• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya yang dimiliki oleh negara tersebut untuk digunakan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya yang dimiliki oleh negara tersebut untuk digunakan dalam"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Penelitian

Pemerintahan sebuah negara dibentuk dengan tujuan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh negara tersebut untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai organisasi non profit, pemerintah memperoleh dana operasionalnya terutama dari pajak yang dipungut dari masyarakat. Dengan kata lain, pemerintah merupakan otoritas pengelola keuangan publik. Hal ini melahirkan konsekuensi bahwa kesejahteraan masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mahsun et al. (2011:20) bahwa:

Pemerintah merupakan organisasi sektor publik terbesar yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjunjung tinggi keinginan rakyat, melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial, menjalankan aspek-aspek fungsional dari pemerintahan secara efisien dan efektif sehingga bisa terwujud good governance dengan sebenarnya.

Pernyataan di atas diperkuat oleh Yudani (2010:29) yang mengemukakan bahwa pemerintahan dalam suatu Negara mempunyai wewenang terhadap semua urusan yang berada dalam lingkup hukum publik yang bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan, menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Sejak era reformasi, kinerja pemerintah senantiasa menjadi sorotan masyarakat. Menurut Bastian (2006:20), masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar dan besar, yang ditandai dengan meningkatnya keinginan akan akuntabilitas dan transparansi kinerja terhadap pengelolaan sektor

(2)

publik. Hal ini menuntut pemerintah untuk memperbaharui dan menyesuaikan kinerjanya dengan kebutuhan publik. Perbaikan kinerja pemerintah menjadi agenda utama dalam reformasi sektor publik. Perbaikan terhadap kinerja pemerintah hanya dapat dilakukan bila kinerja tersebut terukur atau dengan kata lain pengukuran kinerja menjadi prasyarat yang harus dilakukan dalam upaya perbaikan kinerja pemerintahan. Mardiasmo (2009:166) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Kinerja sebuah organisasi diukur menggunakan alat ukur kinerja yang senantiasa mengalami perkembangan seiring perubahan lingkungan organisasi saat ini yang semakin kompleks. Hal ini terlihat dari adanya dua jenis alat ukur kinerja, yaitu yang bersifat tradisional dan alat ukur kinerja modern. Alat ukur kinerja memuat indikator-indikator kinerja yang menjadi dasar untuk melakukan evaluasi terhadap pencapaian organisasi.

Akuntansi sebagai sebuah sistem pencatatan dan pelaporan menjadi mutlak diperlukan dalam sebuah organisasi termasuk di sektor pemerintahan. Kinerja organisasi selama satu periode terekam dalam laporan yang dihasilkan oleh sistem akuntansi sebuah organisasi. Laporan tersebut kemudian menjadi dasar dalam mengukur kinerja organisasi. Akuntansi sektor publik berfungsi untuk memfasilitasi terciptanya alat ukur kinerja sektor publik yang memadai (Mardiasmo, 2009:166). Hal ini dipertegas oleh Mahmudi (2010:51) yang menyatakan bahwa Akuntansi memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan indikator kinerja sebagai dasar untuk mengukur kinerja. Pengukuran kinerja merupakan wujud dari akuntabilitas. Dengan demikian, akuntansi berperan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi organisasi pemerintah bagi masyarakat.

(3)

PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mencantumkan bahwa akuntabilitas yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Semakin langkanya persediaan sumber daya alam, semakin besarnya tuntutan akuntabilitas serta ketatnya persaingan dalam penyediaan layanan publik dari sektor swasta telah mengubah medan operasional (operational landscap) agen-agen sektor publik (Harun, 2009:72). Perubahan tersebut sebagaimana yang disebutkan Hasan (2008:97) bahwa, “… perubahan pola penyelenggaraan pemerintahan yakni dari pola tradisional konvensional menjadi pola yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat”. Pergeseran pola penyelenggaraan pemerintahan tersebut merupakan dampak dari penerapan konsep New Public Management yang merupakan salah satu gerakan reformasi di sektor publik. Chang (2007) dalam Gadenne (2009:1) menyimpulkan bahwa, “... there has been a paradigm shift in the public sector toward more accountability and the adoption of ‘new public management’ which is more closely aligned with private enterprise management system”. Jadi, pada organisasi sektor publik, telah terjadi pergeseran paradigma yang lebih menekankan akuntabilitas dan adopsi konsep new public management yang bersentuhan dengan sistem manajemen perusahaan swasta.

NPM merupakan teori manajemen publik yang beranggapan bahwa praktik manajemen sektor swasta adalah lebih baik dibandingkan dengan praktik manajemen sektor publik (Mahmudi, 2010:34). Hal inilah yang menurut Supranto (2010:30) membuat para pejabat pemerintah melaksanakan peninjauan dan dalam beberapa hal mengadopsi praktik-praktik sektor swasta, yang salah satunya terkait pengukuran dan penilaian kinerja (performance metrics and

(4)

appraisal), yang menurut Rai (2008:16) merupakan bagian dari akuntabilitas kinerja. Harun (2009:72) berpendapat bahwa,

konsep lama yang hanya mengukur kinerja sektor publik dari sudut efisiensi keuangan belaka sekarang sudah tidak memadai. Selain efisien secara biaya (efficient cost), fokus perhatian para manajer agen sektor publik mutlak diarahkan secara serempak pada kemampuan inovasi dalam memenuhi kebutuhan yang dikehendaki masyarakat. Disinilah letak pentingnya pengukuran kinerja sektor publik secara komprehensif.

Teknik pengukuran kinerja pada sektor private ada beberapa macam dimana menurut Kodrat (2009:222), “balanced scorecard masih merupakan salah satu konsep pengukuran kinerja yang terbaik sampai saat ini”. Hansen dan Mowen (2006:509) menjelaskan bahwa, “balanced scorecard adalah sistem manajemen strategis yang mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi”. Balanced scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan (Kaplan et al., 2000:6). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa balanced scorecard merupakan teknik pengukuran kinerja yang komprehensif karena menurut Mardiasmo (2009:123), “dengan balanced scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek finansialnya saja, akan tetapi juga aspek nonfinansial”. Meskipun pada awalnya balanced scorecard digunakan untuk memperbaiki pengukuran kinerja bagi organisasi di sektor private, namun Moeheriono (2012:161) menyatakan bahwa, “dalam perkembangan selanjutnya, balanced scorecard dapat diterapkan secara efektif sebagai inti sistem manajemen stratejik pada semua tipe organisasi apa saja, termasuk organisasi yang bermotif laba, organisasi sektor publik, maupun organisasi nirlaba/sosial (tanpa untung)”. Hal yang serupa dikemukakan oleh Kaplan (1998) dalam Garrison et al. (2007:108) bahwa, “sama halnya dengan organisasi bisnis, organisasi pemerintah dan nirlaba dapat menggunakan pendekatan balanced

(5)

scorecard untuk mengukur kinerja”. Balanced scorecard seyogyanya dikembangkan oleh setiap organisasi pemerintah untuk mempertajam perannya dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, sehingga membedakannya dengan organisasi pemerintah lain (Darwanto, 2003:8).

Karakteristik organisasi pemerintah berbeda dengan karakteristik yang dimiliki organisasi bisnis. Mahsun et al. (2011:147) menyatakan bahwa, “pada dasarnya, memang ada perbedaan antara fokus pengukuran kinerja sektor swasta komersial dengan organisasi layanan publik”. Jika dalam organisasi bisnis, tumpuannya adalah pada perspektif keuangan, maka dalam organisasi sektor publik tumpuannya adalah pada perspektif pelanggan karena pelayanan publik merupakan bottom line organisasi (Mahmudi, 2010:143). Perbedaan karakteristik antara sektor publik dengan sektor privat menimbulkan keraguan terkait upaya mengadopsi praktik-praktik sektor swasta ke dalam sektor publik termasuk upaya untuk menerapkan balanced scorecard di sektor pemerintahan. Hal ini disampaikan oleh Supranto (2010:30) bahwa,

beberapa orang menanyakan seberapa jauh hal ini bisa terjadi mengingat bahwa operasi pemerintah sifatnya sangat berbeda dengan operasi bisnis. Teriakan untuk membuat lebih efisien, efektif, dan inovatif yang mengejutkan banyak orang sepertinya sia-sia saja.

Rai (2008:18) menyatakan, “pengukuran kinerja pada sektor publik lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan pengukuran kinerja pada sektor privat. Meskipun demikian, bukan berarti pengukuran kinerja tidak dapat dilakukan selama kita cukup cermat memerhatikan permasalahan yang ada”. Penelitian terkait implementasi teknik pengukuran kinerja balanced scorecard pada organisasi sektor publik telah dilakukan oleh beberapa akademisi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gadenne et. al. (2009:20) menyimpulkan,

(6)

“balanced scorecard implementation in the public sector clearly has its own unique challenges which stem from the nature of its accountability to citizens within communities rather than to shareholders”. Jadi, penerapan balanced

scorecard pada sektor publik memiliki tantangan tersendiri karena

pertanggungjawabannya lebih kepada masyarakat daripada pemegang saham. Dengan kata lain, sifat organisasi sektor publik yang nonlaba (tidak mencari keuntungan) yang berbeda dari organisasi bisnis yang berorientasi profit, menjadi tantangan dalam upaya penerapan balanced scorecard di instansi pemerintah. Bolivar et al. (2010:119) menyatakan bahwa, “... as local authorities are complex organizations and rationalism is not always applied in nature, the municipalities should adopt BSC considering the particularities of this type of organization”. Instansi pemerintah tergolong organisasi yang kompleks, sehingga adopsi balanced scorecard perlu mempertimbangkan karakteristik khas organisasi tersebut. Dengan demikian, balanced scorecard sebagai sistem manajemen kinerja akan mencapai efektifitas yang tinggi apabila disenyawakan dengan desain organisasi yang mampu merespon dan mengeksploitasi peluang ke depan guna kepuasan publik (Wilopo, 2012:16).

Penelitian mengenai balanced scorecard pada sektor publik di Indonesia masih sedikit, kalau adapun terbatas pada Rumah Sakit dan Universitas sebagai BLU (Badan Layanan Umum) (Nurkhikmah, 2013). Penelitian-penelitian tersebut berupa penelitian evaluatif yang menilai kinerja dari objek yang diteliti dengan menggunakan teknik balanced scorecard seperti yang dipraktikkan di sektor bisnis. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Fatmanelly et al. (2010) yang berjudul “Analisis Kinerja RSUD dr. Adnaan WD Tahun 2010 dengan Metoda Balanced Scorecard”. Dalam mengukur perspektif keuangan instansi tersebut, menggunakan analisis rasio yang salah satunya yaitu rasio return on investment

(7)

(ROI) yang menurut Hansen et. al. (2006:565) merupakan rasio laba usaha dengan aset operasional rata-rata. Penggunaan rasio ini tidak sesuai dengan karakteristik sektor publik atau dalam hal ini badan layanan umum yang tujuannya menurut Darise (2009:258), “... dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan”. Hal ini dipertegas oleh Behn (2003:587) yang mengemukakan bahwa, “unfortunately, the kinds of financial ratios the business world uses to measure a firm’s performance are not appropriate for the public sector”. Oleh sebab itu, perlu dilakukan modifikasi teknik pengukuran balanced scorecard agar dapat diterapkan di sektor pemerintahan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Moudenne (2012:12) bahwa, “as purposefully developed for commercial organisations, the basic framework of the BSC should be modified for enabling public sector organisations to utilise it to full advantage”. Hingga tulisan ini dibuat, literatur yang membahas mengenai konsep balanced scorecard untuk sektor pemerintahan masih sangat jarang dijumpai terutama di negara berkembang yang belum menerapkan konsep tersebut secara luas pada sistem pemerintahannya.

Penulis bermaksud mengadakan studi pustaka untuk menguraikan konsep balanced scorecard yang sesuai dengan karakteristik atau desain organisasi di sektor pemerintahan sehingga pengukuran kinerja pemerintah dapat lebih efektif dalam mencapai strategi yang telah dirumuskan. Penulis juga menguraikan perkembangan dalam penerapan sistem pengukuran kinerja balanced scorecard di sektor pemerintahan beberapa negara, sebagai rujukan untuk melihat bagaimana konsep tersebut dikembangkan oleh negara-negara dengan bentuk pemerintahan yang berbeda-beda.

(8)

1.2 Fokus Penelitian

Perbedaan mendasar antara karakteristik organisasi bisnis (private sector) dengan organisasi pemerintahan (public sector) menyebabkan adopsi terhadap teknik pengukuran kinerja balanced scorecard pada organisasi pemerintahan perlu modifikasi agar sesuai dengan karakteristik organisasi pemerintahan. Berdasarkan hal tersebut, penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut; 1. Bagaimana model/konsep balanced scorecard yang sesuai dengan

karakteristik organisasi di sektor pemerintahan ?

2. Bagaimana perkembangan penerapan sistem pengukuran kinerja balanced scorecard pada sektor pemerintahan ?

3. Bagaimana isu terkait balanced scorecard di sektor pemerintahan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui model/konsep balanced scorecard yang sesuai dengan karakteristik organisasi di sektor pemerintahan dan penerapan konsep tersebut di instansi pemerintahan, dan isu terkait balanced scorecard di sektor pemerintahan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi sebagai berikut ; a) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi teoritis berupa model/konsep balanced scorecard yang sesuai dengan karakteristik organisasi pada sektor pemerintahan sehingga menambah literatur bagi peneliti ataupun akademis yang hendak mendalami dan melanjutkan penelitian terkait penerapan balanced scorecard di sektor pemerintahan.

(9)

b) Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di sektor pemerintahan dalam menentukan sistem pengukuran kinerja yang efektif bagi instansi pemerintah.

1.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi uraian ringkas terkait teori-teori yang menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti, dan sistematika penelitian. Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini, yang mencakup rancangan penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, serta analisis data.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi penjelasan atas rumusan masalah yang terdapat dalam tulisan ini yaitu terkait konsep atau model balanced

scorecard untuk organisasi pemerintah serta penerapannya di

pemerintahan beberapa negara. Bab V : Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian ini serta saran untuk pihak yang berkepentingan dengan sistem manajemen kinerja

(10)

balanced scorecard untuk instansi pemerintah serta saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Kesehatan pegawai yang rendah atau buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan produktivitas yang rendah, sehingga hal tersebut dapat mengganggu

4. Kembali dan berkarya di daerah afirmasi asal setelah selesai studi bagi penerima program beasiswa daerah afirmasi. Mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan

Pola penerimaan mahasiswa baru Program Sarjana pada PTN dilakukan melalui: (1) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang dilakukan oleh

Penelitian yang berkaitan dengan segmentasi pemilik hewan peliharaan dengan dimensi dari human-pet relationship sebagai variabel inti dan perilaku konsumsi yang dipengaruhi

Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdo’a bersama V Alat/Bahan/Sumber Belajar:.. A Kerja logam,

Sosialisasi atau kampanye budaya organisasi membuthkan waktu yang tidak lama, terutama bagi para individu yang bekerja di dalamnya, apabila dikaitkan dengan teori evaluasi

apakah citra Kereta Api Prambanan Ekspres dimata Komunitas Pramekers Joglo sudah sesuai dengan citra yang diharapkan perusahaan mengenai Kereta Api Prambanan Ekspres

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan