Malang, 26 Maret 2016
876
PENGARUH MOL REBUNG BAMBU (Dendrocalamus Asper) DAN WAKTU PENGOMPOSAN TERHADAP KUALITAS PUPUK DARI SAMPAH DAUN
Mol influence Shoots Bamboo (Dendrocalamus asper) and Time on the Quality Fertilizer Composting Leaves Of Trash
Achmad Fatoni*, Sukarsono, Agus Krisno B Prodi Pendidikan Biologi – FKIP
Universitas Muhammadiyah Malang Jl.Raya Tlogomas No.246 Malang *Email : [email protected]
Abstrak
Penanganan sampah daun yang biasa dilakukan adalah dengan mengumpulkan sampah daun dan membakarnya. Hal ini akan menimbulkan masalah bagi kualitas udara akibat dampak pembakaran sampah daun. Salah satu penanganan terbaik bagi sampah daun sebagai salah satu jenis sampah organik yang bersifat biodegradable (dapat di degradasi mikroba) yaitu melalui proses pengomposan sehingga menghasilkan produk baru berupa pupuk organik berbahan sampah daun. Pengomposan adalah proses penguraian bahan organik seperti sampah daun-daunan oleh mikroorganisme (bakteri, fungi dan aktinomycetes). Mikroorganisme dapat diperoleh melalui pemanfaatan Mol (Mikroorganisme Lokal) dari Rebung bambu yang terdiri dari bakteri (Lactobacillus, Streptococcus, Azotobacter, Azospirilium) dan jamur (Fusarium dan Trichoderma) untuk mempercepat penguraian sehingga menghasilkan pupuk dengan kualitas terbaik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh Mol rebung bambu dan waktu pengomposan terhadap kualitas pupuk sampah daun, mengetahui berapa volume Mol rebung bambu dan waktu pengomposan yang diperlukan untuk menghasilkan pupuk dengan kualitas terbaik yang ditandai dengan menurunnya rasio C/N yang dihasilkan sesuai dengan SNI.
Jenis penelitian yang digunakan adalah True Experimental Research Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial Design yang terdiri dari 2 faktor, faktor A merupakan volume Mol rebung bambu (25 ml, 50 ml, 75ml dan 100 ml) dan faktor B merupakan waktu pengomposan (7 dan 14 hari). Analisis data menggunakan anava 2 jalan dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume Mol rebung bambu 100 ml dan waktu pengomposan 14 hari merupakan perlakuan terbaik dalam mempengaruhi kualitas pupuk dari sampah daun.
Kata Kunci : Mol Rebung Bambu, Waktu Pengomposan, Sampah daun, Kualitas pupuk Abstract
Handling of leaf litter is usually done by collecting garbage and burning leaves. This will pose a problem for air quality due to the impact of waste incineration leaves. One of the best treatments for the leaf litter as one type of organic waste that is biodegradable (can be microbial degradation) is through the composting process to produce new products such as organic fertilizer made from the leaf litter. Composting is the decomposition of organic material such as leaves garbage by microorganisms (bacteria, fungi and aktinomycetes). Microorganisms can be obtained through the use Mol (Local microorganisms) of bamboo shoots which consists of bacteria (Lactobacillus, Streptococcus, Azotobacter, Azospirilium) and fungi (Fusarium and Trichoderma) to accelerate rendering to produce fertilizers with the best quality.
This study aimed to investigate the effect of bamboo shoots and Mol on the quality of manure composting leaf litter, knowing how much volume Mol bamboo shoots and
Malang, 26 Maret 2016
877
composting time required to produce the highest quality fertilizer which is characterized by decrease in C/N ratio produced in accordance with SNI.
This type of research is True Experimental Research The research design used was completely randomized design (CRD) factorial design consisting of two factors, factor A is the volume Mol bamboo shoots (25 ml, 50 ml, 75ml and 100 ml) and factor B is composting time (7 and 14 days). Analysis of data using two way ANOVA and Duncan test. The results showed that the Mol volume of 100 ml bamboo shoots and composting time of 14 days is the best treatment in affecting the quality of fertilizer from the leaf litter. Key words: Mol Bamboo Shoots, Time Composting, Trash leaves, fertilizer Quality PENDAHULUAN
Sampah daun merupakan salah satu jenis sampah organik yang dihasilkan dari bahan hayati yang dapat di degradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable (Basriyanta, 2007). Sampah daun banyak ditemukan disekitar lingkungan yang dihasilkan dari pepohanan yang menggugugurkan daunya diakibatkan faktor eksternal dan internal. Penanganan yang telah dilakukan oleh masyarakat saat ini adalah dengan menyapu, mengumpulkan dan membakarnya. Sebenarnya, sampah daun ini masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik melalui proses pengomposan.
Sampah daun memiliki kandungan ratio C/N sebagai bahan baku kompos. Penggunaan pupuk kompos organik pada lahan pertanian akan mengurangi pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan (Sriharti dan Salim, 2008). Seperti yang telah diketahui sebagian besar masyarakat tidak memanfaatkan sampah daun tersebut sebagai pupuk organik. Hal ini dikarenakan proses pengomposan sampah daun melalui agen dekomposer secara alami akan membutuhkan waktu yang lama, sehingga saat ini perlu dikembangkan produk agen dekomposer melalui mikroorganisme lokal (Mol). Mol merupakan bioaktivator cair berbahan baku organik untuk mempercepat proses pengomposan.
Mol rebung bambu merupakan hasil fermentasi dari bahan rebung bambu yang ada di lingkungan sekitar dan sangat mudah didapatkan. Kelebihan lain Mol adalah biaya pembuatannya murah atau bahkan tanpa biaya. Bagi lingkungan hidup seperti tanah, adanya mikroorganisme dapat menentukan tingkat kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah (Mulyono, 2014).Mol rebung bambu juga mengandung mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang dapat membantu kecepatan proses dekomposisi (Agus, 2003).
Menurut Murbandono dalam Moses (2013), kompos merupakan bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antar mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Mikroorganisme ini memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai sumber makanannya. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat (Dewi, 2008) dalam Moses (2013).
Melalui penambahan dekomposer Mol rebung bambu maka proses pengomposan sampah daun akan lebih cepat, karena selain agen dekomposer alami pada sampah daun, terdapat bioaktivator Mol rebung bambu yang akan meningkatkan kecepatan dekomposisi, proses penguraian materi organik, serta meningkatkan kualitas hasil akhir produk pengomposan. Hasil pengomposan berbahan baku sampah dinyatakan aman untuk
Malang, 26 Maret 2016
878
digunakan bila sampah organik telah dikomposkan dengan sempurna. Indikasi dapat dilihat dari kematangan kompos yang meliputi ratio C/N (Endah, N Mashita, Devi N, 2007).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Mol rebung bambu (Dendrocalamus asper) dan waktu pengomposan terhadap kualitas pupuk dari sampah daun, serta Untuk mengetahui berapa volume Mol Rebung Bambu dan waktu pengomposan terhadap kualitas pupuk dari sampah daun yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Mol Rebung Bambu
Memasukkan rebung bambu yang sudah dihaluskan ke dalam baskom sebanyak 4 kg. Memasukkan gula merah ke dalam baskom sebanyak 500 gr.Memasukkan terasi ke dalam baskom sebanyak 20 gr. Memasukkan air cucian beras ke dalam baskom sebanyak 5 liter. Mengaduk campuran bahan sampai homogen kemudian menutup baskom dan biarkan selama 7 hari. Setelah 7 hari mol rebung bambu siap untuk digunakan sebagai dekomposer. Prosedur Pengomposan Dengan Menggunakan Dekomposear Mol Rebung Bambu Menyiapkan sampah daun yang akan dijadikan bahan kompos sebanyak 18 kg. Menimbang sampah daun yang sudah dicacah dengan berat 500 gr. Memasukkan sampah daun yang sudah dicacah dengan berat 500 gr ke dalam plastik sebanyak 36 sampel. Memasukkan bioaktivator mol rebung bambu (volume pencampuran masing-masing 25ml, 50ml, 75ml, 100ml, per 500 gr sampah daun. Memfakum plastik yang sudah berisi campuran sampah daun dan bioaktivator MOL rebung bambu agar kondisi bahan yang dikomposkan anaerob. Mengikat plastik menggunakan karet gelang. Memberikan label untuk masing-masing perlakuan. Meletakkan plastik yang sudah berisi bahan kompos pada tempat yang tertutup. Melakukan pengukuran Ratio C/N pada hari ke 7 dan ke 14.
Analisis Statistik
Analisis statistik dengan uji normalitas menggunakan metode Liefors untuk menentukan data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Kemudian uji homogenitas ragam, uji ini menggunakan metode Bartlett untuk menentukan data yang digunakan memiliki ragam yang sama antar perlakuan atau tidak. Dilanjutkan dengan analisa data two-way digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan membandingkan rata-rata dari masing-masing perlakuan pada setiap parameter dengan menggunakan ragam sebagai dasar pengujian. Uji dengan menggunakan nilai F hitung dan F tabel, dimana nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F tabel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar masing masing perlakuan. Terakhir menggunakan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dengan perlakuan yang lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh Mol rebung bambu (Dendrocalamus asper) dan waktu pengomposan terhadap kualitas pupuk dari sampah daun diperoleh data rerata ratio C/N pupuk dengan pemberian berbagai volume Mol rebung bambu disajikan pada Tabel 1. berikut:
Malang, 26 Maret 2016
879
Tabel 1. Rerata Ratio C/N Pupuk Organik Yang Dipengaruhi oleh Mol Rebung Bambu (Dendrocalamus asper)
No Perlakuan Rerata MRDS 5% Notasi
1 XB2 11,103 0 a 2 A4B2 11,315 0,694 a 3 A3B2 13,408 0,729 b 4 A2B2 15,028 0,748 c 5 XB1 15,833 0,765 d 6 A4B1 18,502 0,779 e 7 A3B1 21,038 0,786 f 8 A1B2 22,429 0,794 g 9 A2B1 24,632 0,801 h 10 A1B1 31,830 0,803 i 11 A0B2 34,889 0,808 j 12 A0B1 46,529 0,810 k
Berdasarkan hasil uji Analisis two way dapat diketahui bahwa Mol rebung bambu dalam berbagai volume memiliki pengaruh yang nyata (P < 5%) terhadap kualitas pupuk berdasarkan kandungan rasio C/N. Uji lanjut untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dengan perlakuan yang lain, maka dilakukan uji Duncan. Hasil analisisnya menunjukkan setiap perlakuan berbagai volume Mol rebung bambu memiliki perbedaan yang nyata terhadap kualitas pupuk berdasarkan kandungan rasio C/N. Perlakuan yang memiliki kualitas pupuk paling baik yaitu pada perlakuan A4B2 dengan perlakuan volume Mol rebung bambu 100 ml dan waktu pengomposan selama 14 hari.
PEMBAHASAN
Rasio C/N merupakan salah satu parameter penting dalam menilai kematangan bahan organik yang terdekomposisi. Kecepatan dekomposisi dalam proses pengomposan didasarkan pada waktu yang diperlukan untuk mencapai nilai rasio C/N terendah. Adanya aktivitas mikroorganisme sejalan dengan waktu pengomposan menyebabkan berkurangnya unsur karbon bahan organik yang berubah menjadi CO2, sehingga terjadi penurunan rasio C/N (Permini, 1993).
Malang, 26 Maret 2016
880
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan semakin tinggi volume Mol rebung bambu maka semakin baik kualitas pupuk yang dihasilkan dengan mengalaminya penurunan kandungan rasio C/N. Hal ini menunjukkan semakin tinggi volume Mol rebung bambu maka semakin banyak bakteri pengurai yang terkandung pada Mol rebung bambu, penurunan rasio C/N dipengaruhi oleh mikroorganisme pengurai yag terkandung dalam Mol rebung bambu yang meliputi bakteri (Lactobacillus, Streptococcus, Azotobacter, Azospirilium) dan jamur (Fusarium dan Trichoderma) untuk mempercepat penguraian sehingga menghasilkan pupuk dengan kualitas terbaik. Mekanisme kerja bakteri yang terkandung pada Mol rebung bambu sebagai pengurai sampah daun organik, yaitu dengan menggunakan kandungan karbon yang terdapat pada sampah daun sebagai makanan untuk proses perkembangbiakan mikroba sehingga nilai rasio C/N menurun (Murtalaningsih, 2001).
Rasio C/N juga dapat dijadikan acuan apakah pengomposan masih harus dilakukan atau sudah bisa dihentikan. Jika rasio C/N sudah menurun mencapai atau mendekati rasio C/N tanah dalam tempo waktu pengomposan tertentu, maka kompos dapat dikatakan matang. Karena pada dasarnya prinsip pengomposan adalah menurunkan Rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (Sucipto, 2012). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-20. Menurut Hermawan (2014), Rasio C/N yang tinggi menandakan bahwa kompos tersebut masih melakukan aktivitas pengomposan, sedangkan rasio yang rendah menandakan kompos sudah siap digunakan. Rasio C/N 30 - 40 masih belum cocok untuk diterapkan pada tanaman. Rasio C/N yang bisa diterapkan pada tanaman
Menurut Sucipto (2012) bahan organik yang mempunyai kandungan rasio C/N mendekati atau sama dengan tanah yaitu berkisar 10-20 dapat digunakan atau diserap oleh tanaman. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirwan dan Firra (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penambahan konsentrasi volume efektif mikroorganisme terhadap C/N Rasio. Pada penambahan konsentrasi volume yang paling banyak 100 ml, proses pengomposan yang terjadi cepat, yang menyatakan bahwa C/N rasio akan lebih cepat turun (kompos cepat matang) pada bahan dasar kompos yang memiliki kandungan nitrogen yang cukup besar dimana nantinya kelebihan nitrogen tersebut justru menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme yang ada sehingga mikroorganisme dapat cepat tumbuh dan mempercepat proses pengomposan.
Berdasarkan lama waktu pengomposan menunjukkan waktu pengomposan 14 hari memiliki kadar rasio berkisar 10-20 sesuai dengan ketentuan SNI. Sejalan dengan penelitian yang dilakuakan oleh Mirwan dan Firra (2013) bahwa terdapat pengaruh lamanya waktu pengomposan terhadap nilai C/N rasio. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengomposan dilakukan akan semakin banyak mikroba yang tumbuh dan penguraian berjalan baik. Pada grafik dilihat C/N rasio melakukan penurunan maksimum berada pada fase hari ke 20 disebabkan karena pada fase ini mikroba mulai memperbanyak diri. Jumlah mikroba bertambah ditandai dengan kenaikan nilai N. Pada dasarnya kompos akan cepat matang pada bahan kompos yang mempunyai kandungan nitrogen yang besar atau mendapat tambahan nitrogen (Setyowati (2008) dalam Mirwan dan Firra, 2013).
Malang, 26 Maret 2016
881 KESIMPULAN
a. ada pengaruh Mol rebung bambu (Dendrocalamus asper) dan waktu pengomposan terhadap kualitas pupuk dari sampah daun.
b. Pada pemberian volume Mol rebung bambu 100 ml dan waktu pengomposan 14 hari yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas pupuk dari sampah daun yang terbaik. SARAN
a. Perlu di informasikan kepada masyarakat tentang pemanfaatan mol rebung bambu sebagai alternatif dekomposer dalam mempercepat pengomposan dan meningkatkan kualitasnya.
b. Perlu kajian lebih lanjut pemanfaatan mol rebung bambu terhadap sampah organik selain sampah daun.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Handoko. 2003. Rebung Bambu. Ygyakarta : Kanisius Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Yogyakarta : Kanisius
Endah,dkk (2007) dalam Ulfa (2012). Lama waktu pengomposan sampah rumah tangga berdasarkan jenis mikroorganisme lokal (MOL) dan teknik pengomposan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang Mirwan dan Firra. 2013. Percepatan waktu pengomposan menggunakan kombinasi
aktivator EM4 dan star bio dengan metode bersusun. Jawa Timur. Universitas Pembangunan Nasional ― veteran‖
Moses (2013). Penggunaan Mikroorganisme Bonggol Pisang (Musa paradisica) sebagai Dekomposer Sampah Organik. Jurnal penelitian Fakultas Atma Jaya Yogyakarta.
Mulyono. 2014. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga. Jakarta : PT Agromedia Pustaka
Murtalaningsih, 2001. Studi pengaruh penambahan bakteri dan cacing tanah terhadap laju reduksi dan kualitas kompos. Laporan tugas akhir jurusan teknik ;ingkungan. FTSP-ITS Surabaya
Sriharti dan T. Salim. 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembuatan Kompos Menggunakan Komposter Rotary Drum. Prosiding Seminar Nasional Teknoin Bidang Teknik Kimia dan Tekstil. Yogyakarta
Sucipto, Cecep Dani. 2012. Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah. Gosyen Publishing. Yogyakarta