• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Gambaran Interaksi Sosial di Prancis dalam Film Entre les Murs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Gambaran Interaksi Sosial di Prancis dalam Film Entre les Murs"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Gambaran Interaksi Sosial di Prancis dalam Film Entre les Murs

Wuri Imanda

Pembimbing Diah Kartini Lasman

Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

ABSTRAK

Nama : Wuri Imanda

Jurusan : Sastra Prancis

Judul : Gambaran Interaksi Sosial di Prancis dalam Film Entre les Murs

Entre les murs adalah film bergenre drama tahun 2008 yang disutradarai oleh Laurent Cantet, berdasarkan novel Entre les Murs tahun 2006 karya François Bégaudeau. Film ini menceritakan kondisi suatu kelas di sekolah Prancis yang terletak di daerah banlieue. Film ini memenangkan Palme d'Or dalam Festival Film Cannes 2008. Artikel ini bertujuan untuk memberikan sumbangan informasi mengenai interaksi sosial yang terlihat dalam film Entre Les Murs. Artikel ini juga dapat memperlihatkan gambaran multikultural di Prancis.

Kata kunci: film Entre Les Murs; interaksi sosial; multikulturalisme; imigran ; banlieue.

ABSTRACT

Name : Wuri Imanda

Program : French Littérature

Title : Despiction of Social Interaction in France Shown in The Film Entre Les

Murs

Entre les murs is a 2008 drama genre movie directed by Laurent Cantet, based on Entre les murs novel by François Bégaudeau 2006. This film tells the condition of a class at a French school located in the suburbs. The film won the Palme d'Or in Cannes Film Festival 2008. This article aims to provide information about the contribution of social interaction seen in the film Entre Les Murs.This film also shows multiculturalism in France.

(5)

Pendahuluan

Multikulturalisme adalah sebuah istilah yang tidak asing lagi di abad XXI. Istilah multikulturalisme digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia dan kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman. Berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat ini menyangkut nilai-nilai sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Menurut Suparlan (2002) akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Konsep multikulturalisme tidak dapat disepadankan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa maupun kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Tjahjani1 menyimpulkan multikulturalisme justru menuntut kesiapan mental kita untuk berhadapan dengan bentuk hubungan yang berpotensi atau yang menjelma menjadi konflik dari berbagai komponen budaya, dan belajar mengelola konflik dengan toleran dan bijaksana.

Pertemuan berbagai budaya kerap terjadi dalam interaksi masyarakat di sebuah negara. Salah satu contoh negara multikultural adalah Prancis. Hal ini timbul karena beberapa faktor yaitu letak geografis Prancis yang berada di tengah Benua Eropa barat yang berbatasan langsung dengan Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monako, Andorra, dan Spanyol. Selain itu Prancis juga berbatasan langsung dengan Laut Mediterania yang letaknya berdekatan dengan Benua Afrika. Hal itu membuat letak Prancis sangat strategis. Selain faktor geografis Prancis juga tercatat sebagai negara eropa dengan perkembangan ekonomi yang sangat baik pada masa pasca perang dunia II. Masa ini disebut dengan Trente Glorieuses2 yang diisi dengan pembangunan ekonomi besar-besaran dan munculnya kebutuhan tenaga kerja yang sangat tinggi. Pada masa ini, para imigran datang dalam jumlah besar untuk bekerja dan menetap di Prancis. Kemudian, sejak dikeluarkan undang-undang penggabungan keluarga (regroupement familial), para imigran itu membawa pasangan dan keluarganya. Hal itu mengakibatkan komposisi penduduk Prancis yang terdiri dari

1

Dikutip dari Jurnal Kajian Wilayah Eropa Volume III – No. 3 – 2008: Multikulturalisme di Eropa.

2

Trente Glorieuses terjadi selama pasca perang dunia kedua yaitu tahun 1945 hingga 1974 saat krisis minyak melanda Eropa.

(6)

beragam etnis. Goaziou (2001) dalam Les Banlieues berpendapat bahwa para imigran tersebut tidak hanya terdiri dari les blancs (kulit putih) , namun juga les blacks et les beurs (kulit hitam dan magribi). Ketiga istilah tersebut banyak didengar di kalangan imigran di Prancis. Selain itu, ada pula para imigran yang masuk ke Prancis melalui jalur ilegal dan tidak memiliki kewarganegaraan yang sah.

Kondisi masyarakat multikultural adalah sebuah kondisi yang rentan konflik. Salah satu pemicu konflik-konflik tersebut adalah masalah interaksi sosial. Goaziou (2001) dalam bukunya Les Banlieues memaparkan mengenai para imigran yang ada di Prancis terutama dalam kehidupan keseharian dan sosial mereka yang penuh dengan kesulitan. Anak-anak muda imigran adalah generasi kedua atau ketiga dari orangtua atau kakek nenek yang berimigrasi ke Prancis. Mereka adalah generasi yang dipenuhi konflik, baik konflik dengan diri mereka sendiri sebagai individu ataupun konflik dengan identitas mereka sebagai anak muda Prancis namun tidak pernah diakui sepenuhnya sebagai “orang Prancis”.

Karya sastra dan film adalah gambaran dari kondisi masyarakat dengan demikian melalui karya sastra dan film kita bisa melihat kondisi masyarakat pada masa itu. Ada banyak film yang mengangkat tema multikultural misalnya Chouchou, Il reste du jambon, Yamakasi I, dan Entre Les Murs. Film Entre les murs adalah film bergenre drama tahun 2008 yang disutradai oleh Laurent Cantet, berdasarkan novel Entre les murs tahun 2006 karya François Bégaudeau. Film berbahasa Prancis ini berdurasi selama 128 menit dan menceritakan keseharian di dalam satu kelas, di satu sekolah, selama satu tahun pengajaran. Kelas itu memiliki berbagai siswa dengan latar belakang yang berbeda, seperti suku bangsa, bahasa, agama dan budaya.

Sinopsis Film Entre Les Murs

Dalam film ini François dan rekan-rekannya sesama guru mempersiapkan diri

untuk tahun ajaran baru di sekolah untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi siswa mereka. Namun hal tersebut tidak mudah dicapai karena pada kenyataannya mereka dihadapkan dengan anak muridnya yang sangat beragam dari latar belakang yang berbeda pula. Tidak mudah bagi François dan rekan sesama guru untuk mengajar mereka serta dibutuhkan kesabaran dan ketegaran dalam menjalani tugasnya. François sendiri bersikeras untuk mengajarkan mereka untuk menjadi

(7)

hormat dan tekun. Hal tersebut juga tidak berjalan mulus karena selalu menimbulkan permasalahan di dalam kelas.

François Marin diperankan oleh François Bégaudeau, seorang guru bahasa Prancis yang juga merupakan wali kelas menemukan banyak kesulitan dalam menghadapi berbagai siswa di kelasnya. François selalu memperlakukan siswanya selayaknya teman diskusi, seakan tidak ada jarak antara guru dengan siswa. Para siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat mereka. Namun kebebasan tersebut justru memicu perilaku di luar jalur, seperti pada saat salah satu siswanya menanyakan orientasi seksualnya atau melakukan tindakan anarkis. Selain itu, kemajemukan latar belakang siswa di kelasnya, juga menimbulkan masalah interaksi sosial di antara mereka.

Penghargaan bergengsi yang diraih oleh Entre Les Murs antara lain dalam Academy of Motion Picture Arts and Sciences of Argentina sebagai pemenang dalam kategori film luar negeri terbaik pada tahun 2009, Cannes Film Festival sebagai pemenang dalam ketegori sutradara terbaik pada tahun 2008, Cèsar Awards sebagai pemenang dalam kategori skenario terbaik pada tahun 2009, dan Academy Awards sebagai nominasi film luar negeri terbaik pada tahun 2009.

Kajian Film

Joseph M. Boggs dalam bukunya yang berjudul The Art of Watching Films (1991) menyatakan bahwa sebuah film dapat dikaji melalui elemen-elemen pembentuknya yaitu, unsur naratif dan unsur sinematografis. Boggs berusaha mengelompokkan elemen-elemen pembentuk film ke dalam beberapa bagian. Untuk menjabarkan unsur naratif dalam sebuah film, Boggs menjelaskan tentang tema, akting, alur, latar, konflik, penokohan, simbol, ironi, dan alegori. Melalui penelitian terhadap unsur naratif film, film dapat dilhat sebagai sebuah karya sastra. Selanjutnya, Boggs (1991) mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan suatu makna, analisis film dapat dilakukan dengan melihat unsur-unsur baik intrinsik maupun ekstrinsik yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini, aspek naratif dan sinematografis memegang peranan penting sebagai objek yang dikaji. Boggs dalam bukunya juga mengatakan bahwa analisis tokoh dalam film dapat dilakukan dengan melihat penampilan si tokoh itu sendiri; dialog yang digunakan; tindakan, baik tindakan keluar maupun tindakan

(8)

yang tetap berada di dalam dirinya; reaksi dengan tokoh lain; kontras karakter; serta pemilihan nama. Dengan meninjau aspek-aspek tersebut, maka film dapat dipahami secara lebih dalam sehingga dapat menafsirkan makna maupun simbol secara kritis.

Teori Boggs dalam menganalisis unsur naratif film yaitu dialog didukung oleh teori Roland Barthes dalam L’introduction à l’Analyse Structural des Récits (1966). Barthes membedakan dua kelompok unsur yang terdapat dalam satu karya naratif, yaitu unsur-unsur yang memiliki hubungan sintagmatik dan unsur-unsur yang memiliki hubungan paradigmatik. Film dianggap sebagai karya sastra yang dibaca sebagai sebuah teks dimana analisis dikhususkan pada unsur naratif yang dibedah secara mendalam. Meskipun begitu, film berbeda dengan novel atau puisi karena film tidak tercetak dalam suatu halaman sehingga pengkajian film memiliki cara yang berbeda dengan teorinya sendiri.

Susan Hayward dalam bukunya Cinema Studies: The Key Concepts tahun 1996, mengungkapkan unsur-unsur penting dalam film yang dapat dianalisis untuk memahami secara utuh pesan dan makna yang terkandung dalam suatu film. Istilah-istilah perfilman yang dikemukakan Hayward memberikan pengetahuan yang berguna untuk melakukan peninjauan dalam analisis film. Hayward (1996) dan Boggs (1991) mengangkat objek yang sama dalam kajian film, yaitu aspek naratif dan sinematografis. Mereka menegaskan bahwa melalui analisis film, masyarakat dapat mengetahui pesan yang terkandung dalam sebuah film berdasarkan unsur-unsur pembentuk film.

Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa film adalah karya seni yang menyampaikan gagasan dan pendapat seorang sineas. Pendapat dan gagasan sineas berdasar pada keadaan sosial dan budaya yang ada. Film menjadi representasi dunia nyata yang kemudian dikemas menjadi sebuah karya seni yang dapat dianalisis sebagaimana kita menganalisis sebuah karya sastra karena pada dasarnya film adalah karya sastra yang disuguhkan kepada penonton dengan tambahan unsur sinematografisnya (Boggs,1991).

Interaksi Sosial

Dalam kehidupan bermasyarakat, antara satu individu dengan individu lainnya pasti akan terjadi komunikasi. Hubungan tersebut merupakan hubungan timbal balik

(9)

antara individu satu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Hubungan-hubungan tersebut dapat dikatatakan sebagai interaksi sosial atau aktifitas di dalam lingkup sosial. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, pengertian interaksi sosial dapat disimpulkan sebagai suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun antar individu dan kelompok. Interaksi dapat berlangsung jika terdapat kontak sosial dan komunikasi.

Menurut Gillin, interaksi sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut.

1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan), seperti :

a) Kerja sama, yaitu suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

b) Akomodasi, yaitu suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. c) Asimilasi, yaitu proses sosial yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.

d) Akulturasi, yaitu proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.

2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :

a) Persaingan, yaitu suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.

b) Kontravensi, yaitu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak

(10)

senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang - terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur

kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat

berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.

c) Konflik, yaitu proses sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai tersebut.

Dalam kehidupan multikultural, interaksi sosial diwarnai oleh beberapa aspek, yaitu identitas yang dibawa oleh tiap pelakunya dan integrasi yang terjadi dalam proses interaksi.

Proses Interaksi Sosial Dalam Film Entre Les Murs

Berdasarkan teori Boggs film dapat dikaji melalui unsur naratif dan sinematografis. Boggs membagi unsur naratif film menjadi tema, akting, alur, latar, konflik, penokohan, dan simbol. Unsur-unsur naratif dalam film yang mencakup dialog yang digunakan; tindakan; reaksi dengan tokoh lain; kontras karakter; serta pemilihan nama akan dihubungkan dengan teori Gillin mengenai interaksi sosial asosiatif dan disosiatif.

Interaksi sosial dalam film Entre Les Murs terjadi dalam sebuah kelas bahasa Prancis di sebuah SMP di Paris. Mengacu kepada konsep Gillin, maka bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam film ini adalah sebagai berikut. :

A. Interaksi Sosial yang Bersifat Asosiatif :

Bentuk interaksi sosial ini terdiri dari kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Bentuk interaksi ini dapat dikatakan pula sebagai bentuk interaksi yang positif.

Kerjasama terlihat pada interaksi sesama pengajar ketika seluruh pengajar mengumpulkan uang untuk membayar pengacara agar ibu Wei tidak dideportasi.

(11)

Selain itu, bentuk kerjasama pada interaksi antara pengajar dan murid terlihat pada akhir film, yaitu ketika semua warga sekolah bermain bola di lapangan olah raga.

Kemudian akomodasi yang memiliki pengertian sebagai suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia (pengajar dan murid) untuk meredakan pertentangan, disampaikan melalui adegan ketika François mengajar bahasa Prancis kepada seluruh murid di dalam kelas. François membuat satu contoh kalimat kemudian khoumba dan Esmeralda mengkritik nama yang digunakan sebagai contoh. François menggunakan nama Bill dalam kalimat tersebut, Khoumba dan Esmeralda mengkritik François yang selalu menggunakan nama- nama “kulit putih”. Mereka mengusulkan nama-nama lain seperti Fatou dan Aissata. Akhirnya François mengganti nama Bill tersebut dengan nama yang diusulkan oleh mereka, pada adegan ini terlihat bahwa François memiliki kekuasaan di dalam kelas, tetapi dia mengalah dan mengesampingkan pendapat pribadinya agar kelas tetap kondusif.

Interaksi sosial asosiatif lainnya yaitu asimilasi terlihat pada salah satu murid yaitu Souleymane, ia memiliki kegemaran mengambil foto. Pada saat ia dan teman-temannya berfoto bersama Souleymane tidak hanya berfoto dengan teman-teman-temannya yang berkulit hitam, tetapi juga ada yang berkulit putih. Hal tersebut menandakan adanya usaha Souleymane untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Souleymane sebagai anak seorang imigran dari Mali, tidak malu menunjukan identitasnya sebagai orang kulit hitam. Cara berpakaian Souleymane menunjukkan proses asimilasinya dengan kebudayaan Prancis ia tidak lagi mengenakan pakaian seperti orang Mali. Selanjutnya akulturasi terjadi pada salah satu murid bernama Wei yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi di kelas. Sepanjang film ia terlihat jarang bergaul dengan teman lainnya dan ia hanya dekat dengan Qifei yang juga berasal dari Cina. Namun demikian dengan perbedaan kebudayaan tersebut Wei dapat menerima kebudayaan Prancis tanpa menghilangkan kebudayaanya sendiri. Hal tersebut terlihat saat François meminta Wei untuk membacakan autopotrait yang ia buat, Wei memberikan beberapa contoh tingkah laku temannya yang menurutnya tidak sopan namun hal itu tidak mempengaruhi Wei dan kebudayaannya. Wei tetap dapat menjalankan kedua kebudayaan itu dengan baik.

Akulturasi juga terlihat ketika Carl diminta memberikan pendapat mengenai tim sepak bola favoritnya. Ia mengatakan bahwa ia menyukai tim sepak bola Prancis

(12)

karena kita (mengacu kepada seluruh siswa di kelas) adalah orang Prancis. Jadi, jelas terlihat walaupun tiap siswa memiliki keberagaman latar belakang suku bangsa, bahasa,budaya, dan agama, mereka tetap disatukan dengan semangat nasionalisme Prancis.

B. Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif :

Dalam film ini, interaksi sosial yang bersifat disosiatif atau dapat dikatakan sebagai masalah interaksi sosial, muncul akibat adanya kesulitan pencapaian integrasi. Integrasi yang berjalan kurang selaras memicu timbulnya persaingan, kontravensi dan konflik.

Persaingan terlihat pada pengajar dan para murid. Terjadi ketika François meminta kepada siswa-siswanya untuk menceritakan tentang diri mereka dan jawabannya pun berbeda. Beberapa siswa menunjukkan rasa nasionalismenya terhadap etnis asal mereka dengan menceritakan kebanggaannya terhadap klub sepak bola dari negara asalnya. Nassim, yang berasal dari Maroko membanggakan klub sepak bola dari negara asalnya, sedangkan Souleymane membanggakan klub sepak bola Mali. Perbedaan pendapat ini menimbulkan gesekan diantara keduanya. Dalam adegan ini terlihat bahwa anak-anak ini meskipun telah berbahasa Prancis dan mendapatkan pendidikan Prancis tetap merasa dirinya bukan sepenuhnya orang Prancis. Mereka merasa diri mereka masih menjadi bagian dari negeri asal orangtua mereka. Hal ini memperlihatkan proses integrasi yang belum sepenuhnya berhasil dalam generasi ini.

Persaingan itu mengakibatkan munculnya kontravensi sesama murid. Kontravensi terlihat ketika mereka bermain bola di lapangan. Wujud kontravensi ditunjukkan secara terang – terangan yang hampir menimbulkan konflik (lihat gambar 1).

Puncak dari masalah interaksi sosial terjadi ketika Soulaymane beradu mulut dengan François. yang pada akhirnya mengakibatkan Soulaymane dikeluarkan dari sekolah (lihat gambar 2). Konflik antara keduanya itu juga menyebabkan salah seorang siswi terluka (lihat gambar 3). Konflik yang berasal dari pembelaan etnis masing-masing berlanjut dan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Hal ini memperlihatkan bahwa saat terjadi konflik, kekerasan menjadi bagian dari proses interaksi. Selanjutnya interaksi sosial yang bersifat disosiatif antara guru dan orang tua murid dari etnis Mali direalisasikan melalui situasi saat Ibu dari Souleymane

(13)

tidak mengerti bahasa Prancis menyebabkan komunikasi antara François, Souleymane, dan Ibunya terhambat. Ketidakmengertian Ibunya dimanfaatkan oleh Souleymane. Ia selalu menunjukkan buku laporan kepada Ibunya yang berisi catatan negatifnya di sekolah namun, ia mengatakan bahwa buku itu berisi tugas yang telah ia kerjakan. Ibunya percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Souleymane hal tersebut menimbulkan masalah antara para pengajar dan orang tua siswa (Souleymane) saat rapat. Hambatan komunikasi yang digambarkan di sini terjadi karena kendala linguistik. Ibu Souleymane telah tinggal lama di Prancis namun belum juga menguasai bahasa Prancis. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa menjadi salah satu faktor yang menimbulkan masalah interaksi sosial dan integrasi.

Gambar 1 Gambar 2

(14)

Penutup

Entre Les Murs memperlihatkan berbagai masalah interaksi sosial. Hal tersebut terjadi karena masing-masing tokoh masih membanggakan suku bangsanya yang justru menimbulkan ketegangan, bahkan konflik. Toleransi di antara mereka juga masih kurang dan komunikasi dua arah masih belum berjalan dengan selaras dikarenakan keterbatasan kemampuan berbahasa antar tokoh-tokoh yang diceritakan dalam film ini yaitu murid, guru, kepala sekolah, dewan sekolah, orang tua murid.

Interaksi sosial asosiatif dan disosiatif terlihat dalam film Entre Les Murs, tetapi film tersebut lebih cenderung memiliki interaksi sosial diosiatif yang terlihat antara murid dengan murid dan murid dengan orang tua siswa dan dengan demikian timbul masalah. Interaksi yang bersifat asosiatif terlihat melalui kerjasama di antara sesama pengajar, pengajar dan murid; Akomodasi terlihat melalui pengajar dan sekelompok murid di dalam kelas; Asimilasi terlihat pada salah satu murid bernama Souleymane; dan Akulturasi antara murid dan sekelompok murid. Sementara itu interaksi yang bersifat disosiatif terlihat pada persaingan yang terjadi antara pengajar dan murid; Kontraversi terjadi antara murid dengan murid, dan konflik terjadi antara pengajar dengan orang tua murid dan pengajar dan murid.

Integrasi akan dapat dicapai melalui proses interaksi yang lancar akan tetapi dalam film ini interaksi masih menimbulkan banyak masalah, padahal semestinya keberagaman yang dimiliki para tokoh bukanlah halangan untuk saling berinteraksi. Keberagaman itulah yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk memperkaya suatu masyarakat.

(15)

Daftar Pustaka

Barthes, Roland.1966. “Introduction à l'analyse structurale des récits”. Paris: Editions du Seuil.

Boggs, Joseph M.1991.”The Art of Watching Films”. California: Mayfield Publishing Company.

Gillin, John Philip dan John Lewis Gillin.1948. “Cultural Sociology: A Revision of An Introduction to Sociology” Macmillan Co.

Goazou, Veronique & Rojzman, Charles. 2001. “Les Banlieues”. Paris: Le Cavalier Bleu.

Hayward, Susan.1996. ”Cinema Studies: The Key Concepts” London: Routledge. Parsudi, Suparlan.2002. “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural

Simposium Internasional Bali ke-3”. Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali.

Tjahjani, Joesana. 2007. “Multikulturalisme di Prancis: Perspektif Historis dan Produk Budaya Massa”. Jurnal Kajian Wilayah Eropa: Multikulturalisme di Eropa. Program Studi Kajian Wilayah Eropa Program Pascasarjana

Universitas Indonesia.

Situs Internet :

“Awards for The Class (2008). 2010. (http://www.imdb.com/title/tt1068646/awards) . (diakses pada tanggal 15 maret 2011, pukul 23:22 WIB

http://www.imdb.com/title/tt1068646/fullcredits#cast (diakses pada tanggal 28 Januari 2014, 20:00 WIB)

www.histoire-francais.fr (diakses pada tanggal 5 februari 2014, 19:30 WIB)

http://mohkusnarto.wordpress.com/masyarakat-multikulturalisme/ ( diakses pada tanggal 7 februari 2014, 01:20 WIB)

Gambar

Gambar 1  Gambar 2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kuda betina pasca pacu di Desa Pinabetengan Raya memiliki penampilan reproduksi yang cukup baik.. Kata kunci :

Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri adalah bawang putih (Allium sativum L), Aplikasi bawang putih pada wajah juga mempunyai beberapa manfaat

Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya

Kata Kunci: Bank Pembangunan Daerah, Rasio Likuiditas, Rasio Kualitas Aktiva, RasioSensitivitas Terhadap Pasar, Rasio Efisiensi Dan

Sistem informasi evaluasi penjualan pada perusahaan pusat akan mengakses data yang berada pada sistem informasi penjualan pada perusahaan cabang kemudian

Mencabut dan menyatakan trdak berlaku lagi Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Manado Nomor W4-TUN2/540/HK.06/V/2015 tanggal 02 Mei 2016 Tentang Perincian Panjar Biaya

Di Indonesia dengan permasalahan yang besar dalam pembiayaan kesehatan. dengan alokasi anggaran negara 2-3 persen jauh di bawah standar WHO

Mulai Identifikasi & Perumusan Masalah, Batasan & Tujuan Penelitian Studi Pendahuluan:  Studi Literatur  Studi Lapangan Rancangan Pengumpulan Data: Layout