• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Merapi dan Potensi Pariwisata Kegunungapian Nasional

Erupsi dan Merapi sebagai jajaran ‘The Country Ring Of

Fire’merupakan julukan yang tepat karena termasuk salahsatu gunung

berapi yang aktif hingga saat ini. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, menurut wikipedia.org Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade ini (Decade

Volcanoes). Hal ini seperti dikatakan Sutikno (1995) dalam Subiyakto

(1999):

“Mitigasi dan Analisis Resiko’ bahwa jenis bencana alam di Indonesia tergolong aktif dan bahkan pada tempat tertentu dapat disebutkan sangat aktif. Hal tersebut sebagai akibat dari letak dan keadaan lingkungan fisik negara Indonesia yang berupa kepulauan”.

Sesuai data Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014, Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 129 diantaranya aktif. Gunung-gunungapi yang aktif ini sekitar 13 % dari sebaran gunungapi aktif dunia.

Merapi merupakan salahsatu Kawasan Strategis Nasional seperti tercantum dalam UU Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 10 bahwa yang dikatakan Kawasan Strategis Pariwisata (Nasional) adalah:

“Kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan”.

Dalam konteks Gunung Merapi dan sekitarnya menawarkan wisata gunung api seperti udara yang sejuk, lintas alam, dan keindahankubah lava yang masih aktif. Pesona alam yang unik dan indah dengan aneka kegiatan dapat dinikmati wisatawan di Gunung Merapi yang memiliki pengaruh besar bagi lingkungan dan masyarakat, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan.

(2)

Namun demikian bukan hanya Merapinya saja, namun nilai-nilai strategis juga dimiliki Merapi.

Seperti dinyatakan Nuryanti (2006) mengenai pemanfaatan dan pengembangan potensi karst melalui pariwisata, definisi nilai strategisnya dari kegiatan pariwisata alam adalah:

“Sebagai suatu potensi wisata alam, yaitu Potensi Nilai Ekonomi (sebagai lahan pertanian, kehutanan, pertambangan, dan pariwisata), Nilai keilmuan (sebagai pelibatan multi disiplin ilmu di kawasan Merapi), Nilai Kemanusiaan (Kawasan Rawan Bencana sebagai bagian dari kehidupan religi, spiritual, rekreasional, dan edukasional), Nilai Biologis (sebagai produktifitas hutan, pertanian, keanekaragaman hayati), dan yang terakhir sebagai Nilai Mineral (sebagai sumber daya mineral)”.

Lebih lanjut seperti dikatakan Eagles dan McCool (2002, 4: 81): “Proses ekologi dan kondisi yang terjadi dari suatu taman nasional berpengaruh terhadap hal-hal yang terjadi diluar taman nasional. Sehingga, perencanaan taman nasional merupakan kekuatan dari proses perencanaan dari suatu daerah.”

Pariwisata Merapi di Yogyakarta

Merapi berada di antara beberapa ODTW (Objek Daya Tarik Wisata) unggulan lain di Yogyakarta, seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Boko dan tempat wisata lain di wilayah Kabupaten Sleman. Di samping itu terdapat Malioboro, Kasongan, pantai Parangtritis, serta wisata lain di selatan Kota Yogyakarta. Seperti tercantum dalam “Makalah Malioboro Sebagai Cermin ODTW” (Rekomendasi ODTW Berdasarkan Respon Masyarakat) yang disampaikan Nuryanti (2008) ini mengemukakan berbagai potensi pariwisata di D.I Yogyakarta, Merapi yang berada di wilayah Kaliurang masuk dalam urutan kelima antara sembilan ODTW unggulan lain.

Pariwisata Merapi seperti yang tersebut dalam UU No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 5, Daya Tarik Wisata adalah:

“Segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”.

Secara geografis Merapi yang terletak di Kabupaten Sleman strategis, karena berada di persilangan jalan perhubungan utama

(3)

kota-kota besar di Pulau Jawa bagian selatan. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 134/ Menhut-II/ 2004 pada tanggal 4 Mei 2004.

Menurut id.wikipedia.org, Merapi terletak 30 kilometer arah utara Kota Yogyakarta. Secara administratif terletak di antara 2 propinsi. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara).

Merapi memiliki potensi sebagai obyek wisata yang tergolong dalam atraksi alam (natural attraction). Kawasan Merapi sebagai sumber daya alam, secara otomatis merupakan salahsatu bagian dari atraksi wisata alam. Dalam pariwisata dimensi-dimensi tersebut menjadi faktor yang menentukan tingkat kompetitif penyelenggaraan dan destinasi pariwisata. Begitu pula dengan Merapi sebagai Kawasan Rawan Bencana memiliki beragam potensi, keunikan dan karakternya sehingga layak menjadi salah satu aset atraksi dalam pariwisata alam.

Menurut data Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Paskabencana Gunung Merapi (RENAKSI MERAPI 2011) di Propinsi D.I Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah 2011-2013 selain dari pertanian, perekonomian Kabupaten Sleman juga diwarnai oleh kegiatan pariwisata yang memanfaatkan keanekaragaman sumber daya alam serta budaya yang berkembang di sekitar Gunung Merapi. Erupsi Gunung Merapi merupakan salah satu Objek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Sleman yang telah menimbulkan kerusakan baik sarana maupun prasarana pendukungnya. Kerusakan yang dialami oleh sub sektor pariwisata setidaknya tercatat Rp.13,48 Miliar. Sedangkan kerugian yang dialami baik berupa hilangnya pendapatan serta potensi pendapatan yang seharusnya diterima adalah sebesar Rp.29,94 Miliar.

(4)

Potensi Wisata Kawasan Rawan Bencana Merapi, Sleman

Dalam Peta Geologi Tata Lingkungan yang dikeluarkan pada September 2011 ditentukan fungsi Pemanfaatan Ruang Paska Letusan Gunung Merapi 2010 untuk Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Ketentuan tersebut sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam penyusunan tata ruang wilayah dalam rangka pengendalian tingkat kerentanan di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi. Disamping itu masyarakat Gunung Merapi bisa memanfaatkan sebagai pedoman/petunjuk dalam usaha penyelamatan diri dari ancaman bahaya bila terjadi erupsi dan lahar pada masa akan datang.

Karena hal-hal yang telah disebutkan di atas, maka tata ruang dan wilayah di kawasan sekitar Merapi yang telah terkena dampak erupsi menjadi berbeda karakteristik peruntukannya. Sehingga untuk pola penataan dan pengembangan pariwisata juga harus disesuaikan dengan ketentuan dan kondisi yang ada.

Dilihat dari keadaan dan kondisi di kawasan tersebut telah terbentuk pola-pola ruang baru akibat erupsi, terlebih pemanfaatan beberapa area menjadi daerah kunjungan wisata bagi masyarakat yang ingin mengetahui secara langsung dampak dari erupsi Merapi 2010. Hal ini seperti dikatakan oleh Dinas Pariwisata (Dispar) Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Sleman yang akan membenahi tata ruang dan pengelolaan lava tour di Gunung Merapi untuk menggairahkan potensi pariwisata yang sempat lumpuh beberapa waktu lalu. “Lava tour di Kinahrejo dan Kali Gendol sangat berpotensi apabila dikelola dengan baik karena menjadi wisata langka di dunia,” kata Kepala Dispar DIY, Tazbir (jogjatrip.com, 2011).

Walaupun pemerintah belum secara resmi menjual wisata lava

tour Gunung Merapi ini (lebih tepatnya disebut volcano tour) menurut

Awuy (wawancara, 2012), namun banyak masyarakat DIY atau luar DIY yang berkunjung sekadar melihat atau mengabadikan potensi lava tour di Kinahrejo ini,” imbuh Tazbir.

(5)

Menurut Tazbir (2011) lautan pasir dan bebatuan besar merupakan artefak yang harus dilindungi dan bila ditata dengan baik akan menjadi wisata menarik sekaligus pendidikan alam. Sama seperti di Kobe Jepang. Dimana daerah yang terkena letusan gunung berapi menjadi

memorial park dan ramai dikunjungi wisatawan.

“Dispar akan membantu Kabupaten Sleman untuk membuat tata ruang baru sehingga rute-rute wisata lava tour lebih terarah. Selain itu, tidak menimbulkan kemacetan dan menjadi unggulan objek wisata baru baik di Sleman maupun di DIY,” tandasnya.

Menurut dia, kawasan yang sangat potensial dikembangkan wisata lava tour adalah desa Manggung, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan arena di lokasi ini lava dingin yang terbentuk dari erupsi Merapi mencapai ketinggian 20 meter dan cocok untuk tujuan tersebut. Di antara titik yang dimaksud adalah Dusun Kinahrejo di Desa Umbulharjo dan Dusun Kalitengah Lor, di Desa Glagaharjo, Sleman. Kedua dusun itu pada erupsi Merapi 2010 luluh lantak diterjang awan panas dan menimbulkan puluhan korban jiwa.

Alasan ditetapkannya beberapa lahan untuk direlokasi ini menurut Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo adalah, kubah lava Merapi saat ini sebagian besar mengarah ke selatan, ke Kali Gendol dan hulu Kali Opak. Sehingga dikhawatirkan apabila terjadi erupsi dan muncul awan panas, kawasan itu bisa kembali diterjang awan panas. Apalagi kondisi puncak Merapi saat ini berubah total. Puncaknya memendek, karena sumbat kawah dengan kapasitas material vulkanik lima juta meter kubik telah lenyap. Dengan kondisi seperti itu, kata Subandriyo (dppd.slemankab.go.id, 2011), semakin memperbesar risiko apabila terjadi lagi erupsi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang menyatakan bahwa tata bangunan dan lingkungan dilaksanakan pada suatu kawasan/lingkungan bagian wilayah kabupaten/kota, kawasan perkotaan dan atau pedesaan meliputi: a.

(6)

kawasan baru berkembang cepat; b. kawasan terbangun; c. kawasan dilestarikan; d. kawasan rawan bencana.

Pedoman Penataan Ruang yang berupa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi turut memperkuat kondisi tersebut.

Manajemen Atraksi sebagai Pengontrol Alur Kunjungan pada Destinasi, termasuk Tata Ruang

Salahsatu hal penting dalam kesuksesan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata adalah manejemen kunjungan wisatawan. Dampak-dampak negatif yang timbul dari kunjungan wisatawan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan, sehingga hal tersebut bertujuan untuk melindungi sumber daya (terutama alam dan budaya), serta memaksimalkan kesan dalam kunjungan wisatawan. Hal ini juga mendatangkan keuntungan ekonomi dan sosial secara berkesinambungan.

Seperti yang diungkapkan oleh Marion dan Farrell (1998) dalam Dowling dan Page (2002), bahwa kunjungan wisatawan harus diatur dalam suatu manajemen karena:

1. Wisatawan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya flora, tanah, air dan fauna, yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pengalaman pengunjung;

2. Keramaian dan konflik antar wisatawan dapat mengurangi kualitas pengalaman pengunjung;

3. Elemen-elemen lingkungan yang ada (tumbuhan, tanah, dsb) mempengaruhi tipe dan jenis kunjungan nantinya;

4. Manajemen kunjungan akan lebih efektif dalam mengurangi wisatawan dan mengakhiri kunjungan;

5. Akan lebih fleksibel dan jelas dalam membuat suatu keputusan untuk mengurangi dampak-dampak dari pariwisata;

(7)

6. Strategi manajemen kunjungan yang tidak langsung (indirect), lebih mudah diaplikasikan dan lebih disukai oleh wisatawan. Namun demikian, berkenaan dengan pengembangan pariwisata dan manajemen kunjungan wisatawan di Kawasan Rawan Bencana tidak bisa lepas dari manajemen bencana (disaster management) itu sendiri. Karena pada kawasan seperti ini ada waktu-waktu tertentu yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, namun di waktu yang lain ada yang berbahaya untuk dijadikan ruang kegiatan dan dilarang untuk dikunjungi wisatawan.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan tujuan untuk melindungi kawasan rawan bencana merapi dari wisatawan, dan melindungi wisatawan dari bahaya yang ditimbulkan dari pola aktifitas gunung merapi serta memaksimalkan kesan pengalaman bagi wisatawan dengan mengatur kegiatan mereka dalam hubungan ruang dan waktu.

(8)

1.2. ISU DAN PERMASALAHAN

1. Sebaran gunungapi di Indonesia lebih dari 500 gunungapi dan 129 diantaranya aktif termasuk Gunung Merapi banyak mendapat minat kunjungan dari wisatawan;

2. Merapi merupakan salahsatu kawasan strategis dan kegiatan pariwisata adalah menjadi bagiannya, telah dihadapkan pada ancaman bencana alam yaitu erupsi;

3. Pengaruh erupsi Merapi 2010 terhadap pembentukan pola ruang baru memunculkan salahsatunya Peta Zona Bahaya Hipotetik Gunung Merapi 2010 dari Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada;

4. Minat yang tinggi dari masyarakat baik wisatawan lokal maupun mancanegara terhadap potensi wisata di Merapi serta acuan penggunaan lahan dari peraturan terkait yang diarahkan salahsatu pemanfaatannya untuk wisata minat khusus, sehingga banyak wisatawan yang memanfaatkan keunikan Merapi tersebut;

5. Potensi lokasi yang terkena dampak letusan gunungapi Merapi sebagai memorial park, seperti potensi serupa yang telah berhasil ramai dikunjungi wisatawan dan ditata dengan baik sebagai tempat wisata yang menarik sekaligus pendidikan alam, seperti salahsatunya Museum Gempa di Kobe Jepang;

6. Tata ruang merapi dalam perencanaannya telah diamanatkan untuk turut serta merencanakan mitigasi bencana terutama pada Kawasan Rawan Bencana.

7. Akibat perubahan morfologi paska erupsi, mengakibatkan pentingnya guideline mengenai zona dari objek daya tarik wisata.

8. Belum ada perencanaan terperinci dari Pemerintah Kabupaten Sleman untuk pengembangan kawasan Merapi (RIPPDA masih secara global).

(9)

1.3. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas dapat diperoleh gambaran bahwa:

a. Di satu sisi potensi Merapi sebagai destinasi pariwisata di D.I. Yogyakarta memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang banyak dikunjungi wisatawan; b. Di sisi lain keindahan Merapi menyimpan konsekuensi akan

bahaya bencana letusan gunung berapi, sehingga pengelolaan tata ruangnya diamanatkan dengan mengantisipasi sesuai peraturan yang berlaku.

Karena itu rumusan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana strategi pengembangan pola ruang kepariwisataan yang sesuai dengan karakter atau kondisi Gunung Merapi sebagai Gunung yang aktif dan memiliki tingkat ancaman tinggi terhadap wilayah sekitarnya?”

1.4. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitiannya adalah:

1. a. Seperti apakah peluang pemanfaatan kegiatan kepariwisataan yang dapat dikembangkan di kawasan lereng Merapi berdasarkan kondisi eksisting di lapangan maupun persepsi stakeholder?

b. Seperti apakah persebaran potensi dan peluang kepariwisataan terhadap wilayah dan resiko bencana Merapi?

c. Seperti apakah pola adaptasi kegiatan kepariwisataan terkait dengan potensi dan resiko bencana di gunungapi Merapi?

2. Rekomendasi untuk manajemen atraksi (penetapan waktu, spot-spot potensi atraksi berkaitan dengan jalur dan rute permintaan pengunjung, jalur-jalur evakuasi).

(10)

1.5. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN 1.5.1. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. a. Mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pola ruang untuk pemanfaatan kegiatan pariwisata di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi. b. Mendapatkan gambaran pemanfaatan Kawasan Rawan

Bencana Gunung Merapi untuk mengembangkan kualitas berwisata di kawasan ini.

c. Mendapatkan gambaran potensi yang dapat dikembangkan pada tiap zona berdasarkan perbedaan musim dan waktu libur.

2. Menggambarkan potensi pengembangan pola ruang untuk kegiatan pariwisata di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi dengan perencanaan mitigasi bencana sebagai salahsatu bagiannya sesuai kondisi yang sekarang ada.

1.5.2. SASARAN PENELITIAN

1. Terdiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pola ruang dan pemanfaatan pariwisata di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi;

2. Tergambarkan potensi pengembangan pola ruang untuk kegiatan pariwisata di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi dan perencanaan ruang sebagai bagian mitigasi bencana disesuaikan dengan kondisi yang sekarang ada.

1.6. BATASAN PENELITIAN

1. Penelitian dilakukan di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi bagian selatan (Kabupaten Sleman).

2. Penelitian diterapkan pada pentahapan tingkat kegiatan gunungapi tingkat aktif normal.

3. Penelitian dibatasi berdasarkan variabel dan diturunkan sebagai indikator-indikator dalam penelitian.

(11)

1.7. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

1.8. KEASLIAN PENELITIAN

Perbandingan penelitian dengan penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan, dilakukan untuk membuktikan keaslian penelitian ini. Keaslian penelitian dilihat dari materi yang dibahas, lokasi penelitian maupun metode penelitian terdahulu, berkaitan dengan pengembangan pariwisata maupun studi lingkungan di kawasan Gunung Merapi Kabupaten Sleman Propinsi DI. Yogyakarta.

Penelitian yang pernah dilakukan sejauh yang dapat ditentukan belum membahas pemanfaatan lahan secara lebih detil. Terjadinya letusan yang dahsyat ini, perlu rumusan yang lebih jelas. Beberapa penelitian sejenis tersebutseperti tercantum dalam Tabel 1 berikut ini:

 

POLA RUANG DAN STRATEGI PERENCANAAN POTENSI DAN RESIKO

KAWASAN MERAPI   PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN KAWASAN MERAPI P 2 PETA POTENSI DAN

RESIKO BENCANA

POTENSI, TREN DAN PELUANG PENGEMBANGAN PARIWISATA P 2 P 3  P 1

(12)

Tabel 1 Keaslian Penelitian PENELITIAN

PENELITI JUDUL MATERI LOKASI METODEPENELITIAN HASIL

D.Agus Harjito; Jaka Sriyana; Suhartini

Recovery Pengembangan Wisata Paska Bencana Erupsi Merapi di Kawasan

Kabupaten Sleman-2011

Mengidentifikasi dan mengkaji Potensi Kepariwisataan dengan melihat persepsi masyarakat dan wisatawan

serta merumuskan model pengembangannya.

Desa Umbulharjo, Kinahrejo dan kawasan wisata

Kaliurang

Analisis Statistik Deskriptif

Potensi wisata yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengembangan

wisata di sekitar G. Merapi

Dwi Retno Narsuka 16796/IV-7/433/01

di I.L/1802/S2 DWI

Persepsi dan Peranserta Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi (Kasus Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman)-2009

Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang TNG Merapi dari segi

status penetapan, pengelolaan, dan peransertanya.

Desa-desa yang berbatasan langsung dengan batas

terluar TNG Merapi.

Analisis Deskriptif Kualitatif dengan table uji silang atau

crosstab.

Pengetahuan masyarakat Desa Umbulharjo mengenai

pengelolaan TNGM secara komperhensif mayoritas dalam

kategori tinggi, namun persepsinya dalam kategori

sedang.

Hernowo Muliawan

“Sustainable Mountain Ecotourism Development: A

Visitors Management Approach (case study of Mount Merapi, Indonesia)”.

Identifikasi potensi kepariwisataan di lereng

Merapi, kemudian merumuskan pola pengembangan agar terus

berkelanjutan.

The south slope of Mount

Merapi Indonesia Kuantitatif-kualitatif

Perbedaan motivasi kunjungan dan persepsi antara

wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara terhadap pengembangan ekowisata Gunung Merapi; serta pengembangan model berkelanjutan pariwisata lereng

Merapi. Kaharuddin 18293/IV-7/467/2002 di I.L/1518/S2/KAH Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata Alam Lereng

Selatan Gunung-2005

Evaluasi pengelolaan obyek wisata alam lereng selatan

Merapi ditinjau dari aspek partisipasi masyarakat sebagai

salahsatu indikator dan faktor-faktor yang mempengaruhi.

Obyek wisata lereng selatan Gunungapi Merapi, khususnya obyek wisata Kaliurang, Kalikuning dan

Kaliadem Prop. DIY.

Variable partisipasi dan data kuesioner. Analisis statistic non parametrik

Terdapat tingkat perbedaan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata terhadap masyarakat yang memiliki pekerjaan pokok sebagai petani/buruh/beternak, wirasasta, maupun PNS. Yasin Yusup 13519/I-5/249/99 di GEOGR 1579/S2/YAS

Studi Sensitivitas Penduduk Terhadap Bahaya Awan Panas Gunungapi Merapi di Kawasan Rawan Bencana II

dan III- 2006

Mengetahui karakteristik erupsi Merapi dan mengetahui

kerentanan penduduk di Kawasan Rawan Bencana II dan III terhadap bahaya awan

panas-2006

Kawasan Rawan Bencana II dan III versi bnbp

Metode historis, deskriptif dan eksplanatif

Perbedaan karakteristik erupsi pada abad 19 dan 20 serta

tingkat kerentanan penduduknya. Dwi Hardiani 2013 Pengaruh Kerentanan Kebencanaan Gunung Merapi Terhadap Kegiatan

Kepariwisataan Berbasis Pola Keruangan (Studi Kasus: Kabupaten Sleman)

Identifikasi potensi pariwisata di Kawasan Rawan Bencana paska erupsi Merapi 2010

Kawasan Rawan Bencana

Gunungapi Merapi, Sleman Analisis Deskriptif Kualitatif

Mendiskripsikan pengembangan dari potensi kegiatan pariwisata di Zona Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi disesuaikan dengan perencanaan mitigasi

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian terhadap sumber daya manusia dalam kerangka SERVO menggali tentang keahlian-keahlian yang telah dimiliki oleh perusahaan, kesanggupan sumber daya manusia

Ketika gas mendeteksi adanya gas yang bocor maka akan memberikan data yang akan diolah oleh rangkaian pengkondisi sinyal yang kemudian menjadi inputan data pada

Pekerja di SPBU sering bekerja kontak dengan zat folatil dari bahan bakar bensin dan gas buang kendaraan bermotor, yang mempunyai kadar VOCs (Volatile Organic Compounds) yang

 Contoh kalimat tanya tersamar dalam kehidupan sehari- hari  Santun dalam bertanya sesuai dengan situasi komunikasi  Santun dan lugas dalam bertanya sesuai dengan situasi

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang dilakukan pada BMT Mentari Kota Gajahdan merupakan penelitian deskriftif kualitatif yang bertujuan untuk

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ha di terima dan Ho ditolak sehingga ada perbedaan yang terukur secara statistik antara perilaku dalam toilet training ibu yang mempunyai

b. Semua Pertemuan Pramuka untuk golongan Penggalang Penegak dan Pandega yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka, sedunia atau oleh gerakan kepramukaan negara lain, dapat