• Tidak ada hasil yang ditemukan

hemoragik post partum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hemoragik post partum"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perdarahan pasca persalinan/ hemoragik post partum (HPP) adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.

Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdarahan Post Partum

(2)

2.1.1 Definisi

Perdarahan pasca persalinan/ hemoragik post partum (HPP) adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.9,10,11,12

Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.1 Menurut waktu terjadinya dibagi atas

dua bagian :10,11,12

a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam

setelah anak lahir.

b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam

dan 6 minggu setelah anak lahir. 2.1.2 Epidemiologi

1. Insiden12

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

(3)

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.10,11,12

1. Tone Dimished : Atonia uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.

Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :12

Manipulasi uterus yang berlebihan,

General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),

Uterus yang teregang berlebihan : o Kehamilan kembar

o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram ) o polyhydramnion

Kehamilan lewat waktu,

(4)

Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),

Anestesi yang dalam

Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),

 Plasenta previa,  Solutio plasenta, 2. Tissue a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta

c. Plasenta acreta dan variasinya.

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi

untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : - kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )

- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta ).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.

(5)

3. Trauma

Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir : a. Ruptur uterus

b. Inversi uterus c. Perlukaan jalan lahir d. Vaginal hematom

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.

Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi :

(6)

- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.

- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,

kelainan pembekuan darah bisa berupa :

Hipofibrinogenemia,

Trombocitopeni,

Idiopathic thrombocytopenic purpura,

HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ),

Disseminated Intravaskuler Coagulation,

Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

(7)

2.1.4 Faktor Resiko

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum :11,12

1. Grande multipara 2. Perpanjangan persalinan 3. Chorioamnionitis 4. Kehamilan multiple 5. Injeksi Magnesium sulfat

6. Perpanjangan pemberian oxytocin

2.1.5 Diagnosis 10

Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi spontan.9 Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe

postpartum :

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol 2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan detak jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai penyebabnya.8 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan

yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi

(8)

terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir. Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum :

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak 3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban b. Robekan rahim

c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.

2.1.6 Pencegahan dan Manajemen 10,12

1. Pencegahan Perdarahan Postpartum

(9)

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

Kala tiga dan Kala empat

Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.

(10)

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alasan untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

2. Manajemen Perdarahan Postpartum

Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

(11)

Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum Tentukan penyebab hemorraghe postpartum :

Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.

Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi

(12)

Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).

Terapi pembedahan o Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.

o Ligasi arteri

(13)

Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.

Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan

Ligasi arteri iliaca interna

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

2.2 Syok Hipovolemik 2.2.1 Definisi 6

Shock didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

2.2.2 Etiologi 6

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravascular, misalnya terjadi pada :

(14)

1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, perdarahan post partum dan kehamilan ektopik terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

c. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume darah intravaskular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik.

2.2.3 Patofisiologi 12

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan

(15)

vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dan di hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormone (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

Patofisiologi dari syok hipovolemik itu telah tercakup pada apa yang ditulis sebelumnya. Referensi untuk bacaan selanjutnya dapat ditemukan pada bibliografi. Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan segera terjadi.

(16)

a. Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan langsung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental. b. Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,

sebaiknya dinilai pada semua pasien.

c. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

d. Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.

e. Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat.

f. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.

g. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.

h. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.

 Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.

 Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri.

(17)

Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.

2.2.5 Pendekatan Klinis 12

Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok.

Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok, hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.

Tabel 1. Indikasi parameter pada pemeriksaan atau pengkajian dalam mengestimasi kehilangan volume cairan

(18)

2.3. Atonia Uteri 2.3.1. Definisi

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir

2.3.2. INSIDENSI

Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.

2.3.3. PENYEBAB

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi seperti :

(19)

1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, anak terlalu besar atau paritas tinggi.

2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek 4. Partus lama

5. Malnutrisi.

6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

7. Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis). 8. Riwayat atonia sebelumnya

9.Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

Selain faktor – faktor di atas, faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri adalah :

a. Kehamilan dengan mioma uterus

Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.

b. Persalinan buatan (Sectio Cesaria, Forcep dan vakum ekstraksi)

Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan janin dengan segera sehingga pada pasca persalinan menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

c. Persalinan lewat waktu

Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

(20)

Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan janin sehingga pada pasca persalinan menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

e. Kelainan plasenta

Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

f. Anastesi atau analgesik yang kuat

Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang. g. Induksi atau augmentasi persalinan

Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.

h. Penyakit sekunder maternal

Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.

i. Salah pimpinan kala III

Yaitu kalau rahim di pijat-pijat untuk mempercepat lahirnya plasenta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta.

(21)

2.3.4. DIAGNOSIS

- Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif, banyak dan bergumpal

- Dari palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek

- Plasenta lengkap

- Inspekulo : untuk melihat robekan pada servik atau vagina, dan varises yang pecah

2.3.5. GEJALA KLINIK

- Uterus tidak berkontraksi dan lembek

- Perdarahan aktif, sangat banyak dan darah tidak merembes segera setelah bayi lahir

- Fundus uteri masih tinggi

- Tanda – tanda syok ( tekanan darah rendah, takikardia, ekstremitas dingin, gelisah, mual muntah dan lain- lain)

2.3.6. PATOFOSIOLOGI

Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi karena myometrium tidak dapat berkontraksi. Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. 12

(22)

Mekanisme penghentian perdarahan otot uterus 2.3.6. PENATALAKSANAAN 22 ATONIA UTERI Multiparitas Partus lama Regangan uterus Solusio plasenta Kadar Hb Nilai fungsi pembekuan Masase uterus dan kompresi bimanual

Oksitosi 10 IU IM dan infus 20 IU dalam 500 ml NS/RL 40 tetes-guyur

Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensial

Perdarahan terus berlangsung Uterus tidak berkontraksi Identifikasi sumber perdarahan lainnya: Laserasi jalan lahir

Hematoma parametrial Ruptura uteri Inversio uteri Sisa fragmen placenta

Koagulopati Kompresi bimanual

Kompresi aorta abdominalis

Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis Pemberian misoprostol 400 mg rektal Berhasil

Tidak berhasil

Tempon uterus Rujuk

Ligasi ateri uterina dan ovarika Terkontrol

Transfusi

RAWAT LANJUT dan OBSERVASI KETAT

Perdarahan Masih berlangsung

(23)

Penanganan Khusus atonia uteri : 1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2. Masase, merangsang puting susu, dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik).

a. Jika uterus berkontraksi

Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.

(24)

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks

1) Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

2) Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

3) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

4) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi), Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

3. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

4. Kompresi bimanual eksterna dan interna Kompresi bimanual eksterna

Letakan satu tangan di atas fundus uteri dan satu tangan dalam keadaan terkepal letakan pada bagian korpus uteri kemudian rapatkan kedua tangan

(25)

untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut

Kompresi bimanual interna

Letakan satu tangan pada dinding perutdan usahakan menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus.

5. Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi

(26)

vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

6. Operatif

a. Ligasi arteri uterina

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika

(27)

perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

b. Ligasi arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

a. Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

b. Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal. 2.3.7. PENCEGAHAN

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu

a. Menyuntikan Oksitosin

(28)

- Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.

b. Peregangan Tali Pusat Terkendali

- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat

- Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva

- Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

c. Mengeluarkan plasenta

- Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

- Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah 15 menit Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m

- Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh

- Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

d. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan

(29)

selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

e. Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

f. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan - Kelengkapan plasenta dan ketuban

- Kontraksi uterus - Perlukaan jalan lahir

2.3.8. KOMPLIKASI - Infeksi

- sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah hipotensi, anemia, turunnya berat badana sampai menimbulkn kakeksia, penurunana fungsi seksual dengan atrifi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

(30)

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Nama : Ny. S.M Umur : 34 tahun Pekerjaan : IRT

Alamat : Ds. Karang Kemiri Belitang

Agama : Islam

Tgl. MRS : 21/9/2014 Pukul 09:45 WIB

No. RM : 115823

3.2 Anamnesa

Keluhan Utama : Pendarahan setelah melahirkan spontan. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien datang ke PONEK RSUD Palembang Bari diantar oleh bidan dengan keluhan mengalami pendarahan setelah melahirkan spontan ± 3 jam yang lalu. anak ke 3 dengan berat 3100 gr dan Panjang 49 cm dengan diagnosis hemoragik post partum ec susp sisa Plasenta. Menurut Bidan yang mengantar, pendarahan dialami pasien terus menerus setelah melahirkan. kelahiran plasenta ± 15 menit setelah kelahiran bayi. Saat plasenta lahir keadaan plasenta utuh tetapi pendarahan

Identitas suami: Nama : Gunadi Umur : 35 tahun

Alamat: Indralaya. Ogan ilir Agama : islam

(31)

pervaginam aktif terus menerus dan kontraksi uterus yang kurang adekuat. Jumlah pendarahan cukup banyak sehingga pasien harus berganti sarung sebanyak 5x. Os dirujuk ke RSUD Palembang Bari. Saat tiba di RS. Bari kondisi pasien cukup lemah dengan wajah pucat. Pada tangan kanan terpasang IVFD RL.

Saat kehamilan pasien sering ANC dengan bidan setempat.

Riwayat Mensturasi: Menarche : ±15 tahun Siklus : 28 hari Lamanya : 5—6 hari Riwayat Persalinan: Tahun JK BBL PBL 1. 2 Perempuan 3000gr - Spontan pervaginam 2. Perempuan 3500gr - Spontan pervaginam 3. 2 Laki-laki 3100gr - Spontan pervaginam

Riwayat Penyakit Dahulu:

Asma : (-)

Penyakit jantung : (-) Diabetes militus : (-) Penyakit paru-paru : (-) Hipertensi : (-) Alergi obat dan makanan : (-) Epilepsy : (-)

(32)

Riwayat Penyakit Keluarga Asma : (-) Penyakit jantung : (-) Diabetes militus : (-) Penyakit paru-paru : (-) Hipertensi : (-) Alergi obat dan makanan : (-) Epilepsy : (-)

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : delirium Tanda vital : TD: 120/70 mmHg Nadi : 122 x/ menit RR : 26 x/ menit T: 36,2oC Kepala :

- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-) - Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (-)

- Mulut : tidak ada kelainan - Telinga : tidak ada kelainan Leher : tidak ada kelainan Thorak : tidak ada kelainan Abdomen : tidak ada kelainan Ekstremitas : Acral dingin +

Status obstetri Pemeriksaan luar :

(33)

- TFU : Sepusat

Pemeriksaan dalam :

- Vagina /vulva : tidak ada kelainan - OUE : terbuka. Pendarahan tidak aktif

- Dilakukan eksplorasi  didapat stool sel. Jaringan tidak ada.

3.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 21/9/14 - HB : 6,2 gr/dl - Leukosit : 21.800/ui - Trombosit : 200.000/ui - Hematocrit : 18% - Golongan darah: O - Rhesus : + - Clotting time : 10” - Bleeding time :2” 3.5. DIAGNOSIS BANDING

 Hemoragik Post Partum ec Atonia Uteri  Hemoragik Post Partum ec Sisa Plasenta

 Hemoragik Post Partum ec Perlukaan jalan Lahir.

3.6. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Dari Anamnesis didapatkan Ny. S.M/ 34 th. datang ke Ponek RSUD Palembang Bari dengan keluhan mengalami pendarahan pasca melahirkan sejak ± 3 jam SMRS. Menurut Bidan yang mengantar,

(34)

pendarahan dialami pasien terus menerus setelah melahirkan. kelahiran plasenta ± 5 menit setelah kelahiran bayi. Saat plasenta lahir keadaan plasenta utuh tetapi pendarahan pervaginam aktif terus menerus dan kontraksi uterus yang kurang adekuat.

Pemeriksaan fisik: KU : Tampak sakit sedang. Kesadaran: Delirium pada pemeriksaan vital sign TD: 120/70 mmHg Nadi: 122 x/menit. Suhu badan 36,20C.

Pemeriksaan fisik spesifik. Konjungtiva anemis +, acral dingin +. Pemeriksaan obstetric : PL: TFU Sepusat. PD: Vulva dan Vagina tidak ada kelainan. OUE Terbuka. Pendarahan Aktif (-). Dilakukan Eksplorasi Uterus didapatkan Stool Cell (+) jaringan (-)

Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 6,2 gr/dl

3.7. Diagnosis Kerja

P3A0 Post Partus spontan dengan Hemoragik Post Partum ec Atonia uteri

3.8. Penatalaksanaan (PONEK)

Observasi Vital Sign dan perdarahan IVFD RL + 2 amp oksitosin gtt XX x/

m  tangan Kanan

IVFD NaCl gtt XX x/

m  tangan Kiri

Cek Hb Cito jika dibawah 9 rencana tranfusi

Eksplorasi Vagina  tidak terdapat sisa plasenta. Stol sel (+) Inj Ceftriaxon 2x1 gr

(35)

BAB IV ANALISA KASUS

Pasien rujukan datang bersama bidan dalam keadaan delirium, pucat, keluar banyak darah dari vagina. Pasien rujukan datang dengan diagnosis P3 A0 post partus

spontan dengan pendarahan susp sisa plasenta. Menurut Bidan yang mengantar, pendarahan dialami pasien terus menerus setelah melahirkan. kelahiran plasenta ± 5 menit setelah kelahiran bayi. Saat plasenta lahir keadaan plasenta utuh tetapi pendarahan pervaginam aktif terus menerus dan kontraksi uterus yang kurang adekuat. Jumlah pendarahan cukup banyak sehingga pasien harus berganti sarung sebanyak 5x

Pemeriksaan fisik: KU : Tampak sakit sedang. Kesadaran: Delirium pada pemeriksaan vital sign TD: 120/70 mmHg Nadi: 122 x/menit. Suhu badan 36,20C,

konjungtiva anemis +, acral dingin +. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan vital sign tesebut pasien memang tampak lemah, nadi cepat dan acral dingin tetapi tekanan darah pasien dalam batas normal. Pasien sudah bias dikategorikan mengalami syok hipovolemik ringan.

Pemeriksaan obstetric : PL: TFU Sepusat. PD: Vulva dan Vagina tidak ada kelainan. OUE Terbuka. Pendarahan Aktif (-). Dilakukan Eksplorasi Uterus didapatkan Stool Cell (+) jaringan (-). Berdasarkan pemeriksaan obstetric vulva dan vagina tidak ada kelainan sehingga HPP ec perlukaaan jalan lahir bisa disingkirkan. Pendarahan aktif (-) sehingga kompresi bimanual atau tamponade tidak perlu dilakukan. Pada pemeriksaan eksploarsi uteru tidak ditemukan sisa plasenta sehingga HPP ec sisa plasenta dapat disingkirkan.

(36)

Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 6,2 gr/dl dan leukosit 21.800/ui

Tatalaksana pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien dari keadaaan anemia berat dengan cara melakukan transfusi darah dan observasi keadaan umum dan vital sign.

(37)

BAB V KESIMPULAN

Perdarahan pasca persalinan/ hemoragik post partum (HPP) adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta. Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.

Pada laporan ini di dapatkan kasus Ny SM/34 th/ P3A0/ datang diantar bidan dengan diagnosis HHP ec susp sisa plasenta. Kedaan umum pasien tampak sakit sedang dengan tingkat kesadaran delirium. Vital sign TD: 120/70 mmHg Nadi: 122 x/menit. Suhu badan 36,20C, konjungtiva anemis +, acral dingin +. Berdasarkan

pemeriksaan fisik dan vital sign tesebut pasien memang tampak lemah, nadi cepat dan acral dingin tetapi tekanan darah pasien dalam batas normal. Pasien sudah bias dikategorikan mengalami syok hipovolemik ringan.

Pemeriksaan obstetric : PL: TFU Sepusat. PD: Vulva dan Vagina tidak ada kelainan. OUE Terbuka. Pendarahan Aktif (-). Dilakukan Eksplorasi Uterus didapatkan Stool Cell (+) jaringan (-) Pendarahan aktif (-).Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 6,2 gr/dl dan leukosit 21.800/ui

Tatalaksana pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien dari keadaaan anemia berat dengan cara melakukan transfusi darah dan observasi keadaan umum dan vital sign.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono. 2011. Ilmu kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta; Indonesia

2. Yiadom A Y Maame. Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine http://emedicine.medscape.com/article/796785-clinical Akses 23/9/14

3. Atonia Uteri repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24044/4/Chapter %20II.pdf Akses 23/9/14

4. Smith, John R. Postpartum Hemorrhage http://emedicine.medscape.com/ article/275038-overview

5. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2010 6. General Java Online. Maternal & Neonatal Health. OBSTETRIC &

NEONATAL EMERGENCY. 2003

7. Walling, D. Anne. American Academy Family of Physician. Risk of Hemorrhage and scarring in placenta accreta. August 1999

8. Saifuddin, Abdul Bari. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2009

9. Gabbe : Obstretics – Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright © 2002 Churchil Livingstone, Inc.

10. Mochtar Rustam,2008, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1. EGC. Jakarta

11. Mansjoer Arif . Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Binarupa Aksara. Jakarta:1996

Gambar

Tabel   1.   Indikasi   parameter   pada   pemeriksaan   atau   pengkajian   dalam mengestimasi kehilangan volume cairan

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Anemia Dalam Kehamilan dengan Perdarahan Post Partum Karena Atonia Uteri Di RSUD Wonogiri. Diakses dari http://

Dari keterangan anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, kemudian ditegakkan diagnosis pada pasien berupa perdarahan pasca persalinan et causa atonia

• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.. • Uterus

Inersia uteri yang sering disebut dengan hypotonic uterine dysfunction merupakan kelainan kontraksi uterus yang ditandai dengan tonus basal tidak meningkat dan his

Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun mengakibatkan pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus, menyebabkan

Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan

Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek

Dalam persalinan pembuluh 'arah yang a'a 'i uterus melebar untuk  meningkatkan sirkulasi ke sana atonia uteri 'an subin<olusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun