• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP

INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING

KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH

TAHUN 1998-2008

Oleh : Nenden Budiarti

H14084014

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

Konsumen (IHK) Masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008. Di bawah bimbingan TANTI NOVIANTI.

Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM dapat dipastikanmenimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat terutama sandang, pangan dan papan. Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK).

Kota Banda Aceh termasuk kota yang melaksanakan penghitungan IHK. Perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah. Letak geografis dan ketergantungan barang jadi dari daerah luar menyebabkan harga barang jadi di Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikan bila terjadi kenaikan harga BBM.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menggambarkan pola inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun 1998–2008 per bulan, (2) Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masing- masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (3) Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (4) Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa lama pengaruh itu akan hilang.

Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus 2008 dengan menggunakan data sekunder IHK dan data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT Pertamina. Uji kausalitas digunakan untuk mengkaji pengaruh harga BBM terhadap IHK, sedangkan model yang dibentuk merupakan model simultan vector autoregression (VAR).

Analisis grafik menunjukan bahwa setiap kenaikan harga BBM mengakibatkan naiknya inflasi secara umum di Kota Banda Aceh. Kenaikan harga BBM memengaruhi inflasi beberapa kelompok barang dan jasa diantaranya: inflasi bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan inflasi transportasi dan komunikasi. Namun, kenaikan harga BBM tidak terlalu memengaruhi inflasi kesehatan dan inflasi pendidikan.

Uji kausalitas memberikan hasil: (1) harga minyak tanah, premium dan solar memengaruhi IHK bahan makanan, IHK perumahan, IHK kesehatan dan IHK pendidikan, (2) harga minyak tanah dan solar memengaruhi IHK makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta IHK sandang dan (3) harga minyak tanah, premium dan solar tidak memengaruhi IHK transportasi dan komunikasi.

Besarnya pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh yang ditunjukkan oleh model simultan vector autoregression (VAR), menunjukan besaran yang berbeda berdasarkan pergerakan IHK itu sendiri di masa lalu (lag IHK), ditambah dengan

(3)

informasi mengenai pergerakan harga minyak tanah, premium dan solar di masa lalu.

Hasil analisis Impulse Response, menunjukan bahwa apabila terjadi kenaikan harga BBM secara umum setiap IHK merespon adanya shock tersebut, dan shock itu akan hilang dalam jangka pendek yaitu 12 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Penelitian lanjutan untuk mengkaji tidak adanya hubungan kausalitas antara kenaikan harga BBM dan IHK Transpor dan Komunikasi dan (2) Untuk meningkatkan ketelitian dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan periode waktu yang lebih panjang, dengan memanfaatkan data bulanan sehingga siklus dan fluktuasi dari series yang digunakan lebih terlihat. dan (3) Bagi pemerintah Provinsi NAD, dalam hal ini tidak dalam posisi pengambil keputusan kebijakan harga BBM, disarankan melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Langkah-langkah strategis itu antara lain: menciptakan ketenangan di dalam masyarakat (efek psikologis), menjaga kelancaran arus distribusi barang, menjamin stok barang kebutuhan pokok tercukupi serta menindak orang-orang yang berlebihan dalam memanfaatkan kesempatan ini (menimbun, menaikkan harga dengan ekstrim).

(4)

KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH

TAHUN 1998 -2008

Oleh : Nenden Budiarti H14084014 Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripisi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : NENDEN BUDIARTI

NRP : H14084014

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, S.P., M.Si. NIP. 132 206 249

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA

KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA

DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1998-2008” ADALAH BENAR-BENAR

MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2008

NENDEN BUDIARTI H14084014

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nenden Budiarti lahir di Sukabumi, 16 Oktober 1978, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ace Iman Zaenudin dan Indrayani. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SD Negeri Brawijaya I Kotamadya Sukabumi pada tahun 1985 sampai dengan 1991.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri I Kotamadya Sukabumi sampai dengan 1994, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kotamadya Sukabumi pada tahun 1997.

Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan dapat menyelesaikan pendidikan pada tahun 2002. Di tahun yang sama penulis ditempatkan bekerja di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik.

Bogor, September 2008

(8)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1998-2008”. Penulisan skripsi ini sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis mengenai pengaruh kenaikan harga BBM terhadap indeks harga konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa di Kota Banda Aceh selama periode tahun 1998 hingga 2008.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulisan karya ilmiah ini, baik secara keilmuan, materi dan spiritual.

Bogor, September 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiring dengan berakhirnya

satu tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin

mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama

dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis

diantaranya:

1. Kedua orangtua, terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan serta berbagai

dukungan baik moril maupun materi dan nasihat serta semangat yang

diberikan.

2. Tanti Novianti, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan

penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasihat dan

kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis.

3. Dr. Muhammad Findi A. selaku dosen penguji. Terima kasih atas segala

bimbingan, masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Mas Budi Setiawan, atas nasihat, semangat serta dorongan yang telah

diberikan kepada penulis di sela-sela kesibukan kuliahnya.

5. Dede Yayuk, terima kasih atas doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

6. Rekan-rekan di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah bersedia

(10)

bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang sudah

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada

Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin.

(11)

i DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI ……….. i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...………... 1.2 Perumusan Masalah …...………... 1.3 Tujuan Penelitian ...……….………… 1.4 Kegunaan Penelitian .………... 1 3 4 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kerangka Teori ... 2.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 2.1.2 Inflasi ... 2.1.3 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 2.1.4 Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) ... 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu ... 2.3 Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu ... 2.4 Kerangka Pemikiran Operasional ... 2.5 Definisi Peubah Operasional ...

6 6 11 14 16 17 20 20 22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian ... 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 3.3 Metode Analisis ...

23 23 24

(12)

ii

3.4 Hipotesis ... 34

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

4.1 Letak Geografis ... 4.2 Wilayah Administrasi ... 4.3 Kondisi Wilayah ... 4.4 Gambaran Perekonomian Aceh ...

35 36 37 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Deskriptif ... 5.1.1 Gambaran Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh ... 5.1.2 Pergerakan Inflasi masing-masing Komoditi Barang dan

Jasa di Kota Banda Aceh dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.3 Pergerakan Inflasi Bahan Makanan dengan Perubahan

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.4 Pergerakan Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.5 Pergerakan Inflasi Perumahan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.6 Pergerakan Inflasi Sandang dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.7 Pergerakan Inflasi Kesehatan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ...

41 41 43 46 47 48 50 51

(13)

iii

5.1.8 Pergerakan Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.9 Pergerakan Inflasi Transportasi dan Kommunikasi dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.2 Analisis Inferensial ... 5.2.1 Uji Stasioneritas ... 5.2.2 Uji Lag Optimal ... 5.2.3 Uji Kausalitas ... 5.2.4 Analisis Model VAR (Vector Autoregressif) ... 5.2.5 Analisis Impulse Response ………...

52 54 55 55 56 57 61 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... 66 67 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN ... 71

(14)

iv

No Hal

1 Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia ... 44 2 Nilai ADF Statistic untuk IHK dan Harga BBM ... 56 3 Nilai Akaike Information Criteria (AIC) pada Lag 0 s/D 6 IHK

masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh ... 57 4 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Bahan Makanan Pada Lag 1 ... 58 5 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Pada Lag 1 58 6 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Perumahan Pada Lag 2 ... 59 7 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Sandang Pada Lag 2 ... 59 8 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Kesehatan Pada Lag 2 ... 60 9 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Pendidikan Pada Lag 1 ... 60 10 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk

IHK Transpor dan Komunikasi Pada Lag 1 ... 61 11 Respon masing-masing IHK Barang dan Jasa terhadap Kenaikan

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

2 Pergerakan Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 41

3 Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia ... 45

4 Inflasi Bahan Makanan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 46

5 Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 48

6 Inflasi Perumahan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 49

7 Inflasi Sandang di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 51

8 Inflasi Kesehatan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 52

9 Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 53

10 Inflasi Transportasi dan Komunikasi di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 54

(16)

vi

No Hal

1 Inflasi Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda

Aceh Tahun 1998-2008 ... 71

2 Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 75

3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun 1998-2008 79 4 Transformasi Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 83

5 Transformasi Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun 1998-2008 ... 87

6 Unit Root Test ... 91

7 Unit Root Test (First Differencing) ... 101

8 Lag Optimal (Akaike Information Criteria) ... 111

9 Granger Causality Test ... 114

10 Vector Autoregression Estimates ... 117

11 Impulse Response ... 123

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga

bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini diambil menyusul melonjaknya harga

minyak menembus US $ 120 per barrel, jauh di atas asumsi APBN 2008 yang

hanya US $ 60 per barrrel. Akibat kenaikan harga minyak tersebut subsidi BBM

hampir dipastikan melonjak.

Merujuk Laporan Semester I dan Prognosa Semester II APBNP 2008

pemerintah kepada Panitia Anggaran DPR, realisasi subsidi BBM selama

semester I 2008 mencapai 60,5 triliun rupiah. Realisasi subsidi BBM selama

semester II 2008 diperkirakan mencapai 119 triliun rupiah, sehingga total subsidi

BBM selama 2008 diperkirakan mencapai 179 triliun rupiah hingga 180 triliun

rupiah. Ini berarti ada kenaikan secara signifikan dibanding alokasi dalam

anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2008 sebesar

126,82 triliun rupiah1.

Padahal penerapan subsidi BBM tidak tepat sasaran, sebab yang

menikmati hanya golongan mampu. Menurut Shambazy (2005) subsidi BBM

kurang mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat, masyarakat golongan bawah

hanya memperoleh bagian yang sangat kecil yakni sekitar 11 persen. Sedangkan

sisanya yang 89 persen, justru dinikmati masyarakat golongan menengah ke atas.

Subsidi harga BBM juga mendorong terjadinya penyelundupan, penyalahgunaan

1

(18)

serta membuat penggunaan BBM boros karena disparitas harga antara harga

domestik yang relatif lebih rendah dari harga dunia.

Peranan bahan bakar sangat signifikan dalam kegiatan ekonomi. Kenaikan

harga BBM dapat dipastikan akan berkorelasi positif dengan biaya produksi dan

ongkos transportasi. Kombinasi biaya produksi dan ongkos transportasi tersebut

akan menimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat

terutama sandang, pangan dan papan. Pengaruh kenaikan harga BBM membuat

biaya produksi industri makanan, minuman, dan kimia meningkat sekitar 2 persen

hingga 7 persen2. Sedangkan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma

Ali, memprediksikan akibat kenaikkan BBM tahun 2008 ini biaya produksi

UMKM akan naik 7,07 persen3.

Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur

kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK). Di

Indonesia penghitungan IHK mencakup 774 komoditas yang dihitung berdasarkan

pola konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan di 66 kota,

termasuk Kota Banda Aceh. Selain Kota Banda Aceh, penghitungan IHK di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dilaksanakan di Kota Lhokseumawe.

Namun demikian, karena Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi maka

perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur

perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa letak Kota Banda Aceh sendiri berada di

ujung paling barat dari peta Aceh. Sementara itu, sebagian besar pasokan barang

2

Media Indonesia, “Kenaikan Harga BBM Dongkrak 7 Persen Biaya Produksi”, Sabtu, 31 Mei 2008.

3

Harian Kedaulatan Rakyat, “Akibat Kenaikan Harga BBM Pendapatan Bersih UMKM Turun 4,16 Persen”, Sabtu, 31 Mei 2008.

(19)

3

jadi yang dikonsumsi masyarakat di kota tersebut berasal dari Provinsi Sumatera

Utara. Untuk sampai ke Banda Aceh harus melintasi beberapa kabupaten/kota di

wilayah pantai timur Aceh yakni: Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh

Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie dan Aceh Besar. Ini berarti bahwa harga

barang di Aceh sangat dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi. Bila terjadi

kenaikan harga pada bahan bakar minyak (BBM) tentunya harga barang jadi di

Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikannya.

1.2Perumusan Masalah

Kenaikan harga BBM merupakan salah satu masalah nasional bagi bangsa

Indonesia, termasuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Setiap kebijakan yang

dilakukan pemerintah dalam menaikan harga BBM akan memberikan pengaruh

yang luas pada seluruh sektor ekonomi di Kota Banda Aceh, baik pengaruh itu

terjadi secara langsung maupun tidak langsung. BBM merupakan komponen

utama dalam kegiatan ekonomi. Naiknya harga BBM mengakibatkan peningkatan

biaya produksi dan biaya transportasi, sehingga harga barang dan jasa juga akan

naik. Kenaikan harga barang dan jasa akan menyebabkan IHK barang dan jasa

juga ikut naik, sehingga inflasi barang dan jasa akan tinggi.

Dari latar belakang dan uraian di atas, maka terdapat beberapa

permasalahan yang ingin dikaji dalam tulisan ini, yaitu:

1. Apakah harga BBM memengaruhi Indeks Harga Konsumen masing-masing

kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh?

2. Seberapa besar pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing

(20)

3. Apakah IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota

Banda Aceh memberikan respon apabila terjadi shock (kenaikan harga)

BBM, serta berapa lama pengaruh itu akan hilang?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan

di atas. Maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menggambarkan pola inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan

jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun 1998–

2008 per bulan.

2. Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masing-

masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh.

3. Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-

masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh.

4. Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di

Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa

lama pengaruh itu akan hilang.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain :

1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan

dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan

(21)

5

2. Bagi Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penelitian ini

berguna sebagai informasi dini dalam mengantisipasi kenaikan harga

barang dan jasa akibat pengaruh kenaikan harga BBM.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1Kerangka Teori

2.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK)

Indeks Harga Konsumen merupakan suatu indikator harga yang digunakan

selama ini untuk melihat keberhasilan moneter dalam mengendalikan inflasi,

karena indikator ini dapat tersedia lebih cepat dibanding dengan indikator harga

lainnya, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan PDB deflator.

Walaupun IHK merupakan pilihan terbaik saat ini sebagai indeks harga yang

relevan untuk melihat efektifitas kebijakan moneter, namun IHK mengandung

kelemahan yaitu banyaknya faktor yang dapat mengganggu keputusan-keputusan

dalam kebijakan moneter. Beberapa faktor pengganggu dalam IHK tersebut

adalah faktor kenaikan biaya input produksi, kenaikan harga biaya energi dan

transportasi, kebijakan fiskal, kenaikan biaya distribusi domestik, kebijakan fiskal,

gempa bumi, kekeringan dan kebakaran hutan.

Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang dipergunakan

untuk mengukur rata-rata perubahan harga secara umum dari sejumlah jenis

barang dalam kurun waktu tertentu atau disebut juga dengan inflasi. Besarnya

inflasi sangat tergantung pada besarnya kenaikan harga dan bobot barang dan jasa

yang masuk dalam penghitungan inflasi tersebut. Dengan demikian,

sumbangan/andil inflasi dari suatu jenis barang dan jasa atau kelompok barang

(23)

7

Indonesia dilaksanakan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan

kemudian dikelompokan lagi menjadi 7 kelompok utama yaitu:

1. Bahan Makanan

Bahan makanan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa

Sub Kelompok, diantaranya:

a. Padi-padian, Umbi-umbian dan hasilnya

b. Daging dan hasilnya

c. Ikan segar

d. Ikan diawetkan

e. Telur, susu dan hasilnya

f. Kacang-kacangan

g. Buah-buahan

h. Bumbu-bumbuan

i. Lemak dan minyak

j. Bahan makanan lainnya

2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang tercatat dalam IHK ini

dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:

a. Makanan jadi

b. Minuman yang tidak beralkohol c. Tembakau dan minuman beralkohol

3. Perumahan

Perumahan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub

(24)

a. Biaya tempat tinggal

b. Bahan bakar, penerangan dan air c. Perlengkapan rumahtangga

d. Penyelenggaraan rumahtangga

4. Sandang

Sandang yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub

Kelompok, diantaranya:

a. Sandang laki-laki

b. Sandang wanita c. Sandang anak-anak

d. Barang pribadi dan sandang lainnya

5. Kesehatan

Kesehatan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub

Kelompok, diantaranya:

a. Jasa kesehatan dan obat-obatan

b. Perawatan jasmani dan kosmetik 6. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Pendidikan, rekreasi dan olahraga yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi

dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:

a. Biaya pendidikan

b. Perlengkapan/ peralatan pendidikan

c. Rekreasi dan olahraga 7. Transportasi dan Komunikasi

(25)

9

dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:

a. Transportasi

b. Komunikasi dan pengiriman

c. Sarana dan penunjang transportasi

Sedangkan kegunaan IHK secara umum adalah untuk penghitungan laju

inflasi, bahan analisis pasar dan moneter, sebagai deflator penghitungan

PDB/PDRB, dan bahan penghitungan eskalasi upah dan gaji.

Komponen penghitungan IHK adalah:

1. Paket komoditas

Sekelompok jenis barang/jasa yang dominan dikonsumsi masyarakat,

dengan kriteria-kriteria dominan dan banyak dikonsumsi masyarakat,

mempunyai peranan cukup besar terhadap total konsumsi (0,02 persen),

dan tersedia data harga pada tahun dasar serta dapat dipantau secara

berkesinambungan.

2. Diagram timbangan

Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah

Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan

makanan.

3. Tahun Dasar

Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan data IHK yang

dikeluarkan oleh BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu mulai

Januari 1998 sampai dengan bulan Mei 2008. Selama periode penelitian

ini, BPS menggunakan 3 tahun dasar yaitu tahun dasar 1996, tahun dasar

(26)

dasar data terlebih dahulu. Penulis menyamakan data tersebut dengan

tahun dasar 1996 (1996=100).

Formula penghitungan IHK menggunakan rumus Modified Laspeyers:

100 1 0 0 1 0 ) 1 ( ) 1 ( x Q P Q P P P I j i i i j i i i n j n ni

= = − − = dimana:

Ink = Indeks bulan ke-n kota k

Pni = Harga jenis barang I, bulan ke-n

P(n-1)i = Harga jenis barang I, bulan ke-(n-1)

Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i

P0iQ0i = Nilai konsumsi jenis barang I pada tahun dasar

J = Jumlah jenis barang paket komoditi

Sedangkan laju inflasi bulanan dihitung dengan rumus:

100 1 1 ×       − = − n n n I I LI dimana:

LIn = Laju inflasi bulan ke-n

In = IHK bulan ke-n

In-1 = IHK bulan ke-(n-1)

Persentase perubahan IHK bisa bernilai positif atau negatif. Bila

(27)

11

(kenaikan harga secara umum) dan sebaliknya bila persentase perubahan IHK

bernilai negatif berarti deflasi (penurunan harga secara umum).

2.1.2 Inflasi

Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat

diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat

umum dan terus menerus. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan

fenomena interaksi antara permintaan dan penawaran. Namun pada kenyataannya,

inflasi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lainnya seperti tata niaga dan

kelancaran dalam lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijakan pemerintah.

Sukirno (2000) membedakan inflasi berdasarkan faktor-faktor yang

menimbulkannya menjadi dua, yaitu:

1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation), adalah inflasi terjadi

apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan

masyarakat yang wujud dalam pasaran. Masalah kekurangan barang akan

berlaku dan mendorong kepada kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan

permintaan biasanya berlaku ketika perekonomian mencapai tingkat

penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan

pesat. Dalam periode ini, permintaan masyarakat bertambah dengan pesat

dan perusahaan-perusahaan pada umumnya akan beroperasi dengan

kapasitas maksimal. Kelebihan-kelebihan permintaan yang masih wujud

akan menimbulkan gejala kenaikan harga.

2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation), merupakan masalah kenaikan

(28)

produksi. Pertambahan biaya produksi akan mendorong perusahaan-

perusahaan menaikkan harga walaupun mereka harus mengambil resiko

akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-barang yang

diproduksinya.

Menurut Gunawan (1991) faktor-faktor penentu inflasi di

Indonesia adalah:

1. Hambatan finansial perekonomian domestik di mana sektor pemerintah

memegang peran penting, menghasilkan struktur anggaran pemerintah yang

selalu mengalami defisit domestik. Ini memberikan tekanan inflasi yang

cukup besar, dan bahkan terbesar bila tidak disertai oleh usaha-usaha

sterilisasi penerimaan luar negeri pemerintah.

2. Akibat dari upaya sterilisasi tersebut dan mengingat cukup pekanya

perekonomian Indonesia yang sangat terbuka ini, timbul pula tekanan inflasi

yang diimpor bagi tingginya tingkat harga umum.

3. Ekspor minyak dan gas bumi mau tak mau sejak tahun 1973/1974

menimbulkan pengaruh pada stabilitas perekonomian di dalam negeri,

terutama sangat memengaruhi tingkat harga umum.

4. Inelastisnya penawaran bahan makanan yang secara teoritis memengaruhi

tingkat harga secara umum, tetapi karena cukup kuatnya pengaturan harga

oleh pemerintah menyebabkan perannya tidak dapat terlihat.

Secara lebih spesifik Wibowo (2005) menyebutkan pola umum inflasi

nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Naik:

(29)

13

b. Akhir/awal tahun (Desember-Januari).

2. Naik-turun: awal/akhir sekolah (Mei-Agustus) dan liburan sekolah.

3. Turun: di puncak musim panen padi (Pebruari-Mei) dan panen gandum

(Agustus-Oktober).

Sementara itu gangguan terhadap pola inflasi tahun kalender disebabkan

oleh faktor-faktor berikut:

1. Resesi/proses transisi (politik, ekonomi, dan sebagainya)

2. Gangguan keamanan di dalam negeri/luar negeri (Bom di Bali, Gerakan

Aceh Merdeka (GAM), Poso, Tragedi WTC di Amerika dan sebagainya).

3. Pergeseran Lebaran/Ramadhan (sekitar 10 hari per tahun)

4. Bencana dan musim yang tidak normal (hujan terlambat, musim kering

terlalu lama, dan sebagainya)

5. Lainnya

Inflasi juga dapat disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk

menambah jumlah uang beredar dalam masyarakat (monetary inflation), misalnya

dengan cara pencetakan uang baru, pengeluaran kembali uang lama sehingga

jumlah uang beredar semakin banyak. Sebagai suatu fenomena ekonomi, inflasi

sering terjadi karena sensitif terhadap perubahan musim, arus distribusi, rumor,

stabilitas politik dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi

pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama sedangkan

deflasi umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang relatif pendek dan

(30)

2.1.3 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)

Subsidi merupakan bantuan/kebijakan dari pemerintah yaitu bagian dari

kebijakan fiskal kepada produsen atau konsumen dengan tujuan agar barang/jasa

dapat diperoleh dengan harga yang lebih rendah. Menurut M.L. Jhingan dari

Laporan PBB mengenai Methods of Financing Economic Development in

Underdeveloped Countries, halaman 15 menyebutkan empat tujuan

Kebijaksanaan Fiskal, yaitu: 1) meningkatkan laju investasi di sektor swasta dan

sektor negara, 2) mendorong investasi optimal secara sosial ke jalur-jalur yang

dianggap diinginkan masyarakat, 3) meningkatkan kesempatan kerja dan

mengurangi pengangguran, 4) meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah

ketidakstabilan internasional, maksudnya kebijaksanaan fiskal harus

meningkatkan usaha mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi fluktuasi

siklis internasional jangka pendek.

Pada awalnya subsidi BBM diberikan pemerintah ditujukan untuk sektor

industri, agar biaya produksi lebih murah, sehingga barang/jasa yang dihasilkan

dapat dikonsumsi masyarakat dengan harga yang lebih murah. Subsidi ini

diberikan sejak mulai tidak adanya laba bersih penjualan bahan bakar minyak,

yaitu mulai anggaran 1975/1976. Saat itu, subsidi BBM yang dikeluarkan hanya

sebesar 1,3 milyar. Sejak saat itu, subsidi BBM selalu mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun.

Subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah adalah berupa subsidi harga,

sehingga harga BBM menjadi lebih murah. Sesuai dengan teori permintaan dalam

ilmu mikroekonomi, permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga

(31)

15

barang tersebut. Dalam hal ini dianggap faktor-faktor lain tidak mengalami

perubahan.

Faktor-faktor lain tersebut adalah:

1. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut

2. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

3. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

4. Cita rasa masyarakat

5. Jumlah penduduk

6. Ramalan mengenai keadaan di masa datang

Sesuai dengan teori permintaan tersebut, rendahnya harga BBM

menyebabkan tingginya permintaan konsumsi BBM dalam negeri, terutama untuk

konsumsi masyarakat menengah ke atas.

Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah konsumen, tingginya

konsumsi terhadap BBM menyebabkan pemerintah harus menyediakan subsidi

BBM dalam jumlah yang besar dalam setiap anggarannya. Subsidi yang terlalu

besar dapat menyebabkan terjadinya anggaran yang defisit, karena subsidi bersifat

mengurangi nilai tambah yang terbentuk. Untuk menghindari adanya hal tersebut,

pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi yang diberikan pada BBM,

dengan konsekuensi adanya dampak langsung, yaitu berupa kenaikan harga BBM.

Bahkan pemerintah berencana akan melakukan penghapusan subsidi BBM secara

bertahap sampai dengan tahun 2004 lalu. Diharapkan tahun 2004 harga bahan

bakar minyak yang terjadi di pasaran sudah tidak mengandung harga subsidi lagi.

Namun pada kenyataannya, tahun 2005 pemerintah kembali menaikkan harga

(32)

disebabkan karena melambungnya harga minyak dunia, dari level US$ 24 ke

US$35, dan kemudian menjadi US$ 68 pada bulan Oktober 2005.

2.1.4 Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Ilmu ekonomi mengajarkan bahwa kenaikan biaya produksi akan

menaikkan harga produk yang dihasilkan. Jadi kenaikan harga BBM, yang

merupakan salah satu komponen utama dalam proses produksi, tentunya akan

menaikkan biaya produksi. Dan untuk mempertahankan margin keuntungannya

atau untuk menghindari kerugian, maka produsen akan menaikkan harga barang

yang dibuatnya.

Bila dilihat lebih jauh lagi, naiknya harga BBM juga akan menaikkan

biaya transportasi, yang membuat harga barang menjadi lebih tinggi lagi ketika

sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM secara

teoritis seharusnya akan menaikkan Indeks Harga Konsumen yang merupakan

salah satu indikator dalam penghitungan inflasi.

Penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga BBM atau penurunan

subsidi BBM telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebuah

editorial yang diterbitkan oleh redaksi ekonomi rakyat Mubyarto mengenai “BBM

dan Ekonomi Rakyat” pada tanggal 1 Desember 2004 yang menyatakan opini

masyarakat terhadap kenaikan harga BBM yang sudah mulai cukup menerima

karena dana dari penurunan subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan

pendidikan dan pemberantasan kemiskinan. Karena selama ini dana subsidi BBM

hanya dirasakan oleh masyarakat ekonomi menengah keatas, yaitu mereka yang

(33)

17

juga dinikmati oleh perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang banyak

menggunakan BBM untuk mesin-mesin pabriknya. Dengan adanya penurunan

subsidi BBM ini diharapkan dapat mengentaskan masalah kemiskinan dan

penyediaan lapangan kerja.

Kenaikan harga BBM ini akan selalu berpengaruh terhadap cost push

inflation yaitu kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh adanya

kenaikan biaya produksi, tarif angkutan, listrik, telekomunikasi dan akhirnya akan

berpengaruh terhadap kenaikan harga produk. Maka dari sinilah dapat dilihat

bahwa adanya korelasi positif antara kenaikan harga BBM dengan kenaikan harga

barang dan jasa (inflasi).

2.2Tinjauan Studi Terdahulu

1. Penelitian oleh Babussalam CR (2005)

Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap Indeks Harga

Konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa dilakukan oleh

Babussalam CR (2005) dengan menggunakan model VAR (Vector

Autoregressive). Hasil penelitian menyebutkan pergerakan inflasi secara umum

cenderung dipengaruhi oleh pergerakan harga BBM, begitu juga terhadap inflasi

bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan

inflasi transportasi dan komunikasi. Namun pada inflasi pendidikan dan inflasi

kesehatan tidak dipengaruhi oleh harga BBM. Analisis ini lebih diperkuat lagi

oleh uji kausalitas yang dilakukan sampai dengan lag 1 untuk IHK makanan jadi

dan IHK transportasi dan komunikasi, sedangkan untuk IHK bahan makanan, IHK

(34)

Secara umum harga BBM memengaruhi IHK yang kemudian akan

memengaruhi inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa. Apabila

ada kenaikan harga BBM, IHK masing- masing kelompok komoditi barang dan

jasa cenderung merespon, dan respon tersebut akan hilang dalam jangka waktu

yang pendek, yaitu kurang dari 12 bulan.

2. Penelitian oleh Cahyo W. Nugroho (2005)

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) mengenai Analisis

Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia

menitikberatkan pada faktor-faktor yang memengaruhi tingkat inflasi di Indonesia

dan bagaimana pengaruh bahan bakar minyak terhadap tingkat inflasi di Indonesia

khususnya pada periode 1990-2004. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian

tersebut yang diolah dengan menggunakan metode regresi linear berganda

kemudian diestimasi dengan metode ordinary least square adalah bahwa inflasi

dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar riil, harga bahan bakar

minyak dan uang kartal periode sebelumnya.

Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil, harga BBM dan uang

kartal periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi selama

periode 1990 sampai 2004. Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil,

harga bahan bakar minyak dan uang kartal periode sebelumnya memiliki

pengaruh positif terhadap tingkat harg umum pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Jika jumlah uang kartal naik satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,15

persen. Apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar satu persen maka inflasi

akan meningkat sebesar 0,12 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar

(35)

19

uang kartal pada periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka inflasi

akan mengalami peningkatan sebesar 0,21 persen.

3. Penelitian oleh Dian Karina Apriani (2007)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Karina Apriani dengan

menggunakan metode analisis Vector Autoregression yang kemudian dilanjutkan

dengan menggunakan metode Error Correction Mode (ECM) menunjukan bahwa

dampak guncangan harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti

inflasi, output jumlah uang beredar dan nilai tukar riil pada jangka pendek di

awal-awal periode cenderung mengalami penurunan, namun pada pertengahan

periode sampai dengan akhir periode terus mengalami peningkatan dan

pergerakannya cenderung fluktuatif hingga respon variabel makroekonomi

tersebut terhadap guncangan harga minyak dunia habis (tidak merespon lagi) pada

jangka pendek.

Hal ini dapat terjadi karena kenaikan harga minyak dunia tidak langsung

direspon dengan kenaikan harga minyak domestik yang disebabkan adanya time

lag untuk proses penyesuaian harga di dalam negeri yang dapat disebabkan karena

masih tersedianya stock minyak di dalam negeri yang dapat digunakan untuk

proses produksi bagi perusahaan yang menggunakan minyak sebagai bahan baku

produksinya. Namun pada pertengahan periode hingga akhir-akhir periode,

guncangan harga minyak dunia mulai cenderung memengaruhi variabel

makroekonomi secara positif. Sedangkan dampak guncangan harga minyak dunia

terhadap variabel makroekonomi pada jangka panjang di awal-awal periode

(36)

cenderung terus mengalami peningkatan dan cenderung persistent (tetap)

pergerakannya sampai dengan akhir periode pada jangka panjang.

2.3Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah

mengenai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta metode

analisis yang digunakan. Penelitian ini menganalisis dampak kenaikan harga

BBM (pemium, solar, minyak tanah) terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK)

masing-masing kelompok barang dan jasa dengan menggunakan model VAR

(Vector Autoregressive).

Perbedaan penelitian ini terletak pada data yang digunakan. Pada

penelitian terdahulu, data yang digunakan merupakan data sekunder time series

IHK Indonesia tahun 1998-2005, sementara data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder time series IHK Kota Banda Aceh mulai periode Januari

1998 sampai dengan Mei 2008.

2.4Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini akan menganalisis mengenai Pengaruh Kenaikan Harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK)

Masing-masing Komoditi Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008.

Melalui penelitian ini penulis akan membahas bagaimana pengaruh harga BBM,

serta besarnya pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing

kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Kemudian bagaimana

(37)

21

terjadi shock (kenaikan harga) BBM dan berapa lama pengaruh itu akan hilang.

Dari hasil analisis tersebut diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan

dalam mengantisipasi serta menghadapi terjadinya kenaikan harga BBM. Untuk

lebih jelasnya berikut ini disampaikan dalam kerangka pemikiran.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Kenaikan Harga BBM

Kenaikan Harga Barang dan Jasa di Banda Aceh

IHK Barang dan Jasa di Banda Aceh

Inflasi

Pola Inflasi masing-masing Komoditi Barang dan Jasa serta Perkembangan Harga

BBM

Granger Causality Hubungan Kausalitas Antara Variabel Harga

BBM Dengan IHK Barang & Jasa

Implikasi Kebijakan

Analisis Deskriptif Analisis Inferensia

Model VAR Pengaruh Kenaikan

Harga BBM Terhadap IHK Barang dan Jasa

Impulse Response

Lamanya pengaruh kenaikan harga BBM terhadap IHK

Barang & Jasa

Kenaikan Harga BBM menyebabkan

(38)

2.5Definisi Peubah Operasional

Beberapa peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Indeks Harga Konsumen adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) yang

terjadi pada konsumen khususnya di daerah perkotaan.

2. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifatumum dan terus menerus.

3. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi (premium, minyak tanah, minyak solar, minyak

bakar, minyak diesel).

4. Premium (Bensin) adalah bahan bakar campuran hidrokarbon yang mudah menguap dengan/atau tanpa sejumlah kecil tambahan yang telah

dicampur membentuk bahan-bahan yang sesuai untuk digunakan

pengapian pembakaran pada mesin/sebagai penggerak mesin kendaraan

bermotor.

5. Minyak Tanah (Kerosine) adalah minyak mentah yang kemudian diolah meliputi campuran hidrokarbon dengan titik nyala 38 derajat celcius yang

digunakan untuk bahan bakar masak, penerangan dan lain-lain.

6. Minyak Solar (gas oil) digunakan untuk mesin indutri, mesin pembangkit listrik,dan pembangkit mesin angkutan darat dan laut.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus 2008.

Penelitian ini dilakukan terhadap data IHK masing-masing kelompok komoditi

barang dan jasa di Kota Banda Aceh mulai periode Januari 1998 hingga Mei

2008.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh dan

data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta

data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT

Pertamina. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 tahun,

yaitu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008 per bulan, sehingga terdapat

sebanyak 125 unit observasi. Dengan periode waktu tersebut, maka dapat

digunakan analisis time series, sebab analisis ini membutuhkan periode yang

cukup panjang agar dapat menggambarkan hubungan jangka panjang antar

variabel. Menurut Enders (2004), jumlah unit observasi minimum yang

disarankan untuk analisis time series adalah sebanyak 50 unit observasi.

Sampai tahun 2008 penghitungan tingkat inflasi di Indonesia dilakukan di

(40)

berdasarkan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) antar periode. IHK

merupakan angka indeks yang digunakan untuk mengukur dari waktu ke waktu,

perubahan pengeluaran/biaya dari sekeranjang tetap (fixedbasket) barang dan jasa

(paket komoditi) oleh rumah tangga di suatu kota.

3.3 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif

Analisis ini digambarkan dengan bantuan grafik dan tabel yang akan

dibahas lebih jauh. Diharapkan dengan analisis ini secara visual terlihat hubungan

antar variabel yang akan dianalisis lebih lanjut. Dengan bantuan grafik dianalisis

hubungan antar masing-masing harga BBM dengan inflasi sehingga dapat

diketahui kaitan antar variabel tersebut.

Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk mendukung analisis

deskriptif kualitatif. Penggunaan data hasil pengukuran sebagai bahan analisis

merupakan salah satu bagian analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan

penggunaan data referensi yang berasal dari literatur maupun artikel yang terkait

dengan permasalahan penelitian merupakan bagian analisis deskriptif kualitatif.

3.3.2 Analisis Time Series

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai data yang diperoleh dari

observasi suatu fenomena berdasarkan waktu. Rosidi (2004) menyatakan bahwa

sekumpulan data hasil observasi secara teratur dari waktu ke waktu disebut data

(41)

25

yang bertipe diskrit (stock series) yang menunjukkan fenomena atau aktivitas

pada waktu tertentu.

Teknik analisis yang menggunakan time series berlandaskan pada asumsi

bahwa data bersifat konstan dan bebas dari waktu ke waktu sehingga data yang

digunakan dapat terhindar dari kemungkinan adanya kesalahan atau bias terhadap

estimasi.

Sebagian besar metode yang digunakan dalam analisis time series

mensyaratkan atau mengasumsikan stasioneritas dari series yang digunakan.

Untuk itu, sebelum analisis lebih lanjut maka perlu dilakukan uji stasioneritas

terlebih dahulu. Selain itu juga dilakukan uji lag untuk mengetahui panjang lag

optimal yang akan digunakan dalam uji kausalitas dan Vector Autoregressive

(VAR).

3.3.2.1Uji Stasioneritas

Sebelum melakukan estimasi data time series perlu dilakukan pengujian

stasioneritas yang berguna untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil dan

random error sama dengan nol, sehingga model regresi yang diperoleh memiliki

kemampuan prediksi yang handal dan tidak lancung. Sebab untuk data yang tidak

stasioner, metode inferensial klasik seperti OLS4 tidak dapat diterapkan (Gujarati,

1995).

4

OLS (ordinary least square) ialah salah satu teknik estimasi klasik, dilakukan dengan menghitung estimasi berdasarkan slope dari parameter dalam model regresi linier, sehingga dapat menimbulkan residual kuadrat. Residual merupakan selisih antara nilai observasi dan nilai estimasi dari regresi.

(42)

( )

Yt =

µ

E

( )

(

)

2 2 varYt =EYt

µ

=

σ

(

Yt,Yt+k

)

=E

[

(

Yt

µ

)(

Yt+k

µ

)

]

=

γ

k cov

Dalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan adalah uji akar unit

(Unit Roots Test) dengan metode Augmenterd Dickey Fuller Test (ADF test)

dengan alasan bahwa ADF Test telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada error term jika series yang digunakan non stasioner.

Uji Akar Unit (Unit Roots Test)

Langkah-langkah uji akar-akar unit dengan menggunakan metode

ADF.

Test adalah sebagai berikut:

1. Misalkan terdapat persamaan sebagai berikut:

t t

t Y u

Y =

ρ

1+

di mana ρ adalah koefisien otoregesif, ut adalah white noise error term yang

mempunyai rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak

mengandung autokorelasi. Jika ρ = 1, maka dapat dinyatakan bahwa variabel

Yt mempunyai akar unit. Dalam istilah ekonometrika, series yang memiliki

akar unit disebut ‘random walk’.

Dalam bentuk hipotesis menjadi:

H0 : ρ =1, atau series mengandung unit roots

H0 : ρ < 1, atau series tidak mengandung unit roots

2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama),

(43)

27

(

)

t t t Y u Y = − + ∆

ρ

1 −1 t t t Y u Y = +

δ

−1

di mana δ = (ρ −1) dan adalah turunan pertama atau dengan mudah

dinyatakan dalam bentuk Yt = (Yt −Yt−1).

Sehingga bentuk hipotesis menjadi:

H0 : δ = 0, atau series mengandung unit roots

H0 : δ < 0, atau series tidak mengandung unit roots

Jika δ = 0 , maka persamaan di atas dapat ditulis:

(

t t

)

t

t Y Y u

Y = =

∆ −1

Persamaan ini menunjukan bahwa turunan pertama dari series yang random

walk (ut) adalah sebuah series stasioner dengan asumsi bahwa ut adalah

benar-benar random.

3. Setelah didapat persamaannya, prosedur pengujian adalah dengan menghitung

terlebih dahulu nilai statistik ADF.

Statistik uji:

( )

ρ

ρ

ˆ ˆ Se thitung =

Dengan melihat nilai dari statistik ADF yang merupakan koefisien

otoregresifnya, dapat diketahui apakah series mengandung unit roots atau

tidak. Jika nilai ADF (thitung) lebih kecil dari nilai kritis Tabel Mackinnon

dengan derajat bebas (n-p), maka H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa series

telah stasioner.

(44)

maka data tersebut berintegrasi pada order 0 atau dilambangkan dengan I(0).

Selanjutnya, jika data baru stasioner dan saling berintegrasi pata turunan pertama,

maka data terebut berintegrasi pada order 1 atau I(1). Begitu seterusnya sampai

didapatkan data yang stasioner pada order d atau I(d).

Masalah yang biasa muncul dalam uji ADF adalah penemuan lag yang

dimasukkan dalam model. Jika lag terlalu panjang, maka akan mengurangi

kemampuan hipotesis nol karena lag yang semakin panjang akan menyebabkan

berkurangnya parameter estimasi maupun hilangnya derajat bebas. Sebaliknya,

lag yang terlalu pendek menyebabkan ketidakmampuan dalam mengungkapkan

the actual error process, akibatnya standard errornya tidak dapat diestimasi.

Enders (2004) menyarankan untuk melihat nilai ttest atau Ftest dari ADF

mulai dari lag yang panjang p* dan selanjutnya terus menurun (p*-1). Jika ttest

atau Ftest pada lag p* tidak signifikan pada nilai kritis yang ditentukan, dilakukan

estimasi baru dengan lag (p*-1). Proses ini diulangi kembali sampai ditemukan

lag berbeda dengan nol.

3.3.2.2Pemeriksaan Lag Optimal

Pemeriksaan lag digunakan untuk menentukan panjang lag optimal yang

digunakan dalam analisis selanjutnya. Hal ini disebabkan karena estimasi

hubungan kausalitas dan metode VAR sangat peka terhadap panjang lag (Enders,

2004). Beberapa penelitian memberikan alternatif tentang VAR untuk

menentukan panjang lag optimal dengan menggunakan Akaike Information

(45)

29

( )

q

(

ee

)

T q T

AIC =log ' +2

Di mana, e adalah residual; sedangkan T dan q masing-masing merupakan

jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu. Untuk

menetapkan lag yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan lag

yang berbeda-beda. Untuk memeriksa panjang lag, mulai dengan lag terpanjang

(N1/3) yang mungkin atau lag terpanjang yang mempertimbangkan degress of

freedom. Jika panjang lag terlalu panjang maka degress of freedom akan banyak

terbuang (Enders, 2004). Kemudian bandingkan nilai AIC masing-masing model

dan nilai yang paling rendah yang dipakai sebagai patokan lag yang paling

optimal.

3.3.2.3Uji Kausalitas (Granger Causality Test)

Pengujian kausalitas dikembangkan oleh Granger (1969). Untuk

penyederhanaan uji, berikut diberikan contoh hubungan kausalitas antara variabel

X dan Y sebagai berikut:

= = − − + + = n i n i t j t j i t i t Y X Y 1 1 1

µ

β

α

Menurut Gujarati (1995), terdapat beberapa kasus yang bisa terjadi dari

persamaan kausalitas, yaitu:

1. Undirectional causality from Y to X, dapat diidentifikasikan jika koefisien

Lag variabel Y pada persamaan signifikan secara statistik (∑αi ≠ 0) dan

untuk lag variabel X pada persamaan kedua tidak signifikan

(46)

2. Undirectional causality from X to Y, dikatakan terjadi jika koefisien lag

variabel Y pada persamaan pertama tidak signifikan secara statistik (∑αi ≠

0) dan untuk lag variabel X pada persamaan kedua signifikan secara

statistik (∑δj = 0).

3. Feedback atau bilateral causality, jika koefisien dari kedua variabel

signifikan secara statistik dalam kedua persamaan regresi di atas.

4. Dikatakan independent jika koefisien dari kedua variabel tidak signifikan

secara statistik dalam kedua persamaan regresi di atas. Langkah-langkah

uji kausalitas selanjutnya diuraikan oleh Gujarati (1995) sebagai berikut:

1. Dari persamaan sebelumnya, lakukan regresi antara Y dan semua nilai

lag Y tanpa memasukkan lag X untuk mendapatkan restricted residual

sum of square (RSSR). Kemudian lakukan regresi dengan

memasukkan juga lag X dalam model untuk mendapatkan unrestricted

residual sum of square (RSSR ).

2. H0 yang digunakan adalah H0 : ∑αi = 0 atau lag X tidak berada dalam

regresi (X tidak menyebabkan Y).

3. Untuk menguji hipotesis, digunakan uji F dengan rumus sebagai

berikut:

(

)

(

n k

)

RSS m RSS RSS F R UR R uji − − =

di mana m adalah panjang lag, n adalah jumlah observasi dan k

adalah jumlah parameter yang diestimasi dalam unrestricted

(47)

31

4. Jika nilai Fuji melebihi nilai Ftabel , maka H0 ditolak atau lag X

harus berada dalam regresi (X menyebabkan Y).

Dari uji kausalitas, dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki

hubungan kausalitas dan variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya atau

variabel mana yang menyebabkan variabel lainnya.

3.3.2.4Metode Vector Autoregressive (VAR)

VAR merupakan salah satu model linear dinamis (MLD) yang sedang

marak digunakan untuk aplikasi peramalan variabel-variabel (terutama) ekonomi

dalam jangka panjang maupun dalam jangka menengah-panjang. Sebagai bagian

dari ekonometrika, VAR merupakan salah satu pembahasan dalam multivariate

time series. VAR model pertama kali diperkenalkan oleh C. A. Sims (1972)

sebagai pengembangan dari pemikiran Granger (1969). Granger menyatakan

bahwa apabila dua variabel misalkan x dan y memiliki hubungan kausal di mana x

memengaruhi y maka informasi masa lalu x dapat membantu memprediksi y.

VAR model dapat dikatakan sebagai model persamaan simultan karena

didalamnya dipertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersamaan.

Keunikan VAR yaitu modeling dilakukan dengan memodelkan setiap variabel

endogen dalam sistem sebagai fungsi linear dari nilai lag/selisih waktu (lagged

value) untuk semua variabel endogen dalam sistem.

Penggunaan VAR model umumnya untuk peramalan sistem peubah yang

saling terkait satu sama lain, disamping itu model ini dapat menganalisa dampak

(48)

(Anonim, 1997). Fokus penggunaan VAR terletak pada kemampuan model ini

untuk melakukan peramalan (forecasting). Peramalan yang dilakukan pun tanpa

membutuhkan asumsi-asumsi untuk nilai masing-masing variabel endogen di

masa datang.

Gujarati (1995) menyebutkan beberapa keunggulan metode ini yaitu

1. Metode ini sederhana, peneliti tidak perlu menentukan mana variabel

endogen mana variabel eksogen karena semua variabel dalam VAR

endogen.

2. Metode estimasinya sederhana yaitu dengan OLS dan dapat dibuat model

terpisah untuk masing-masing variabel endogen.

3. Hasil peramalan dengan metode ini pada banyak kasus lebih baik dari

peramalan dengan metode persamaan simultan yang kompleks.

Dalam penelitian ini model VAR yang akan digunakan adalah model

dengan dua peubah (bivariate). Model bivariate VAR dalam aplikasinya lebih

sederhana. Penggunaan banyak variabel endogen lebih beresiko karena semakin

banyak variabel yang akan diestimasi derajat bebas pun semakin banyak yang

hilang. Disamping itu penggunaan model bivariate dalam peramalan IHK akan

membantu dalam pemilihan variabel prediktor yang memberi hasil peramalan

terbaik, sehingga dapat menjadi target operasional kebijakan moneter maupun

sebagai indikator IHK bagi masyarakat.

Model bivariate VAR[p] standar (misal untuk variabel Yt dan Xt ) secara

umum ditulis sebagai berikut:

= = − − + + + = p j p j t j t j j t j t Y X u Y 1 1 1

γ

β

α

(49)

33

= = − − + + + = p j p j t j t j j t j t X Y u X 1 1 2 '

λ

θ

α

di mana:

p = jumlah lag optimum Yt = IHK pada bulan ke-t

Xt = Harga premium, harga solar, dan minyak tanah pada

bulan ke-t.

T = Bulan

3.3.2.5Impulse Respons

Impulse respon adalah salah satu metode estimasi pada VAR

yang digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap adanya

pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan Rubinfeld,

1991). Inovasi diinterpretasikan sebagai goncangan kebijakan (policy shock) atau

sering juga disebut aksi.

Secara statistik respon terhadap adanya aksi dirumuskan dalam persamaan

Sims (1980). Jika kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x yang

diformulasikan sebagai berikut :

∞ = − = 0 s s t s t Ae X

Dimana et = xt – E(xt| xt-1 , xt-2 , ..), kemudian memilih matrik triangular B,

sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga

mempunyai diagonal sendiri. Oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1

(50)

∞ = − = 0 s s t s t C f X

dari formula diatas, koefisien C adalah respon terhadap adanya aksi atau

inovasi (response to innovation).

Adapun pengolahan (perhitungan) data yang digunakan baik dalam

analisis deskriptif maupun analisis time series menggunakan bantuan software

Eviews 4.1 Standard Version dan MS-Excel XP.

3.4 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Harga BBM dan IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di

Kota Banda Aceh bersifat stasioner.

2. Harga BBM memengaruhi IHK masing-masing kelompok komoditi barang

dan jasa di Kota Banda Aceh.

3. Model IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota

Banda Aceh adalah model VAR (Vector Autoregressive).

4. IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda

(51)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

4.1 Letak Geografis

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak antara 2o – 6o lintang utara

dan 95o – 98o lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas

permukaan laut. Sampai dengan tahun 2006 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

dibagi menjadi 18 Kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 257 kecamatan, 693 mukim

dan 6107 desa serta 112 kelurahan.

Wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah utara dan timur

dibatasi oleh Selat Malaka. Sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan

sebelah barat dibatasi Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah

dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga tidaklah mengherankan bila Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan

Provinsi Sumatera Utara.

Luas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebesar 57.736,557

Km2, dengan lahan hutan terluas mencapai 39.294,20 Km2 dan diikuti lahan

perkebunan kecil seluas 3.675,01 Km2. Sedangkan lahan pertambangan memiliki

luas terendah, hanya 4,43 Km2.

Lokasi suaka alam dan objek wisata alam yang terdapat di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam berjumlah 10 lokasi, yaitu Taman Nasional Gunung

Lauser, Taman Buru Lingge Isac, Cagar Alam Serbajadi, Taman Wisata dan

(52)

Latihan Gajah (LPG), Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak, Suaka Margasatwa

Rawa Singkil serta Taman Hutan Raya Pocut Merah Intan.

4.2 Wilayah Administrasi

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang terletak di

kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera yang sekaligus juga

merupakan ujung paling barat wilayah Indonesia.

Sesuai dengan perkembangannya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

dengan ibukota Banda Aceh semakin diperluas dari segi pemerintahannya. Dari

10 kabupaten/kota pada tahun 2000 berkembang menjadi 20 kabupaten/kota pada

Mei 2003. Kabupaten/kota yang dilakukan pemekaran, yaitu Aceh Barat Daya

(pemekaran dari Aceh Selatan), Gayo Lues (pemekaran dari Aceh Tenggara),

Aceh Tamiang dan Kota Langsa (pemekaran dari Aceh Timur), Nagan Raya dan

Aceh Jaya (pemekaran dari Aceh Barat) serta Kota Lhokseumawe (pemekaran

dari Aceh Utara).

Kemudian pada tahun 2003 bertambah menjadi 21 kabupaten/kota dengan

kabupaten/kota baru adalah Kabupaten Bener Meriah dimana kabupaten tersebut

merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Pidie merupakan

kabupaten terbesar dilihat dari perangkat wilayah administrasinya dengan

kecamatan berjumlah 30, mukim 97, dan desa/kelurahan 948.

Tahun 2006, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kembali mengalami

pemekaran wilayah. Jumlah kabupaten/kota di Aceh bertambah menjadi 23, yang

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Kenaikan
Gambar 2. Pergerakan Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh  Tahun 1998-2008
Tabel  1.  Sejarah  Pergerakan  dan  Perubahan  masing-masing  Harga  BBM  yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia
Gambar 3. Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM  yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bapak Robby Saleh, S.Kom, M.T, selaku dosen pembimbing dan Sekretaris Jurusan Sistem Komputer yang telah membantu memberikan ide, saran, dukungan dan bimbingan kepada penulis

Dapat dilihat bahwa kemajuan pertanian suku Makian saat berada di wilayah Kao berkembang dengan pesat, ditambah rekruitmen tenaga kerja yang cederung didominasi oleh etnis ini –

Ibu Fillah Fithra Dieny, S.Gz,M.SI selaku dosen Progdi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan jawaban- jawaban

Yang pertama diselesaikan oleh khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh

Kita juga akan melihat TGFU dari perspektif psikologi, Thorpe menganalisis bahawa dalam meletakkan psikologi dalam TGFU sebagai kerangka kerja pendorong.TGFU menekankan pada

Indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal diberikan status buruk, kesesuaian rendah antara fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen

Penerapan desain inklusif pada perancangan sanggar PAUD inklusif digunakan pada pemilihan lokasi hingga pengolahan fisik bangunan sehingga mampu menciptakan lingkungan yang