• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi perdagangan antara subyek ekonomi negara yang satu dengan negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa. Perdagangan atau pertukaran dalam hal ini barang dan jasa dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari masing-masing pihak. Dalam hal ini masing-masing pihak harus memiliki kebebasan untuk menentukan untung rugi dari proses pertukaran barang maupun jasa tersebut. Dilihat dari sisi kepentingan masing-masing pihak dan kemudian menentukan apakah salah satu dari pihak yang melakukan transaksi bersedia atau tidak dalam melakukan pertukaran. Namun pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang munculnya teori perdagangan internasional (Boediono, 2000).

2.1.1 Teori Klasik 2.1.1.1 Merkantilis

Aliran merkantilis lahir di kawasan Eropa Timur dan salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah Thomas Munn (1571-1641). Teori ini berpendapat bahwa untuk mencapai kesejahteraan diperoleh melalui proses akumulasi pengumpulan logam mulia atau emas. Untuk memperoleh emas yang lebih banyak dari pada emas yang dikeluarkan maka dalam perdagangan internasional harus surplus. Doktrin merkantilisme berpendapat bahwa, proses

(2)

perdagangan (ekspor lebih besar dari pada impor atau X > M). Hal ini dapat dilakukan dengan memacu kegiatan ekspor sebagai tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya yang perlu dilakukan melalui peningkatan produksi domestik yaitu dengan menggali sepenuhnya sumber daya yang tersedia.

Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara sebagai intervensi dalam perkembangannya sangat diperlukan, yaitu bagaimana agar volume ekspor lebih besar dari pada volume impor. Apakah dengan memberikan berbagai subsidi dan fasilitas pada produksi untuk memacu sektor ekspor di satu sisi dan menekan impor disisi lain. Oleh karena itu, merkantilisme menghendaki proteksi setinggi-tingginya pada barang impor untuk melindungi produksi dalam negeri. Pembatasan impor bermanfaat bagi upaya pengembangan sekaligus perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan output domestic sebagai sasaran utama dari peningkatan ekspor.

Merkantilisme berpendapat bahwa surplus neraca perdagangan sekaligus terjadinya penumpukan logam mulia, negara menjadi kaya, ketahanan nasional sangat kuat, dan pada akhirnya pencapaian tujuan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Kekayaan suatu negara berdasarkan penumpukan logam mulia (emas) sebanyak-banyaknya juga mempunyai tujuan untuk memperluas kekuasaan dan kekuatan negara. Semakin banyak emas yang dikumpulkan, berarti negara semakin kuat dan semakin berkuasa. Negara yang kuat akan sulit bagi negara lain untuk menyerang negara tersebut dan tidak mungkin untuk dijajah, akhirnya negara yang kuat menjadi negara penjajah.

(3)

Pandangan merkantilis adalah pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor dan mengurangi atau membatasi impor, hal ini pada akhirnya mengandung makna mengorbankan negara lain. Merkantilisme menyebarluaskan nasionalisme ekonominya dan percaya pada suatu saat akan timbul konflik kepentingan nasional sehingga dengan mudah dapat dikuasai oleh negara. Sikap yang ditanamkan oleh merkantilis ini sebagai upaya melakukan penjajahan kepada negara lain dan telah terbukti bagaimana Uni Soviet dengan beberapa negara jajahannya.

Kaum merkantilis mengukur bahwa kekayaan suatu negara yaitu melalui cadangan logam mulia (emas atau perak) yang dimiliki. Akan tetapi tidak demikian perkembangannya sekarang ini, dimana ukuran kekayaan suatu negara terletak pada cadangan sumber daya manusia, hasil-hasil produksi, dan kekayaan alam yang tersedia. Semakin besar sumber kekayaan, maka akan semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia, sehingga semakin tinggi pula standar hidup manusia atau masyarakat itu sendiri. Demikian pula penjajahan sudah hampir hilang dan setiap negara hanya berpikir bagaimana melakukan pembangunan ekonomi khususnya agar taraf hidup masyarakat terus lebih baik dan meningkat.

Dalam perkembangannya, pendapat merkantilis ini membawa dampak negatif yaitu berupa tekanan inflasi bagi perkembangan perkonomian domestik. Dengan semakin menumpuknya cadangan logam mulia (emas), berarti sekaligus peningkatan jumlah uang yang beredar sehingga secara perlahan dan pasti membawa konsekuensi berupa tekanan laju inflasi domestik yang diakibatkan

(4)

oleh kenaikan tingkat harga di dalam negeri yang pada gilirannya produk domestik tujuan ekspor menjadi tidak kompetitif di pasar dunia (David Hume dalam The Price Specie Flow Mechanism). Doktrin merkantilis ini tidak dapat bertahan lama dan bahkan masyarakat dalam negeri sendiri pada era merkantilis mengalami tekanan yang ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga barang yang berlangsung secara terus menerus. Namun demikian perlu pula dipahami apa sebenarnya yang menjadi tujuan utama doktrin merkantilis, yaitu dalam rangka melakukan penjajahan. Negara yang kaya dan kuat tidak mungkin dapat diganggu oleh negara lain untuk dijajah, akan tetapi lebih jauh justru negara tersebut bermaksud untuk menjajah (Sumanjaya, Nasution, dan Hamzah, 2012: 12).

2.1.1.2 Adam Smith

Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan yaitu melalui produksi dari hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith setuju dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan suatu negara akan bertambah dengan meningkatnya skill, serta efisiensi tenaga kerja yang digunakan sesuai dengan presentase penduduk yang melakukan pekerjaan. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain, karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Menurut Adam Smith, keunggulan mutlak merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber

(5)

daya yang lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuan negara-negara yang lain.

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel rill bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Teori murni dalam hal ini merupakan teori memusatkan perhatiannya pada variabel rill misalnya seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang, makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).

Teori Absolute Advantage oleh Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan asumsi bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak terbatas. Adam Smith memaparkan bagaimana perdagangan dapat menguntungkan kedua belah pihak, dalam pengertian menciptakan output tertentu dengan menggunakan tenaga kerja lebih sedikit dibanding output yang sama dihasilkan oleh negara lain, atau dapat pula dinyatakan per satuan waktu jika barang yang sama dihasilkan oleh tenaga kerja yang berasal dari negara yang berbeda.

Kemudian spesialisasi produk sebagai konsentrasi yang mempunyai keunggulan terhadap kedua negara yang melakukan perdagangan dan saling memberi keuntungan. Pada akhirnya volume perdagangan maupun konsumsi

(6)

kedua negara tersebut akan meningkat, demikian juga terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat kedua negara yang berdagang. Adam Smith menyajikan absolute advantage (keunggulan mutlak) dengan menggunakan ilustrasi secara sederhana sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit output dalam satuan waktu

Barang Jepang Indonesia

X 8 10

Y 4 2

Untuk menciptakan barang X per unit, terungkap bahwa Jepang menggunakan tenaga kerja sebanyak 8 orang, lebih sedikit dibandingkan Indonesia sebanyak 10 orang tenaga kerja. Dengan demikian, Jepang mempunyai keunggulan mutlak dalam menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia terhadap barang X. Sebaliknya untuk barang Y, Indonesia lebih unggul secara mutlak dari Jepang. Perdagangan internasional antara Indonesia dan Jepang akan berlangsung dan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Hal ini menunjukkan bahwa Jepang konsentrasi atau spesialisasi menciptakan barang X dan tentunya Indonesia terhadap barang Y. Jepang lebih murah memproduksi barang X sekaligus mengekspornya ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia lebih murah memproduksi barang Y dan sekaligus mengekspornya ke Jepang. Hal ini sekaligus memberikan makna bahwa Jepang mengekspor barang X dan mengimpor barang Y dari Indonesia, begitu pun Indonesia sendiri akan mengimpor barang X dari Jepang.

(7)

Teori absolute advantage yang diajukan oleh Adam Smith ini, bahwa tenaga kerja sebagai input produksi sekaligus mengukur nilai suatu barang. Sedangkan upah tenaga kerja pada masing-masing negara tidak diperhitungkan (diabaikan). Belum tentu labor cost di Jepang lebih murah atau sebaliknya juga bagi Indonesia. Keterangan ini perlu di lihat mengingat penentuan tingkat harga produk sangat dipengaruhi oleh proporsi penggunaan input. Disinilah letak salah satu kelemahan absolute advantage yang diajukan oleh Adam Smith.

Absolute Advantage Theory oleh Adam Smith kemudian dikritik oleh David Ricardo dimana merupakan sesama aliran klasik. Kritik yang dikatakan oleh David Ricardo terhadap absolute advantage sangat sederhana sekali. Bagaimana seandainya negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak sama sekali terhadap kedua barang yang diciptakan? Hal ini berarti negara tersebut tidak dapat melakukan perdagangan internasional dengan negara lain. menurut David Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi meskipun negara itu tidak memiliki keunggulan mutlak, tetapi memiliki keunggulan komparatif dari negara lain. Ilustrasi comparative advantage diungkapkan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit output per satuan waktu

Barang Jepang Indonesia

X 2 10

Y 1 2

Jepang memiliki keunggulan mutlak pada produksi barang X dan barang Y, karena untuk kedua komoditas tersebut Jepang lebih sedikit menggunakan

(8)

tenaga kerja, akan tetapi keunggulan mutlak Jepang lebih besar pada barang X dari pada barang Y. Terlihat bahwa 2/10 (20 persen) lebih kecil dari ½ (50 persen) atau kebutuhan tenaga kerja untuk memproduksi barang X di Jepang lebih murah dibandingkan produksi barang Y. Hal ini berarti Jepang memiliki keunggulan komparatif terhadap barang X daripada memproduksi barang Y. Sebenarnya Jepang memiliki keunggulan mutlak atas Indonesia untuk memproduksi barang X dan barang Y. Untuk memproduksi barang X, Indonesia memerlukan 10/2 dan untuk barang Y dengan perbandingan 2/1. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat terjadi antara Jepang dan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produksi barang Y disebabkan 2/1 atau 2 lebih kecil dari 10/2 atau 5. Konsep comparative advantage David Ricardo dibangun dengan sejumlah asumsi:

1. Dua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan hanya menggunakan satu faktor produksi tenaga kerja.

2. Kedua komoditi bersifat identik (homogen).

3. Kedua komoditi dapat dipindahkan antar negara dengan biaya transportasi nol.

4. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara, namun heterogen tidak identik antar negara.

5. Tenaga kerja dapat bergerak antar industri dalam suatu negara namun tidak antar negara.

6. Pasar barang dan pasar tenaga kerja dalam kondisi persaingan sempurna. (Sumanjaya, Nasution, dan Hamzah, 2012: 17).

(9)

2.1.2 Teori Modern

2.1.2.1 Jhon Stuart Mill dan David Ricardo

Teori yang dikemukakan J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih murah, dan jika mengimpor barang yang dihasilkan sendiri, maka akan memakan biaya yang lebih besar).

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dikerahkan untuk memproduksi barang tersebut. Sebagai contoh:

Tabel 2.3 Produksi 10 orang dalam 1 minggu

Produksi Amerika Prancis

Gandum 6 karung 2 karung

Pakaian 10 Yard 6 Yard

Sumber: Salvatore (2006).

Menurut teori modern perdagangan antara negara Amerika dengan negara Prancis tidak akan timbul, karena absolute advantage dalam memproduksi gandum dan pakaian sudah tersedia pada negara Amerika. Tetapi yang penting disini bukan absolute advantage akan tetapi comparative advantagenya. Besarnya comparative advantage untuk negara Amerika dalam memproduksi 6 karung gandum dibandingkan 2 karung gandum dari negara Prancis yaitu 3 : 1, dan produksi 10 yard pakaian dibandingkan dengan 6 yard yang dimiliki negara

(10)

Prancis atau sekitar 5/3 : 1. Dalam hal ini negara Amerika memiliki comparative advantage dalam memproduksi gandum yaitu sebesar 3 : 1 dimana lebih besar dari 5/3 : 1.

Negara Prancis memproduksi gandum sebanyak 2 karung dibandingkan negara Amerika yang memproduksi 6 karung gandum atau 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara negara Amerika dengan negara Prancis, dengan spesialisasi gandum untuk negara Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan produksi pakaian dari negara Prancis. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar oleh masing-masing barang di dalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage yaitu teori ini dapat menerangkan berapa besar keuntungan karena adanya pertukaran, di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

David Ricardo (1772-1823) merupakan seorang tokoh aliran klasik yang menyatakan bahwa nilai pertukaran ada jika barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian suatu barang dapat ditukarkan jika barang tersebut memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang lain. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat atau barang yang dapat diperbanyak sesuai dengan keinginan orang lain. Dilain pihak, ada barang yang sifatnya terbatas ataupun bersifat monopoli, dalam hal ini untuk jenis barang yang sifatnya terbatas tersebut maka nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang ditambah jumlah produksinya sesuai dengan keinginan, maka nilai pertukarannya

(11)

berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai kerja adalah:

1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, yaitu ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja dan lain sebagainya. Aliran klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari kesimpulan ini maka kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan “teori biaya produksi”. 2. Kesulitan yang terdapat di dalam nilai kerja yakni bahwa selain kerja

masih banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu dalam pembuatan suatu barang dan itu harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam produksi dikarenakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.

Teori perdagangan internasional ditengahkan oleh David Ricardo yang memulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara, dimana antara dua negara tersebut tidak ada pabean dan di antara kedua negara tersebut hanya beredar uang dalam bentuk emas. David Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran yang secara bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolute, apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.

(12)

Teori perdagangan telah merubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Dahulu negara yang memiliki keunggulan absolute belum berani dalam melakukan perdagangan, berkat “law of comparative costs” dari Ricardo, negara Prancis mulai membuka kembali sistem perdagangan bebas antara beberapa negara lain. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat dengan mudah diciptakan, oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi maka akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.

1. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tersebut dapat memproduksi serta mengimpor barang relatif lebih efisien. Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage

Tabel 2.4 Data Hipotesis Comparative Cost

Produksi 1 kg Gula 1 meter Kain

Indonesia 3 Hari Kerja 4 Hari Kerja

China 6 Hari Kerja 5 Hari Kerja

(13)

Dalam tabel di atas negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan dengan negara Cina untuk produk gula dan kain. Maka tetap terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labour efficiency.

Berdasarkan perbandingan Cost Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan dengan tenaga kerja Cina dalam memproduksi 1 kg gula (atau hari kerja) dari pada produksi 1 meter kain (pada saat hari kerja). Hal ini akan semakin mendorong Indonesia dalam melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam memproduksi 1 meter kain (pada hari kerja) dari pada produksi 1 kg gula (pada hari kerja), hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

2. Production Comparative Advantage (Labor Productivity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tesebut dapat berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan negara Cina untuk kedua produk, namun perdagangan internasional dapat terjadi dan saling menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. Kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi

(14)

antara dua negara. sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi: Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

2.1.2.2 Teori Hecksher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa elemen perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain dikarenakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu memiliki keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara.

2. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

(15)

Teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva, yang pertama yaitu kurva isocost. Kurva isocost adalah kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada saat titik optimal. Maka dari itu, dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut:

1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

2. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

4. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

5. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama dengan harga barang yang sejenis dan sama sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

(16)

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika dua ahli ekonom asal Swedia yaitu Eli Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasannya mengenai teori perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, maka terlebih dahulu mengemukakan kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang dinyatakan secara eksplisit) antar negara, namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut (Salvatore, 2006).

Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas tersebut karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori Modern H-O dikenal sebagai “The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

(17)

2.1.2.3 Hipotesis Teori H-O

Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di setiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara cenderung sama, demikian pula harga barang B di kedua negara cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang kaya Labor.

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya akan capital maka ekspornya dikatakan padat capital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat capital.

2.1.2.4 Kelemahan Asumsi dari Teori H-O

Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional, akan dikemukakan beberapa asumsi:

(18)

1. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam memproduksi barang tidak sesuai. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa negara sering menggunakan teknologi yang berbeda. 2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor

produksi lebih menjadi bermasalah. Hal ini dikarenakan sebagian besar perdagangan merupakan produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.

3. Asumsi tidak adanya mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi kenyataan dari model teori H-O.

2.2 Teori Permintaan

Permintaan dikatakan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta oleh seorang atau konsumen ataupun pembeli pada waktu tertentu pada berbagai tingkat harga. Pada sistem ekonomi pasar, keputusan alokasi sumber daya didasarkan pada interaksi antara permintaan dan penawaran.

2.2.1 Teori Permintaan Menurut Para Ahli

1. Permintaan menurut Sadono Sukirno (2005), teori permintaan adalah teori yang menerangkan tentang ciri-ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan.

(19)

2. Menurut Adiwarman A. Karim (2007), permintaan barang yaitu bahwa faktor harga dari komoditas merupakan variable dependen yang akan menentukan beberapa jumlah komoditas yang bersangkutan diminta oleh konsumen.

Teori permintaan menjelaskan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga dan patuh pada hukum permintaan. Hukum permintaan menjelaskan apabila harga suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen akan turun atau disebut ceteris paribus. Sebaliknya, bila harga turun maka jumlah yang akan diminta akan meningkat dan berlakunya hukum permintaan yang bersifat ceteris paribus (faktor-faktor lain tidak berubah). Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan konsumen

2. Harga barang subtitusi dan komplementer

3. Selera konsumen

4. Jumlah penduduk

5. Harapan dan ekspektasi masyarakat

2.2.2 Beberapa Penentu Permintaan

Menurut Sukirno (2003), Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan dibawah ini:

1) Harga barang itu sendiri

(20)

4) Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat 5) Cita rasa masyarakat

6) Jumlah penduduk

7) Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

2.3 Teori Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Belanja masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan atas pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama, Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) yakni jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal yang muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.

Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah

(21)

kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang golongan menengah kebawah.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.

Beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes:

1. Fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.

2. Pendapatan yang terjadi merupakan pendapatan nasional yang dapat menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi yaitu pendapatan nasional yang terjadi atau current national income.

3. Dalam fungsi konsumsi Keynes, pendapatan nasional diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolute.

4. Fungsi konsumsi berbentuk lengkung.

2.4 Fungsi Impor

Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah proses penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sedangkan impor adalah arus kebalikan dari pada ekspor yaitu proses suatu barang dan jasa yang masuk ke

(22)

pun negara yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya.

Dalam perekonomian terbuka terdapat berbagai faktor yaitu rumah tangga, sektor swasta, pemerintah dan juga sektor luar negeri. Hal ini dikarenakan penduduk di negara bersangkutan telah melakukan perdagangan barang dan jasa dengan negara lain. Suatu negara yang telah memproduksi lebih terhadap kebutuhan dalam negeri dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke luar negeri, sedangkan negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari luar negeri.

Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor, semakin besar impor yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa dan kebutuhan penduduk suatu negara, maka hal ini dapat mematikan produk dalam negeri dan yang paling mendasar dapat menguras pendapatan negara yang bersangkutan.

Berdasarkan laporan indikator Indonesia, komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1. Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum

dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah lama serta barang tidak tahan lama.

(23)

2. Impor bahan baku dan barang penolong yaitu yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan.

3. Impor barang modal yaitu yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.5 Faktor Harga

Harga suatu produk mempengaruhi nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdayanya, kemungkinan dalam hal ini menyangkut produksi dan preferensi konsumen. Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga suatu komoditas merupakan faktor terhadap besarnya penawaran dan permintaan.

Apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain, maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga barang yang akan diperdagangkan karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya semakin tinggi harga suatu barang maka semakin rendah permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus). Selanjutnya hukum penawaran (law of supply) menyebutkan kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut meningkat (Sukirno, 2003).

(24)

2.6 Ketersediaan Kedelai

Ketidakseimbangan antara ketersediaan dan akses yang ada dapat menyebabkan ancaman bagi ketahanan pangan (food insecurity). Bukti empiris menunjukkan bahwa rapuhnya ketahanan pangan nasional suatu negara dapat memicu timbulnya goncangan ekonomi serta meningkatnya kriminalitas (Suryana, 2003).

Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam negeri, impor dan pengelolaan cadangan pangan. Apabila suatu negara tidak dapat memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan pengelolaan cadangan makanan maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut harus mengimpor dari negara lain.

Ketersediaan pangan suatu negara yang tidak mencukupi kebutuhannya maka dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi, seperti terjadinya berbagai gejolak sosial dan politik yang bisa terjadi. Kondisi krisis seperti ini juga bisa mengakibatkan dan bahkan membahayakan stabilisasi nasional yang dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang dalam masa kejayaan, pengalaman telah membuktikan kepada masyarakat bahwa gejala yang terjadi terhadap ketahanan pangan seperti kenaikan harga kedelai dapat memicu terjadinya stabilitas ekonomi dan stabilitas ekonomi nasional.

Salah satu yang menjadi landasan pembangunan pertanian pada tahun 2001-2004 adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keanekaragaman sumber daya bahan pangan lokal dan juga nutrisi dalam jumlah yang diperlukan di dalam tingkat harga yang dapat terjangkau dengan

(25)

memperhatikan peningkatan pendapatan dari para petani lokal serta peningkatan produksi yang diatur di dalam undang-undang (Saragih, 2001).

Kebijakan perkedelaian nasional pada dasarnya mencakup empat instrument kebijakan yaitu:

1. Kebijakan Peningkatan Produksi. 2. Kebijakan Diversifikasi Pangan. 3. Kebijakan Harga Pangan.

4. Kebijakan Impor Pangan (Deptan, 2004)

2.7 Penelitian Terdahulu

Purnamasari (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dengan periode waktu 30 tahun yaitu tahun 1975 sampai 2004. Dalam metode penelitian, model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Masing-masing persamaan penelitian ini diduga dengan menggunakan metode Two-stages Least Square (2SLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Jumlah impor kedelai responsive terhadap perubahan jumlah produksi dan konsumsi kedelai baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Anggasari (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia menggunakan data sekunder

(26)

tahun 1986 sampai tahun 2006. Metode yang digunakan untuk menganalisis perkembangan produksi dan impor kedelai adalah metode analisis deskriptif. Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai di Indonesia adalah metode analisis linear berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini analisis regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh variabel produksi kedelai domestik, harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy tarif impor sebesar 5 dan 10 persen terhadap volume impor kedelai ke Indonesia. Berdasakan hasil penelitian, volume impor kedelai secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy penetapan tarif impor sebesar 10 persen. Untuk meningkatkan produksi kedelai domestik agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor adalah melalui peningkatan luas areal panen kedelai dan peningkatan produktivitas. Dengan ditetapkannya tarif sebesar 10 persen, harga kedelai impor akan meningkat, hal tersebut dapat memacu minat petani kedelai untuk kembali berproduksi sehingga volume impor dapat berkurang.

Purwanto (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007 menggunakan data deret waktu (time series) dari tahun 1987 sampai dengan 2007. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa impor kacang kedelai nasional selama periode 1987-2007 cenderung mengalami peningkatan tiap tahun, terutama setelah tahun

(27)

1999 ketika liberalisasi perdagangan pada komoditas pangan mulai diberlakukan. Pada tahun 2007 tingkat ketergantungan Indonesia pada kacang kedelai impor telah mencapai 1,4 juta ton atau setara dengan kehilangan devisa negara sebesar Rp 4,4 triliun per tahun. Dari enam faktor yang diduga mempengaruhi impor kacang kedelai nasional periode 1987-2007, setelah dilakukan uji statistik diperoleh tiga faktor berpengaruh signifikan yaitu produksi, konsumsi dan harga lokal.

Al-Mudatsir (2009) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi respon penawaran kacang kedelai di Indonesia, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 38 tahun dengan rentang waktu 1969-2006. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif. Analisis kuantitatif berupa analisis terhadap variabel-variabel utama atau faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi produksi respon produktivitas tanaman kacang kedelai. Model pendugaan yang digunakan terhadap model dengan persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil sederhana atau biasa disebut dengan Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai, harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi dan luas areal panen tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk, upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang penawaran kacang kedelai terhadap

(28)

perubahan harga cukup responsif meski pada jangka pendek tidak seresponsif pada jangka panjang.

Andi Facino (2012) dalam penelitiannya mengenai Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedelaian Nasional. Penelitiaan ini meliputi dalam menelaah penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis kebijakan perkedelaian Indonesia serta merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret waktu) dengan periode waktu 8 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2012. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai dunia dan domestik, data importir kedelai dunia, data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai domestik, data harga kedelai domestik, neraca perdagangan kedelai domestik, dan data negara pengekspor kedelai ke Indonesia. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menelaah keragaan penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis perkembangan kebijakan impor kedelai Indonesia antara 2005-2012, menganalisis perkembangan kebijakan perkedelaian nasional serta alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

(29)

2.8 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini mengenai faktor-faktor ketersediaan kedelai di Indonesia.

+

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Indonesia Negara Agraris Pertanian Tanaman Pangan Kedelai Ketersediaan Produksi Dalam Negeri Impor

Faktor-faktor yang Mempengaruhi - Luas Panen

- Harga Domestik

(30)

Indonesia sebagai salah satu negara agraris memiliki potensi pertanian yang sangat besar terutama dalam hal tanaman pangan. Salah satu produk unggulan yang memiliki pengaruh cukup besar dalam stabilitas negara adalah kacang kedelai. Ketersediaan kacang kedelai berarti terpenuhinya atau tercukupinya kebutuhan yang diperlukan baik melalui produksi dalam negeri dan impor. Apabila produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan maka sisanya akan diimpor. Ketersediaan kacang kedelai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas panen, harga kedelai domestik dan jumlah konsumsi dalam negeri dan ketersediaan kedelai.

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh positif variabel (X1) Luas Panen terhadap ketersediaan

kedelai di Indonesia.

H2: Terdapat pengaruh positif variabel (X2) Harga Kedelai Domestik terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.

H3: Terdapat pengaruh positif variabel (X3) Konsumsi Kedelai dalam Negeri terhadap ketersediaan kedelai di Indonesia.

Gambar

Tabel 2.1 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit  output dalam satuan waktu
Tabel 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit  output per satuan waktu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Audit yang berisikan temuan berupa kondisi, kriteria, akibat, sebab rekomendasi dan tindak lanjut yang diharapkan dari auditi. Kesimpulan berupa jawaban atas tujuan audit yang

No Ka NIK NAMA TGL LAHIR VERIVIKASI

ampullaria menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP yang diberikan dalam mempengaruhi jumlah tunas pada pengamatan 8 mst dan 12 mst.. Namun, pada

Pada pH tanah sama dengan MTN, tanah daerah pasang surut lokasi pantai Kayeli dengan tingkat dekomposisi saprik memiliki jerapan K lebih tinggi dari pada

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

International Services Pacific Cross atau mereka yang mendapat kuasa olehnya, segala catatan/keterangan mengenai diri dan keadaan/kesehatan Tertanggung baik selama Tertanggung

Respon siswa dijadikan salah satu aspek penentu kualitas game Tingting. Penilaian yang diberikan siswa dalam angket respon siswa berdasarkan manfaat yang mereka

Jadi, agar penghuni rumah bisa mengetahuinya, digunakanlah teknologi mikrokontroler ini sebagai alat yang mengendalikan alarm berupa suara dan lampu pengawas pada pagar