• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manifestasi Tazkiyah an-nafs dalam Peranan Sukuk Negara sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Multidimensional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manifestasi Tazkiyah an-nafs dalam Peranan Sukuk Negara sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Multidimensional"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Manifestasi Tazkiyah an-Nafs dalam Peranan “Sukuk Negara” sebagai

Instrumen Pembangunan Ekonomi Multidimensional

Uliyatul Mu’awwanah

Departemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAI Al Falah As Sunniyyah Kencong-Jember

liamemoon@gmail.com Abstrak

Tulisan ini berupaya membahas konsep syariah yang dipakai sebagai landasan penerbitan sukuk. Konsep islam dalam pembangunan ekonomi memang tidak hanya konsep growth seperti dalam konvensional, namun lebih meluas yakni konsep pertumbuhan materiil juga harus terintegrasi dengan pertumbuhan dimensi spiritual dan moral, inilah yang disebut dengan konsep tazkiyah an-nafs atau proses penyucian jiwa (purification). Sebagai salah satu instrumen dana pembangunan ekonomi, sukuk merupakan opsi yang baik bagi para investor dalam mengelola keuangan terutama dalam hal manajemen investasi. Secara garis besar sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan bedasarkan prinsip syariah yang merepresentasikan bukti kepemilikan investor atas aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk. Adanya fitur underlying asset menjadi sebuah pembeda yang sangat tajam dengan obligasi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa konsep periilan utang yang terdapat pada obligasi konvensional dinilai kurang menguntungkan bagi para investor. Secara keseluruhan, tulisan ini mengandung misi untuk merperkaya khazanah keilmuan dalam bidang ekonomi islam dengan berdasarkan kondisi empiris perilaku ekonomi (economic behavior) penulis pribadi dan masyarakat luas.

Kata Kunci: Sukuk, Tazkiyah an-Nafs, Underlying Asset, Economic Behavior Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk ekonomi selalu menginginkan kebutuhan hidupnya terpenuhi, dalam proses pemenuhan kebutuhannya manusia menggunakan prinsip-prinsip ekonomi agar kebutuhannya terwujud berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi akan tercapai kemakmuran yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia sebagai homo economicus, artinya hidup menurut kepentingan diri sendiri yang terkadang membuat lupa akan apa hakikat tujuan dalam hidupnya dan seakan-akan semua hanya berorientasi pada dunia semata, pada kondisi seperti ini lah manusia akan mengalami kekosongan jiwa dan kehilangan nilai-nilai spiritual. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk permasalah tersebut adalah melalui proses menyucikan jiwa atau tazkiyah an-nafs. Metode ini tidak hanya

(2)

2

dapat dilakukan dengan tren-tren tarekat yang cenderung ortodoks karena nyaris meninggalkan semua urusan keduniawian, namun juga bisa dengan cara merekonstruksi pola pikir dalam berekonomi. Nabi Muhammad SAW mengajarkan pada kita bahwa manusia adalah khalifah di bumi yang bertugas memelihara iklim alam, bekerja dan beribadah untuk bekal di akhirat kelak.

Manusia hidup dengan segenap potensi alamiah, termasuk adanya kebutuhan yang ada pada setiap manusia. Kebutuhan adalah keinginan manusia baik yang berupa barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani maupun rohani untuk kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan inilah yang mendorong manusia bertindak termasuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan termasuk aktivitas ekonomi.1

Dalam ruang lingkup ekonomi modern , sukuk dikenal sebagai suatu wadah dalam berinvestasi atau pendanaan jangka panjang yang sesuai dengan konsep syariah, sukuk dinilai lebih baik dari pada pembiayaan lain dikarenakan terdapat unsur kolaborasi dan berparuh keuntungan dan resiko serta penyertaan asset sebagai dasar penerbitannya. Sebagai instrument dana pembangunan ekonomi, peran sukuk sangatlah penting jika kita mampu memahami dan menggunakannya dengan bijak sebagai investor.

Dalam referensi lain sukuk/ obligasi syariah diartikan sebagai obligasi yang ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali dana pendapatan bagi hasil yang dibayarkkan pada setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan, atau setiap satu tahun).2 Besarnya pendapatan bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian antara nasabah pemegang obligasi syariah dan pendapatan yang di bagi hasilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwulanan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayan pendapatan bagi hasil yang bersangkutan.

Apabila berfokus pada konsep investasi perihal sukuk Negara, terlebih dahulu kita menyusun alur pemahaman tentang konsep ini yakni upaya pemerintah dalam pembangunan ekonomi Negara melalui sukuk serta dalam kaitannya dengan syariah (Tazkiyah an-Nafs). Sukuk berasal dari bahasa Arab, yaitu كوكص, merupakan jamak dari كص yang memiliki

1 Nurul Huda, Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2015),189 2 Khaerul Umam dan Herry Susanto, Manajemen Investasi (Bandung: Pustaka Setia, 2017),227

(3)

3

pengertian sama dengan sertifikat atau note. Secara umum, sukuk digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan. Ia digunakan oleh para pedagang sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Sejumlah penulis barat pada abad pertengahan memberikan kesimpulan bahwa kata sakk merupakan kata dari suara latin “cheque” atau

“check” yang biasanya digunakan pada perbankan kontemporer.3

Sukuk diartikan sebagai surat berharga yang berisi kontrak (akad) pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dikeluarkan oleh lembaga/institusi/organisasi, baik swasta maupun pemerintah kepada investor (sukuk holder). Penerbit sukuk wajib membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil ataupun margin atau fee selama masa akad. Emiten wajib membayar kembali dana investasi kepada investor pada saat jatuh tempo.4

Di bawah ini akan dijelaskan pada table beberapa perbedaan dan persamaan antara sukuk dengan obligasi konvensional.5

Perbedaan Sukuk dengan Obligasi

No. Karakteristik Sukuk Obligasi

1 Prinsip Syariah Berdasarkan prinsip syariah Pendapatan bunganya

bertentangan dengan syariah 2 Representasi

Kepemilikan Representasi kepemilikan pada aset/ usaha kepemilikan/ Berupa utang 3 Representasi dari

share of assets Representasi share of assets Representasi penjualan utang

4 Basis pendapatan Berbasis pada income 5 Variabilitas

pembayaran pendapatan

Bersifat variable, tetapi ada yang bersifat tetap, yaitu yang bersumber dari fee atau sewa pada ijarah

Bersifat tetap

6 Hak istimewa Tidak ada pihak yang memiliki

hak istimewa Ada yang memiliki hak istimewa seperti kesempatan pertama membeli sekuritas yang diterbitkan

7 Resiko Tidak bebas resiko Bebas resiko

8 Prioritas bagian

likuidasi Prioritas sebelum saham Prioritas pertama

Persamaan Sukuk dengan Obligasi

3 Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2007), 136

4 Muhamad Nafik, bursa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta: Serambi, 2009) 5 Ibid, 247

(4)

4

No. Karakteristik Sukuk Obligasi

1 Jatuh tempo Mempunyai jatuh tempo Mempunyai jatuh tempo

2 Marketable Marketability Marketability

3 Pembayaran

pokok Harus dibayar kembali pada saat jatuh tempo Harus dibayar kembali pada saat jatuh tempo 4 Perioderisasi

pembayaran pendapatan

Pembayaran pendapatan

secara periodik Pembayaran secara periodik pendapatan 5 Variabilitas

pembayaran pendapatan

Ada yang bersifat tetap, yaitu bersumber dari fee atau sewa pada ijarah

Bersifat tetap

6 Jaminan aset Dijamin oleh aset khususnya

aset usaha yang dibiayai Dijamin oleh aset perusahaan

7 Konversi menjadi

saham Memungkinkan menjadi saham biasa konversi Memungkinkan menjadi saham biasa konversi

DISKUSI DAN ANALISIS

Fatwa Dewan Fiqh Internasional (Majma Fiqh) tentang Obligasi

Beberapa Majma’ Fiqh internasional yang diakui eksistensinya telah membahas dan menetapkan haramnya mengeluarkan obligasi berbunga atau bermuamalah dalam obligasi tersebut dengan cara apapun. Di antara keputusan itu adalah keputusan muktamar ke enam

Majma‟ al-Fiqh al Islami di Jeddah Tahun 1410H.6 Muktamar tersebut mengeluarkan keputusan nomor: 62/11/6 tentang obligasi sebagai berikut:

1. Bond (obligasi) yang mencerminkan kewajiban pembayara atas harga obligasi beserta bunga atau disertai manfaat yang diisyaratkan adalah haram secara Syar’I, baik dari segi pengeluaran, pengeluaran, maupun pengedarannya. Karena hal itu merupakan pinjaman ribawi, sama saja apakah pihak yang mengeluarkannya adalah perusahaan swasta atau perusahaan umum milik pemerintah dan tidak ada pengaruhnya apakah ia dinamakan sebagai sertifikat investasi (investment certificate), tabungan atau penambahan bunga tersebut dengan keuntungan, komisi atau yang lainnya.

2. Diharamkan juga zero coupon bond (as-sanadat dzat al-kubun ash-shafari), karena ia termasuk pinjaman yang dijual dengan harga lebih murah dari harga nominalnya, pemiliknya mengambil keuntungan dari perbedaan tersebut yang diperhitungkan sebagai diskon bagi obligasi tersebut

(5)

5

3. Begitu juga bong (obligasi) berhadiah, hukumnya haram karena termasuk pinjaman yang diisyaratkan di dalamnya manfaat atau tambahan nisbah bagi kelompok pemberi pinjaman atau sebagian dari mereka dengan tidak ditentukan orangnya, apalagi ia menyerupai perjudian.

Landasan Filosofis Pembangunan Ekonomi Islam

Berdasar pada kajian dari para ulama’ dapat dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi Islam, yaitu tauhid, khalifah, keadilan, dan tazkiyah. Adapun penjabaran dari dasar-dasar filosofis tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

1. Tauhid mengandung implikasi bahwa seluruh makhluk hidup dan alam semesta diciptakan oleh Allah SWT, karena itu tidak mungkin jagat raya ini dengan sendirinya atau muncul secara kebetulan. Ketika manusia masih berada di alam arwah, mereka berjanji akan senantiasa beriman kepada Allah SWT. Namun Allah akan selalu menguji kebenaran janji mereka selama hidup di dunia, sebagai bukti keteguhan iman manusia kepada Penciptanya. Hal ini ditegaskan dengan ikrar kesaksian pada ke-tauhidan makhluk-makhluk-Nya:























































Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS, al-A‟raf: 172)7

Selanjutnya, dengan bekal akal dan pengetahuan yang didasarkan pada wahyu (Al-Quran dan al-Hadis) yang diberikan Allah kepada manusia, manusia diperintahkan mengamati dan memahami segala fenomena alam, sebagai salah satu bukti kebenaran Al-Quran dan keberadaan Allah SWT sebagai pencipta.

(6)

6













































Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran: 191)8



































Artinya: “ Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. (QS. Shaad: 27)9

2. Manusia : Khalifah fi al-Ardh

Adapun dasar dari filosofis ekonomi islam menyatakan bahwa fungsi manusia baik dalam konteks individu maupun anggota masyarakat adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi. Inilah kelebihan konsep pembangunan islam dari konsep-konsep lainnya, dengan mendudukkan peranan manusia pada tempat yang tinggi dan terhormat, tetapi sangat bertanggung jawab. Manusia adalah wakil Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan bertanggung jawab kepada Allah tentang pengelolaan sumber daya yang diamanahkan kepadanya.

Hakikat manusia menurut pandangan islam, tidak bisa dilepaskan dari hakikat di balik penciptaan manusia ke dunia. Islam telah menjelaskan secara terperinci tentang tujuan diciptakannya manusia yang kemudian dikaitkan dengan peran manusia dalam kehidupan. Pada penciptaan manusia, Allah SWT telah menetapkan manusia sebagai khalifah fi al-ardh, yakni menempatkan manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk-Nya yang lain di muka bumi. Kedudukan mulia ini tidak lain dalam rangka mengemban misi agung yakni memakmurkan bumi

8 Alquran Surat Ali Imran ayat 191 9 Alquran Surat Shaad ayat 27

(7)

7

dengan penuh amanah dan tanggung jawab di hadapan Allah SWT. Khalifah berarti wakil atau pengganti, pemimpin, pemakmur. Dalam konteks ini manusia adalah wakil Allah SWT yang memiliki kewajiban moral untuk melaksanakan segala kehendak Allah SWT di muka bumi ini tetap dalam kondisi terpelihara dan makmur.



























































Artinya: “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)10



















































Artinya: “ Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”. (QS. Faathir : 39)11













































Artinya: “ Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu

10 Alquran surat al-Baqarah ayat 30 11 Alquran Surat Faathir ayat 39

(8)

8 tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-An‟am: 165)12 Mengenai tujuan penciptaan manusia di dunia, Allah SWT berfirman:















Artinya: “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. adz-Dzariyat : 56)13

Ayat tersebut merupakan jawaban Allah SWT atas keberadaan manusia di dunia. Manusia ada di dunia untuk beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian ini, dengan mengakui keberadaan-Nya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Implementasi pengakuan terhadap keberadaan Allah yaitu meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta sekaligus sebagai Pengatur. Namun manusia tidak cukup hanya meyakini di dalam hati dan mengucapkan dengan lisan, tetapi manusia harus melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, di dalam Al-Qur’an banyak perintah Allah kepada manusia untuk berpikir, mengingat, melihat, mendengarkan, memperhatikan pelajaran dari segala ciptaan-Nya.14

































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. al-Baqarah : 208)15

12 Alquran Surat al-An‟am ayat 165 13 Alquran Surat adz-Dzariyat ayat 56

14 Srijanti, Purwanto, S.K., Wahyudi Pramono. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern Edisi ke-1 (Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2006), 184

(9)

9

































































Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk (7). Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (8)”. (QS. al-Bayyinah : 7-8)16

Manusia pada dasarnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Meskipun demikian, manusia berpotensi untuk menjadi makhluk mulia atau paling hina. Hanya orang yang beriman dan beramal saleh yang akan menjadi makhluk mulia di sisi Allah SWT. Alam diciptakan oleh Allah SWT dengan penuh keseimbangan dan keteraturan, bukan tercipta secara kebetulan. Penciptaan alam ini terkait dengan kepentingan manusia sebagai khalifah al ardh (pemakmur di muka bumi ini).

3. Keadilan

Keadilan berarti pembangunan ekonomi yang merata, di mana konsep persaudaraan umat manusia hanya akan berjalan jika dibarengi dengan konsep keadilan. Oleh karena itu menengakkan keadilan dinyatakan oleh Allah sebagai salah satu tujuan utama yang akan dicapai oleh para Rasul Allah dan Al-Qur’an meletakkan keadilan paling dekat dengan takwa



























































(10)

10 Artinya: “ Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. al-Hadiid : 25)

4. Tazkiyah

Tugas yang di emban para rasul Allah adalah melakukan tazkiyah (penyucian) manusia dalam segala hubungan dengan Allah (hablum minallah), dengan manusia sesamanya (hablum min an nas) dengan lingkungan alamnya, dan dengan masyarakat serta negerinya.

































Artinya: “ Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (QS. al-Hadiid: 7)

Peran Sukuk sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi

Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (Islamic Bonds). Istilah sukuk berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk jamak (plural) dari kata sakk yang berarti dokumen atau sertifikat. Adapun jika ditinjau dari secara istilah, pengertian sukuk dapat merujuk pada beberapa definisi yang telah dirumuskan, antara lain berdasarkan Fatwa AAOIFI (2009) (lembaga nirlaba internasional yang bertujuan menyusun dan menyiapkan standarisasi di bidang keuangan syariah) Nomor 17, sukuk adalah sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak terbagi atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.

“Invesment Sukuk are certificate of equal value representing undivided share in ownership

of tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment activity.”17

(11)

11

Adapun dalam peraturan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (yang sekarang telah menjadi Otoritas Jasa Keuangan) Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisak sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan) atau tidak terbagi (syuyu‟.undivided share) atas aset berwujud tertentu (a‟yan maujudat), nilai manfaat atas aset berwujud (manafi‟ul a‟yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang aka nada, jasa

(al-khadamat) yang sudah ada maupun yang aka nada, aset proyek tertentu (maujudat masyru‟ mu‟ayyan) dan kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath istimarin khasah).

Keuntungan dari sukuk dapat berupa bagi hasil, margin, uang sewa atau fee tertentu sesuai akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk. Dalam rangka mewujudkan produk tersebut, penerbitan sukuk perlu didasarkan pada suatu skema transaksi atas underlying asset, sehingga dapat menghasilkan fitur sukuk yang dikehendaki baik oleh pihak penerbit maupun investor.

Sukuk mempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dengan instrument keuangan lain, di mana sukuk mempresentasikan kepemilikan bersama atas aset yang ditujukan untuk kepentingan investasi. Aset tersebut dapat berupa aset berwujud, hak guna, jasa, atau berupa kombinasi dari kesemua aset tersebut ditambah dengan intangible right, utang piutang dan aset moneter, sukuk tidak mewakili pemberian utang oleh investor kepada pihak penerbit sukuk. Selain itu, sukuk diterbitkan berdasarkan akad-akad syariah yang mengharuskan penyesuaian aktivitas penerbitan maupun perdagangannya juga sesuai dengan aturan syariat islam. Kemudian, investor secara parsial berbagi keuntungan (return) maupun resiko sesuai dengan yang diriilkan dalam prospektus serta sesuai dengan porsi kepemilikan sukuk.

Walaupun secara sekilas sukuk memiliki fitur yang hampir serupa dengan obligasi konvensional, namun sukuk memiliki perbedaan yang sangat fundamental dengan instrument yang dimaksud di antaranya dalam penerbitan obligasi tidak memerlukan adanya underlying

asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbalan yang terstruktur melalui suatu

skema dengan menggunakan akad syariah, selanjutnya dalam obligasi tidak ada pembatasan terkait dengan penggunaan dana hasil pernerbitan obligasi, adapun penggunaan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal). Selain

(12)

12

itu return atau imbalan bagi pemegang obligasi adalah berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya, sedangkan dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan aset, akad, dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee, margin, bagi hasil atau seumber lainnya dengan akad/kontrak yang digunakan dalam transaksi underlying.

Adapun perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang, sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan, dengan kata lain sukuk hanya diterbitkan melalui konsep kehati-hatian, jujur, dan kerjasama. Hal ini merupakan konsep kebutuhan manusia dalam berekonomi yang mencerminkan muamalah sebagai bentuk peribadatan kepada Tuhan.

Di bawah ini akan dijelaskan tabel perbedaan antara sukuk Negara dengan obligasi Negara, di mana keduanya juga telah diketahui persamaannya yaitu diperdagangkan di pasar sekunder, memberikan kupon/ imbalan (fixed atau floating), serta juga dapat di-rating oleh lembaga rating:

No. Sukuk Negara Obligasi Negara

1 Sertifikat yang merepresentasikan

kepemilikan investor atas suatu aset yang didasarkan pada prinsip syariah

Sertifikat periilan utang 2 Return berupa imbalan, bagi hasil, margin,

dan/atau capital gain Return berupa Bungan dan/atau capital gain

3 Memerlukan underlying asset (Aset SBSN)

sebagai dasar penerbitan Tidak memerluka underlying asset

4 Memerlukan fatwa/opini syariah Tidak memerlukan fatwa/opini syariah

5 Memerlukan adanya akad dan dokumen

syariah Hanya memerlukan dokumen pasar modal

6 Dana hasil penerbitan tidak boleh

digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan prinsip syariah

Dana hasil penerbitan bisa digunakan untuk apa saja

Sumber: DJPU-Kemenkeu 201318

Jenis-jenis Obligasi Syariah (Sukuk)

(13)

13

Pembedaan sukuk dapat dilakukan berdasarkan beberapa kategori, yaitu jenis akad yang dipakai, pembayaran pendapatan yang akan dibagikan kepada pihak-pihak yang berakad, dan basis pembiayaan, serta multiple sukuk. Di bawah ini beberapa jenis akad yang digunakan dalam sukuk di antaranya:

1. Sukuk Murabahah

Sukuk Murabahah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan murabahah. Sukuk murabahah dapat juga didefinisikan sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan di pasar. Dengan demikian, sukuk murabahah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten, pemerintah, atau institusi lainnya, yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari margin keuntungan serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.19 2. Sukuk Mudharabah

Sukuk mudharabah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan dengan sistem akad mudharabah.20 Sukuk mudharabah dapat diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari hasil pengolahan dana yang telah disetorkan pemilik dana serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.21

3. Sukuk Musyarakah

Sukuk Musyarakah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sistem akad musyarakah. Sukuk ini dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten, pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari hasil pengelolaan dana kontribusi pihak-pihak yang berakad serta membayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.

19 Muhamad Nafik, bursa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta: Serambi, 2009), 252

20 Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Edisi Revisi (Jakarta: Gaung Persada,

2006), 197

(14)

14

4. Sukuk Salam

Sukuk salam adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sistem akad salam. Sukuk salam juga dapat diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten, pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari margin keuntungan serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.

5. Sukuk Istishna‟

Sukuk Istishna‟ adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sistem akad Istishna‟. Sukuk Istishna‟juga dapat diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten, pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari margin keuntungan serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo. Perbedaan salam dengan istishna‟ terletak pada waktu pembayarannya. Pada sistem salam, pembayaran dilakukan di muka, sedangkan sistem istishna‟ pembayaran dilakukan kemudian. 6. Sukuk Ijarah

Sukuk Ijarah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sistem akad Ijarah. Sukuk Ijarah juga dapat diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten, pemerintah, atau institusi lainnya yang mewajibkan penerbit sukuk untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari margin keuntungan serta membayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.

Alasan diterbitkannya Sukuk

Pada umumnya tujuan penerbitan sukuk adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan maupun untuk pembangunan suatu proyek tertentu. Sebagai sumber pembiayaan, tentunya ada banyak alternative yang dapat digunakan baik oleh pemerintah maupun korporasi. Namun saat ini sukuk telah menjadi pilihan yang sangat menarik dengan beragam alasan di antaranya :

(15)

15

Sukuk merupakan instrument keuangan yang telah diakui sebagai instrument yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Bagi penerbit yang melaksanakan kegiatan operasionalya berdasarkan konsep syariah, sukuk menjadi pilihan yang menarik bagi para investor sebagai sumber pembiayaan berbasis syariah. Tidak hanya penerbit, bagi investor juga membutuhkan sukuk sebagai instrument investasi karena mereka tidak dapat berinvestasi dalam instrument konvensional.

2. Fleksibilitas dalam pengembangan produk

Sukuk dapat dikembangkan menjadi beragam produk yang sangat variatif. Hal ini dimungkinkan karena sukuk distruktur berdasarkan akad-akad dasar dalam konsep syariah yang jumlahnya cukup banyak, sehingga sukuk memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi untuk menjawab baik kebutuhan investasi maupun sebagai sumber pendanaan.

3. Potensi investor lebih luas

Investor sukuk lebih luas dibandingkan dengan instrument konvensional di mana investornya tidak hanya berasal dari investor syariah, tetapi juga investor konvensional baik domestik maupun internasional. Dengan demikian, investor sukuk tidak terkonsentrasi di pasar Timur Tengah tetapi di semua pusat keuangan dunia, baik investor institusi maupun individu.

4. Aman

Sukuk menawarkan alternative model pembiayaan selain perbankan dan saham. Sukuk dapat distruktur sedemikian rupa sehingga menjadi instrument keuangan yang disekuritisasi baik dengan aset berwujud maupun tidak berwujud (asset backed sukuk). Sebagai securitized financing instruments, sukuk memiliki tingkat keamanan yang lebih baik bagi investor. Adanya keharusan menggunakan underlying asset dalam penerbitan, menempatkan sukuk sebagai pemilik tingkat keamanan resiko yang cukup terjamin. 5. Potensi dana keuangan syariah

Potensi permintaan terhadap sukuk baik domestic maupun internasional diperkirakan sangat tinggi. Hal ini mengacu pada kondisi antara lain: tingginya peningkatan jumlah dan dana lembaga keuangan syariah, masih kecilnya market share produk syariah dibandingkan produk konvensional, banyaknya investor konvensional yang menggunakan instrument keuangan syariah sebagai salah satu pilihan investasi,

(16)

16

repatriasi dana-dana Timur Tengah dari pasar Amerika dan Eropa pasca peristiwa 9/1122, serta masih terbatasnya instrument keuangan syariah (less supply) disbandingkan dengan permintaan (more demands).

6. Keterkaitan dengan aset riil

Keberadaan underlying asset dalam penerbitan sukuk menjadikan sukuk sebagai aset finansial memiliki keterkaitan dengan aset riil. Peran sukuk dalam membiayai pembangunan proyek juga dapat memberikan dampak positif dan mendorong

multiplier effect terhadap pertumbuhan sektor riil.

Dana Hasil Penerbitan Sukuk

Dana yang dihasilkan dari penerbitan sukuk (sukuk proceeds) tentu hanya boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan syariah islam, untuk itu dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan pembiayaan sebagai berikut:23

1. Pembiayaan umum (general financing)

Dana hasil penerbitan sukuk yang ditujukan untuk pembiayaan umum tidak digunakan untuk membiayai suatu kegiatan atau proyek tertentu, akan tetapi dimasukkan ke dalam keseluruhan anggaran penerbit dan menyatu dengan sumber penerimaan atau pembiayaan lainnya. Selanjutnya dana tersebut akan digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran yang dibutuhkan

2. Pembiayaan kegiatan investasi atau proyek tertentu (project financing)

Penerbitan sukuk dapat ditujukan bagi pembiayaan suatu kegiatan investasi tertentu atau proyek secara spesifik. Sukuk jenis ini lebih dikenal sebagai sukuk pembiayaan proyek atau project financing sukuk. Underlying penerbitan yang digunakan yaitu proyek-proyek yang akan didanai oleh hasil penerbitan sukuk tersebut. Adapun keuntungan yang diterima oleh investor dapat berasal dari proyek tersebut khususnya proyek

22 Serangan 11 September atau serangan 9/11 adalah serangkaian empat serangan bunuh diri yang telah diatur

terhadap beberapa target di New York City dan Whasington, D.C. Pada 11 September 2001. Pagi itu 19 pembajak dari kelompok militant Islam, al-Qaeda membajak 4 pesawat jet penumpang dan sengaja menabrakkan 2 pesawat ke Menara Kembar (World Trade Center) di New York City, menara tersebut runtuh dalam kurun waktu 2 jam. Para pembajak juga menabrakkan pesawat ke-3 ke Pentagon di Arlington, Virginia. Ketika penumpang berusaha mengambil alih pesawat ke-4, United Airlines Penerbangan 93, pesawat ini jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pensylvania dan gagal mencapai target aslinya di Washington, D.C. Menurut laporan tim investigasi 911, sekitar 3000 jiwa tewas dalam serangan ini.

(17)

17

komersial yang menghasilkan penerimaan (cash flow stream). Sedangkan untuk proyek lainnya yang tidak menghasilkan pendapatan dapat distruktur sedemikian rupa dengan mengkombinasikan dengan akad lainnya seperti ijarah. Mengingat dana hasil penerbitan sukuk tersebut hanya diperuntukkan bagi pembangunan proyek tertentu, maka dana tersebut tidak dapat digunakan untuk tujuan lainnya.

Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Sukuk Negara

Saat ini sukuk Negara menjadi salah satu pilihan utama bagi masayarakat untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk surat berharga. Berdasarkan data dari kementrian keuangan, sejak penerbitan pertama tahun 2008 hingga akhir 2013 jumlah penerbitan sukuk Negara setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Tercatat total outstanding sukuk Negara (jumlah sukuk Negara yang beredar di masyarakat) per tanggal 31 Desember 2013 sebesar Rp. 169,29 triliun (kurs 1USD=Rp. 12.189), dari total 6 seri sukuk Negara yang telah diterbitkan yaitu sukuk negar seri Islamic Fixed Rate (IFR), Sukuk Negara Ritel (SR), Sukuk Negara Indonesia dalam valuta asing (SNI), Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Surat Pembendaharaan Negara Syariah (SPN-S), dan Project Based Sukuk (PBS).24

Pengembangan terkini sukuk Negara semakin diarahkan untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Sejak 2011, pemerintah mulai fokus pada penerbitan Sukuk Negara untuk pembiayaan proyek seri Project Based Sukuk (PBS). Penerbitan sukuk Negara dalam rangka pembiayaan proyek dilakukan berdasarkan ketentuan UU 19 Tahun 2008 tentang SBSN yang memberikan amanat bahwa pembiayaan proyek dalam rangka pelaksanaan APBN dapat bersumber dari penerbitan sukuk Negara. Kemudian ada juga peraturan-peraturan di bawah UU tersebut seperti Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129/PMK.08/2011 tentang penggunaan proyek sebagai dasar penerbitan surat berharga syariah Negara, serta PMK Nomor 113/PMK.08/2013 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/ Kegiatan Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.

Pembiayaan proyek melalui penerbitan sukuk Negara diharapkan dapat memberikan alternative sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur yang berasal dari instrument

(18)

18

pembiayaan syariah. Dengan demikian, akselerasi pertumbuhan pembangunan nasional dapat diwujudkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penerbitan sukuk Negara untuk pembiayaan proyek dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Diversifikasi Sumber Pembiayaan APBN

Melalui instrumen sukuk Negara yang diterbitkan dalam rangka pembiayaan proyek, pemerintah kini memiliki beberapa alternatif sumber pembiayaan khususnya yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara.

2. Akselerasi pembangunan proyek infrastruktur

Penerbitan sukuk Negara diharapkan dapat semakin meningkatkan sumber pembiayaan proyek, sehingga pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia dapat semakin cepat dilakukan.

3. Meningkatkan kemandirian bangsa dalam melaksanakan pembangunan nasional Hal ini karena masyarakat dapat turut langsung berpartisipasi membiayai proyek pemerintah melalui pembelian sukuk Negara.

4. Mengembangkan pasar keuangan syariah

Diterbitkannya sukuk Negara untuk pembiayaan proyek membawa fase pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia ke tahap yang lebih tinggi. Instrument keuangan syariah kini semakin berperan penting sebagai salah satu sumber pembiayaan Negara, terutama sebagai sumber pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah.

5. Meningkatkan pelayanan publik

Penerbitan sukuk Negara untuk pembiayaan proyek juga diharapkan semakin meningkatkan pelayanan public khususnya dalam menyediakan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, memberdayakan industry lokal, dan meningkatkan investasi pemerintah.

6. Meningkatkan transparansi dalam kegiatan-kegiatan pemerintah

Sejalan dengan prinsip keuangan syariah yang mendorong transparansi dalam segala kegiatannya, penerbitan instrument sukuk Negara yang berbasis syariah diharapkan dapat semakin mendorong dan meningkatkan transparansi kegiatan-kegiatan pemerintah.

(19)

19

Di samping harus sejalan dengan hukum positif, proyek yang dapat dibiayai melalui penerbitan sukuk Negara tentu juga harus sesuai dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Hal ini diamanatkan pada pasal 10, PP 56 Tahun 2011. Untuk itu terdapat kriteria proyek yang sesuai dengan syariah yang dapat dibiayai dengan penerbitan sukuk Negara sebagaimana di atur dalam ketetapan DSN-MUI Nomor 01/DSN-MUI/III/2012 tentang Kriteria Proyek Sesuai dengan Prinsip Syariah. Dalam ketetapan tersebut di atur bahwa kriteria proyek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah adalah sebagai berikut:

1. Proyek tersebut memiliki kejelasan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penyelesain, sekurang-kurangnya meliputi aspek:

a. Rencana pemanfaatan

b. Rencana pembangunan proyek dari segi manfaat-mudarat (analisis maslahat proyek).

2. Pemanfaatan proyek bukan untuk tujuan yang berkaitan dengan:

a. Penyelenggaraan dan/ atau adanya kontribusi terhadap jasa keuangan konvensional (ribawi)

b. Penyelenggaraan dan/ atau adanya kontribusi terhadap kegiatan yang mengandung unsur perjudian (maysir)

c. Penyelenggaraan dan/ atau adanya kontribusi terhadap produksi, distribusi, perdagangan dan/ atau penyediaan barang jasa yang dilarang (haram)

d. Penyelenggaraan dan/ atau adanya kontribusi terhadap kegiatan yang bersifat merusak/ bahaya (mudarat) terhadap akhlak/moral maupun lingkungan.

Tazkiyah an-Nafs dalam Economic Bahavior

Tazkiyah an-Nafs terdiri dari dua kata: tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau

nafsu kita, dari berbagai noda dan kotoran.

Dari pengertian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa proses purification adalah bukan sesuatu yang dapat dilakukan pada saat bulan ramadhan saja namun juga sebuah proses penyucian diri pada seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam berperilaku ekonomi. Perilaku ekonomi merupakan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani untuk setiap manusia. Kebutuhan tersebut akan terus menerus di lakukan oleh

(20)

20

manusia, Islam sebagai sebuah ideologi mempunyai pandangan bahwa perilaku manusia bukan dalam keadaan dipaksa dan bukan juga memiliki kebebasan . Islam juga tidak memperbolehkan perilaku manusia untuk melanggar aturan yang sudah di tetapkan oleh Allah. Dan islam mengharamkan menggunakan asas manfaat sebagai batasan dalam perbuatan karena manfaat menurut pandangan manusia tidaklah sebuah kebenaran yang hakiki yang diajarkan oleh allah SWT. Islam juga melarang mencampur adukkan antara yang bersifat haram dan halal, hal itu merupakan bagian dari perilaku ekonomi.

Adapun langkah yang penting untuk merumuskan kaidah perilaku ekonomi dalam islam adalah menyusun sebuah sistem kebenaran yang bersifat umum serta mampu menangkap secara tepat spirit etik islam, dan dapat merumuskan dasar ekonomi yang berarti. Sedangkan alasan dalam mengambil langkah dalam berperilaku ekonomi adalah dengan berlandaskan, Pertama ajaran dasar moral dan religius islam harus diambil sebagai kebenaran hakiki untuk menentukan sebuah keputusan yang masuk akal dalam perilaku ekonomi dalam masyarakat islam.; Kedua sistem etika yang didasarkan pada agama islam harus diperhatikan karena menentukan kerangka ilmu ekonomi islam itu harus dengan wawasan yang luas. Hal ini bukan hanya karena ajaran etik islam yang mengajarkan tentang proses kehidupan saja, melainkan karena pandangan ini mengandung kekuatan dari kepercayan-kepercayaan islam yang menyeluruh; Ketiga, tentang keputusan-keputusan nilai sebagai pernyataan yang secara obyektif tentang masyarakat islam, dimana perilaku ekonomi tidak bisa terpisah dari norma-norma etik. Dan Islam juga menggunakan pendekatan terbuka terhadap etika yang tidak berorientasi hanya pada diri sendiri. Egoisme penimbunan kekayaan juga tidak terdapat dalam ajaran agama islam karena islam juga mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan berekonomi.

Relevansi Sukuk dan Pembangunan Ekonomi Islam Multidimensional

Sasaran pembangunan ekonomi dalam Islam adalah multidimensional,25

pemabangunan ekonomi islam bukan hanya pembangunan materiil, tetapi segi spiritual dan moral sangatlah berperan, pembangunan moral dan spiritual harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi. Inilah yang kemudian yang di dalam Alquran dinamakan tazkiyah

25 Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Yogjakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997),

Multidimensional adlah Islam mempunyai beberapa dimensi di antaranya: dimensi moral, sosial, politik dan ekonomi

(21)

21 nafs. Melalui sukuk yang penerbitannya berlandaskan syariah diharapkan mampu membangun

perekonomian secara multidimensional. Sedangkan pihak utama yang terlibat dalam sukuk adalah obligor atau pihak yang bertanggung jawan atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo. Dalam hal sovereign sukuk, obligor-nya adalah pemerintah sebagai pemegang kuasa tertinggi Negara yang bertugas menjaga keseimbangan ekonomi publik melalui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya.

Pihak kedua setelah obligor adalah special Purpose Vehicle yaitu badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk sertifikat dengan fungsi sebagai penerbit sukuk, menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset serta bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor. Pihak terakhir adalah investor yaitu pemegang sukuk yang memiliki ha katas imbalan margin, dan nominal sukuk sesuai dengan partisipasi masing-masing.

Para pakar yang objektif telah mengakui bahwa obligasi syariah (sukuk) dengan sistem syariahnya jauh lebih baik daripada surat utang dengan basis bunga. Hal ini didasari oleh beberapa ketentuan yang biasanya harus dipenuhi dalam emisi obligasi syariah dalam hal penggunaan dana sukuk sejak awal jelas untuk membangun proyek tertentu, resiko obligasi syariah terdefinisi sejak awal oleh proyek yang dibiayainya serta tuntutan kedislipinan penggunaan dana sukuk karena sifat peruntukan penggunaan dana yang terdefinisi secara jelas berkaitan dengan proyek tertentu.

Kesimpulan

Sukuk Negara atau secara resmi bernama Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SBSN di Indonesia pertama kali diterbitkan pemerintah pada 26 Agustus 2008 sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN. Berberapa kelebihan dalam sukuk di antaranya adalah memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang kompetitif dibandingkan dengan instrument keuangan lain; pembayaran imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh pemerintah; dapat diperjual belikan di pasar sekunder; memungkinkan adanya tambahan penghasilan berupa margin (capital gain); aman dan terbebas dari unsur ribawi (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling); serta berinvestasi sambil mengikuti dan melaksanakan syariah. Mengacu pada fakta ini, keberadaan sukuk sangatlah penting bagi proses pembangunan ekonomi. Konsepnya yang islami menjadikan sukuk sebagai instrument pemerintah yang dinilai baik bagi para investor. Selain

(22)

22

itu eksistensinya menjadi sebuah tanda apabila pemerintah turut peduli dan percaya bahwa sistem yang ada dalam ekonomi islam sangatlah signifikan dalam memperbaiki perekonomian Negara. Sebagai Negara yang mayoritas berpenduduk muslim tentunya dalam banyak aspek terutama dalam hal ekonomi haruslah diilhami dari nilai-nilai yang islami. Hal ini yang akan mengantarkan kita sebagai ekonom muslim yang berkualitas. Aspek kejujuran, keadilan, dan berparuh resiko adalah perwujudan dari penyucian jiwa/ tazkiyatun nafs /purification dari kekosongan batin dan bentuk ibadah kita kepada Allah yang Maha Agung.

Wallahu „a‟lam

Daftar Rujukan

Al Hadi, Abu Azam. Fikih Muamalah Kontemporer (Depok: Rajawali Press, 2019) DJPU-Kemenkeu. Materi Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara (Jakarta: 2013) DJPU-Kemenkeu. Sukuk Negara: Instrument Keuangan Berbasis Syariah, (Jakarta : 2014)

DSN- MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Edisi Revisi (Jakarta: Gaung Persada, 2006)

Huda, Nurul & Nasution, Edwin Mustofa. Investasi pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)

Huda, Nurul. Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2015) Karomah, Umi. Investasi Syariah (Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2008)

Mannan. Ekonomi Islam Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Yogjakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997)

Nafik, Muhamad. Bursa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta: Serambi, 2009)

Purwanto, Srijanti, & Pramono, Wahyudi. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern Edisi

ke-1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Penggumpalan protein pada pembuatan tahu kacang koro pedang dapat terjadi dengan menggunakan koagulan whey tahu pada pH 6,2 atau sioko pada pH 6,7 menggunakan suhu

DAN WAKTU PELAKSANAA N RENCANA EVALU ASI 1 PELAYANAN PENDAFTARAN 20% 80% 0 - - - BULAN JUNI 2016 2 JAM PELAYANAN 20% 70% 10% 10 % MEMINTA PENAMBAHAN JAM PELAYANAN

Pendokumentasian merupakan salah satu cara yang dilakukan pengurus kesenian Kubro Siswo dengan merekam menggunakan kamera lalu dimasukkan dalam bentuk kaset CD

Berdasarkan observasi di kawasan Desa Belangian, keadaan masyarakatnya masih tradisional dan banyak memanfaatkan sumber daya alam di sekitar adanya hal tersebut maka

Jadi sukuk murabahah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah, atau institusi

Hasil penelitian meliputi data penetapan kadar NaCl dan data penurunan kadar kolesterol pada telur mentah, telur asin hasil olahan dengan cam- puran media bata merah dan

Pengaruh Tingkat Pemakaain Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi Menggunakan Bacillus Amyloliquifacien (Kukaf) dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur pada Ayam. Skripsi, Fakultaas

Ada dua tipe sampel yang umum diketahui yaitu Grab samples dan composite samples, yang mana kedua-duanya dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis.