• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK KUDA PACU INDONESIA DIAN BERLIANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK KUDA PACU INDONESIA DIAN BERLIANA"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK

KUDA PACU INDONESIA

DIAN BERLIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

Pernyataan Mengenai Tesis Dan

Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis dan Evaluasi Genetik

Kuda Pacu Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian

akhir tesis ini.

Bogor, April 2007

Dian Berliana

NIM D051030131

(3)

ABSTRAK

DIAN BERLIANA. Analisis dan Evaluasi Genetik Kuda Pacu Indonesia.

Dibimbing oleh MULADNO dan RUDY PRIYANTO

Kuda Pacu Indonesia adalah kuda Indonesia hasil grading up dari kuda

betina lokal Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3)

dan generasi keempat (G4) dan memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia serta

terdaftar pada biro registrasi kuda yang ditetapkan pemerintah. Penelitian analisis

genetik telah dilakukan di daerah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

Pamulang (Jakarta Selatan). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kuda lokal

Indonesia pada level molekuler dan mengevaluasi performance KPI. Delapan

belas sampel darah diekstraksi untuk memperoleh DNA total. Fragmen DNA

diampifikasi dengan teknik PCR pada daerah 12SrRNA dan diperoleh pita (band)

sepanjang 450-500 bp. Sekuensing menggunakan mesin ABI 3130 Genetic

Analyzer menghasilkan panjang urutan nukleotida sebesar 321 bp. Hasil multiple

aligment dari 18 sampel menunjukan adanya 9 kelompok haplotipe yang

mempunyai dua basa yang spesifik yaitu thymin dan adenin. Jarak genetik antara

kuda indonesia berkisar antara 0.003-0.0187 dengan rata–rata keragaman

nukleotida sebesar 0.0091. Model persamaan regresi yang diperoleh untuk jarak

pendek adalah kecepatan (m/mnt) = -870.408 + 13.931 Lebar Dada – 26.952

Panjang Bahu + 26.188 Tinggi Punggung dengan nilai R

2

sebesar 99.7%. Model

persamaan regresi yang diperoleh untuk jarak jauh adalah kecepatan (m/mnt) =

15019 + 100.358 Tinggi Badan – 104.866 Panjang Badan – 13394 TB/PB dengan

nilai R

2

sebesar 53.9%.

(4)

ABSTRAK

DIAN BERLIANA. Analysis and Evaluation Genetic of Indonesian Ridding

Horse. Under the direction of MULADNO and RUDY PRIYANTO

Indonesian ridding horse is a result of grading up from Indonesian local

horse with Thoroughbred stallion until third and fourth generation and have a

certificate Indonesian ridding horse and also enlisted at office of registration horse

which specified by goverment. The research on genetic analysis of the Indonesian

horse was conducted in West Sumatera, Central Java, West Java and Pamulang

(South Jakarta). The objective of this research was to analysis genetic Indonesian

horse at molecular level and evaluate performance KPI. Eighteen DNA total from

blood were extracted and 450-500 bp of the 12SrRNA fragment of mitochondrial

DNA were amplified by Polymerase Chain Reaction (PCR). Nucleotide sequence

of the PCR products were determined by automated sequencer (ABI 3130 Genetic

Analyzer). The result of research showed that 9 haplotipe were found among 18

sample and have two specifik base thymin and adenin. Genetic distance value of

the Indonesian horse range from 0.003 – 0.0187 and nucleotide diversity 0.0091.

The regression equation for short range is speed (m/mnt) = -870.408 + 13.931

Width of Chest – 26.952 Length of Shoulder + 26.188 Height of Back with R

2

value is 99.7%. The regression equation for long range is speed (m/mnt) = 15019

+ 100.358 Height at Withers – 104.866 Body Length – 13394 HW/BL with R

2

value is 53.9%.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya

(6)

ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK

KUDA PACU INDONESIA

DIAN BERLIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(7)

Judul Tesis

: Analisis dan Evaluasi Genetik Kuda Pacu Indonesia

Nama

: Dian Berliana

NIM

: D051030131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Muladno, MSA

Dr.Ir. Rudy Priyanto

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ternak

Dr.Ir. Nahrowi, M.Sc

Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

tesis yang berjudul Analisis dan evaluasi genetik kuda pacu Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muladno, MSA dan

Dr. Ir. Rudy Priyanto selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan penyelesaian

penulisan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Pusat PORDASI di

Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Pengurus Pusat Biro

Registrasi Kuda di Jakarta atas segala bantuannya selama pengambilan data

sekunder dan sampel darah kuda pacu Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Genetika

Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor dan Kepala

Laboratorium Bioteknologi PUSPITEK Serpong, Tangerang yang telah

mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium kedua

instansi tersebut dan atas segala saran dan bimbingan yang telah diberikan kepada

penulis selama menyelesaikan penelitian.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Azwar dan

Ibunda Hj. Ermayati serta Suamiku tercinta Kapten Marinir Moh. Maftukin yang

selalu memberikan segala kasih sayang, dukungan moril maupun materiil serta

doa restu dan nasehatnya agar penulis selalu tabah dan tawakal dalam menghadapi

kesulitan dan senantiasa selalu bekerja keras. Kepada kakakku Haris Alfarobi dan

Aulia Arselan serta adikku Farli Salim dan Moh. Alkadri penulis ucapkan terima

kasih atas dorongan semangatnya untuk menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Romi Zamhir Islami

sebagai rekan penelitian dan rekan – rekan Sekolah Pascasarjana IPB program

studi Ilmu Ternak angkatan 2003, beserta semua pihak yang telah mendukung dan

membantu selama penulis menempuh studi S-2.

(9)

Akhir kata, jika pembaca merasa tesis ini masih banyak kekurangan maka

penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun agar

dapat dicapai hasil penulisan yang lebih baik pada masa yang akan datang.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 17 Mei 1978 dari

pasangan H.Azwar dan Hj.Ermayati. Penulis merupakan anak ketiga dari lima

bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran, Jatinangor, Bandung dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003,

penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak pada Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

x

DAFTAR GAMBAR ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...

1

Tujuan Penelitian ...

2

Manfaat Penelitian ...

2

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul Kuda ...

3

Penyebaran Kuda di Dunia ...

4

Jenis Kuda Terbaik di Dunia ...

5

Penyebaran dan Perkembangan Kuda di Indonesia ...

6

Jenis Kuda di Indonesia ...

8

Kuda Pacu Indonesia ...

9

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia ...

10

Permasalahan Kuda Pacu Indonesia ... 11

Deoxyribonucleic Acid (DNA) ...

12

Daerah 12SrRNA ...

13

Polymerase Chain Reaction (PCR) ...

13

Pembacaan Urutan DNA (DNA Sequencing) ...

14

Filogenetik ... 15

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ...

17

Materi Penelitian ...

17

Metode Penelitian ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi DNA ...

24

Amplifikasi fragmen DNA dengan teknik PCR pada daerah

12SrRNA ...

25

Keragaman Kuda Lokal ndonesia ...

26

Filogenetik Kuda Lokal Indonesia ...

31

Jarak Genetik Kuda Lokal Indonesia ...

32

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia ...

34

Strategi Pengembangan Kuda Pacu Indonesia ...

38

SIMPULAN DAN SARAN ...

39

DAFTAR PUSTAKA ...

40

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kuda lokal Indonesia ...

8

2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia ...

11

3 Kelompok haplotipe kuda lokal Indonesia ... 29

4 Keragaman nukleotida kuda lokal Indonesia ...

30

5 Nilai jarak genetik kuda lokal Indonesia ... 33

6 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh

pada jarak pendek ...

35

7 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh

pada jarak jauh ...

36

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Pengukuran kuda ...

21

2 Contoh visualisasi DNA total kuda lokal Indonesia hasil ekstraksi

yang telah dielektroforesis pada gel agarose 1 % ...

24

3

Hasil amplifikasi fragmen 12 SrRNA dengan teknik PCR ...

25

4 Hasil

multiple alignment dari kuda lokal Indonesia ...

26

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Contoh kromatogram hasil analisis sekuensing kuda lokal Indonesia 42

2

Hasil multiple alignment dari 19 ekor kuda lokal Indonesia ... 43

3

Hasil analisis rancangan acak lengkap pada jarak pacuan kuda ... 46

4 Hasil analisis korelasi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pacu

pada jarak pendek dan jarak jauh ………..

47

5 Hasil analisis regresi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pada

jarak pendek dan jarak jauh ...

48

(15)

Pendahuluan

Latar Belakang

Pembentukan Kuda Pacu Indonesia (KPI) dilakukan untuk memenuhi

permintaan konsumen dan memperoleh standar kuda pacu yang seragam mengacu

pada standarisasi Dewan Standarisasi Nasional yang telah dilakukan sejak tahun

1975. Berdasarkan hasil keputusan loka-karya di dalam Munas III PORDASI

tahun 1975, arah pembentukan Kuda Pacu Indonesia dilakukan dengan

menyilangkan kuda betina lokal dengan kuda jantan Thoroughbred. Pemilihan

kuda Thoroughbred sebagai pejantan dilakukan karena bangsa Thoroughbred

merupakan bangsa kuda pacu yang mempunyai kemampuan tinggi dalam

kecepatan lari. Adapun kuda lokal yang dipilih adalah kuda Sandel yang memiliki

daya tahan terhadap iklim tropis, kaki yang cukup kuat, intelegensia yang tinggi

dan kecepatan lari yang baik.

Saat ini persilangan antara kuda lokal dengan kuda Thoroughbred

dilakukan/dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keturunan

keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya yaitu antara G3

dengan G3, G3 dengan G4, dan G4 dengan G4 sehingga kuda pacu Indonesia

mempunyai komposisi darah sebagai berikut :

− 87.5 % darah kuda Thoroughbred dan 12.5 % darah kuda lokal untuk G3

− 93.75 % darah kuda Thoroughbred dan 6.25 % darah kuda lokal untuk G4

− 90.625 % darah kuda Thoroughbred dan 9.375 % darah kuda lokal untuk

(G3 x G4) (Pordasi 2000)

Berdasarkan sistem persilangan tersebut maka pada tahun 1996, Dewan

Standarisasi Nasional menyetujui bahwa sistem ini dapat dijadikan konsep dalam

menentukan standar kuda pacu Indonesia yang kemudian menjadi Standar

Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor register SNI 01-42261996 (Pordasi

2000). Hal ini merupakan salah satu kebanggaan PORDASI karena telah berhasil

membentuk kuda pacu Indonesia yang memiliki kombinasi karakter antara kuda

lokal dan kuda Thoroughbred. Akan tetapi pada beberapa tahun terakhir ini timbul

perdebatan antara pemilik kuda tentang keinginan untuk melanjutkan persilangan

sampai keturunan kelima (G5) serta timbulnya keraguan tentang keturunan yang

(16)

ada saat ini apakah benar-benar berasal dari tetua yang ada. Untuk mengatasi

masalah tersebut maka perlu dilakukan penelusuran tentang pola pengembangan

dan pembibitan kuda pacu Indonesia. Dengan kemajuan teknologi rekayasa

genetika maka penelusuran pola pengembangan dan pembibitan ini dapat

dilakukan dengan menggunakan analisis DNA serta melakukan kajian secara

menyeluruh baik pada level fenotipe maupun genotipe.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menemukan dan menentukan

strategi yang tepat dalam mempertahankan dan meningkatkan mutu genetik Kuda

Pacu Indonesia melalui tahapan :

1.

Melakukan analisis keragaman genetik kuda lokal Indonesia pada level

molekuler

2.

Evaluasi terhadap performance Kuda Pacu Indonesia mulai dari generasi

kesatu sampai generasi keempat

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

PORDASI dalam membuat pola kebijakan dan pengembangan Kuda Pacu

Indonesia (KPI) berdasarkan dari hasil analisis genetik.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul Kuda

Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari

binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn

horse yang telah mengalami proses evolusi sekitar 60 juta tahun yang lalu. Tahun

1867 kerangka lengkap dari fosil Eohippus telah ditemukan dibentukan tebing

Eocene dan pada tahun 1931 kerangkanya disusun kembali di Big Horn Basin,

Wyoming USA oleh palaeontologi dari Institut Teknologi California.

Proses evolusi kuda terjadi melalui beberapa tahapan yang dimulai dari

(1) Eohippus, berkembang pada zaman Eocene dengan tinggi badan 35 cm

(20-50 cm), berat 5.5 kg, mempunyai empat jari kaki dan gigi geraham pendek

yang sangat cocok untuk memakan tunas-tunas rumput, (2) Mesohippus,

perkembangannya dimulai pada zaman Ologocene dengan tinggi badan 45 cm,

bentuk punggung hampir sama dengan Eohippus, mempunyai kaki yang lebih

panjang dengan tiga jari kaki, gigi premolar dan incisor lebih kuat dan mampu

memotong daun-daun yang lebih beragam, (3) Miohippus, berkembang pada akhir

zaman Oligocene dan awal zaman Miocene dengan tinggi sekitar 60 cm, bentuk

kaki dan gigi lebih berkembang dibandingkan dengan Mesohippus, mempunyai

tiga jari kaki dengan jari kaki bagian tengah lebih menonjol dan mempunyai gigi

seri yang lebih jelas, (4) Merychippus, berkembang pada pertengahan dan akhir

zaman Miocene dengan tinggi lebih dari 90 cm, jari kaki tengah semakin

membesar sedangkan kedua jari lainnya mengecil, gigi seri semakin jelas dan

semakin cocok untuk merumput, mempunyai leher yang panjang yang

memungkinkan menggapai makanan dipermukaan dan meningkatkan jarak

pandang, (5) Pliohippus, berkembang pada pertengahan zaman Pleistocene sekitar

6 juta tahun yang lalu. Pliohippus mempunyai tinggi sekitar 1.22 m, seluruh gigi

untuk merumput telah lengkap, mempunyai persendian tulang yang sangat kuat

dengan satu buah kuku dan merupakan prototype yang menggambarkan bentuk

kuda modern yang ada saat ini. Pliohippus merupakan salah satu kelompok

subgenerik yang mewakili zebra, keledai dan heminoid, (6) Equus caballus,

berasal dari Pliohippus yang berkembang sekitar 5 juta tahun yang lalu pada

(18)

zaman es. Menurut bahasa latin caballus berasal dari kata fons caballinus yang

diambil dari cerita dongeng tentang Pegasus (Edward 1994).

Penyebaran Kuda di Dunia

Penyebaran kuda dimulai dari Amerika Utara ke arah Amerika Selatan,

Asia, Eropa dan Afrika yang terjadi sekitar 1 juta tahun yang lalu pada akhir

zaman es (9000 SM). Sekitar abad ke-16 penjelajah Spanyol mendarat di Mexico

dengan membawa 16 ekor kuda dan selanjutnya kuda-kuda ini berkembang dan

menyebar di wilayah Amerika (Edward 1994). Dari penyebaran ini maka tetua

kuda berasal dari tiga tipe primitif kuda yaitu : (a) Forest Horse (Equus cabalus

silvaticus) adalah kuda dengan tinggi 1.52 m dan berat sekitar 545 kg. Warna bulu

biasanya merah atau hitam dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk

yang lebat, mempunyai tapak kaki yang lebar yang cocok untuk daerah berawa,

(b) Asiatic Wild Horse (Equus cabalus przewalskii przewalskii) adalah kuda liar

yang ditemukan di Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama Nikolai

Mikhailovitch Przewalski pada tahun 1879. Kuda ini memiliki tinggi sekitar

1.32 m. Keempat kaki, ekor, rambut tengkuk berwarna hitam dan daerah bawah

perut berwarna cream. Kuda ini berbeda dengan keturunan domestik lainnya

karena jumlah kromosomnya 66 sedangkan kuda domestik jumlah kromosomnya

64, (c) Kuda Tarpan (Equus cabalus gmelini) adalah kuda liar yang menyebar ke

Eropa Timur sampai stepa ukraina. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1.32 m

(Edward 1994).

Berdasarkan tipe tetua tersebut maka berkembanglah empat dasar tipe kuda

yaitu (1) Pony tipe I, hidup di daerah Utara sampai Eropa Barat dengan tinggi

1.22 – 1.27m, memiliki warna tubuh coklat dan bay, (2) Pony tipe II, hidup di

daerah Utara Eurasia, tahan pada kondisi dingin dan mimiliki tinggi badan

1.42-1.47m, (3) Pony tipe III, hidup di daerah Asia Tengah dan tahan pada

kondisi panas dengan tinggi badan sekitar 1.5 m, (4) Pony tipe IV, hidup di daerah

Asia Barat merupakan kuda padang pasir dan tahan pada kondisi panas dengan

tinggi badan sekitar 1.22 m (Edward 1994).

(19)

Jenis Kuda Terbaik di Dunia

Kuda Arab merupakan sumber atau cikal bakal semua bangsa kuda di

dunia karena kemurnian genetiknya sangat potensial untuk dikembangkan

sehingga kuda Arab mempunyai karakter dan peranan yang sangat penting dalam

upgrading (Edward 1994). Perkembangan kuda Arab dimulai pada abad ke 7 di

wilayah Arabia dan pada abad 18 sampai 19 di wilayah Inggris, Rusia,

Skandinavia, dan Amerika. Di Amerika kuda Arab mulai dikembangkan di

Vermont tahun 1793 yang menghasilkan keturunan kuda Arab dengan tinggi

154 – 167 cm. Keturunan kuda Arab juga dikembangkan di Inggris yang disebut

Barb atau Turk dengan cara menyilangkan pejantan kuda Arab dengan kuda lokal

Inggris untuk memperoleh kuda pacu yang baik seperti keturunan kuda Arab yang

dimiliki ratu Victoria yang bernama Zozeb yang selalu memenangkan pacuan

selama 8 tahun (Soehardjono 1990).

Kuda Arab adalah kuda yang memiliki bentuk yang indah, stamina yang

kuat, kesehatan dan intelegensia yang baik dibandingkan dengan kuda yang lain.

Selain itu ciri-ciri khusus yang dimiliki kuda Arab adalah tinggi badan 156 - 165

cm, bulu tengkuk dan ekor terlihat bagus dan lembut, bentuk kepala indah, mata

bersinar, bentuk kepala lonjong dengan moncong yang kecil dan lubang hidung

lebar, kaki bagian depan panjang dan ramping dengan perototan yang kuat,

badannya kompak dengan punggung yang pendek, ramping dan cekung,

mempunyai ekor yang tidak tertarik saat bergerak karena bentuknya melengkung

dan meninggi, kaki bagian belakang mempunyai konformasi yang lemah,

mempunyai 17 tulang rusuk, 5 lumbar vertebra dan 16 tulang ekor (Edward 1994).

Kuda Thoroughbred mulai dikembangkan sebagai kuda pacu pada abad ke

17 dan 18 di wilayah Inggris dengan mendatangkan tiga kuda pejantan dari daerah

Timur yaitu Byerley Turk, Darley Arabian dan Godolphin Arabian yang

kemudian disilangkan dengan kuda betina lokal Inggris (Soehardjono 1990). Kata

Thoroughbred muncul sekitar tahun 1821 dan dicatat di General Stud Book yang

merupakan buku yang berisi catatan silsilah tentang Thoroughbred di Inggris dan

Irlandia. Industri pacuan kuda Thoroughbred berkembang diseluruh dunia sekitar

200 tahun yang lalu dan breed ini muncul sebagai satu-satunya breed paling besar

yang mempengaruhi populasi kuda di dunia. Potensi dan keseragaman genetik

(20)

dicapai oleh proses pemuliaan yang selektif sehingga menghasilkan kuda yang

memiliki ukuran, pergerakan, konformasi, kecepatan, keberanian dan stamina

yang baik (Edward 1994).

Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh kuda Thoroughbred adalah tinggi 176 –

178 cm, bentuk kepala dan rahang bagus, perpaduan antara kepala dan leher

terlihat bagus dan simetris dengan pundaknya, proporsi badan panjang, kaki

bagian belakang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga

memberikan daya dorong yang maksimum, kaki bagian depan bagus dan panjang

dengan otot yang besar serta persendian yang rata, tulang dibawah lutut berukuran

dibawah 20 cm, mempunyai bahu yang panjang dan membentuk slope yang tidak

terlalu menonjol sehingga menghasilkan langkah yang panjang dan rendah

(Edward 1994).

Penyebaran dan Perkembangan Kuda Di Indonesia

Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu

dan Budha pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan-kerajaan ini memiliki armada

maritim yang kuat sehingga mempercepat usaha pengembangbiakan dan

penyebaran kuda keseluruh wilayah Indonesia mulai dari pulau Jawa sampai

Sulawesi bahkan sampai ke pulau-pulau kecil lainnya (Soehardjono 1990). Kuda

yang terdapat di wilayah Asia Tenggara khususnya Indonesia termasuk jenis kuda

pony yang merupakan keturunan kuda Mongolia (keturunan kuda Przewalski)

yang menyebar dari wilayah bagian Timur dan Selatan dari pegunungan India dan

Tibet sampai ke Indonesia melewati Thailand dan Cina. Kuda pony pada

umumnya memiliki tinggi badan antara 1.13 – 1.33 m dengan bentuk badan yang

kurang serasi karena kaki bagian depan lebih berkembang dibandingkan kaki

bagian belakang (Edward 1994).

Pemuliaan kuda dikepulauan Indonesia dimulai sejak tahun 1800 dengan

mendatangkan beberapa ekor kuda yaitu kuda Arab, kuda Australia dan kuda

Eropa. Jenis kuda Eropa didatangkan dari negara Belanda, Jerman dan Belgia.

Kuda-kuda ini selanjutnya disebarluaskan ke beberapa daerah di Indonesia untuk

dikawinkan dengan kuda lokal yang terdapat di daerah tersebut. Kuda Arab

disebarluaskan dan dikembangbiakan di daerah Sumatera Barat, kuda Australia di

daerah Jawa dan kuda Eropa di daerah Sulawesi Utara (Soehardjono 1990).

(21)

Keturunan kuda yang dihasilkan di Sumatera Barat dinamakan kuda Sandel Arab

Sumatera Barat (SA), di daerah Jawa dinamakan kuda Priangan dan di daerah

Sulawesi Utara dinamakan kuda Minahasa (Soehardjono 1990).

Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1918 membangun pusat

pengembangan dan pembibitan kuda di Padang Mangatas, Sumatera Barat yang

berfungsi sebagai tempat persilangan kuda Sandel dan Kuda Arab. Hasil

persilangannya dinamakan kuda Sandel Arab yang memiliki tinggi 1.28 – 1.42 m.

Pengembangbiakan kuda kembali dilaksanakan pada tahun 1950 setelah terjadi

perang dunia ke-2 oleh pihak Kavaleri Angkatan Darat untuk membentuk pasukan

berkuda. Pengembangan dilakukan di Parompong, Jawa Barat dengan

mendatangkan kuda pejantan dari luar negeri yang bernama Dark Chevallier dan

telah berhasil membuahkan keturunan kuda pacu yang baik (Soeharjono 1990).

(22)

Jenis Kuda di Indonesia

Wilayah Indonesia memiliki beberapa jenis kuda lokal yang tersebar

hampir disetiap daerah dan memiliki karakteristik tersendiri seperti yang terlihat

pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Karakteristik kuda lokal Indonesia

Jenis Kuda Tinggi Badan (m) Karakteristik

Kuda Sumba 1.27 - Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek - Sifatnya jinak dan cerdas

- Konformasi badan kurang sempurna - Bagian punggung kuat

Kuda Timor 1.22 - Bentuk badan lurus dan leher pendek

- Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor yang tinggi

- Bagian tengkuk dan ekor penuh dengan bulu Kuda Sandel 1.35 - Ukuran tubuh kecil

- Bentuk kepala kecil dan bagus - Mata yang besar

- Bulu yang lembut dan berkilauan

- Mempunyai kecepatan yang baik dan sangat aktif - Kuku kaki yang keras dan kuat

Kuda Batak 1.32 - Bentuk kepala bagus dengan bagian muka yang lurus, leher pendek dan lemah

- Memiliki bagian punggung yang panjang dan sempit dengan kaki bagian belakang ramping

- Bagian rump tinggi

- Ekor dan tengkuk mempunyai rambut yang bagus - Posisi ekor cukup tinggi sehingga sangat baik dalam

pergerakan

Kuda Jawa 1.27 - Memiliki stamina yang baik dan tahan terhadap panas

- Ukuran tubuh lebih besar dibandingkan kuda poni lainnya

- Sifatnya jinak

- Kaki dan persendiannya tidak berkembang dengan baik sehingga mempengaruhi kekuatannya Kuda Padang 1.27 - Kuku kaki keras dan bentuknya bagus

- Bagian tumit lemah

- Mempunyai konformasi yang baik tetapi pertulangannya kecil

Kuda Makasar 1.25 - Daya tahan tubuh kuat - Kaki tegap dan kuat - Bertemperamen stabil Kuda Flores 1.24 - Bentuk badan kecil

- Sifat yang jinak Kuda Bima - - Bentuk badan kecil

- Memiliki pinggang yang pendek

Daya tahan tubuh baik dan memiliki langkah yang cepat Sumber : (Edward 1994; Soehardjono 1990)

(23)

Kuda Pacu Indonesia

Kuda Pacu Indonesia merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda

betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3) dan

generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating) yang

memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia dan terdaftar pada biro registrasi kuda

yang ditetapkan pemerintah atau kuda Indonesia yang mempunyai garis keturunan

induk kuda Indonesia dan garis keturunan pejantan/pemacek Thoroughbred impor

yang sudah diregistrasi pada pusat registrasi kuda yang ditetapkan oleh

pemerintah (Pordasi 2000).

Pemilihan kuda Thoroughbred sebagai pejantan karena kuda Thoroughbred

memiliki karakteristik yang menonjol seperti kecepatan lari, daya tahan dan

kecerdasan yang baik. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2000), kuda

Thoroughbred merupakan kuda yang sangat baik dalam melompat, balapan,

dressage dan kuda ini telah digunakan untuk diseleksi sebagai bred khusus dalam

kecepatan lari. Kuda lokal adalah kuda asli yang terdapat dibagian timur

Indonesia dengan ciri-ciri; memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, intelegensia

yang cukup tinggi, kaki yang cukup kuat dan terkenal sebagai kuda yang cepat

larinya.

Pembentukan kuda pacu harus memenuhi standar kuda pacu Indonesia yang

sesuai dengan SK Dirjenak no:105/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/95, tgl 24/02/95

dengan syarat-syarat sebagai berikut (1) standar komposisi darah, (2) standar fisik

atau performance seperti tinggi gumba, lebar dada, panjang badan dan kecepatan

lari, (3) standar warna bulu, (4) standar mutu atau siklus mutu seperti mutu istal,

mutu pejantan atau induk, mutu pemeliharaan, mutu reproduksi, mutu

pemuliabiakan (seleksi), mutu hasil keturunan dan evaluasi mutu hasil, (5) sebagai

bibit kuda pacu Indonesia harus mempunyai sertifikat lahir, sertifikat pacu dan

kecepatan lari, sertifikat pemacek (untuk pejantan) (Pordasi 2000).

Penggolongan kuda pacu Indonesia berdasarkan sifat kualitatif dan sifat

kuantitatif. Persyaratan sifat kualitatif untuk kuda pacu Indonesia adalah hasil

persilangan kuda betina lokal dengan Thoroughbred, bentuk badan langsing, kaki

kuat dan ringan, bentuknya mengarah pada kuda Thoroughbred dan

temperamennya aktif. Sedangkan persyaratan kuantitatif adalah tinggi gumba

(24)

pada umur 6 tahun minimal 150 cm dan maksimal 170 cm, berat badan pada umur

6 tahun minimal 350 kg. Warna bulu pada kuda pacu Indonesia menurut peraturan

No.011/DPP/75 Pordasi Pusat adalah hitam (black), hitam coklat (brown black),

coklat (brown), Jeragam (by brown), coklat muda keemasan, kelabu (grey),

bopong (creamy), dan putih (Pordasi 2000).

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia

Ukuran tubuh kuda dapat digunakan untuk menentukan tipe kuda dan

memperkirakan kecepatan pacu kuda tersebut. Perbedaan ukuran tubuh yang

sangat terlihat pada tiap generasi adalah tinggi badan, tinggi punggung, lebar dada

dan panjang badan. Keempat ukuran tubuh ini sangat memegang peranan dalam

kecepatan pacu dan kemampuan loncat (jumping).

Tinggi badan memegang peranan yang penting dalam pengklasifikasian

kelas pacuan kuda dimana tiap kelas memiliki standar tinggi seperti (1) Kelas A,

158-162 cm, (2) Kelas B, 153-157.9 cm, (3) Kelas C, 148-152.9 cm, (4) Kelas D,

143-147.9 cm, (5) Kelas E, ≤142 cm (PORDASI 2003). Lingkar dada

mempunyai peranan yang penting dalam pernafasan karena berhubungan

langsung dengan sirkulasi oksigen dalam tubuh pada saat lari. Kuda yang

memiliki lingkar dada yang besar cenderung mempunyai organ pernafasan yang

sempurna. Panjang badan memegang peranan yang penting dalam menentukan

kecepatan pacu. Kuda dengan panjang badan yang relatif pendek akan memiliki

pergerakan badan yang lebih cepat dan sangat membantu dalam kesinambungan

gerak (Gay 1964).

Hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak

kuda umur 6-8 bulan adalah peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda

disebabkan oleh panjang langkah. Anak kuda yang larinya cepat diketahui

memiliki kaki lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih dan hal ini terdapat

pada kuda yang relatif lebih tinggi (Bowling dan Ruvinsky 2000).

Menurut Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner Pordasi (2000) ukuran

tubuh yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam membentuk standar kuda pacu

Indonesia adalah tinggi badan dan kecepatan lari seperti yang terdapat pada tabel

2 dibawah ini.

(25)

Tabel 2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia

Kelas Kuda Pacu

Tinggi Badan (cm)

Kecepatan Lari (mnt/m)

Kuda Pacu lokal

115 – 130

1.5 menit/1000m

Kuda Pacu G1

130 – 140

1 menit/1000m

Kuda Pacu G2

140 – 150

0.8 menit/1000m

Kuda Pacu G3

150 – 160

0.7 menit/1000m

Kuda Pacu G4

160 – 165

0.6 menit/1000m

Thoroughbred Diatas

170

0.5

menit/1000m

Permasalahan Kuda Pacu Indonesia

Perkembangan perkudaan Indonesia mulai dari tahun 1996 sampai dengan

tahun 2003 mengikuti arah persilangan terhadap darah Thoroughbred dengan

sistem persilangan grading-up sesuai dengan keputusan hasil loka-karya Munas

III Pordasi tahun 1975. Grading-up adalah usaha persilangan untuk membentuk

bangsa baru yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan

betina lokal (sandel) dengan pejantan Thoroughbred, yang hingga detik ini telah

hadir sampai generasi keempat (G4). Komposisi darah kuda pacu Indonesia hasil

grading-up adalah 87.5 % darah kuda Thoroughbred dan 12.5 % darah kuda lokal

untuk G3, 93.75 % darah kuda Thoroughbred dan 6.25 % darah kuda lokal untuk

G4, 90.625 % darah kuda Thoroughbred dan 9.375 % darah kuda lokal untuk (G3

x G4) (Pordasi 2000).

Pengulangan grading-up kearah generasi yang lebih tinggi setelah G4 akan

memberikan hasil yang tidak efisien karena :

-

Peningkatan kemurnian darah yang dicapai pada kurun waktu tertentu akan

diikuti dengan peningkatan kemurnian darah yang sangat kecil (tidak pernah

mencapai 100 %) dan umumnya kuda tersebut dinamakan kuda Griffin yang

cenderung tidak akan membawa keuntungan atau merugi.

-

Apabila sifat-sifat dari pejantan Thoroughbred ada yang tidak dikehendaki

maka dengan kemurnian darah yang lebih dari 93.75 % akan muncul pada

generasi hasil grading-up.

Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kualitas kuda pacu Indonesia maka

ditetapkan bahwa grading-up pada kuda pacu Indonesia dilakukan hanya sampai

generasi keempat sambil melihat dan mengevaluasi perkembangan prestasi

generasi selanjutnya (G5 dan seterusnya) (Pordasi 2000).

(26)

Deoxyribonucleic Acid (DNA)

DNA adalah materi genetik atau penyimpan utama dari informasi genetik.

Informasi genetik ini disalin dan dipindahkan ke molekul RNA, sekuen nukleotid

yang mengandung kode untuk sekuen asam amino yang khas. Protein kemudian

disintesis dalam suatu proses translasi dari RNA. Pada organisme tinggi seperti

manusia, ternak dan tumbuhan DNA biasanya terdapat di dalam inti sel dan

beberapa organ lain di dalam sel seperti mitokondria dan kloroplast.

Molekul DNA adalah dua rangkaian nukleotida yang tersusun secara linier

dan saling berikatan membentuk susunan berpilin (double helix). Satu rangkaian

nukleotida merupakan susunan dari banyak nukleotida yang diikat satu sama lain

oleh ikatan phosphodiester sedangkan kedua rangkaian nukleotida tersebut

direkatkan oleh ikatan hidrogen (Nicholas 1993).

Setiap nukleotida disusun oleh tiga komponen, yaitu molekul gula pentosa,

gugus fosfat, dan basa nitrogen. Dua komponen pertama terdapat di semua

nukleotida dengan susunan dan bentuk yang identik sedangkan komponen ketiga

(basa nitrogen) mempunyai susunan dan bentuk yang berbeda di dalam satu

nukleotida dengan nukleotida lainnya. Basa nitrogen menempel pada posisi

karbon 1’ dari pentosa sedangkan gugus phosphat pada posisi karbon 3’ atau

karbon 5’ dari pentosa. Serangkaian nukleotida dapat terbentuk dengan

mengikatkan gugus hidroksi (OH) pada karbon 3’ dari satu pentosa dan gugus

phosphat pada karbon 5’ dari pentosa sebelahnya, yang susunan memanjangnya

menjadi pentosa-phosphat-pentosa-phosphat-pentosa dan seterusnya. Karena

struktur molekulnya, pentosa urutan terdepan berujung 5’ sedangkan pentosa

urutan terbelakang berujung 3’ (Muladno 2002).

Berdasarkan bentuk molekulnya basa nitrogen dikelompokkan menjadi dua,

yaitu purin dan pyrimidin. Basa purin terdiri atas basa Adenin (A) dan Guanin

(G). Basa pyrimidin terdiri atas basa Cytosin (C) dan Thymin (T) sedangkan

pyrimidin pembentuk RNA adalah Cytosin (C) dan Urasil (U). Untuk membentuk

rangkaian molekul DNA heliks ganda maka basa nitrogen dari setiap nukleotida

dalam satu rangkaian akan berpasangan dengan basa nitrogen dari setiap

nukleotida pada rangkaian lainnya melalui ikatan hidrogen, dimana pengikatan

basa nitrogen dari masing-masing nukleotida tersebut sangat spesifik. Basa A dari

(27)

satu nukleotida selalu berikatan dengan basa T dari nukleotida lainnya dan basa G

selalu berpasangan dengan basa C. Pasangan A dan T terbentuk dengan dua ikatan

hidrogen sedangkan pasangan G dan C terbentuk dengan tiga ikatan hidrogen

sehingga pasangan G dan C lebih stabil daripada pasangan A dan T. Rangkaian

DNA heliks ganda selalu berpasangan secara spesifik, maka satu rangkaian DNA

tunggal merupakan komplemen dari rangkaian tunggal DNA pasangannya.

Sebagai contoh, rangkaian DNA tunggal 5’-AAACGTCGTACCTGT-3’

berkomplemen dengan rangkaian DNA tunggal 3’-TTTGCAGCATGGACA-5’.

Penulisan susunan molekul DNA diawali terlebih dahulu dengan angka 5’ yang

menempel pada basa yang menunjukan bahwa basa tersebut berada pada urutan

terdepan. Penulisan angka 3’ pada basa terakhir menunjukan bahwa basa tersebut

berada pada urutan terakhir (Muladno 2002; Nicholas 1993).

Daerah 12SrRNA

Daerah 12SrRNA merupakan salah satu jenis gen RNA ribosomal pada

mtDNA yang telah dipergunakan secara luas sebagai penanda genetik dalam

analisis filogenetik. Daerah 12SrRNA merupakan daerah pengkode sehingga

memiliki laju evolusi yang lebih lambat dibandingkan daerah kontrol dan bersifat

stabil secara evolusioner. Kekhususan sifat yang dimiliki oleh daerah 12SrRNA

memungkinkannya untuk dipergunakan secara luas dalam studi filogenetik antar

spesies hingga antar famili (Minelli 1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR adalah suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA

pada bagian tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang

berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan ensim dan dua

macam fragmen oligonukleotida (primer) dalam suatu thermocycler. Dalam

reaksi PCR dibutuhkan beberapa komponen penting seperti sepasang primer

(forward dan reverse), ensim DNA polymerase, larutan penyangga (buffer),

deoxyribonucleoside triphosphat (dNTP), MgCl

2

, H

2

O dan DNA template serta

mesin thermal cycler (Palumbi 1996).

Prinsip pelipatgandaan jumlah molekul DNA target yang diinginkan pada

teknik PCR adalah molekul DNA mengalami denaturasi pada pada suhu 95

o

C

sehingga strukturnya berubah dari untai ganda menjadi untai tunggal. Pada suhu

(28)

antara 50

o

C – 60

o

C primer forward yang urutan nukleotidanya berkomplemen

dengan salah satu untai tunggal akan menempel pada posisi komplemennya dan

primer reverse akan menempel pada untai tunggal lainnya. Proses ini disebut

annealling. Setalah kedua primer tersebut menempel pada posisinya

masing-masing maka pada suhu 72

o

C terjadi proses extension dimana ensin polymerase

mulai mensintesis molekul DNA baru sehingga satu molekul DNA ganda akan

berlipat jumlahnya menjadi dua molekul DNA. Selanjutnya proses denaturasi,

annealling dan extension diulang kembali hingga 25-30 siklus (Muladno 2002;

Nicholas 1993).

Pembacaan Urutan DNA (DNA Sequencing)

Pembacaan urutan DNA (sekuensing DNA) merupakan proses pembacaan

urutan nukleotida dari suatu fragmen DNA tertentu dengan menggunakan proses

elektroforesis. Ada dua metode sekuensing yang sering digunakan, yaitu metode

Maxam-Gilbert dan metode Sanger. Metode Maxam-Gilbert dilakukan dengan

cara mendegradasi fragmen DNA secara kimiawi sedangkan metode Sanger

dilakukan dengan cara mensintesis molekul DNA dan memberhentikan sintesis

tersebut pada basa tertentu. Pada dasarnya tiap metode meliputi pembuatan

serangkaian benang tunggal berlabel yang panjangnya bervariasi, dimulai dari

salah satu ujung fragmen yang sedang disekuens. Elektroforesis dari

benang-benang tersebut dalam gel polyacrylamida memisahkan benang-benang-benang-benang itu

berdasarkan ukurannya, yang menghasilkan tangga pita (ladder) berlabel dengan

tiap pita mewakili tersekuensnya satu basa. Ukuran fragmen yang dapat disekuens

pada metode Maxam-Gilbert berkisar 250 basa dan 1000 basa pada metode

Sanger.

Pada umumnya metode Sanger lebih banyak digunakan karena lebih aman,

mudah, praktis dan efisien. Larutan utama yang digunakan di dalam reaksi metode

Sanger adalah dNTPs (Deoxynucleotides Triphosphates) untuk mensintesis

molekul DNA baru dan ddNTPs (dideoxynucleotides Triphosphates) yang akan

menghentikan pemanjangan molekul DNA pada basa tertentu. Hasil akhir dari

reaksi tersebut adalah sejumlah potongan DNA yang panjangnya bervariasi tetapi

semuanya berakhir dengan nukleotida A (jika dNTP dicampur dengan ddATP),

berakhir dengan nukleotida C (jika dNTP dicampur dengan ddCTP), berakhir

(29)

dengan nukleotida G (jika dNTP dicampur dengan ddGTP), dan berakhir dengan

nukleotida T (jika dNTP dicampur dengan ddTTP). Untuk mendeskripsikan hasil

elektroforesis dari metode ini adalah dengan menggunakan label yang berbeda

(deoxynucleotides yang mengandung radioaktif atau label fluorescent pada

primer, dNTP atau ddNTP) atau dengan pendekatan staining (silver staining)

(Nicholas 1993).

Filogenetik

Tujuan utama mempelajari filogenetik adalah (1) merekonstruksi hubungan

kekerabatan yang tepat antar organiame dan (2) memperkirakan waktu divergensi

antar organisme sejak mereka masih berbagi leluhur yang sama (Li dan Graur

1991). Pohon filogenetik merupakan grafik yang digunakan untuk

menggambarkan hubungan kekerabatan antar taksa yang terdiri dari sejumlah

nodus dan cabang (branches) dengan hanya satu cabang yang menghubungkan

dua nodus paling berdekatan. Setiap nodus mewakili unit-unit taksonomi dan

setiap cabang mewakili hubungan antar unit yang menggambarkan hubungan

keturunan dengan leluhur. Pola percabangan yang terbentuk dari suatu pohon

filogenetik disebut topologi. Nodus-nodus yang terdapat dalam dalam suatu pohon

filogenetik dapat dibedakan ke dalam dua jenis yaitu (1) nodus internal,

mempresentasikan unit-unit leluhur atau nenek moyang, (2) nodus eksternal,

mempresentasikan unit-unit taksonomi yang sedang dibandingkan satu sama lain

dan dikenal dengan istilah operational taxonomy unit (OTU) (Li dan Graur 1991).

Dalam rekonstruksi pohon filogenetik terdapat beberapa metode yang sering

digunakan antara lain metode neighbor-joining, metode maximum parsimony dan

metode maximum likelihood. Dari ketiga metode tersebut, metode

neighbor-joining merupakan metode yang paling sering digunakan karena memiliki waktu

tercepat dalam proses analisis.

Metode neighbor-joining adalah metode yang didasarkan pada prinsip

pengelompokan taksa berdasarkan nilai jarak evolusioner pasangan-pasangan

operational taxonomy unit (OTU). Metode neighbor-joining mengasumsikan

bahwa topologi yang sebenarnya dari pohon filogenetik adalah topologi yang

memiliki panjang cabang paling pendek yang dihasilkan melalui penggunaan

sejumlah estimasi jarak evolusioner (Nei dan Kumar 2000). Konsep terpenting

(30)

pada metode neighbor-joining adalah konsep pasangan tetangga (neighbors) yang

didefinisikan sebagai dua buah OTU yang saling dihubungkan oleh suatu nodus

pada sebuah pohon. Penentuan pasangan tetangga dilakukan melalui serangkaian

penghitungan algoritmik yang melibatkan sebuah pohon berbentuk bintang

sebagai pohon inisial dan juga melibatkan penyusunan sejumlah matriks jarak

evolutioner secara berulang (Nei dan Kumar 2000).

Pohon filogenetik yang telah direkonstruksi perlu dilakukan pengujian

statistik untuk meningkatkan nilai kepercayaan. Beberapa jenis uji statistik yang

telah diformulasikan untuk memperkirakan tingkat kekeliruan acak yang

terkandung dalam data molekuler antara lain : uji permutasi dan uji nonparametric

resampling (metode bootstrap dan metode jackknife). Metode bootstrap adalah

metode pengacakan ulang karakter-karakter menjadi set data baru dengan jumlah

karakter yang sama seperti set data awal dan selanjutnya dilakukan rekonstruksi

pohon filogenetik baru. Pembentukan set data baru dan rekonstruksi filogenetik

dilakukan secara berulang dalam beberapa replikasi misalnya 1000 kali

(Swofford et al. 1996). Penggunaan metode bootstrap dalam menentukan tingkat

kepercayaan pohon berdasarkan kenyataan bahwa distribusi karakter dalam data

sangat dipengaruhi oleh efek acak sehingga semakin besar nilai bootstrap yang

digunakan maka semakin tinggi tingkat kepercayaan topologi pohon hasil

rekonstruksi tersebut (Nei dan Kumar 2000).

Beberapa penelitian tentang filogenetik kuda telah sering dilakukan antara

lain (1) Tahun 1999, pada 236 kuda dari delapan bangsa kuda Spanyol (Spanyol

Celtic horse) dengan menggunakan 13 primer mikrosatelite dan metode UPGMA

untuk rekonstruksi filogenetik guna mengetahui hubungan kekerabatan diantara

delapan bangsa kuda tersebut (Canon et al. 2000), (2) Tahun 2002, pada 100 kuda

Thoroughbred yang tersebar diwilayah Eropa, Timur Jauh dan Timur Dekat

dengan menggunakan sekuens DNA mitokondria dan metode neighbor-joining

untuk mengetahui hubungan kekerabatan lewat garis induk (Hill et al. 2002),

(3) Tahun 2002, pada 104 kuda yang berasal dari Argentina (Argentinean Creole

horse), Spanyol dan Amerika Selatan dengan menggunakan sekuens DNA

mitokondria dan metode neighbor joining untuk mengetahui hubungan

kekerabatan antara tiga bangsa kuda tersebut (Mirol et al. 2002).

(31)

Materi Dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2005 sampai dengan bulan April

2006. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap yang meliputi :

1.

Penelitian dilapangan yaitu pengambilan data ukuran tubuh kuda yang

dilaksanakan di arena pacuan Kuda Pulomas Jakarta dan pengambilan

sampel darah kuda lokal yang dilaksanakan di Jakarta Selatan, Sumatra

Barat, Jawa Barat dan Yogyakarta.

2.

Penelitian Laboratorium, dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai dengan

bulan April 2006 di Laboratorium Genetika Bidang Zoologi-Pusat Penelitian

Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Bogor

3.

Analisis Sekuensing, dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi di

kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang.

Materi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran tubuh Kuda Pacu

Indonesia, yang diperoleh dari Pacuan Kuda Pulomas, Jakarta. Sampel DNA

genom kuda yang diperoleh dari sampel darah 36 ekor kuda lokal yang berada di

Jakarta Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan penyangga pelisis A

(lysis buffer), larutan penyangga pencuci B (rinse buffer), larutan penyangga

digesti C (digestion buffer), proteinase-K (10 mg/ml), RNAse (10 mg/ml), phenol,

phenol chloroform, ethanol 100%, ethanol 70%, buffer TE, 1xbuffer TAE,

ethidium bromide (10 mg/ml), agarose 2%, loading dye, marker 100 pb ladder,

taq polymerase, H

2

O, PCR buffer+MgCl

2

, purified BSA 100x, dNTP 2.5 mM,

primer 12SrRNA, air milliQ.

Peralatan yang digunakan untuk mengukur ukuran tubuh kuda adalah

kaliper, pita ukur dan tongkat ukur dengan satuan cm. Peralatan yang digunakan

untuk analisis DNA genom kuda adalah tabung ependorf dengan ukuran 0.2-1.5

ml, refrigerated microcentrifuge (high speed), general centrifuge, kotak

penyimpanan sampel, rak tabung ependorf, vortex mixer, pipetor atau pipetman

dengan ukuran 2-1000 ml, tip pipet (warna biru, putih dan kuning), sarung tangan

(32)

(hand glove), shaking water bath, autoclave, rotary mixer, aspirator, gunting,

mesin thermo cycler, horizontal agarose gel electrophoresis apparatus (MUPID),

well forming combs, power supply, microwave, camera polaroid, alat timbang

(balance), plastic cling wrap dan UV transilluminator.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Darah

Darah

kuda

diambil

melalui

vena jugularis pada bagian leher yang telah

diolesi alkohol 70% menggunakan suntikan dengan ukuran 5 ml. Setiap sampel

darah yang telah diambil ditempatkan pada tabung yang telah diberi larutan

EDTA sebanyak 1 ml kemudian digoyang secara perlahan hingga larutan

homogen. Setiap tabung diberi label identifikasi (berisi nomor sampel dan lokasi

pengambilan) dan selanjutnya disimpan di dalam lemari es (freezer) dalam

keadaan beku sampai proses ekstraksi DNA dilakukan.

Ekstraksi dan Purifikasi DNA

Ekstraksi dan purifikasi DNA dilakukan dengan cara sampel darah

ditempatkan pada 1.5 ml tabung ependorf. Apabila sampel darah yang digunakan

menggumpal maka sampel tersebut harus dihaluskan terlebih dahulu dengan

mortar kemudian diuapkan atau hilangkan sisa-sisa ethanolnya. Selanjutnya

tambahkan larutan penyangga pelisis A (lysis buffer) dengan volume yang sama

dan kocok secara manual sampai larut. Sentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm

selama 1 menit pada temperatur kamar. Supernatan dibuang sedangkan

endapannya (erythrosit dan leukosit) ditambahkan larutan penyangga pencuci B

(rinse buffer) dengan volume yang sama (200 μl), goyang-goyang dengan tangan

dan divortex sampai endapan larut. Tambahkan larutan penyangga digesti C

(digestion buffer) sebanyak 500 μl, 15 μl Proteinase K (10 mg/ml), dan 5 μl

RNAase (10 mg/ml). Goyang dengan menggunakan tangan dan vortex sebentar.

Inkubasikan dengan menggunakan shaking water bath pada temperatur 55

O

C

selama kurag lebih 16 jam (over night).

Setelah sampel tercerna semua, ambil sampel dari inkubator dan ditambah

phenol sebanyak 500 μl. Vortex atau menggunakan rotary mixer selama 30 menit

sehingga larutan tercampur semua. Sentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama

2 menit, sehingga di dalam tabung ependorf terlihat larutan terpisah menjadi dua.

(33)

Ambil larutan bagian atas/supernatan (warna seperti putih telur) kemudian

pindahkan ke tabung ependorf baru kemudian tambahkan phenol-chloroform

(1:1) dengan volume yang sama, vortex atau menggunakan rotary mixer

perlahan-lahan selama 30 menit. Sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Ambil

bagian atas (supernatan berwarna putih) dan pindahkan ke tabung ependorf baru .

Tambahkan ethanol 100 % sebanyak 2 kali volume sampel, digoyang dengan

tangan selama 10 menit sehingga terbentuk material putih kemudian simpan di

dalam freezer selama 5 menit dan sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit.

Setelah

disentrifugasi

ethanol dibuang dan diganti dengan 70 % ethanol

(600 μl) kemudian sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Ethanol 70 %

dibuang secara hati-hati menggunakan pipetor agar pelet DNA tersebut tidak ikut

terbuang bersama ethanol. Material/pelet dikeringkan dengan bantuan aspirator.

Keluarkan larutan D dari tempat penyimpanannya (-20

o

C). Tambahkan larutan D

sebanyak 100 μl. Sentrifugasi sebentar dan inkubasi dalam shaking water bath

pada temperatur 37

o

C selama 15 menit. Simpan sampel DNA pada temperatur 4

o

C

(Sulandari 2003).

Elektroforesis

Elektroforesis adalah proses migrasi dari fragmen DNA di dalam gel yang

direndam dalam larutan penyangga dimana fragmen DNA yang mempunyai berat

molekul lebih kecil akan berjalan lebih cepat daripada fragmen DNA yang

mempuyai molekul lebih berat. Perjalanan molekul DNA di dalam gel mengikuti

arus listrik dari kutub negatif ke kutub positif.

Proses elektroforesis menggunakan gel agarose dengan visualisasi

menggunakan ethidium bromide dilakukan dengan cara meletakan gel agarose di

dalam tank elektroforesis (MUPID) dan tuangkan larutan 1xbuffer TAE ke dalam

tank tersebut hingga sekitar 1 mm di atas permukaan gel. Selanjutnya ambil

sampel dengan menggunakan pipetor sebanyak 4 μl dan letakkan sampel diatas

plastic cling wrap kemudian tambahkan loading dye sebanyak 1/10 volume

sampel dan aduk hingga merata. Sampel yang telah tercampur dimasukkan ke

dalam sumur (well) pada gel agarose kemudian tutup tank elektroforesis dan

hubungkan dengan arus listrik selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis

selesai, matikan arus listrik dan ambil gel menggunakan sarung tangan. Letakan

(34)

gel pada UV transilluminator sehingga pita/band molekul DNA kelihatan terang

dan dokumentasikan dengan menggunakan kamera polaroid (Sulandari 2003).

Polymerase Chain Reaction

PCR dilakukan dengan cara menentukan jumlah sampel untuk analisis PCR.

Menyiapkan tabung PCR 0.2 ml atau 0.5 ml yang telah disteril (tergantung jenis

mesin Thermal cycler yang digunakan) dan jumlah tabung yang disiapkan sesuai

dengan jumlah sampel kemudian memberi label/nama pada setiap tabung PCR

setelah itu tambahkan sampel/template DNA ke dalam setiap tabung PCR.

Membuat coctail atau master mix yang mengandung buffer 1x,

Taq polymerase 1.25 Unit/

μ

l, dNTP 0.2 mM, air milliQ dan primer L1091

(5’-AAAAAGCTTCAAACTGGGATTAGATACCCCACTAT-3’) 12.5 pmol

dan H1478 (5’-TGACTGCAGAGGGTGACGGGGCGGTGTGT-3’) 12.5 pmol

(Kocher et al. 1989) dengan menggunakan tabung ependorf 0.5 ml atau 1.5 ml

(sesuai dengan volume coctail). Komponen PCR yang telah disebutkan diatas

dicampur dengan konsentrasi tertentu. Bila jumlah sampel DNA yang dimasukkan

adalah 3 μl, maka sebanyak 47 μl dari coctail dimasukkan ke masing-masing

tabung yang telah berisi sampel DNA. Usahakan jangan sampai timbul

gelembung udara. Kemudian masukkan tabung ke Thermal cycler machine dan

jalankan mesin tersebut (tekan Start) sesuai program yang diinginkan (Sulandari

2003).

Sekuensing DNA

Sekuensing dilakukan melalui tahapan PCR yang dimulai dengan membuat

campuran di dalam tabung PCR 0.2 ml dengan komposisi air steril 3 μl, primer 2

μl, bigdye V3.1 4 μl, dan template 1 μl setelah semua larutan tercampur

kemudian disentrifugasi. Selanjutnya sampel dimasukan ke dalam mesin thermal

cycler sebanyak 25 siklus dengan proses reaksi PCR sebagai berikut :

-

Denaturasi

:

96

o

C selama 2 menit

-

Anneling

: 96

o

C selama 10 detik

-

Elongasi

: 55

o

C selama 5 detik

-

Post elongasi

: 60

o

C selama 4 menit

Setelah proses PCR selesai sampel di purifikasi untuk melakukan proses

sekuensing menggunakan mesin sekuensing ABI 3130 GENETIC ANALYZER

(35)

dengan cara menghidupkan mesin ABI 3130 (sampai lampu hijau menyala)

kemudian klik run data collection (sampai semua kotak hijau), klik protocol

manager {klik new, isi nama, type (reguler), run mode (Ultraseq

36_POP_1/Rapidseq 36_POP_1), dye set (Z-BigDye V3.1), klik OK}, klik plate

manager (klik new, isi plate dialog, klik ok, isi plate record SEQ ANALYSIS

PLATE EDITOR), klik run scheduler (klik FIND ALI, pilih plate nama dari daftar,

klik posisi plate untuk link) selanjutnya pada start dialog box klik tanda panah

warna hijau dan klik ok.

Pengukuran Ukuran Tubuh Kuda

Pengukuran ukuran tubuh dilakukan dengan cara mengukur bagian-bagian

tubuh seperti tinggi badan, panjang badan, lebar dada dan tinggi punggung dengan

menggunakan pita ukur, tongkat ukur dan kaliper. Pada saat melakukan

pengukuran tubuh kuda, terlebih dahulu kuda ditempatkan di tempat yang datar

dengan posisi kedua kaki depan tegak lurus seperti yang terlihat pada gambar 1

dibawah ini.

Keterangan

:

A

:

Tinggi

Badan

B

:

Panjang

Badan

C

: Lebar Dada

D

: Tinggi Punggung

E

:

Panjang

Bahu

Tinggi badan diukur dari titik tertinggi processus spinalis dari vertebra

thoracica tegak lurus ke lantai dengan menggunakan tongkat ukur. Panjang badan

diukur mulai dari bagian point of shoulder sampai dengan point of buttock atau

jarak dari titik cranial pada shoulder joint sampai titik caudal pada pin bone.

Lebar dada diukur dengan menggunakan kaliper dari bagian dada (breast) sebelah

B

A D

C

(36)

kiri dengan sebelah kanan atau jarak upper arm/pars cranialis pada tuberculum

majus humeri sebelah kanan dan kiri. Tinggi punggung diukur dengan

menggunakan tongkat ukur mulai dari bagian back /deepest point pada punggung

tegak lurus sampai ke lantai. Panjang bahu diukur mulai dari bagian withers

sampai shoulder joint (tuberculum majus humeri) dengan menggunakan kaliper

(Zechner et al. 2001).

Analisis Data

Hasil sekuensing diolah dengan menggunakan program Molecular

Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 3.1) untuk menganalisis pohon

kekerabatan (phylogeny tree) dengan metode neighbor joining dengan nilai

bootstrap sebesar 1000 untuk menentukan tingkat kepercayaan pada pohon

kekerabatan tersebut (Nei dan Kumar 2000) dan untuk menganalisis jarak genetik

(genetics distance) dengan persamaan sebagai berikut :

d

AB

= Σd

ij

l (rs) dengan d

ij

= -h ln (1-P/h-Q) – (1/2)(1-h) ln (1-2Q) dan h = 20(1-0)

(Nie dan Kumar 2000)

Keterangan :

d

AB :

jarak antara cluster A dan B

d

ij

: jarak antara taxa i dan j

r dan s: jumlah taxa di dalam cluster A dan B

0

:

sin

-1

persentase kandungan GC

P

: frekuensi perubahan pasangan transisi pada gen A dan B

Q : frekuensi perubahan pasangan transversi pada gen A dan B

Keragaman genetik diukur dengan nilai rataan heterozigositas pada semua

lokus, baik lokus yang polimorfik atau monomorfik. Heterozigositas

rata-rata/keragaman genetik (h). Dugaan unbiased dari h adalah :

ĥ =

)

1

2

(

)

1

(

2

2

n

xi

n

(Nei 1987)

Keterangan :

n

: jumlah sampel

xi

: frekuensi populasi dari alel ke i pada lokus tertentu

Ukuran tubuh kuda dianalisis dengan program SAS 6.12 dan Minitab

Release 13.20 yang merupakan suatu sistem software yang dapat digunakan untuk

(37)

melakukan analisis statistik. Data yang diperoleh dianalisis dengan prosedur

correlation untuk menghitung koefisien korelasi Pearson antara dua variabel dan

signifikansi dari korelasi tersebut dengan persamaan sebagai berikut :

r

= Σ xy

√(Σx

2

)( Σy

2

)

Keterangan :

r

: koefisien korelasi

Σxy : perkalian x dengan y

Σx

2

: simpangan setiap x dari rerata x

Σy

2

: simpangan setiap y dari terata y

Analisis regresi yang digunakan adalah regresi berganda untuk

mengidentifikasi hubungan dan model matematika antara kecepatan pacu/peubah

tak bebas (Y) dengan beberapa ukuran tubuh/peubah bebas (X). Hubungan antara

peubah-peubah tersebut dapat dituliskan dalam model matematik sebagai berikut :

Y

ij

= a + bx

i

+ cx

j

(Mattjik 2002)

Keterangan :

Y

ij

: kecepatan pacu

a :

konstanta

b

: koefisien regresi ukuran tubuh i

x

i

: ukuran tubuh i

c

: koefisien regresi ukuran tubuh j

x

j

: ukuran tubuh j

(38)

Hasil Dan Pembahasan

Ekstraksi DNA

Sebanyak 18 dari 36 sampel darah kuda lokal Indonesia yang dikumpulkan

dari Jakarta Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Yogyakarta di ekstraksi dan

diukur konsentrasi serta kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer.

Hasil kemurnian DNA yang diperoleh cukup tinggi yaitu berkisar antara 1.6126

sampai 1.7867 yang dilihat dari ratio OD

260

/OD

280

dengan konsentrasi DNA yang

diperoleh sebesar 146 μg/ml sampai dengan 635.625 μg/ml.

Selain

menggunakan

spektrofotometer pengukuran kuantitas DNA hasil

ekstraksi dapat juga dilakukan dengan cara elektroforesis pada gel agarose

(Sambrook et al, 1989). Pada penelitian ini semua sampel hasil ekstraksi DNA

dielektroforesis pada gel agarose 1%. Hasil elektroforesis yang diperoleh akan

divisualisasikan seperti contoh yang terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DNA INTI

DNA Mitokondria

Gambar 2. Contoh visualisasi DNA total kuda lokal Indonesia hasil ekstraksi

yang telah dielektroforesis pada gel agarose 1%.

DNA total kuda lokal yang diperoleh dengan cara elektroforesis terlihat

seperti pita atau band yang terdapat didekat lubang sampel (sumur). Tebal

tipisnya pita DNA yang muncul pada sampel 1 – 18 sangat ditentukan oleh jumlah

kandungan DNA yang terdapat di dalamnya. Pita atau band yang terdapat didekat

lubang sampel (sumur) disebut sebagai DNA inti sedangkan pita yang terdapat di

bawahnya dan terlihat lebih tebal disebut sebagai DNA mitokondria.

(39)

Amplifikasi Fragmen DNA Dengan Teknik PCR Pada Daerah 12SrRNA

Berdasarkan hasil elektroforesis menggunakan gel agarose 2%

dan

melalui

teknik

PCR

dengan

menggunakan

primer

L1091

(5’-AAAAAGCTTCAAACTGGGATTAGATACCCCACTAT-3’) dan H1478

(5’-TGACTGCAGAGGGTGACGGGGCGGTGTGT-3’) (Kocher et al. 1989)

pada daerah 12SrRNA terdapat 18 sampel yang dapat teramplifikasi. Daerah yang

teramplifikasi merupakan daerah ribosomal dari DNA mitokondria dengan

panjang pita-pita (band) yang terbentuk sekitar 450 - 500 bp (Gambar 3).

Sampel-sampel yang teramplifikasi berasal dari empat daerah yang berbeda yaitu

Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Pamulang (Jakarta Selatan).

Sampel yang berasal dari Sumatera Barat adalah kuda Sumatera Barat 1, 2, 3, 4

dan kuda Sandel Arab 4, 5. Sampel yang berasal dari Jawa Tengah adalah kuda

Jawa 1, 2 dan kuda Sandel Arab 1, 2, 3. Sampel yang berasal dari Jawa Barat

adalah kuda Priangan 1, 2. Sampel yang berasal dari Pamulang (Jakarta Selatan)

adalah kuda Sumba Barat, kuda Sumba Timur, kuda Sumbawa 1,2 dan kuda

Throughbred.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

450-500 bp

Keterangan :

Sampel kuda Sumatera Barat

: 1 – 6

Sampel kuda Jawa Tengah

: 7 – 11

Sampel kuda Jawa Barat

: 12 – 13

Sampel kuda Pamulang

: 14 – 18

(40)

Keragaman Kuda Lokal Indonesia

Fragmen 12SrRNA dari mitokondria merupakan salah satu jenis gen RNA

ribosom yang dapat digunakan untuk mengetahui keragaman genetik kuda

Indonesia. Analisis sekuensing fragmen 12SrRNA dari 18 sampel kuda Indonesia

menghasilkan panjang urutan nukleotida sebesar 321 pb, dimana masing-masing

basa nukleotida tersebut akan mewakili satu karakter sehingga jumlah total

karakter untuk fragmen 12SrRNA adalah 321 buah. Selanjutnya dilakukan

multiple alignment untuk membandingkan hasil analisis sekuensing kuda

Indonesia dengan hasil analisis sekuensing kuda (Equus caballus) yang terdapat di

gen bank (Gen Bank ID ECUO2581) pada daerah kontrol (12SrRNA) yang sama.

Dari hasil multiple alignment tersebut diperoleh 9 kelompok haplotipe yang dapat

dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

50

1. Equus caballus

GGCGGTGCTT

TACATCCCTC

TAGAGGAGCC

TGTTCCATAA TCGATAAACC

2. Kuda Sandel Arab 1 --- --- --- --- --- 3. Kuda Sandel Arab 2 ---T---- --- --- G--- --- 4. Kuda Sandel Arab 3 --- --- --- --- --- 5. Kuda Sandel Arab 4 ---T---- --- --- ---A--- ---

6. Kuda Sandel Arab 5

---7. Kuda Jawa 1

--- --- --- ---A--- ---

8. Kuda Jawa 2

--- --- --- --- ---

9. Kuda Sumatera Barat 1

--- --- --- ---A--- ---

10.Kuda Sumatera Barat 2

--- --- --- --- ---

11.Kuda Sumatera Barat 3

--- --- --- G--- ---

12.Kuda Sumatera Barat 4

--- --- --- --- ---

13.Kuda Priangan 1

--- --- --- ---A--- ---

14.Kuda Priangan 2

--- --- --- --- ---

15.Kuda Sumba Timur

--- --- --- --- ---

16.Kuda Sumbawa 1

---17.Kuda Sumbawa 2

--- --- --- --- ---

18.Kuda Throughbred

--- --- --- ---A--- ---

19.Kuda Sumba Barat

--- --- --- --- ---

100

1. Equus caballus

CCGATAAACC CCACCATCCC TTGCTAATTC AGCCTATATA CCGCCATCTT

2. Kuda No.2 – 19

150

1. Equus caballus

CAGCAAACCC TAAACAAGGT ACCGAAGTAA GCACAAACAT CCAACATAAA

2. Kuda Sandel Arab 1

--- --- --- ---T--

---3. Kuda Sandel Arab 2

--- --- --- ---T-- ---

4. Kuda Sandel Arab 3

--- --- --- ---T-- ---

5. Kuda Sandel Arab 4

--- --- ---A--- ---T-- ---

Gambar

Tabel 1  Karakteristik kuda lokal Indonesia
Tabel 2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia
Gambar 2.   Contoh visualisasi  DNA  total   kuda  lokal  Indonesia hasil ekstraksi   yang telah dielektroforesis pada gel agarose 1%
Gambar 3  Hasil amplifikasi fragmen 12SrRNA dengan teknik PCR
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengetahui bagaimana bentuk program kegiatan Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri di Kelurahan Sekaran (2) Mengetahui bagaimana

Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri Dewasa Muda Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional dan Umur Perkawinan. Indonesian

Skripsi (Tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Perilaku Agresi.. pada Siswa di SMK Muhammadiyah 1 Malang. Jurnal

Hasil analisisnya dalam jangka panjang hanya transaksi menggunakan kartu debet/kartu Atm yang memiliki pengaruh positif terhadap Permintaan Uang M1, sedangkan dalam jangka

diverifikasi oleh LSP ... Asesmen Estimator Biaya lalan direncanakan dan disusun dengan cara yang menjamin bahwa verifikasi persyaratan skema sertifikasi telah.

Tipe tanah organosol yang merupakan tanah asli pada kawasan perencanaan memiliki persediaan air tanah dalam, rata-rata curah hujan pertahun 2500 mm/tahun, batuan induk

Pertumbuhan vegetatif tomat Cherry di dalam rumah tanaman dengan perlakuan penambahan cahaya High Intensity Discharge (HID) dan LED lebih baik dari pertumbuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1)variabel jiwa kewirausahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap minat mahasiswa berwirausaha(r hitung =0,404;sig.=0,000<