto, dkk, “Perkreditan Rakyat Di Tasikmalaya Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda dan Republik Indonesia 1900-2003”, Laporan Penelitian, (Lembaga Penelitian Fakultas Sastra. Universitas Padjajaran, 2008).

27 Haryono Rinardi, “Kredit untuk Rakyat: Kebijakan kredit kecil perbankan untuk usaha kecil dan menengah 1904-1990”, Disertasi, Pasca Sarjana, UGM, 2011.

(19)

ada sejak masa kolonial. Haryono juga memaparkan perubahan perilaku masyarakat daerah koloni pada awal abad 20 yang ditandai dengan kondisi “kelaparan kredit” yang disebabkan rendahnya tingkat pendapatan. Adanya peningkatan kebutuhan uang tunai sebagai kewajiban penduduk untuk membayar pajak juga menjadi beban tersendiri bagi penduduk. Ia berpendapat bahwa faktor utama terbentuknya kredit di pedesaan adalah kurangnya modal serta beban yang harus ditanggung penduduk pedesaan sehingga menyebabkan terjadinya utang-piutang.

Lalu tesis berjudul “Aktivitas Perkreditan di Karesidenan Pekalongan 1901-193928” karya Ririn Darini yang memaparkan mengenai kegiatan perkreditan yang berlangsung di pedesaan di karesidenan Pekalongan. Ririn memberikan penjelasan bahwa akibat meluasnya ekonomi uang menyebabkan masyarakat pedesaan menjadi tergantung pada uang. Terjadi kesenjangan dalam pemasukan dan pengeluaran sehingga menyebabkan penduduk desa semakin bergantung pada kredit.

Ada pula disertasi milik Widigdo Sukarman yang berjudul “Liberalisasi: Ekonomi-Politik Perbankan Masa Orde Baru”.29 Fokus disertasi milik Widigdo adalah mengenai liberalisasi

28 Ririn Darini, “Aktivitas Perkreditan di Karesidenan Pekalongan 1901-1939”, Thesis, Ilmu Humaniora, UGM, 2004.

29 Widigdo Sukarman, “Liberalisasi: Ekonomi-Politik Perbankan Masa Orde Baru”, Disertasi, Ilmu Politik, UGM, 2003.

(20)

perbankan terkait dengan Pakjun 1983 dan Pakto 1988.30 Ia membahas mengenai latar belakang yang mempengaruhi pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Ia juga menjelaskan mengenai peranan perbankan dalam tata perekonomian Indonesia sebagai alat stabilisasi moneter. Widigdo membagi bahasan bab per bab-nya dengan uraian mengenai peranan pemerintah, kebijakan yang diambil terkait dengan perekonomian yang memburuk dengan pembukaan pasar finansial domestik sehingga muncul Pakto 1988, serta gambaran mengenai efek dari kebijakan tersebut.

Disertasi milik Widigdo ini membahas perekonomian Indonesia secara makro. Dari disertasinya tersebut penulis memiliki gambaran kondisi perekonomian makro Indonesia terkait dengan kebijakan pemerintah, bidang perbankan, maupun perkembangan pembangunan dan industrialisasi di tahun tersebut. Selain itu penulis juga mendapatkan gambaran mengenai dampak akibat diterapkannya dua kebijakan tersebut terhadap perekonomian makro Indonesia.

30 Pakjun 1983 adalah Kebijakan 1 Juni 1983 yang dikeluarkan pemerintah dengan maksud untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi perkembangan di sektor perbankan terkait dengan perkreditan dan pengerahan dana. Pakto 1988 adalah kebijakan yang juga dikeluarkan pemerintah tanggal 27 Oktober 1988 untuk menjaga stabilitas pembangunan yang sedang tumbuh. Paket Kebijakan ini meliputi deregulasi di bidang moneter, keuangan dan perbankan, salah satunya dengan pemberian kembali izin usaha pendirian bank-bank baru maupun perluasan cabang bank. Untuk lebih jelasnya baca: BI.go.id. diakses tanggal 14/01/15.

(21)

Beberapa tinjauan pustaka diatas membantu penulis dalam melakukan pembandingan dengan penelitian yang akan dilakukan serta dalam penulisan penelitian. Dari beberapa tinjauan pustaka tersebut, penulis banyak mendapatkan data maupun informasi yang kemudian dapat membantu dalam pengerjaan penulisan penelitian maupun dalam penggalian informasi kepada para informan. Akan tetapi, dari beberapa tinjauan pustaka yang dibaca diatas, penulis belum menemukan kajian yang secara spesifik membahas topik penelitian skripsi ini, yaitu mengenai perkreditan dan aktivitas perdagangan di pasar Beringharjo. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan tersebut.

E. Metode dan Sumber Penelitian

Dalam penelitian sejarah diperlukan tahapan kerja yang sistematis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan langkah awal memilih topik penelitian. Pemilihan topik ini artinya subyek yang diteliti dan dibahas adalah manusia dengan memperhatikan ruang lingkup temporal dan spasial tertentu di masa lampau. Kuntowijoyo menyarankan agar topik penelitian sebaiknya dipilih berdasar kedekatan emosional dan intelektual

(22)

agar dapat mengerjakan penelitian dengan baik.31 Inspirasi dipilihnya perkreditan dan aktivitas perdagangan di pasar Beringharjo sebagai topik dikarenakan belum adanya penulisan serupa mengenai perkreditan dan aktivitas perdagangan di pasar Beringharjo.

Embrio awal tema penelitian ini berawal dari keterlibatan penulis dalam proyek penelitian bersama pengajar jurusan Sejarah dengan tema perkreditan dan koperasi pasar.32 Penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih lanjut dengan tema perkreditan di kalangan pedagang karena studi lapangan tersebut mendorong penulis untuk mendalami persoalan kredit lebih lanjut lagi. Terdapat perbedaan dalam isi penelitian ini dengan penelitian terdahulu terutama karena penelitian saat ini dikaitan dengan aktivitas perdagangan di pasar Beringharjo.

Tahap kedua ialah heuristik atau penelusuran sumber. Dalam penelitian ini, sumber yang dipakai sumber primer dan sekunder, baik yang tertulis maupun tidak.33 Untuk pemahaman yang lebih baik mengenai persoalan kredit di kalangan pedagang, maka penelitian menggunakan sumber-sumber tertulis seperti

31 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995). hlm.91.

32 Penelitian dilakukan bersama salah satu staf pengajar jurusan Sejarah Drs. Arief Akhyat, M.A, dengan tema “Kredit dan Koperasi Pasar di Pasar Beringharjo 1970-1990an”.

(23)

buku atau arsip sejaman mengenai pasar Beringharjo, perkreditan, perdagangan dan tulisan terkait.

Sumber sumber pustaka tersebut didapati dari perpustakaan FIB, perpustakaan pusat UGM, Pusat Studi Kependudukan, perpustakaan Nasional, maupun kantor arsip kota Yogyakarta. Untuk sumber data-data lain seperti jurnal, harian atau surat kabar lainnya yang penting dan terkait dalam penelitian ini diperoleh dari Jogja Library, Perpustakaan Daerah Yogyakarta. Untuk sumber berupa tesis dan disertasi, diperoleh dari perpustakaan pusat UGM maupun di perpustakaan FIB.

Sumber lisan merupakan sumber utama dalam penelitian ini. Penelitian mewawancarai pelaku-pelaku ekonomi pasar yang terdiri dari pedagang dengan beragam jenis dagangan, serta lembaga kredit yang beroperasi di pasar Beringharjo baik yang formal maupun informal, untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai tema yang akan diteliti dalam penelitian ini.

Tahap berikutnya yaitu verifikasi sumber dengan cara melakukan kritik terhadap sumber tertulis dan tidak tertulis guna menguji autentisitas dan kredibilitasnya. Tahap selanjutnya yaitu interpretasi data dengan cara analisis dan sintesis. Maksudnya adalah menguraikan data-data yang telah didapat dari hasil wawancara maupun penelusuran buku, kemudian melakukan

(24)

sintesis dengan menyatukan fakta-fakta yang telah diverifikasi secara kronologis.

Tahapan yang terakhir adalah penulisan. Setelah melakukan heuristik dan kritik, maka akan diperoleh pemahaman mengenai fakta yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah yang dibantu oleh pendekatan antropologis, dan sosiologis.

Penelitian mengenai kredit memiliki tantangan tersendiri dalam pencarian datanya. Hal ini dikarenakan masalah kredit, hutang-piutang, seringkali tidak bisa dibicarakan secara terbuka, terutama oleh pedagang. Lagipula para pedagang tidak memiliki catatan tentang hutang mereka karena bagi mereka hal tersebut tidak lazim untuk dicatatkan. Itu sebabnya dalam menganalisis masalah perkreditan, penulis menggunakan pendekatan penelitian secara personal untuk menggali infomasi yang tidak terbuka tersebut agar informan mau berbagi informasi kepada penulis.

Pendekatan antropologi juga penulis lakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai situasi pada masa temporal penelitian. Penelitian ini ingin ditulis menggunakan pendekatan

Life History sehingga tulisan yang disajikan dalam bentuk

(25)

F. Sistematika Penulisan

Agar hasil penelitian ini dapat tersusun secara sistematis dan kronologis maka dibutuhkan sistematika penulisan untuk memberikan panduan terhadap bagian bagian yang ingin dijabarkan. Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama diawali dari pengantar yang terdiri dari latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. Bagian kedua, penulis membahas mengenai sejarah kota Yogyakarta secara administratif, serta sejarah pasar di Yogyakarta.

Bagian ketiga, penulis akan membahas mengenai sejarah pasar Beringharjo dan pentingnya pasar tersebut bagi masyarakat Yogyakarta, serta lembaga kredit yang terdapat di dalamnya. Di bagian bab empat, akan dibahas mengenai penggunaan kredit di kalangan pedagang pasar Beringharjo, serta aktivitas perkreditan yang ada di pasar. Bagian selanjutnya yaitu bagian akhir, adalah bab kelima berupa kesimpulan dari penelitian yang menjawab pokok-pokok permasalahan yang telah dijabarkan pada bab pengantar.

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini hasil pengolahan peramalan untuk supplier A berdasarkan metode peramalan yang dipilih dengan melihat nilai MAD terkecil dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi bubuk bawang putih dan konsentrasi garam dapur (NaCl) memberikan pengaruh terhadap uji organoleptik

a) Sistem yang dihasilkan dapat memprediksi masa studi mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. b)

Analisis pemaknaan leksikal peristilahan dalam Ne’baruakng Kulub cerita rakyat yang terdapat bahasa Kanayatn Mampawah (BDK) di Desa Pahokng Kecamatan Mempawah Hulu

KOMPILASI LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN REALISASI DAN PENGGUNAAN BELANJA HIBAH KABUPATEN CIANJUR PERIODE JULI S/D SEPTEMBER TAHUN ANGGARAN 2017.. URAIAN REALISASI Thp I REALISASI

Sri Setyani, M.Hum Tulus Yuniasih, S.IP., M.Soc.Sc Dra.. Sri Setyani,

Uji hausman adalah pengujian statistik untuk memilih apakah model fixed effect dan random effect yang paling tepat digunakan, apabila dari hasil Uji Chow tersebut

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study, menggunakan data primer berupa hasil pengukuran intensitas/tingkat kebisingan area kerja yang selanjutnya