PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP
INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING
KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 1998-2008
Oleh : Nenden Budiarti
H14084014
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Konsumen (IHK) Masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008. Di bawah bimbingan TANTI NOVIANTI.
Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM dapat dipastikanmenimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat terutama sandang, pangan dan papan. Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK).
Kota Banda Aceh termasuk kota yang melaksanakan penghitungan IHK. Perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah. Letak geografis dan ketergantungan barang jadi dari daerah luar menyebabkan harga barang jadi di Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikan bila terjadi kenaikan harga BBM.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menggambarkan pola inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun 1998–2008 per bulan, (2) Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masing- masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (3) Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh, (4) Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa lama pengaruh itu akan hilang.
Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus 2008 dengan menggunakan data sekunder IHK dan data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT Pertamina. Uji kausalitas digunakan untuk mengkaji pengaruh harga BBM terhadap IHK, sedangkan model yang dibentuk merupakan model simultan vector autoregression (VAR).
Analisis grafik menunjukan bahwa setiap kenaikan harga BBM mengakibatkan naiknya inflasi secara umum di Kota Banda Aceh. Kenaikan harga BBM memengaruhi inflasi beberapa kelompok barang dan jasa diantaranya: inflasi bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan inflasi transportasi dan komunikasi. Namun, kenaikan harga BBM tidak terlalu memengaruhi inflasi kesehatan dan inflasi pendidikan.
Uji kausalitas memberikan hasil: (1) harga minyak tanah, premium dan solar memengaruhi IHK bahan makanan, IHK perumahan, IHK kesehatan dan IHK pendidikan, (2) harga minyak tanah dan solar memengaruhi IHK makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta IHK sandang dan (3) harga minyak tanah, premium dan solar tidak memengaruhi IHK transportasi dan komunikasi.
Besarnya pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh yang ditunjukkan oleh model simultan vector autoregression (VAR), menunjukan besaran yang berbeda berdasarkan pergerakan IHK itu sendiri di masa lalu (lag IHK), ditambah dengan
informasi mengenai pergerakan harga minyak tanah, premium dan solar di masa lalu.
Hasil analisis Impulse Response, menunjukan bahwa apabila terjadi kenaikan harga BBM secara umum setiap IHK merespon adanya shock tersebut, dan shock itu akan hilang dalam jangka pendek yaitu 12 bulan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Penelitian lanjutan untuk mengkaji tidak adanya hubungan kausalitas antara kenaikan harga BBM dan IHK Transpor dan Komunikasi dan (2) Untuk meningkatkan ketelitian dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan periode waktu yang lebih panjang, dengan memanfaatkan data bulanan sehingga siklus dan fluktuasi dari series yang digunakan lebih terlihat. dan (3) Bagi pemerintah Provinsi NAD, dalam hal ini tidak dalam posisi pengambil keputusan kebijakan harga BBM, disarankan melakukan langkah-langkah strategis untuk mengurangi pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Langkah-langkah strategis itu antara lain: menciptakan ketenangan di dalam masyarakat (efek psikologis), menjaga kelancaran arus distribusi barang, menjamin stok barang kebutuhan pokok tercukupi serta menindak orang-orang yang berlebihan dalam memanfaatkan kesempatan ini (menimbun, menaikkan harga dengan ekstrim).
KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 1998 -2008
Oleh : Nenden Budiarti H14084014 SkripsiSebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripisi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : NENDEN BUDIARTI
NRP : H14084014
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing Kelompok Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, S.P., M.Si. NIP. 132 206 249
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
”PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA
KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1998-2008” ADALAH BENAR-BENAR
MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
NENDEN BUDIARTI H14084014
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nenden Budiarti lahir di Sukabumi, 16 Oktober 1978, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ace Iman Zaenudin dan Indrayani. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SD Negeri Brawijaya I Kotamadya Sukabumi pada tahun 1985 sampai dengan 1991.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri I Kotamadya Sukabumi sampai dengan 1994, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kotamadya Sukabumi pada tahun 1997.
Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan dapat menyelesaikan pendidikan pada tahun 2002. Di tahun yang sama penulis ditempatkan bekerja di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik.
Bogor, September 2008
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) MASING-MASING KELOMPOK BARANG DAN JASA DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1998-2008”. Penulisan skripsi ini sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis mengenai pengaruh kenaikan harga BBM terhadap indeks harga konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa di Kota Banda Aceh selama periode tahun 1998 hingga 2008.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulisan karya ilmiah ini, baik secara keilmuan, materi dan spiritual.
Bogor, September 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiring dengan berakhirnya
satu tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin
mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama
dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis
diantaranya:
1. Kedua orangtua, terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan serta berbagai
dukungan baik moril maupun materi dan nasihat serta semangat yang
diberikan.
2. Tanti Novianti, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasihat dan
kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis.
3. Dr. Muhammad Findi A. selaku dosen penguji. Terima kasih atas segala
bimbingan, masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Mas Budi Setiawan, atas nasihat, semangat serta dorongan yang telah
diberikan kepada penulis di sela-sela kesibukan kuliahnya.
5. Dede Yayuk, terima kasih atas doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
6. Rekan-rekan di BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah bersedia
bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang sudah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada
Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin.
i DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI ……….. i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...………... 1.2 Perumusan Masalah …...………... 1.3 Tujuan Penelitian ...……….………… 1.4 Kegunaan Penelitian .………... 1 3 4 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kerangka Teori ... 2.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 2.1.2 Inflasi ... 2.1.3 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 2.1.4 Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) ... 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu ... 2.3 Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu ... 2.4 Kerangka Pemikiran Operasional ... 2.5 Definisi Peubah Operasional ...
6 6 11 14 16 17 20 20 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian ... 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 3.3 Metode Analisis ...
23 23 24
ii
3.4 Hipotesis ... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
4.1 Letak Geografis ... 4.2 Wilayah Administrasi ... 4.3 Kondisi Wilayah ... 4.4 Gambaran Perekonomian Aceh ...
35 36 37 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Deskriptif ... 5.1.1 Gambaran Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh ... 5.1.2 Pergerakan Inflasi masing-masing Komoditi Barang dan
Jasa di Kota Banda Aceh dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.3 Pergerakan Inflasi Bahan Makanan dengan Perubahan
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.4 Pergerakan Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.5 Pergerakan Inflasi Perumahan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.6 Pergerakan Inflasi Sandang dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.7 Pergerakan Inflasi Kesehatan dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ...
41 41 43 46 47 48 50 51
iii
5.1.8 Pergerakan Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.1.9 Pergerakan Inflasi Transportasi dan Kommunikasi dengan Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ... 5.2 Analisis Inferensial ... 5.2.1 Uji Stasioneritas ... 5.2.2 Uji Lag Optimal ... 5.2.3 Uji Kausalitas ... 5.2.4 Analisis Model VAR (Vector Autoregressif) ... 5.2.5 Analisis Impulse Response ………...
52 54 55 55 56 57 61 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... 66 67 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN ... 71
iv
No Hal
1 Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia ... 44 2 Nilai ADF Statistic untuk IHK dan Harga BBM ... 56 3 Nilai Akaike Information Criteria (AIC) pada Lag 0 s/D 6 IHK
masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh ... 57 4 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Bahan Makanan Pada Lag 1 ... 58 5 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Makanan Jadi, Minuman, Rokok Dan Tembakau Pada Lag 1 58 6 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Perumahan Pada Lag 2 ... 59 7 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Sandang Pada Lag 2 ... 59 8 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Kesehatan Pada Lag 2 ... 60 9 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Pendidikan Pada Lag 1 ... 60 10 Nilai Fstat dan Probability dalam Granger Causality Tests untuk
IHK Transpor dan Komunikasi Pada Lag 1 ... 61 11 Respon masing-masing IHK Barang dan Jasa terhadap Kenaikan
v
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 21
2 Pergerakan Inflasi Secara Umum di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 41
3 Sejarah Pergerakan dan Perubahan masing-masing Harga BBM yang Terjadi Selama Periode Tahun 1998-2008 di Indonesia ... 45
4 Inflasi Bahan Makanan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 46
5 Inflasi Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 48
6 Inflasi Perumahan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 49
7 Inflasi Sandang di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 51
8 Inflasi Kesehatan di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 52
9 Inflasi Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 53
10 Inflasi Transportasi dan Komunikasi di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 54
vi
No Hal
1 Inflasi Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda
Aceh Tahun 1998-2008 ... 71
2 Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 75
3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun 1998-2008 79 4 Transformasi Indeks Harga Konsumen Masing-masing Komoditi Barang dan Jasa di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 ... 83
5 Transformasi Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia Tahun 1998-2008 ... 87
6 Unit Root Test ... 91
7 Unit Root Test (First Differencing) ... 101
8 Lag Optimal (Akaike Information Criteria) ... 111
9 Granger Causality Test ... 114
10 Vector Autoregression Estimates ... 117
11 Impulse Response ... 123
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Akhir bulan Mei 2008 pemerintah memutuskan untuk menaikan harga
bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini diambil menyusul melonjaknya harga
minyak menembus US $ 120 per barrel, jauh di atas asumsi APBN 2008 yang
hanya US $ 60 per barrrel. Akibat kenaikan harga minyak tersebut subsidi BBM
hampir dipastikan melonjak.
Merujuk Laporan Semester I dan Prognosa Semester II APBNP 2008
pemerintah kepada Panitia Anggaran DPR, realisasi subsidi BBM selama
semester I 2008 mencapai 60,5 triliun rupiah. Realisasi subsidi BBM selama
semester II 2008 diperkirakan mencapai 119 triliun rupiah, sehingga total subsidi
BBM selama 2008 diperkirakan mencapai 179 triliun rupiah hingga 180 triliun
rupiah. Ini berarti ada kenaikan secara signifikan dibanding alokasi dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2008 sebesar
126,82 triliun rupiah1.
Padahal penerapan subsidi BBM tidak tepat sasaran, sebab yang
menikmati hanya golongan mampu. Menurut Shambazy (2005) subsidi BBM
kurang mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat, masyarakat golongan bawah
hanya memperoleh bagian yang sangat kecil yakni sekitar 11 persen. Sedangkan
sisanya yang 89 persen, justru dinikmati masyarakat golongan menengah ke atas.
Subsidi harga BBM juga mendorong terjadinya penyelundupan, penyalahgunaan
1
serta membuat penggunaan BBM boros karena disparitas harga antara harga
domestik yang relatif lebih rendah dari harga dunia.
Peranan bahan bakar sangat signifikan dalam kegiatan ekonomi. Kenaikan
harga BBM dapat dipastikan akan berkorelasi positif dengan biaya produksi dan
ongkos transportasi. Kombinasi biaya produksi dan ongkos transportasi tersebut
akan menimbulkan multiplier effect terhadap kebutuhan pokok masyarakat
terutama sandang, pangan dan papan. Pengaruh kenaikan harga BBM membuat
biaya produksi industri makanan, minuman, dan kimia meningkat sekitar 2 persen
hingga 7 persen2. Sedangkan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma
Ali, memprediksikan akibat kenaikkan BBM tahun 2008 ini biaya produksi
UMKM akan naik 7,07 persen3.
Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur
kenaikan harga barang dan jasa ialah Indeks Harga Konsumen (IHK). Di
Indonesia penghitungan IHK mencakup 774 komoditas yang dihitung berdasarkan
pola konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan di 66 kota,
termasuk Kota Banda Aceh. Selain Kota Banda Aceh, penghitungan IHK di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dilaksanakan di Kota Lhokseumawe.
Namun demikian, karena Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi maka
perkembangan harga yang terjadi di kota tersebut akan menjadi tolok ukur
perkembangan harga barang dan jasa di Provinsi Serambi Mekah tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa letak Kota Banda Aceh sendiri berada di
ujung paling barat dari peta Aceh. Sementara itu, sebagian besar pasokan barang
2
Media Indonesia, “Kenaikan Harga BBM Dongkrak 7 Persen Biaya Produksi”, Sabtu, 31 Mei 2008.
3
Harian Kedaulatan Rakyat, “Akibat Kenaikan Harga BBM Pendapatan Bersih UMKM Turun 4,16 Persen”, Sabtu, 31 Mei 2008.
3
jadi yang dikonsumsi masyarakat di kota tersebut berasal dari Provinsi Sumatera
Utara. Untuk sampai ke Banda Aceh harus melintasi beberapa kabupaten/kota di
wilayah pantai timur Aceh yakni: Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh
Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie dan Aceh Besar. Ini berarti bahwa harga
barang di Aceh sangat dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi. Bila terjadi
kenaikan harga pada bahan bakar minyak (BBM) tentunya harga barang jadi di
Kota Banda Aceh akan ikut terkena imbas kenaikannya.
1.2Perumusan Masalah
Kenaikan harga BBM merupakan salah satu masalah nasional bagi bangsa
Indonesia, termasuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Setiap kebijakan yang
dilakukan pemerintah dalam menaikan harga BBM akan memberikan pengaruh
yang luas pada seluruh sektor ekonomi di Kota Banda Aceh, baik pengaruh itu
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. BBM merupakan komponen
utama dalam kegiatan ekonomi. Naiknya harga BBM mengakibatkan peningkatan
biaya produksi dan biaya transportasi, sehingga harga barang dan jasa juga akan
naik. Kenaikan harga barang dan jasa akan menyebabkan IHK barang dan jasa
juga ikut naik, sehingga inflasi barang dan jasa akan tinggi.
Dari latar belakang dan uraian di atas, maka terdapat beberapa
permasalahan yang ingin dikaji dalam tulisan ini, yaitu:
1. Apakah harga BBM memengaruhi Indeks Harga Konsumen masing-masing
kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh?
2. Seberapa besar pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing
3. Apakah IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota
Banda Aceh memberikan respon apabila terjadi shock (kenaikan harga)
BBM, serta berapa lama pengaruh itu akan hilang?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
di atas. Maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan pola inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan
jasa di Kota Banda Aceh serta perkembangan harga BBM dari tahun 1998–
2008 per bulan.
2. Mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen masing-
masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh.
3. Mengkaji seberapa besar pengaruh harga BBM terhadap IHK masing-
masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh.
4. Mengkaji respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di
Kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, dan berapa
lama pengaruh itu akan hilang.
1.4Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain :
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan
5
2. Bagi Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penelitian ini
berguna sebagai informasi dini dalam mengantisipasi kenaikan harga
barang dan jasa akibat pengaruh kenaikan harga BBM.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1Kerangka Teori
2.1.1 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks Harga Konsumen merupakan suatu indikator harga yang digunakan
selama ini untuk melihat keberhasilan moneter dalam mengendalikan inflasi,
karena indikator ini dapat tersedia lebih cepat dibanding dengan indikator harga
lainnya, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan PDB deflator.
Walaupun IHK merupakan pilihan terbaik saat ini sebagai indeks harga yang
relevan untuk melihat efektifitas kebijakan moneter, namun IHK mengandung
kelemahan yaitu banyaknya faktor yang dapat mengganggu keputusan-keputusan
dalam kebijakan moneter. Beberapa faktor pengganggu dalam IHK tersebut
adalah faktor kenaikan biaya input produksi, kenaikan harga biaya energi dan
transportasi, kebijakan fiskal, kenaikan biaya distribusi domestik, kebijakan fiskal,
gempa bumi, kekeringan dan kebakaran hutan.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang dipergunakan
untuk mengukur rata-rata perubahan harga secara umum dari sejumlah jenis
barang dalam kurun waktu tertentu atau disebut juga dengan inflasi. Besarnya
inflasi sangat tergantung pada besarnya kenaikan harga dan bobot barang dan jasa
yang masuk dalam penghitungan inflasi tersebut. Dengan demikian,
sumbangan/andil inflasi dari suatu jenis barang dan jasa atau kelompok barang
7
Indonesia dilaksanakan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan
kemudian dikelompokan lagi menjadi 7 kelompok utama yaitu:
1. Bahan Makanan
Bahan makanan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa
Sub Kelompok, diantaranya:
a. Padi-padian, Umbi-umbian dan hasilnya
b. Daging dan hasilnya
c. Ikan segar
d. Ikan diawetkan
e. Telur, susu dan hasilnya
f. Kacang-kacangan
g. Buah-buahan
h. Bumbu-bumbuan
i. Lemak dan minyak
j. Bahan makanan lainnya
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang tercatat dalam IHK ini
dibagi lagi dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:
a. Makanan jadi
b. Minuman yang tidak beralkohol c. Tembakau dan minuman beralkohol
3. Perumahan
Perumahan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub
a. Biaya tempat tinggal
b. Bahan bakar, penerangan dan air c. Perlengkapan rumahtangga
d. Penyelenggaraan rumahtangga
4. Sandang
Sandang yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub
Kelompok, diantaranya:
a. Sandang laki-laki
b. Sandang wanita c. Sandang anak-anak
d. Barang pribadi dan sandang lainnya
5. Kesehatan
Kesehatan yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi dalam beberapa Sub
Kelompok, diantaranya:
a. Jasa kesehatan dan obat-obatan
b. Perawatan jasmani dan kosmetik 6. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Pendidikan, rekreasi dan olahraga yang tercatat dalam IHK ini dibagi lagi
dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:
a. Biaya pendidikan
b. Perlengkapan/ peralatan pendidikan
c. Rekreasi dan olahraga 7. Transportasi dan Komunikasi
9
dalam beberapa Sub Kelompok, diantaranya:
a. Transportasi
b. Komunikasi dan pengiriman
c. Sarana dan penunjang transportasi
Sedangkan kegunaan IHK secara umum adalah untuk penghitungan laju
inflasi, bahan analisis pasar dan moneter, sebagai deflator penghitungan
PDB/PDRB, dan bahan penghitungan eskalasi upah dan gaji.
Komponen penghitungan IHK adalah:
1. Paket komoditas
Sekelompok jenis barang/jasa yang dominan dikonsumsi masyarakat,
dengan kriteria-kriteria dominan dan banyak dikonsumsi masyarakat,
mempunyai peranan cukup besar terhadap total konsumsi (0,02 persen),
dan tersedia data harga pada tahun dasar serta dapat dipantau secara
berkesinambungan.
2. Diagram timbangan
Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah
Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan
makanan.
3. Tahun Dasar
Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan data IHK yang
dikeluarkan oleh BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu mulai
Januari 1998 sampai dengan bulan Mei 2008. Selama periode penelitian
ini, BPS menggunakan 3 tahun dasar yaitu tahun dasar 1996, tahun dasar
dasar data terlebih dahulu. Penulis menyamakan data tersebut dengan
tahun dasar 1996 (1996=100).
Formula penghitungan IHK menggunakan rumus Modified Laspeyers:
100 1 0 0 1 0 ) 1 ( ) 1 ( x Q P Q P P P I j i i i j i i i n j n ni
∑
∑
= = − − = dimana:Ink = Indeks bulan ke-n kota k
Pni = Harga jenis barang I, bulan ke-n
P(n-1)i = Harga jenis barang I, bulan ke-(n-1)
Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i
P0iQ0i = Nilai konsumsi jenis barang I pada tahun dasar
J = Jumlah jenis barang paket komoditi
Sedangkan laju inflasi bulanan dihitung dengan rumus:
100 1 1 × − = − n n n I I LI dimana:
LIn = Laju inflasi bulan ke-n
In = IHK bulan ke-n
In-1 = IHK bulan ke-(n-1)
Persentase perubahan IHK bisa bernilai positif atau negatif. Bila
11
(kenaikan harga secara umum) dan sebaliknya bila persentase perubahan IHK
bernilai negatif berarti deflasi (penurunan harga secara umum).
2.1.2 Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat
umum dan terus menerus. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan
fenomena interaksi antara permintaan dan penawaran. Namun pada kenyataannya,
inflasi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lainnya seperti tata niaga dan
kelancaran dalam lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijakan pemerintah.
Sukirno (2000) membedakan inflasi berdasarkan faktor-faktor yang
menimbulkannya menjadi dua, yaitu:
1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation), adalah inflasi terjadi
apabila sektor perusahaan tidak mampu dengan cepat melayani permintaan
masyarakat yang wujud dalam pasaran. Masalah kekurangan barang akan
berlaku dan mendorong kepada kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan
permintaan biasanya berlaku ketika perekonomian mencapai tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan
pesat. Dalam periode ini, permintaan masyarakat bertambah dengan pesat
dan perusahaan-perusahaan pada umumnya akan beroperasi dengan
kapasitas maksimal. Kelebihan-kelebihan permintaan yang masih wujud
akan menimbulkan gejala kenaikan harga.
2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation), merupakan masalah kenaikan
produksi. Pertambahan biaya produksi akan mendorong perusahaan-
perusahaan menaikkan harga walaupun mereka harus mengambil resiko
akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-barang yang
diproduksinya.
Menurut Gunawan (1991) faktor-faktor penentu inflasi di
Indonesia adalah:
1. Hambatan finansial perekonomian domestik di mana sektor pemerintah
memegang peran penting, menghasilkan struktur anggaran pemerintah yang
selalu mengalami defisit domestik. Ini memberikan tekanan inflasi yang
cukup besar, dan bahkan terbesar bila tidak disertai oleh usaha-usaha
sterilisasi penerimaan luar negeri pemerintah.
2. Akibat dari upaya sterilisasi tersebut dan mengingat cukup pekanya
perekonomian Indonesia yang sangat terbuka ini, timbul pula tekanan inflasi
yang diimpor bagi tingginya tingkat harga umum.
3. Ekspor minyak dan gas bumi mau tak mau sejak tahun 1973/1974
menimbulkan pengaruh pada stabilitas perekonomian di dalam negeri,
terutama sangat memengaruhi tingkat harga umum.
4. Inelastisnya penawaran bahan makanan yang secara teoritis memengaruhi
tingkat harga secara umum, tetapi karena cukup kuatnya pengaturan harga
oleh pemerintah menyebabkan perannya tidak dapat terlihat.
Secara lebih spesifik Wibowo (2005) menyebutkan pola umum inflasi
nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Naik:
13
b. Akhir/awal tahun (Desember-Januari).
2. Naik-turun: awal/akhir sekolah (Mei-Agustus) dan liburan sekolah.
3. Turun: di puncak musim panen padi (Pebruari-Mei) dan panen gandum
(Agustus-Oktober).
Sementara itu gangguan terhadap pola inflasi tahun kalender disebabkan
oleh faktor-faktor berikut:
1. Resesi/proses transisi (politik, ekonomi, dan sebagainya)
2. Gangguan keamanan di dalam negeri/luar negeri (Bom di Bali, Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), Poso, Tragedi WTC di Amerika dan sebagainya).
3. Pergeseran Lebaran/Ramadhan (sekitar 10 hari per tahun)
4. Bencana dan musim yang tidak normal (hujan terlambat, musim kering
terlalu lama, dan sebagainya)
5. Lainnya
Inflasi juga dapat disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk
menambah jumlah uang beredar dalam masyarakat (monetary inflation), misalnya
dengan cara pencetakan uang baru, pengeluaran kembali uang lama sehingga
jumlah uang beredar semakin banyak. Sebagai suatu fenomena ekonomi, inflasi
sering terjadi karena sensitif terhadap perubahan musim, arus distribusi, rumor,
stabilitas politik dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Inflasi
pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama sedangkan
deflasi umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang relatif pendek dan
2.1.3 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Subsidi merupakan bantuan/kebijakan dari pemerintah yaitu bagian dari
kebijakan fiskal kepada produsen atau konsumen dengan tujuan agar barang/jasa
dapat diperoleh dengan harga yang lebih rendah. Menurut M.L. Jhingan dari
Laporan PBB mengenai Methods of Financing Economic Development in
Underdeveloped Countries, halaman 15 menyebutkan empat tujuan
Kebijaksanaan Fiskal, yaitu: 1) meningkatkan laju investasi di sektor swasta dan
sektor negara, 2) mendorong investasi optimal secara sosial ke jalur-jalur yang
dianggap diinginkan masyarakat, 3) meningkatkan kesempatan kerja dan
mengurangi pengangguran, 4) meningkatkan stabilitas ekonomi di tengah
ketidakstabilan internasional, maksudnya kebijaksanaan fiskal harus
meningkatkan usaha mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi fluktuasi
siklis internasional jangka pendek.
Pada awalnya subsidi BBM diberikan pemerintah ditujukan untuk sektor
industri, agar biaya produksi lebih murah, sehingga barang/jasa yang dihasilkan
dapat dikonsumsi masyarakat dengan harga yang lebih murah. Subsidi ini
diberikan sejak mulai tidak adanya laba bersih penjualan bahan bakar minyak,
yaitu mulai anggaran 1975/1976. Saat itu, subsidi BBM yang dikeluarkan hanya
sebesar 1,3 milyar. Sejak saat itu, subsidi BBM selalu mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun.
Subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah adalah berupa subsidi harga,
sehingga harga BBM menjadi lebih murah. Sesuai dengan teori permintaan dalam
ilmu mikroekonomi, permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga
15
barang tersebut. Dalam hal ini dianggap faktor-faktor lain tidak mengalami
perubahan.
Faktor-faktor lain tersebut adalah:
1. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut
2. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
3. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat
4. Cita rasa masyarakat
5. Jumlah penduduk
6. Ramalan mengenai keadaan di masa datang
Sesuai dengan teori permintaan tersebut, rendahnya harga BBM
menyebabkan tingginya permintaan konsumsi BBM dalam negeri, terutama untuk
konsumsi masyarakat menengah ke atas.
Sejalan dengan makin meningkatnya jumlah konsumen, tingginya
konsumsi terhadap BBM menyebabkan pemerintah harus menyediakan subsidi
BBM dalam jumlah yang besar dalam setiap anggarannya. Subsidi yang terlalu
besar dapat menyebabkan terjadinya anggaran yang defisit, karena subsidi bersifat
mengurangi nilai tambah yang terbentuk. Untuk menghindari adanya hal tersebut,
pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi yang diberikan pada BBM,
dengan konsekuensi adanya dampak langsung, yaitu berupa kenaikan harga BBM.
Bahkan pemerintah berencana akan melakukan penghapusan subsidi BBM secara
bertahap sampai dengan tahun 2004 lalu. Diharapkan tahun 2004 harga bahan
bakar minyak yang terjadi di pasaran sudah tidak mengandung harga subsidi lagi.
Namun pada kenyataannya, tahun 2005 pemerintah kembali menaikkan harga
disebabkan karena melambungnya harga minyak dunia, dari level US$ 24 ke
US$35, dan kemudian menjadi US$ 68 pada bulan Oktober 2005.
2.1.4 Indeks Harga Konsumen dan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Ilmu ekonomi mengajarkan bahwa kenaikan biaya produksi akan
menaikkan harga produk yang dihasilkan. Jadi kenaikan harga BBM, yang
merupakan salah satu komponen utama dalam proses produksi, tentunya akan
menaikkan biaya produksi. Dan untuk mempertahankan margin keuntungannya
atau untuk menghindari kerugian, maka produsen akan menaikkan harga barang
yang dibuatnya.
Bila dilihat lebih jauh lagi, naiknya harga BBM juga akan menaikkan
biaya transportasi, yang membuat harga barang menjadi lebih tinggi lagi ketika
sampai ke tangan konsumen. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM secara
teoritis seharusnya akan menaikkan Indeks Harga Konsumen yang merupakan
salah satu indikator dalam penghitungan inflasi.
Penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga BBM atau penurunan
subsidi BBM telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebuah
editorial yang diterbitkan oleh redaksi ekonomi rakyat Mubyarto mengenai “BBM
dan Ekonomi Rakyat” pada tanggal 1 Desember 2004 yang menyatakan opini
masyarakat terhadap kenaikan harga BBM yang sudah mulai cukup menerima
karena dana dari penurunan subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan
pendidikan dan pemberantasan kemiskinan. Karena selama ini dana subsidi BBM
hanya dirasakan oleh masyarakat ekonomi menengah keatas, yaitu mereka yang
17
juga dinikmati oleh perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik yang banyak
menggunakan BBM untuk mesin-mesin pabriknya. Dengan adanya penurunan
subsidi BBM ini diharapkan dapat mengentaskan masalah kemiskinan dan
penyediaan lapangan kerja.
Kenaikan harga BBM ini akan selalu berpengaruh terhadap cost push
inflation yaitu kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh adanya
kenaikan biaya produksi, tarif angkutan, listrik, telekomunikasi dan akhirnya akan
berpengaruh terhadap kenaikan harga produk. Maka dari sinilah dapat dilihat
bahwa adanya korelasi positif antara kenaikan harga BBM dengan kenaikan harga
barang dan jasa (inflasi).
2.2Tinjauan Studi Terdahulu
1. Penelitian oleh Babussalam CR (2005)
Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap Indeks Harga
Konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa dilakukan oleh
Babussalam CR (2005) dengan menggunakan model VAR (Vector
Autoregressive). Hasil penelitian menyebutkan pergerakan inflasi secara umum
cenderung dipengaruhi oleh pergerakan harga BBM, begitu juga terhadap inflasi
bahan makanan, inflasi makanan jadi, inflasi perumahan, inflasi sandang, dan
inflasi transportasi dan komunikasi. Namun pada inflasi pendidikan dan inflasi
kesehatan tidak dipengaruhi oleh harga BBM. Analisis ini lebih diperkuat lagi
oleh uji kausalitas yang dilakukan sampai dengan lag 1 untuk IHK makanan jadi
dan IHK transportasi dan komunikasi, sedangkan untuk IHK bahan makanan, IHK
Secara umum harga BBM memengaruhi IHK yang kemudian akan
memengaruhi inflasi masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa. Apabila
ada kenaikan harga BBM, IHK masing- masing kelompok komoditi barang dan
jasa cenderung merespon, dan respon tersebut akan hilang dalam jangka waktu
yang pendek, yaitu kurang dari 12 bulan.
2. Penelitian oleh Cahyo W. Nugroho (2005)
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) mengenai Analisis
Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia
menitikberatkan pada faktor-faktor yang memengaruhi tingkat inflasi di Indonesia
dan bagaimana pengaruh bahan bakar minyak terhadap tingkat inflasi di Indonesia
khususnya pada periode 1990-2004. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian
tersebut yang diolah dengan menggunakan metode regresi linear berganda
kemudian diestimasi dengan metode ordinary least square adalah bahwa inflasi
dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar riil, harga bahan bakar
minyak dan uang kartal periode sebelumnya.
Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil, harga BBM dan uang
kartal periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi selama
periode 1990 sampai 2004. Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil,
harga bahan bakar minyak dan uang kartal periode sebelumnya memiliki
pengaruh positif terhadap tingkat harg umum pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Jika jumlah uang kartal naik satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,15
persen. Apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar satu persen maka inflasi
akan meningkat sebesar 0,12 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar
19
uang kartal pada periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka inflasi
akan mengalami peningkatan sebesar 0,21 persen.
3. Penelitian oleh Dian Karina Apriani (2007)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Karina Apriani dengan
menggunakan metode analisis Vector Autoregression yang kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan metode Error Correction Mode (ECM) menunjukan bahwa
dampak guncangan harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti
inflasi, output jumlah uang beredar dan nilai tukar riil pada jangka pendek di
awal-awal periode cenderung mengalami penurunan, namun pada pertengahan
periode sampai dengan akhir periode terus mengalami peningkatan dan
pergerakannya cenderung fluktuatif hingga respon variabel makroekonomi
tersebut terhadap guncangan harga minyak dunia habis (tidak merespon lagi) pada
jangka pendek.
Hal ini dapat terjadi karena kenaikan harga minyak dunia tidak langsung
direspon dengan kenaikan harga minyak domestik yang disebabkan adanya time
lag untuk proses penyesuaian harga di dalam negeri yang dapat disebabkan karena
masih tersedianya stock minyak di dalam negeri yang dapat digunakan untuk
proses produksi bagi perusahaan yang menggunakan minyak sebagai bahan baku
produksinya. Namun pada pertengahan periode hingga akhir-akhir periode,
guncangan harga minyak dunia mulai cenderung memengaruhi variabel
makroekonomi secara positif. Sedangkan dampak guncangan harga minyak dunia
terhadap variabel makroekonomi pada jangka panjang di awal-awal periode
cenderung terus mengalami peningkatan dan cenderung persistent (tetap)
pergerakannya sampai dengan akhir periode pada jangka panjang.
2.3Komentar Terhadap Penelitian Terdahulu
Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah
mengenai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta metode
analisis yang digunakan. Penelitian ini menganalisis dampak kenaikan harga
BBM (pemium, solar, minyak tanah) terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK)
masing-masing kelompok barang dan jasa dengan menggunakan model VAR
(Vector Autoregressive).
Perbedaan penelitian ini terletak pada data yang digunakan. Pada
penelitian terdahulu, data yang digunakan merupakan data sekunder time series
IHK Indonesia tahun 1998-2005, sementara data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder time series IHK Kota Banda Aceh mulai periode Januari
1998 sampai dengan Mei 2008.
2.4Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian ini akan menganalisis mengenai Pengaruh Kenaikan Harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK)
Masing-masing Komoditi Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008.
Melalui penelitian ini penulis akan membahas bagaimana pengaruh harga BBM,
serta besarnya pengaruh harga BBM tersebut terhadap IHK masing-masing
kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh. Kemudian bagaimana
21
terjadi shock (kenaikan harga) BBM dan berapa lama pengaruh itu akan hilang.
Dari hasil analisis tersebut diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan
dalam mengantisipasi serta menghadapi terjadinya kenaikan harga BBM. Untuk
lebih jelasnya berikut ini disampaikan dalam kerangka pemikiran.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Kenaikan Harga BBM
Kenaikan Harga Barang dan Jasa di Banda Aceh
IHK Barang dan Jasa di Banda Aceh
Inflasi
Pola Inflasi masing-masing Komoditi Barang dan Jasa serta Perkembangan Harga
BBM
Granger Causality Hubungan Kausalitas Antara Variabel Harga
BBM Dengan IHK Barang & Jasa
Implikasi Kebijakan
Analisis Deskriptif Analisis Inferensia
Model VAR Pengaruh Kenaikan
Harga BBM Terhadap IHK Barang dan Jasa
Impulse Response
Lamanya pengaruh kenaikan harga BBM terhadap IHK
Barang & Jasa
Kenaikan Harga BBM menyebabkan
2.5Definisi Peubah Operasional
Beberapa peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Indeks Harga Konsumen adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) yang
terjadi pada konsumen khususnya di daerah perkotaan.
2. Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifatumum dan terus menerus.
3. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi (premium, minyak tanah, minyak solar, minyak
bakar, minyak diesel).
4. Premium (Bensin) adalah bahan bakar campuran hidrokarbon yang mudah menguap dengan/atau tanpa sejumlah kecil tambahan yang telah
dicampur membentuk bahan-bahan yang sesuai untuk digunakan
pengapian pembakaran pada mesin/sebagai penggerak mesin kendaraan
bermotor.
5. Minyak Tanah (Kerosine) adalah minyak mentah yang kemudian diolah meliputi campuran hidrokarbon dengan titik nyala 38 derajat celcius yang
digunakan untuk bahan bakar masak, penerangan dan lain-lain.
6. Minyak Solar (gas oil) digunakan untuk mesin indutri, mesin pembangkit listrik,dan pembangkit mesin angkutan darat dan laut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung mulai tanggal 14 sampai dengan 31 Agustus 2008.
Penelitian ini dilakukan terhadap data IHK masing-masing kelompok komoditi
barang dan jasa di Kota Banda Aceh mulai periode Januari 1998 hingga Mei
2008.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda Aceh dan
data inflasi yang bersumber dari BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta
data harga BBM (Premium, Solar, dan Minyak Tanah) yang bersumber dari PT
Pertamina. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 tahun,
yaitu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008 per bulan, sehingga terdapat
sebanyak 125 unit observasi. Dengan periode waktu tersebut, maka dapat
digunakan analisis time series, sebab analisis ini membutuhkan periode yang
cukup panjang agar dapat menggambarkan hubungan jangka panjang antar
variabel. Menurut Enders (2004), jumlah unit observasi minimum yang
disarankan untuk analisis time series adalah sebanyak 50 unit observasi.
Sampai tahun 2008 penghitungan tingkat inflasi di Indonesia dilakukan di
berdasarkan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) antar periode. IHK
merupakan angka indeks yang digunakan untuk mengukur dari waktu ke waktu,
perubahan pengeluaran/biaya dari sekeranjang tetap (fixedbasket) barang dan jasa
(paket komoditi) oleh rumah tangga di suatu kota.
3.3 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif
Analisis ini digambarkan dengan bantuan grafik dan tabel yang akan
dibahas lebih jauh. Diharapkan dengan analisis ini secara visual terlihat hubungan
antar variabel yang akan dianalisis lebih lanjut. Dengan bantuan grafik dianalisis
hubungan antar masing-masing harga BBM dengan inflasi sehingga dapat
diketahui kaitan antar variabel tersebut.
Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk mendukung analisis
deskriptif kualitatif. Penggunaan data hasil pengukuran sebagai bahan analisis
merupakan salah satu bagian analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan
penggunaan data referensi yang berasal dari literatur maupun artikel yang terkait
dengan permasalahan penelitian merupakan bagian analisis deskriptif kualitatif.
3.3.2 Analisis Time Series
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai data yang diperoleh dari
observasi suatu fenomena berdasarkan waktu. Rosidi (2004) menyatakan bahwa
sekumpulan data hasil observasi secara teratur dari waktu ke waktu disebut data
25
yang bertipe diskrit (stock series) yang menunjukkan fenomena atau aktivitas
pada waktu tertentu.
Teknik analisis yang menggunakan time series berlandaskan pada asumsi
bahwa data bersifat konstan dan bebas dari waktu ke waktu sehingga data yang
digunakan dapat terhindar dari kemungkinan adanya kesalahan atau bias terhadap
estimasi.
Sebagian besar metode yang digunakan dalam analisis time series
mensyaratkan atau mengasumsikan stasioneritas dari series yang digunakan.
Untuk itu, sebelum analisis lebih lanjut maka perlu dilakukan uji stasioneritas
terlebih dahulu. Selain itu juga dilakukan uji lag untuk mengetahui panjang lag
optimal yang akan digunakan dalam uji kausalitas dan Vector Autoregressive
(VAR).
3.3.2.1Uji Stasioneritas
Sebelum melakukan estimasi data time series perlu dilakukan pengujian
stasioneritas yang berguna untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil dan
random error sama dengan nol, sehingga model regresi yang diperoleh memiliki
kemampuan prediksi yang handal dan tidak lancung. Sebab untuk data yang tidak
stasioner, metode inferensial klasik seperti OLS4 tidak dapat diterapkan (Gujarati,
1995).
4
OLS (ordinary least square) ialah salah satu teknik estimasi klasik, dilakukan dengan menghitung estimasi berdasarkan slope dari parameter dalam model regresi linier, sehingga dapat menimbulkan residual kuadrat. Residual merupakan selisih antara nilai observasi dan nilai estimasi dari regresi.
( )
Yt =µ
E( )
(
)
2 2 varYt =EYt −µ
=σ
(
Yt,Yt+k)
=E[
(
Yt−µ
)(
Yt+k −µ
)
]
=γ
k covDalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan adalah uji akar unit
(Unit Roots Test) dengan metode Augmenterd Dickey Fuller Test (ADF test)
dengan alasan bahwa ADF Test telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada error term jika series yang digunakan non stasioner.
Uji Akar Unit (Unit Roots Test)
Langkah-langkah uji akar-akar unit dengan menggunakan metode
ADF.
Test adalah sebagai berikut:
1. Misalkan terdapat persamaan sebagai berikut:
t t
t Y u
Y =
ρ
−1+di mana ρ adalah koefisien otoregesif, ut adalah white noise error term yang
mempunyai rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak
mengandung autokorelasi. Jika ρ = 1, maka dapat dinyatakan bahwa variabel
Yt mempunyai akar unit. Dalam istilah ekonometrika, series yang memiliki
akar unit disebut ‘random walk’.
Dalam bentuk hipotesis menjadi:
H0 : ρ =1, atau series mengandung unit roots
H0 : ρ < 1, atau series tidak mengandung unit roots
2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama),
27
(
)
t t t Y u Y = − + ∆ρ
1 −1 t t t Y u Y = + ∆δ
−1di mana δ = (ρ −1) dan adalah turunan pertama atau dengan mudah
dinyatakan dalam bentuk Yt = (Yt −Yt−1).
Sehingga bentuk hipotesis menjadi:
H0 : δ = 0, atau series mengandung unit roots
H0 : δ < 0, atau series tidak mengandung unit roots
Jika δ = 0 , maka persamaan di atas dapat ditulis:
(
t t)
tt Y Y u
Y = − =
∆ −1
Persamaan ini menunjukan bahwa turunan pertama dari series yang random
walk (ut) adalah sebuah series stasioner dengan asumsi bahwa ut adalah
benar-benar random.
3. Setelah didapat persamaannya, prosedur pengujian adalah dengan menghitung
terlebih dahulu nilai statistik ADF.
Statistik uji:
( )
ρ
ρ
ˆ ˆ Se thitung =Dengan melihat nilai dari statistik ADF yang merupakan koefisien
otoregresifnya, dapat diketahui apakah series mengandung unit roots atau
tidak. Jika nilai ADF (thitung) lebih kecil dari nilai kritis Tabel Mackinnon
dengan derajat bebas (n-p), maka H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa series
telah stasioner.
maka data tersebut berintegrasi pada order 0 atau dilambangkan dengan I(0).
Selanjutnya, jika data baru stasioner dan saling berintegrasi pata turunan pertama,
maka data terebut berintegrasi pada order 1 atau I(1). Begitu seterusnya sampai
didapatkan data yang stasioner pada order d atau I(d).
Masalah yang biasa muncul dalam uji ADF adalah penemuan lag yang
dimasukkan dalam model. Jika lag terlalu panjang, maka akan mengurangi
kemampuan hipotesis nol karena lag yang semakin panjang akan menyebabkan
berkurangnya parameter estimasi maupun hilangnya derajat bebas. Sebaliknya,
lag yang terlalu pendek menyebabkan ketidakmampuan dalam mengungkapkan
the actual error process, akibatnya standard errornya tidak dapat diestimasi.
Enders (2004) menyarankan untuk melihat nilai ttest atau Ftest dari ADF
mulai dari lag yang panjang p* dan selanjutnya terus menurun (p*-1). Jika ttest
atau Ftest pada lag p* tidak signifikan pada nilai kritis yang ditentukan, dilakukan
estimasi baru dengan lag (p*-1). Proses ini diulangi kembali sampai ditemukan
lag berbeda dengan nol.
3.3.2.2Pemeriksaan Lag Optimal
Pemeriksaan lag digunakan untuk menentukan panjang lag optimal yang
digunakan dalam analisis selanjutnya. Hal ini disebabkan karena estimasi
hubungan kausalitas dan metode VAR sangat peka terhadap panjang lag (Enders,
2004). Beberapa penelitian memberikan alternatif tentang VAR untuk
menentukan panjang lag optimal dengan menggunakan Akaike Information
29
( )
q(
ee)
T q TAIC =log ' +2
Di mana, e adalah residual; sedangkan T dan q masing-masing merupakan
jumlah sampel dan jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu. Untuk
menetapkan lag yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan lag
yang berbeda-beda. Untuk memeriksa panjang lag, mulai dengan lag terpanjang
(N1/3) yang mungkin atau lag terpanjang yang mempertimbangkan degress of
freedom. Jika panjang lag terlalu panjang maka degress of freedom akan banyak
terbuang (Enders, 2004). Kemudian bandingkan nilai AIC masing-masing model
dan nilai yang paling rendah yang dipakai sebagai patokan lag yang paling
optimal.
3.3.2.3Uji Kausalitas (Granger Causality Test)
Pengujian kausalitas dikembangkan oleh Granger (1969). Untuk
penyederhanaan uji, berikut diberikan contoh hubungan kausalitas antara variabel
X dan Y sebagai berikut:
∑
∑
= = − − + + = n i n i t j t j i t i t Y X Y 1 1 1µ
β
α
Menurut Gujarati (1995), terdapat beberapa kasus yang bisa terjadi dari
persamaan kausalitas, yaitu:
1. Undirectional causality from Y to X, dapat diidentifikasikan jika koefisien
Lag variabel Y pada persamaan signifikan secara statistik (∑αi ≠ 0) dan
untuk lag variabel X pada persamaan kedua tidak signifikan
2. Undirectional causality from X to Y, dikatakan terjadi jika koefisien lag
variabel Y pada persamaan pertama tidak signifikan secara statistik (∑αi ≠
0) dan untuk lag variabel X pada persamaan kedua signifikan secara
statistik (∑δj = 0).
3. Feedback atau bilateral causality, jika koefisien dari kedua variabel
signifikan secara statistik dalam kedua persamaan regresi di atas.
4. Dikatakan independent jika koefisien dari kedua variabel tidak signifikan
secara statistik dalam kedua persamaan regresi di atas. Langkah-langkah
uji kausalitas selanjutnya diuraikan oleh Gujarati (1995) sebagai berikut:
1. Dari persamaan sebelumnya, lakukan regresi antara Y dan semua nilai
lag Y tanpa memasukkan lag X untuk mendapatkan restricted residual
sum of square (RSSR). Kemudian lakukan regresi dengan
memasukkan juga lag X dalam model untuk mendapatkan unrestricted
residual sum of square (RSSR ).
2. H0 yang digunakan adalah H0 : ∑αi = 0 atau lag X tidak berada dalam
regresi (X tidak menyebabkan Y).
3. Untuk menguji hipotesis, digunakan uji F dengan rumus sebagai
berikut:
(
)
(
n k)
RSS m RSS RSS F R UR R uji − − =di mana m adalah panjang lag, n adalah jumlah observasi dan k
adalah jumlah parameter yang diestimasi dalam unrestricted
31
4. Jika nilai Fuji melebihi nilai Ftabel , maka H0 ditolak atau lag X
harus berada dalam regresi (X menyebabkan Y).
Dari uji kausalitas, dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki
hubungan kausalitas dan variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya atau
variabel mana yang menyebabkan variabel lainnya.
3.3.2.4Metode Vector Autoregressive (VAR)
VAR merupakan salah satu model linear dinamis (MLD) yang sedang
marak digunakan untuk aplikasi peramalan variabel-variabel (terutama) ekonomi
dalam jangka panjang maupun dalam jangka menengah-panjang. Sebagai bagian
dari ekonometrika, VAR merupakan salah satu pembahasan dalam multivariate
time series. VAR model pertama kali diperkenalkan oleh C. A. Sims (1972)
sebagai pengembangan dari pemikiran Granger (1969). Granger menyatakan
bahwa apabila dua variabel misalkan x dan y memiliki hubungan kausal di mana x
memengaruhi y maka informasi masa lalu x dapat membantu memprediksi y.
VAR model dapat dikatakan sebagai model persamaan simultan karena
didalamnya dipertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersamaan.
Keunikan VAR yaitu modeling dilakukan dengan memodelkan setiap variabel
endogen dalam sistem sebagai fungsi linear dari nilai lag/selisih waktu (lagged
value) untuk semua variabel endogen dalam sistem.
Penggunaan VAR model umumnya untuk peramalan sistem peubah yang
saling terkait satu sama lain, disamping itu model ini dapat menganalisa dampak
(Anonim, 1997). Fokus penggunaan VAR terletak pada kemampuan model ini
untuk melakukan peramalan (forecasting). Peramalan yang dilakukan pun tanpa
membutuhkan asumsi-asumsi untuk nilai masing-masing variabel endogen di
masa datang.
Gujarati (1995) menyebutkan beberapa keunggulan metode ini yaitu
1. Metode ini sederhana, peneliti tidak perlu menentukan mana variabel
endogen mana variabel eksogen karena semua variabel dalam VAR
endogen.
2. Metode estimasinya sederhana yaitu dengan OLS dan dapat dibuat model
terpisah untuk masing-masing variabel endogen.
3. Hasil peramalan dengan metode ini pada banyak kasus lebih baik dari
peramalan dengan metode persamaan simultan yang kompleks.
Dalam penelitian ini model VAR yang akan digunakan adalah model
dengan dua peubah (bivariate). Model bivariate VAR dalam aplikasinya lebih
sederhana. Penggunaan banyak variabel endogen lebih beresiko karena semakin
banyak variabel yang akan diestimasi derajat bebas pun semakin banyak yang
hilang. Disamping itu penggunaan model bivariate dalam peramalan IHK akan
membantu dalam pemilihan variabel prediktor yang memberi hasil peramalan
terbaik, sehingga dapat menjadi target operasional kebijakan moneter maupun
sebagai indikator IHK bagi masyarakat.
Model bivariate VAR[p] standar (misal untuk variabel Yt dan Xt ) secara
umum ditulis sebagai berikut:
∑
∑
= = − − + + + = p j p j t j t j j t j t Y X u Y 1 1 1γ
β
α
33
∑
∑
= = − − + + + = p j p j t j t j j t j t X Y u X 1 1 2 'λ
θ
α
di mana:p = jumlah lag optimum Yt = IHK pada bulan ke-t
Xt = Harga premium, harga solar, dan minyak tanah pada
bulan ke-t.
T = Bulan
3.3.2.5Impulse Respons
Impulse respon adalah salah satu metode estimasi pada VAR
yang digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap adanya
pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan Rubinfeld,
1991). Inovasi diinterpretasikan sebagai goncangan kebijakan (policy shock) atau
sering juga disebut aksi.
Secara statistik respon terhadap adanya aksi dirumuskan dalam persamaan
Sims (1980). Jika kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x yang
diformulasikan sebagai berikut :
∑
∞ = − = 0 s s t s t Ae XDimana et = xt – E(xt| xt-1 , xt-2 , ..), kemudian memilih matrik triangular B,
sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga
mempunyai diagonal sendiri. Oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1
∑
∞ = − = 0 s s t s t C f Xdari formula diatas, koefisien C adalah respon terhadap adanya aksi atau
inovasi (response to innovation).
Adapun pengolahan (perhitungan) data yang digunakan baik dalam
analisis deskriptif maupun analisis time series menggunakan bantuan software
Eviews 4.1 Standard Version dan MS-Excel XP.
3.4 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Harga BBM dan IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di
Kota Banda Aceh bersifat stasioner.
2. Harga BBM memengaruhi IHK masing-masing kelompok komoditi barang
dan jasa di Kota Banda Aceh.
3. Model IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota
Banda Aceh adalah model VAR (Vector Autoregressive).
4. IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di Kota Banda
BAB IV
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
4.1 Letak Geografis
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak antara 2o – 6o lintang utara
dan 95o – 98o lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas
permukaan laut. Sampai dengan tahun 2006 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dibagi menjadi 18 Kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 257 kecamatan, 693 mukim
dan 6107 desa serta 112 kelurahan.
Wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah utara dan timur
dibatasi oleh Selat Malaka. Sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan
sebelah barat dibatasi Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah
dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga tidaklah mengherankan bila Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan
Provinsi Sumatera Utara.
Luas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebesar 57.736,557
Km2, dengan lahan hutan terluas mencapai 39.294,20 Km2 dan diikuti lahan
perkebunan kecil seluas 3.675,01 Km2. Sedangkan lahan pertambangan memiliki
luas terendah, hanya 4,43 Km2.
Lokasi suaka alam dan objek wisata alam yang terdapat di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam berjumlah 10 lokasi, yaitu Taman Nasional Gunung
Lauser, Taman Buru Lingge Isac, Cagar Alam Serbajadi, Taman Wisata dan
Latihan Gajah (LPG), Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak, Suaka Margasatwa
Rawa Singkil serta Taman Hutan Raya Pocut Merah Intan.
4.2 Wilayah Administrasi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang terletak di
kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera yang sekaligus juga
merupakan ujung paling barat wilayah Indonesia.
Sesuai dengan perkembangannya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dengan ibukota Banda Aceh semakin diperluas dari segi pemerintahannya. Dari
10 kabupaten/kota pada tahun 2000 berkembang menjadi 20 kabupaten/kota pada
Mei 2003. Kabupaten/kota yang dilakukan pemekaran, yaitu Aceh Barat Daya
(pemekaran dari Aceh Selatan), Gayo Lues (pemekaran dari Aceh Tenggara),
Aceh Tamiang dan Kota Langsa (pemekaran dari Aceh Timur), Nagan Raya dan
Aceh Jaya (pemekaran dari Aceh Barat) serta Kota Lhokseumawe (pemekaran
dari Aceh Utara).
Kemudian pada tahun 2003 bertambah menjadi 21 kabupaten/kota dengan
kabupaten/kota baru adalah Kabupaten Bener Meriah dimana kabupaten tersebut
merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Pidie merupakan
kabupaten terbesar dilihat dari perangkat wilayah administrasinya dengan
kecamatan berjumlah 30, mukim 97, dan desa/kelurahan 948.
Tahun 2006, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kembali mengalami
pemekaran wilayah. Jumlah kabupaten/kota di Aceh bertambah menjadi 23, yang