• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Tingkat Pemahaman Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Manajer Konstruksi Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan suatu Proyek Dilihat dari Sisi Peningkatan Kinerja Waktu dan Biaya Pelaksana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Pengaruh Tingkat Pemahaman Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Manajer Konstruksi Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan suatu Proyek Dilihat dari Sisi Peningkatan Kinerja Waktu dan Biaya Pelaksana"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Penelitian Terdahulu

Akbar (2006) meneliti dengan judul “Pengaruh Tingkat Pemahaman Manajemen Resiko dan Manajemen Keselamatan Kerja oleh Manajer Konstruksi terhadap Peningkatan Kinerja Waktu & Biaya Pelaksanaan Proyek”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis pengaruh dari tingkat pemahaman manajemen resiko (Risk Management) dan manajemen keselamatan kerja (Safety Management) oleh manajer konstruksi pada tahap pelaksanaan kegiatan konstruksi terhadap kinerja waktu dan biaya. Dari hasil analisa korelasi, serta pembahasan berdasarkan kajian literature, disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan proyek konstruksi terjadi keterkaitan (hubungan antar ilmu pengetahuan) yang harus diaplikasikan dalam tahap pelaksanaan proyek, dan harus dikuasai/dipahami oleh Manajer Konstruksi dalam meningkatkan kinerja proyek.

2.2. Teori tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.2.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

(2)

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur, 2001).

Sedangkan menurut Mathias dan Jackson (2002), keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia K3 adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan.

OHSAS 18001:2007 mendefinisikan K3 sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja.

Mangkunegara (2002), K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Penyebab kecelakaan kerja pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu (Santoso, 2004):

1. Tindakan membahayakan (Unsafe Practices/Actions) a. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

(3)

c. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya d. Memakai alat pelindung diri hanya berpura-pura

e. Menggunakan peralatan yang tidak layak

f. Pengerusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia g. Bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di tempat kerja

h. Mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan 2. Kondisi yang membahayakan;

a. Dalam keadaan pengaman yang berlebihan b. Alat dan peralatan yang sudah tidak layak c. Terjadi kemacetan

d. Sistem peringatan yang berlebihan e. Ada api di tempat yang berbahaya

f. Alat penjaga/pengaman gedung kurang standar

g. Kondisi suhu yang membahayakan seperti terdapat gas dan lain-lain h. Terpapar bising

(4)

bagi pekerja maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu, implementasi K3 menjadi bagian yang penting bagi berlangsungnya suatu pekerjaan dan kesuksesan dari pekerjaan tersebut.

Dalam pelaksanaan K3 dibutuhkan kebijakan dari manajemen perusahaan, sehingga sekali kebijakan telah ditetapkan akan menjadi pedoman pelaksanaan K3 dalam lingkungan perusahaan sampai diterbitkannya kebijakan lain yang menggantikan kebijakan terdahulu.

Menurut Muhammad (2005), kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan hubungan kerja.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.09, 2008).

(5)

Plan atau rencana adalah tahapan merancang atau merencanakan dan merevisi atau memperbaiki aktivitas tertentu. Do yang merupakan implementasi dari plan adalah tahapan pelaksanaan dari proyek konstruksi tersebut. Check atau study adalah tahapan dalam mengevaluasi performa atau kinerja dari semua tahapan yang sudah dilakukan sebelumnya. Sedangkan Act adalah tahapan dalam membuat perubahan disegala tahapan untuk menciptakan perbaikan jika terjadi penyimpangan dalam proyek konstruksi (Maylor, 1996).

Sumber: Shewhart, Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control, New York, 1939

Gambar 2.1 Siklus P-D-C-A

Plan, do, check, action, diterjemahkan dalam lima unsur penunjang yaitu : 1. Penetapan kebijakan (policy)

Kebijakan adalah langkah awal perusahaan dalam mendukung pekerja di semua tingkatan dari top management sampai bottom management agar dapat merasa aman dan terlindungi saat bekerja. Kebijakan perusahaan menjadi dasar dari pelaksanaan

Do : Project execution

Check/Study : Evaluated performance of all

phases Act :

Make Changes in all phases to provide for improvement

Plan : Formulation and

(6)

seputar K3, detail tanggung jawab setiap level manajemen tentang K3, dan detail proses manajemen K3 perusahaan (Holt, 2005)

2. Koordinasi (organizing)

Setelah melakukan penetapan kebijakan, diperlukan keterlibatan dan komitmen pekerja agar kebijakan yang telah ditetapkan dapat efektif. Budaya K3 yang positif harus dapat dimengerti dan dapat dijalankan oleh semua pekerja di setiap level manajemen yang ada. Setiap pekerja harus memiliki komitmen untuk dapat menciptakan budaya K3 positif (David, 2002). Oleh karena itu perlu adanya koordinasi dari pihak manajemen untuk mendukung terciptanya budaya K3 yang positif.

3. Perencanaan dan pelaksanaan (planning and implementing)

Langkah perencanaan meliputi pengaturan sasaran terhadap aktifitas yang ada, identifikasi bahaya, memperkirakan resiko yang timbul, realisasi dan implementasi standar K3 dan pengembangan budaya K3 yang positif. Standar yang dihasilkan dari proses perencanaan harus dapat diukur, dicapai dan realistis. Proses perencanaan standar dan pelaksanaan secara garis besar dibagi menjadi dua proses besar untuk mengantisipasi perilaku tidak aman (unsafe act) dan keadaan tidak aman (unsafe condition) pada tempat kerja (Ridley, 1986).

4. Pengukuran Kinerja (measure performance)

(7)

akibat kecelakaan dan sebagainya atau dengan kata lain pengukuran ini dilakukan terhadap kecelakaan yang terjadi (Holt, 2005)

5. Pemeriksaan dan peninjauan kembali (reviewing performance)

Dari informasi hasil pengukuran kinerja, proses pemeriksaan dan peninjauan kembali akan mengidentifikasi situasi di lapangan terhadap resiko kecelakaan dan melakukan tindakan perbaikan serta pencegahan terhadap situasi tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk peningkatan kinerja perusahaan nantinya.

Gambar 2.2. Elemen Kunci Sistem Manajemen K3

(Health and Safety Executive UK, 2001)

2.2.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Tujuan dari penerapan K3 adalah sebagai berikut: - Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja

Policy

Feedback loop to improve performance Key Element

(8)

- Menjamin proses produksi berjalan lancar

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari K3 adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan K3 baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seselektif

mungkin

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindung dalam bekerja Tujuan K3 menurut ILO dan WHO antara lain:

a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi tingginya baik jasmani maupun rohani

b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi kerja c. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat pekerjaan

(9)

Sesuai dengan Pasal 2 Permennaker No. 05/MEN/1996, tujuan dan sasaran penerapan Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Pelaksanaan Sistem Manajemen K3 bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman, selamat dan nyaman, serta terbebas dari resiko bahaya yang mungkin timbul dan pada gilirannya perusahaan akan memperoleh pekerja yang sehat dan produktif (Depnaker RI, 2000).

2.3. Teori Tentang Manajemen Konstruksi

2.3.1. Pengertian tentang Manajemen

Ernie & Kurniawan (2005) menyatakan pengertian manajemen sebagai seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan.

Manajemen merupakan pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien lewat perencanaan pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sumber daya organisasi (Daft, 2003)

Manullang (2002) mendefinisikan manajemen sebagai seni ilmu pengetahuan, pengorganisasian, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(10)

melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pengarahan dan pengawasan) dan mengkoordinasi berbagai sumber daya (informasi, material, uang dan orang).

Sedangkan Lewis (2005) mendefinisikan manajemen sebagai proses mengelola dan mengkoordinasi sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi.

2.3.2. Prinsip Dasar Manajemen

Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen.

Menurut Henry Fayol (1997) 14 prinsip manajemen :

1. Pembagian pekerjaan (division of work) yaitu suatu pembagian pekerjaan atau tugas yang mengarah pada pertumbuhan spesialisasi di segenap bidang yang diperlukan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas penggunaan tenaga kerja.

2. Kewenangan dan tanggung jawab (authority and responsibility) yaitu perlunya keseimbangan harmonis antara wewenang dan tanggung jawab dimana keduanya tak dapat dipisahkan.

3. Disiplin (discipline) yaitu suasana tertib dan teratur, dimana orang yang berada dalam organisasi tunduk, patuh dan taat pada norma atau ketentuan yang ada tanpa unsur paksaan.

(11)

5. Kesatuan arah (unity of direction) yaitu setiap kelompok yang melakukan kegiatan bertujuan sama harus memiliki seorang pemimpin dan memiliki satu rencana.

6. Kepentingan individu harus tunduk kepada kepentingan umum (subordination of individual interest to general interest) yaitu kepentingan umum ditempatkan diatas segala kepentingan, baik kelompok maupun pribadi.

7. Gaji (remuneration of personel) yaitu sistem dan metode penggajian bersifat adil dan memberikan kepuasan maksimal bagi buruh dan majikan.

8. Pemusatan wewenang (centralization) yaitu pemusatan kekuasaan dalam kelompok tunggal dan kepemimpinannya diserahkan pada satu orang pemimpin agar anggota atau pegawai tidak dibingungkan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan.

9. Jenjang bertangga (hierarchy) merupakan garis tingkatan wewenang dan tanggung jawab dari tingkatan tertinggi hingga terendah dan tidak boleh ada penyimpangan. 10. Ketertiban (order) yaitu keteraturan dan kelancaran organisasi dimana setiap anggota

mematuhi dan mentaati segala ketentuan yang menyangkut kondisi yang baik dalam pencapaian tujuan.

11. Keadilan (equity) yaitu pemimpin tidak boleh memperlakukan anggota dengan semena-mena, menghargai setiap prestasi, memberikan kesempatan untuk menyampaikan saran dan kritik dan informasi yang membangun dalam upaya pengambilan keputusan yang lebih tepat.

(12)

keselamatan kerja dan sebagainya yang dapat menimbulkan kelancaran dan kelangsungan proses kegiatan manajemen.

13. Prakarsa (inisiative) yaitu penghargaan atas saran, ide, gagasan, kritik dan informasi yang dikemukakan anggota atau bawahan sehingga menciptakan cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.

14. Kesatuan (esprit de corps) yaitu pembinaan, bimbingan dan motivasi yang menerus terhadap anggota atau pegawai agar memiliki jiwa kesatuan dan rasa setia kawan.

Manajemen digunakan dalam segala bentuk kegiatan, dari kegiatan profesi maupun organisasi swasta, maka manajemen dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan berikut (Hasibuan, 2005):

1. Manajemen tingkat pertama (manajemen lini) yaitu tingkat yang paling rendah dalam suatu organisasi, dimana seorang bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain. 2. Manajemen menengah (middle manager), yaitu mencakup lebih dari satu tingkatan

didalam organisasi.

3. Manajemen puncak (top manager), yaitu terdiri atas kelompok yang relatif kecil yang bertanggung jawab atas manajemen dari keseluruhan organisasi.

2.3.3. Pengertian Manajemen Konstruksi

(13)

perencanaan dan kurangnya dukungan manajemen dapat berakibat gagalnya suatu proyek.

Sasaran manajemen konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification). Untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan.

Manajemen konstruksi adalah suatu pendekatan inovatif dan ilmiah untuk pengerjaan suatu proyek konstruksi. Manajemen konstruksi telah berkembang menjadi metode pengelolaan proyek seiring dengan semakin berkembangnya jenis dan lingkup proyek konstruksi. Gambaran tentang kegiatan manajemen konstruksi dapat dilihat pada gambar berikut;

Sumber : Ritz J. George, Total Construcion Project Management, Mc Graw Hill Inc, Singapore, 1994, pg 14

Gambar 2.3 Proses Manajemen Konstruksi

Beberapa definisi dari Manajemen Konstruksi, yaitu :

1. Manajemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktekkan aspek-aspek manajerial dan teknologi industri konstruksi. Manajemen konstruksi juga dapat

Construction

Specification System & Report Information

(14)

diartikan sebagai sebuah model bisnis yang dilakukan oleh konsultan konstruksi dalam memberi nasehat dan bantuan dalam sebuah proyek pembangunan (dikutip dari

2. Suatu Team Management yang bertugas menjalankan Planning, Design and Construction yang terintegrasi sebagai suatu sistem. Konsultan manajemen konstruksi bertugas sejak tahap perencanaan sampai serah terima kedua pekerjaan konstruksi fisik, dan berfungsi melakukan pengendalian pada tahap perencanaan hingga konstruksi baik di tingkat program maupun tingkat operasional. (Krisna Mochtar, Diktat Kuliah Manajemen Konstruksi, 2003, Undang-undang No.18 tahun 1999)

3. Suatu disiplin dan sistem manajemen, yang bertujuan untuk mensukseskan pelaksanaan proyek sesuai dengan keinginan Owner. Agency CM (Konsultan Manajemen Konstruksi), bertanggung jawab kepada Owner pada setiap tahapan pelaksanaan proyek. (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia - HAMKI)

4. Manajemen konstruksi adalah mengatur desain dan konstruksi dari suatu proyek untuk memenuhi program arsitektural dan konstruksi pada biaya yang minim bagi owner dengan kerangka kerja keuntungan bagi para partisipan. (IAI)

(15)

Wilayah No.332/KPTS/M/2002, tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara)

6. Suatu metode dimana dalam implementasinya pemilik mengkomunikasikan dan mengintegrasikan seluruh proses pelaksanaan proyek, mulai dari tahap pendefinisian dan penyusunan program; pengembangan desain dan review; pelelangan; pelaksanaan; penyelesaian dan penggunaan fasilitas dengan tujuan untuk memperkecil waktu dan biaya proyek serta mempertahankan kualitas proyek (Widadi, Sulistijo, 1986).

7. Manajemen konstruksi adalah sebuah disiplin dan sistem manajemen yang secara spesifik diciptakan untuk mendapatkan kesuksesan pelaksanaan dari biaya proyek untuk owner (“What is Construction Management?”, Construction Management Assosiation of America, websites WWW.CMAA.COM)

Dalam pendefinisian manajemen konstruksi selalu terdapat unsur-unsur (Soeharto, 1999):

- Dilaksanakan dalam waktu tertentu - Mempunyai tujuan yang jelas

- Manajemen proyek mengelola kegiatan yang tidak biasa dan tidak rutin serta terasa asing.

Konsep manajemen konstruksi mengandung hal-hal pokok sebagai berikut :

(16)

- Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasran yang telah digariskan secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian.

- Memakai pendekatan sistem (System approach to management)

- Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horisontaldisamping hierarki vertikal (Soeharto, 1999).

2.3.4. Fungsi-fungsi Manajemen Konstruksi

Manajemen konstruksi memiliki beberapa fungsi :

1. Sebagai Quality Control untuk menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan, mengontrol pekerjaan yang dilakukan organisasi proyek apakah perkembangan pekerjaan sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada penyimpangan.

2. Mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktu pelaksanaan

3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicapai, hal itu dilakukan dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan.

4. Hasil evaluasi dapat dijadikan tindakan pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lapangan.

(17)

Sasaran manajemen konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (specification). Untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan juga mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu (quality control), pengawasan biaya (cost control), dan pengawasan waktu pelaksanaan (time control).

2.3.5. Tujuan dan Manfaat Manajemen Konstruksi

Sistem manajemen dalam konstruksi bertujuan untuk dapat menjalankan setiap proyek secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal bagi semua pelanggan. Sistem manajemen diterapkan dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional di bidang-bidang yang dibutuhkan dalam menjalankan setiap proyek.

Manfaat manajemen konstruksi dapat dilihat dar beberapa segi; 1. Segi Biaya Proyek

- Biaya optimal proyek dapat dicapai karena tim manajemen konstruksi sedang berpartisipasi pada tahap perencanaan.

- Biaya pembangunan keseluruhan proyek dapat dihemat dibandingkan dengan sistem tradisionil karena tidak ada pembebanan ganda dari keuntungan Kontraktor dan Sub kontraktornya.

2. Segi Waktu

(18)

- Waktu yang dipergunakan untuk perencanaan dan rancangan bangunan dapat lebih panjang sehingga kualitas desain semakin sempurna

- Pengadaan material/peralatan impor dapat diukur secara dini sehingga kemungkinan terlambat karena proses impor dapat dihindarkan

3. Segi Kualitas

- Mutu lebih terjamin karena tim manajemen konstruksi ikut membantu kontraktor dalam hal metode pelaksanaan, implementasi, dan Quality Control

- Mutu dan kemampuan kontraktor spesialis lebih terseleksi oleh pemilik proyek dibantu dengan tim manajemen konstruksi

- Kesempatan untuk penyempurnaan rancangan relative banyak karena paket yang dilelang dilakukan secara bertahap paket per paket

4. Segi Program Pemerintah

- Pemerataan kesempatan pekerjaan dengan paket-paket kepada pengusaha kontraktor yang baru berkembang dapat direalisir

- Pemilik proyek tidak perlu menyediakan banyak staf karena praktis semua keinginannya dapat ditangani dengan baik melalui pendekatan metode manajemen konstruksi.

Komponen utama Manajemen Konstruksi adalah :

(19)

2. Responsibility Matrix Chart, adalah suatu matrik yang berisi tanggung jawab dari setiap team proyek, antara lain A/E, CM, Owner dan kontraktor. Responsibility Matrix Chain ini dimaksudkan untuk menegaskan tugas masing-masing team proyek. 3. Program Schedule, adalah alat dari manajemen dalam menjalankan proyek dari

permulaan (start) sampai occupancy (pemakaian oleh pemilik). Semua fase dalam proyek adalah penting, kekurangan waktu dalam fase manapun merupakan kekurangan waktu dalam urutan pekerjaan.

4. Management Options, berkaitan dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini diambil oleh organisasi MK pada fase-fase proyek, yaitu fase perencanaan, fase pembuatan dokumen pelaksanaan, fase pelelangan dan fase pelaksanaan pekerjaan.

5. The Project Management Plan, adalah upaya dari team untuk melaksanakan proyek step by step dari awal (desain) sampai akhir (serah terima/kepemilikan). Dalam komponen ini akan banyak management plan yang akan dipakai, dan memperlihatkan aktifitas yang akan terjadi.

6. Construction Management Project Manual, berisi kesepakatan antara A/E-owner, CM-owner, dan owner-konsultan lainnya, responsibility chart, management plan, dan prosedur pelaksanaan setiap perencanaan. Komponen ini juga memuat solusi dari permasalahan yang mungkin terjadi.

(20)

8. Other Meeting, semua komunikasi dari team merupakan hal yang penting yang harus dibuat salinannya untuk pihak ketiga. Pertemuan langsung dari setiap team membahas setiap item pekerjaan yang sedang dilaksanakan dan membicarakan hal-hal yang terjadi menjadi hal-hal yang penting dalam pelaksanaan dan dalam mencapai tujuan proyek tersebut (Project Management-Conception to Completion, Engineering Education Australia,1999)

2.4. Tahapan Proyek Konstruksi

Proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaannya dan waktu selesainya (dan biasanya selalu dibatasi oleh waktu, dan seringkali juga dibatasi oleh sumber pendanaan), untuk mencapai tujuan dan hasil yang spesifik dan unik, dan pada umumnya untuk menghasilkan sebuah perubahan yang bermanfaat atau yang mempunyai nilai tambah (Nokes, 2007)

Azwaruddin (2008) menyatakan bahwa, proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas.

Selanjutnya menurut Lewis (2005), proyek adalah suatu usaha yang dilakukan secara bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu produk, jasa, atau hasil tertentu.

Proyek memiliki ciri-ciri pokok yaitu :

- Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.

- Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan telah ditentukan terbatas. - Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah ditentukan atau

(21)

- Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang-ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik (tidak identik tapi sejenis).

- Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.

Tantangan utama sebuah proyek adalah mencapai sasaran-sasaran dan tujuan proyek dengan menyadari adanya batasan-batasan yang telah dipahami sebelumnya (Ireland, 2006).

Tabel 2.1

Tujuan dan motivasi sasaran proyek

SASARAN

PROYEK PEMILIK KONTRAKTOR

Jadwal penyelesaian

Cepat selesai, agar hasil proyek dapat segera dipergunakan

Cepat selesai, minimal sesuai kontrak

Biaya Proyek Harga terendah memenuhi persyaratan teknik. Minimal tidak melewati anggaran

Mendapat keuntungan sebaik mungkin

Mutu pekerjaan dan peralatan

Berfungsi sesuai harapan, minimal sesuai spesifikasi

Memenuhi kriteria dan spesifikasi dalam kontrak

Dalam proses mencapai tujuan, suatu proyek memilik batasan yang sering disebut sebagai sasaran proyek. Batasan tersebut yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal/waktu yang ditentukan dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan tersebut dinamakan juga Tiga Kendala atau Tiga batasan (triple constraint) yang merupakan parameter penting bagi penyelenggara proyek.

Gambar 2.4 Tiga Kendala

WAKTU

MUTU

(22)

Biaya/anggaran adalah suatu batasan alokasi dana yang ditentukan untuk suatu proyek hingga selesai. Jadwal/waktu adalah suatu rentang masa yang ditetapkan untuk menyelesaikan proyek. Mutu adalah suatu standar yang harus dihasilkan oleh suatu produk dengan biaya dan waktu yang telah ditentukan. Waktu atau masa pelaksanaan proyek konstruksi dan manajemen biaya didasarkan pada penjadwalan (time schedule) dan besarnya anggaran biaya proyek.

Desain dan fungsi dari proyek mempengaruhi metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan proyek konstruksi dan sangat mempengaruhi lamanya penyelesaian proyek dan besarnya biaya yang digunakan.

Untuk menganalisa peran Managemen Konstruksi dalam suatu proyek, perlu diketahui tahapan kegiatan proyek (project life cycle). Tahapan kegiatan proyek menurut Halpin (1999) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5. Linear Nature of The Project Life Cycle

Secara garis besar tahapan proyek konstruksi terdiri dari : 1. Tahapan Perencanaan (planning)

(23)

- Gagasan/Ide (needs) - Studi Kelayakan

- Pihak yang terlibat adalah pemilik dan dapat dibantu oleh konsultan manajemen konstruksi atau konsultan studi kelayakan

2. Tahapan Perekayasaan dan Perancangan (engineering and design)

- Tahap pra rancangan mencakup kriteria desain, skematik desain, estimasi biaya konseptual

- Tahap pengembangan rancangan, merupakan pengembangan dari tahap pra rancangan dengan estimasi terperinci

- Pihak yang terlibat adalah konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, 3. Tahapan Pengadaan/Pelelangan (Procurement)

- Tahap menentukan pelaksana jasa konstruksi (kontraktor) - Pihak yang terlibat adalah pemilik, kontraktor, konsultan MK 4. Tahapan Pelaksanaan (construction)

- Tahapan pelaksanaan pekerjaan sesuai hasil perancangan - Pengadaan material, peralatan dan pekerja

5. Tahapan Test Operasional (commissioning)

- Pengujian dari fungsi masing-masing bagian bangunan

6. Tahapan Pemanfaatan dan Pemeliharaan (operational and maintenance)

(24)

2.4.1. Peran dan Tanggung jawab Managemen Konstruksi dalam Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, aspek kemampuan dan kepercayaan diri perencana, informasi dan komunikasi antar personil proyek yang baik sangat penting dalam menghasilkan proyek yang berkualitas tinggi, efektif dalam biaya dan waktu. Keterlibatan MK pada tahap ini akan menimbulkan efek yang besar pada proyek. Kontribusi MK yang besar pada tahap ini, seperti misalnya pada kajian value engineering dan proposal metode konstruksi alternatif, memiliki dampak yang besar pada biaya akhir proyek. (Dedi Darmawan, Skripsi, 2003)

The CMAA, “Standard Form of Agreement Between Owner & Construction Manager”, Dokumen Kontrak no. A-1 menjelaskan kegiatan managemen konstruksi pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut :

- Manajemen Proyek

a. Melakukan revisi atas rencana untuk managemen konstruksi b. Melakukan konferensi proyek

c. Melakukan koordinasi informasi tahap desain/perencanaan d. Menyiapkan pertemuan proyek

e. Melakukan review atas dokumen desain f. Memberikan rekomendasi terhadap desain

g. Membantu pelaksanaan review atas desain oleh pemilik h. Mendapatkan persetujuan oleh pihak-pihak berwenang i. Menyiapkan diri berdasarkan kondisi umum

(25)

k. Menyiapkan pembiayaan proyek - Manajemen Waktu

a. Melakukan revisi atas master schedule b. Melakukan monitoring milestone schedule

c. Menyiapkan jadwal konstruksi sebelum penawaran - Manajemen Biaya

a. Melakukan revisi anggaran proyek dan konstruksi b. Melakukan pengawasan biaya

c. Menyiapkan studi value engineering d. Menyiapkan studi pemasaran

- Manajemen Sistem Informasi a. Menyiapkan laporan atas jadwal b. Menyiapkan laporan biaya proyek c. Menyiapkan laporan cash flow

d. Menyiapkan laporan perubahan pekerjaan pada tahap perubahan desain

Peran dan tanggung jawab manajemen konstruksi berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 332/KPTS/M/2002 adalah sebagai berikut:

(26)

b. Memberikan konsultasi kegiatan perencanaan, yang meliputi penelitian dan pemeriksaan hasil perencanaan dari sudut efisiensi sumber daya dan biaya, serta kemungkinan keterlaksanaan konstruksi.

c. Mengendalikan program perencanaan, melalui kegiatan evaluasi program terhadap hasil perencanaan, perubahan-perubahan lingkungan, penyimpangan teknis dan administrasi atas persoalan yang timbul, serta pengusulan koreksi program.

d. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat pada tahap perencanaan, menyusun laporan bulanan kegiatan konsultasi manajemen konstruksi tahap perencanaan, merumuskan evaluasi status dan koreksi teknis bila terjadi penyimpangan, menyusun program pelaksanaan pelelangan bersama konsultan perencana dan ikut memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan, serta membantu kegiatan panitia pelelangan.

e. Menyusun laporan dan berita acara dalam rangka kemajuan pekerjaan dan pembayaran angsuran pekerjaan perencanaan.

f. Mengadakan dan memimpin rapat-rapat koordinasi perencanaan.

g. Menyusun laporan hasil rapat koordinasi dan membuat laporan kemajuan pekerjaan manajemen konstruksi.

h. Melakukan revisi atas master schedule, monitoring terhadap milestone schedule, dan menyiapkan jadwal konstruksi sebelum penawaran

(27)

2.4.2. Peran dan Tanggung jawab Managemen Konstruksi dalam Tahap Pelelangan

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan kontraktor yang akan mengerjakan proyek konstruksi.

Peran dan tanggung jawab manajemen konstruksi dalam tahap pelelangan berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 332/KPTS/M/2002 adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan prakualifikasi calon peserta lelang bersama pemilik proyek, kecuali untuk kontraktor yang sudah memiliki sertifikat badan usaha (UUJK 18/1999). Tujuan prakualifikasi adalah menyeleksi dan mendapatkan rekanan mampu yang akan ikut pelelangan selama pelaksanaan proyek, dan prakualifikasi dilaksanakan dengan proses sebagai berikut :

a. Calon rekanan mengisi daftar isian prakualifikasi yang memuat antara lain :

- Data umum (nama perusahaan, alamat kantor perusahaan, nama pemilik perusahaan, akte pendirian perusahaan, surat izin usaha)

- Data keuangan (nomor pokok wajib pajak, susunan pemilikan madal/saham, referensi dari bank yang ditetapkan menteri keuangan, kekayaan bersih perusahaan, modal usaha untuk membiayai proyek)

- Data personil organisasi perusahaan serta daftar personil pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknik yang memuat; nama, umur, jabatan, pendidikan, keahlian/profesi, pengalaman kerja

(28)

- Data pengalaman perusahaan : Nama pekerjaan/proyek yang pernah dilaksanakan, lokasi, nama dan alamat pemberi tugas, tanggal dan nomor kontrak, nilai kontrak, waktu pelaksanaan kontrak, waktu pelaksanaan realisasi

b. Konsultan manajemen konstruksi menilai kemampuan calon rekanan berdasarkan daftar isian prakualifikasi tersebut di atas, dan kemudian membuat daftar rekanan mampu (DRM) yang memuat :

- Nama dan alamat calon rekanan - Klasifikasi calon rekanan - Bidang/disiplin

- Spesialisasi/sub disiplinan

2. Mengadakan rapat persiapan lelang (pre-tender meeting) bersama konsultan perencana dan pemilik proyek.

Tujuan rapat persiapan lelang adalah untuk memeriksa kelengkapan dokumen lelang dan penjelasan-penjelasannya (addendum-addendum).

3. Mengusulkan daftar calon rekanan yang akan diundang lelang.

Usulan calon rekanan yang akan diundang lelang berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :

a. Besarnya nilai paket pekerjaan yang akan dilelang b. Kualifikasi calon rekanan

c. Domisili calon rekanan

(29)

Ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh semua peserta lelang dalam mengajukan penawaran untuk kontrak lump-sump, adalah sebagai berikut :

a. Bill of Quantity (BQ) tersebut tidak boleh diubah, kecuali ada ketentuan lain.

b. Bill of Quantity (BQ) harus diteliti lagi oleh peserta lelang dan apabila ada perbedaan peserta lelang hanya diperbolehkan menyesuaikan dalam harga satuan pekerja. c. Bill of Quantity (BQ) hanya mengikat dalam pengajuan penawaran (tender) dan tidak

mengikat dala pelaksanaan, artinya pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan gambar lelang tanpa ada perubahan biaya meskipun volume sesuai gambar lelang berbeda dengan volume dalam BQ karena sifat kontrak adalah lump sum

5. Mengadakan rapat penjelasan lelang (aanwijzing) bersama konsultan perencana dan pemilik proyek.

Pada prinsipnya isi rapat penjelasan lelang tersebuat meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Penentuan dan penjelasan mengenai :

- Jangka waktu pelaksanaan - Jaminan penawaran

- Masa berlakunya penawaran

- Cara mengajukan penawaran berikut dokumen-dokumen yang harus dilampirkan - Persyaratan umum dan administrasi

- Lingkup dan batasan paket pekerjaan - Persyaratan teknis

- Gambar-gambar lelang

(30)

- Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum jelas b. Peninjauan ke tempat (site) :

- Kondisi tempat

- Hambatan-hambatan yang ada 6. Menyiapkan dokumen lelang

Dokumen lelang antara lain terdiri dari :

a. Rencana kerja dan syarat-syarat (persyaratan umum dan teknis) b. Gambar lelang

c. Berita acara rapat penjelasan lelang

d. Addenda yang dikeluarkan sebelum penawaran yang sifatnya mengikat e. Perincian jenis pekerjaan dan volume (Bill of Quantity)

7. Membuat perhitungan biaya pasti untuk setiap paket pekerjaan yang akan dipakai sebagai dasar evaluasi penawaran peserta lelang.

Dasar perhitungan biaya pasti adalah sebagai berikut : a. Dokumen lelang

b. Kondisi site

c. Metode pelaksanaan

d. Sumber daya (material, peralatan, dan tenaga) e. Analisa harga satuan pekerjaan

f. Kondisi pasar industri konstruksi g. Jadwal pelaksanaan

(31)

i. Biaya umum

j. Keuntungan kontraktor k. Pajak-pajak

8. Melaksanakan evaluasi setiap paket lelang dan memberikan rekomendasi kepada pemilik proyek dalam penentuan pemenang lelang.

a. Evaluasi penawaran peserta lelang didasarkan pada : - Harga penawaran total

- Kesalahan hasil perkalian dan penjumlahan - Perhitungan harga satuan pekerjaan

- Peralatan yang akan digunakan - Jadwal pelaksanaan

- Kelengkapan lampiran surat penawaran (misalnya : brosur, metode pelaksanaan) b. Rekomendasi pemenang lelang didasarkan pada:

- Penawaran dengan harga wajar dan secara teknis dapat dipertanggung-jawabkan - Resiko-resiko yang harus dihadapi oleh pemilik proyek dikemudian hari

9. Menyiapkan dokumen kontrak antara pemilik dan kontraktor pemenang lelang Dokumen kontrak terdiri dari :

a. Surat perjanjian

b. Rencana kerja dan syarat-syarat (persyaratan umum dan teknis) c. Gambar kontrak

(32)

f. Berita acara rapat penjelasan dan addenda

g. Surat penawaran kontraktor beserta lampiran-lampirannya h. Surat pelulusan pekerjaan

i. Surat perintah kerja

Hal lain yang harus disiapkan manajemen konstruksi pada tahap pelelangan adalah metode pelaksanaan konstruksi secara detail setiap pekerjaannya.

2.4.3. Peran dan Tanggung jawab Managemen Konstruksi dalam Tahap Pelaksanaan Konstruksi

Tujuan pada tahap ini adalah mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya, waktu yang sudah disepakati, serta dengan mutu yang telah disyaratkan.

Kegiatan Manajemen Konstruksi pada tahap pelaksanaan proyek berdasarkan kontrak CMAA:

1. Manajemen Proyek

a. Manajemen lapangan dan prosedur komunikasi pada tahap konstruksi b. Rapat lapangan proyek

c. Koordinasi atas konsultan-konsultan mandiri d. Penyelesaian pokok

e. Penyelesaian akhir

f. Review atas permintaan perubahan atas waktu dan biaya kontrak g. Material untuk operasi dan pemeliharaan

(33)

a. Master schedule

b. Schedule konstruksi dari kontraktor c. Review ketepatan schedule

d. Review manajemen konstruksi atas permintaan perpanjangan waktu e. Perbaikan schedule

3. Manajemen Biaya

a. Alokasi biaya pada schedule konstruksi dari kontraktor b. Pengawasan atas order perubahan/change order

c. Rapat lapangan proyek d. Pencatatan biaya 4. Manajemen Informasi

a. Laporan pemeliharaan schedule b. Laporan biaya proyek

c. Revisi biaya proyek dan konstruksi d. Laporan cash flow

e. Laporan pembayaran atas kemajuan pelaksanaan f. Laporan order perubahan

g. Laporan program K3 dari kontraktor

(34)

Tabel 2.2. Peran Manajemen Konstruksi pada Tahap Pelaksanaan No Jenis Pekerjaan / Kegiatan Tugas dan Tanggung Jawab Manajemen

Konstruksi

1 Contracts-Construction (kontrak) Mempersiapkan dokumen kontrak 2 Rapat Pre-Construction (rapat sebelum

pelaksanaan proyek)

Mengatur, memimpin dan mencatat hasil rapat 3 Rapat Bulanan Proyek Mengatur, memimpin dan mencatat hasil rapat 4 Rapat Bulanan Team Mengatur, memimpin dan mencatat hasil rapat 5 Asuransi dan Kompensasi Tenaga

Kerja (Workmens Compensation)

Memberi arahan, memonitor dan menyimpan dokumen perjanjian

6 Pemasukan Dokumen (Submitals),

Shop Drawing dan Sampels (contoh)

Mengkoordinasikan, mengirim dan mereview 7 Penjadwalan aktifitas pelaksanaan

pekerjaan jangka pendek

Menyiapkan, memonitor, menetapkan, menyetujui jadwal yang disusun oleh kontraktor

8 Penyusunan Schedule acuan Menyiapkan 9 Pekerjaan penunjang pelaksanaan

proyek

Merekomendasikan dan menyarankan 10 Pengamanan lapangan Memberi masukan dan membuat perencanaan

11 Site facilities (Field layout) Mengkoordinasikan, memeriksa tentang kepraktisan tempat yang akan digunakan

12 Temporary facilities Mencatat kebutuhan akan fasilitas tersebut, merencanakan dan mengkoordinasikan

13 Rapat mingguan pekerjaan Mengorganisasikan, memimpin dan mencatat hasil rapat

14 Metode konstruksi, prosedur pelaksanaan pekerjaan

Memperhatikan dan meneliti 15 Pengkoordinasian kontraktor Membuat rencana koordinasi 16 Laporan kondisi lapangan Menyiapkan dan mereview

17 Keamanan lapangan dan pekerjaan Memperhatikan dan membuat laporan sistem pengamanan lapangan

18 Permintaan pembayaran Mereview/memeriksa, menyetujui proses pembayaran

19 Menghindari hukum gadai/ganti rugi Mengkoordinasikan, memeriksa dan menyusun strategi untuk menghadapinya

20 Change Order Mereview (memeriksa), menyetujui proses pembayaran

21 Quality Control Memeriksa, mengevaluasi dan melaporkan 22 Test lapangan Menyusun dan mengkoordinasikan 23 Pelaksanaan pekerjaan Memonitor dan memotivasi

24 Equipment (pembelian oleh owner) Mengkoordinasikan, menjadwalkan, installation

dan start up

25 Penerimaan equipment Mengkoordinasikan pengirimana di lapangan, mengatur penyimpanannya

(35)

2.5. K3 dalam Manajemen Konstruksi

Dalam sektor industri konstruksi faktor keselamatan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja dari sebuah proyek. Pengabaian faktor tersebut terbukti mengakibatkan tingginya angka kecelakaan kerja yang berakibat fatal terhadap kesejahteraan pekerja dan proyek secara keseluruhan.

Dengan melaksanakan langkah-langkah peningkatan tingkat keselamatan kerja, sebuah perusahaan dapat mengurangi penderitaan pekerja yang menjadi korban kecelakaan, mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang akan dilakukan, merumuskan perencanaan faktor kecelakaan, membuat skala prioritas untuk alokasi sumber daya yang akan digunakan, menyediakan bukti-bukti dokumentasi, juga mengurangi resiko kehilangan dalam hal keuangan (Green, 1998)

Menurut Mochtar (2003), perancangan keselamatan kerja pada proyek adalah : A. Untuk mencegah kecelakaan; tindakan yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi

bahaya yang paling mungkin terjadi, selanjutnya merencanakan metode pemecahannya, dan pada akhirnya melakukan prosedur yang ditetapkan untuk mencegah kecelakaan. Disamping ketiga hal di atas, pengalaman juga merupakan tahapan awal yang sangat berharga.

B. Tahapan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk menunjang keselamatan kerja: - Menugaskan personel keselamatan kerja

- Membuat fasilitas pertolongan pertama yang nyaman dan memadai - Perlakuan yang istimewa terhadap pekerja baru

(36)

- Pemberian demo dan pembahasan tentang keselamatan kerja secara berkala

- Pemasangan poster mengenai keselamatan, membuat kartu instruksi tentang keselamatan, pemasangan tanda-tanda peringatan, atau bahkan pemasangan pengumuman tentang record kecelakaan kerja

- Rapat tentang keselamatan secara periodic

- Perlakuan yang khusus terhadap kecelakaan akibat kebakaran - Inspeksi keselamatan kerja secara periodoik

Pemahaman manajemen K3 adalah: aspek-aspek dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dilakukan pada saat pelaksanaan proyek sebagai perlindungan keselamatan terhadap para pekerja proyek, orang di sekitar proyek dan proyek itu sendiri.

Aspek manajemen K3 pada tahap pelaksanaan proyek: 1. Program Pengendalian K3

2. Pengamatan dan Pelaporan

3. Penggunaan Alat Pelindung (kepala, kaki, tangan, kulit, mata dan pernafasan) 4. Ketersedian instalasi pemadam kebakaran

5. Pendaftaran proyek ke Depnaker setempat 6. Pendaftaran dan pembayaran ASTEK 7. Ijin dari pihak terkait

(37)

11. Penggunanan scaffolding 12. Penggunaan tangga sementara 13. Drainase

14. Penataan sirkulasi kenderaan dalam proyek 15. Penggunaan rambu bahaya

16. Ketersediaan fasilitas pekerja

17. Pengumpulan, pembuangan, penampungan dan pengangkutan sampah 18. Terjadinya kecelakaan, investigasi dan upaya evakuasi kecelakaan 19. Pemilihan dan perubahan metode pelaksanaan.

Dalam penerapan kebijakan sistem manajemen K3 berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Permennaker No. 05/MEN/1996, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

a. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan system manajemen K3

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3

c. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.

d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

(38)

Untuk menjamin bahwa sistem manajemen K3 dilaksanakan dengan baik, pengawas dari Dep. Ketenagakerjaan melaksanakan asesmen yang antara lain meliputi : a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen K3,

b. Strategi dokumentasi dan pengendalian dokumen, c. Keamanan kerja dan standart pemantauan,

d. Pelaporan dan perbaikan kekurangan, e. Pengumpulan dan pemanfaatan data,

f. Peningkatan kesadaran dan pelatihan karyawan/SDM.

Sertifikat yang menyatakan suatu perusahaan/kegiatan ekonomi telah menerapkan SMK3 dengan benar dan baik diterbitkan oleh pihak berwenang (Depnaker) dan berlaku untuk 3 tahun. Selain itu, untuk menjamin konsistensi SMK3, dilaksanakan audit berkala oleh petugas berwenang.

Menurut Mochtar (2003), Program K3 pada suatu perusahaan harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Program tertulis harus mencakup : - Organisasi keselamatan kerja

- Pelatihan dan program perlindungan karyawan - Pelatihan pertolongan pertama

- Program pencegahan kebakaran - Inspeksi di lapangan tempat bekerja

(39)

- Untuk menunjang para supervisor terhadap perencanaan keselamatan kerja

- Untuk memberikan pelajaran yang tepat terhadap pekerja bagaimana melakukan tugasnya dengan benar

- Bekerjasama dengan pemerintah mengenai keselamata kerja

3. Peraturan adalah sebuah alat yang penting, namun mental dan sikap dari para pekerja adalah hal yang lebih penting untuk diperhatikan, baik itu dari segi tanggung jawab terhadap pekerjaan ataupun keinginan akan keselamatan dirinya sendiri.

4. Rencana pencegahan kecelakaan untuk tiap proyek yang dilaksanakan

5. Personel program K3 bertanggung jawab terhadap perencanaan keselamatan kerja di proyek, pelatihan K3, distribusi dan penggunaan alat-alat K3, peningkatan fasilitas pertolongan pertama, serta inspeksi dari pekerjaan yang berlangsung di lapangan. 6. Pertemuan/rapat antara supervisor daiadakan secara berkala dengan batas waktu yang

ditentukan akan dapat meningkatkan efektifitas program K3.

Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dalam manajemen K3, manajer konstruksi harus :

1. Menggunakan teknik manajemen resiko dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi potensial bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dalam suatu proyek,

(40)

3. Mengikuti program asuransi dengan batas wajar, untuk meringankan biaya premi, 4. Menyesuaikan tindakan safety sesuai dengan perjanjian kontrak dengan owner,

5. Mensyaratkan setiap kontraktor untuk membuat dan menyerahkan rencana safety sesuai dengan standar yang ditentukan, misalnya OSHA (The Occupational Safety and Health),

6. Menyepakati bahwa team akan melakukan pendekatan safety, sesuai dengan persyaratan,

7. Mendokumentasikan tindakan 1 sampai 6 sebagai Safety Management Plan, yang menjadi bagian dari Construction Management Project Plan

Menurut Synnett (1996), Enam kunci dasar meningkatkan safety dan menahan pengeluaran biaya konpensasi pekerja yang harus dilakukan perusahaan adalah;

1. Komitmen manajemen adalah suatu konsep yang hampir bersinonim dengan sukses keselamatan kerja

2. Ketika digunakan dengan benar, tujuan dari keselamatan setiap tahun bisa merupakan suatu alat luar biasa dalam mengurangi kecelakaan di tempat kerja

3. Para manajer harus bersungguh-sungguh untuk melindungi pokok keselamatan dengan karyawan

4. Perekrutan yang efektif dari prosedur orientasi adalah hal yang penting

5. Perusahaan harus dapat melakukan praktek manajemen ganti rugi pekerja secara efektif

(41)

Benefit K3 dari segi ekonomi; (Krisna Mochtar, 2003) - Penghematan biaya tak terduga

- Berpengaruh terhadap moral dan motivasi dari tenaga kerja, sehingga dapat menciptakan peningkatan produktivitas pekerjaan

- Mengurangi biaya asuransi

- Akan menurunkan total biaya penawaran, sehingga dapat memenangkan banyak proyek

- Peningkatan reputasi sehingga dapat memberikan suatu image yang baik pada pasar Perusahaan perlu secara rutin meninjau ulang dan terus menerus meningkatkan SMK3 dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Dengan demikian sistem manajemen perusahaan akan berjalan konsisten, efisien dan efektif, meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan, kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan, investasi dalam meminimalkan kerugian yang lebih besar dan passport to global market.

2.6. Faktor-faktor Pengaruh Tingkat Pemahaman Manajer Konstruksi

(42)

Pemahaman merupakan proses psikologis yang berhubungan dengan suatu konsep, memberikan reaksi yang tepat terhadap suatu objek (dikutip dari 2012)

Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan (Purwanto, 1997).

Pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan.

2.6.1. Faktor Pendidikan

Faktor Pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Pendidikan merupakan prasarat bagi kemampuan seorang karyawan untuk memperbaiki kualitasnya yaitu kualitas menjalankan tugasnya. Faktor pendidikan juga berpengaruh dalam meningkatkan kedisiplinan seseorang, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi daya analisanya sehingga pada akhirnya akan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya (Oktaviani, 2009)

(43)

persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai tujuan (Ranupanjoyo dan Husnan, 1995).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri kepribadian, kecerdasan ahklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim, 2008).

Pendidikan dapat menggambarkan besarnya pengaruh sikap dan prilaku dalam perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasinya dalam mengerjakan aktivitasnya. Pendidikan merupakan salah satu kekuatan social yang ikut dibentuk dan membentuk masa depan manusia dengan sendirinya sehingga pendidikan juga ikut berpengaruh dalam kedisplinan karyawan (Oktaviani, 2009).

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam perkembangannya menuju tingkat kedewasaannya (Fattah, 2001).

Pengertian tersebut menggambarkan pendidikan bukan hanya mempersiapkan masa depan agar lebih cerah saja, melainkan untuk membantu setiap individu mengembangkan faktor psikisnya menuju tingkat kedewasaan.

(44)

2.6.2. Faktor Masa Kerja

Menurut Nitisemito (1996) senioritas atau sering disebut dengan istilah “length of service” atau masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masa kerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan ketrampilan yang muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Masa kerja seseorang berkaitan dengan pengalaman kerjanya. Karyawan yang telah lama bekerja pada perusahaan tertentu telah mempunyai berbagai pengalaman yang berkaitan dengan bidangnya masing-masing, dalam melaksanakan kerja sehari-harinya karyawan menerima berbagai input mengenai pelaksanaan kerja dan berusaha untuk memecahkan berbagai persoalan yang timbul, sehingga dalam segala hal kehidupan karyawan menerima informasi atau sebagai pelaku segala kegiatan yang mereka lakukan. Maka karyawan tersebut telah memperoleh pengalaman kerja.

Dalam hubungannya dengan pengalaman kerja, Dessler (1997) menyatakan untuk membantu karyawan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi promosi mereka menuntut penilaian yang berorientasi karir.

(45)

kerja adalah bahwa masa kerja ditentukan oleh rentang waktu, sehingga masa kerja ditentukan oleh waktu dimana mereka mulai bekerja.

2.7. Keberhasilan Proyek

Suatu survey di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Construction Industry Institute (CII) pada proyek kerjasama menemukan bahwa kepercayaan sebagai suatu faktor kunci sukses proyek kemitraan (Crane et al, 1997)

Penyelesaian suatu proyek, tidak lantas dapat begitu saja dikatakan bahwa manajemen proyek sukses atau berhasil.

Definisi manajemen proyek sukses yang digunakan sejak dua puluh tahun yang lampau adalah jika proyek telah mencapai tujuan-tujuan proyek (Kerzner, 2006), yaitu: - Dalam waktu

- Dalam biaya

- Pada level performa/teknologi yang diinginkan

- Menggunakan sumber daya yang ditentukan secara efektif dan efisien - Diterima oleh pelanggan

Seiring dengan kompleksitas proyek, dewasa ini, definisi proyek sukses telah dimodifikasi, dimana mencakup penyelesaian (Kerzner, 2006):

- Dalam periode waktu yang dialokasikan - Dalam biaya yang dianggarkan

(46)

- Dengan perubahan lingkup yang minimum dan atas persetujuan satu sama lain - Tanpa mengganggu alur kerja utama organisasi

- Tanpa mengubah budaya perusahaan

Keberhasilan kontraktor dan manajer proyeknya biasanya akan dinilai menurut seberapa baik mereka mencapai tiga tujuan utama (primary) (Lock, 2008), yaitu:

1. Penyelesaian proyek dalam anggaran biaya;

2. Proyek diselesaikan dan diarahkan ke pelanggan tepat waktu;

3. Performa baik, dimana persyaratan seluruh aspek proyek telah diselesaikan menurut spesifikasi proyek dari pelanggan.

Faktor-faktor penting untuk mencapai ketiga tujuan tersebut meliputi sebagai berikut (Lock, 2007):

- Definisi proyek yang baik dan kasus bisnis yang baik - Pemilihan strategi proyek yang sesuai/tepat

- Dukungan yang kuat untuk proyek dan manajernya dari manajemen yang lebih tinggi - Ketersediaan cukup dana dan sumber daya lain

- Pengendalian perubahan oleh perusahaan terhadap proyek resmi - Kompetensi teknik

- Budaya mutu yang baik dalam keseluruhan organisasi - Struktur organisasi yang cocok

- Kepedulian yang tepat akan kesehatan dan keselamatan kerja setiap orang yang berhubungan dengan proyek

(47)

- Staf yang memiliki motivasi yang baik - Pemecahan konflik dengan cepat dan adil

Keberhasilan proyek dapat tercapai jika sasaran yang dicapai jelas, menggunakan metodologi yang tepat dan pelaksana yang profesional, anggaran yang realistis, target waktu yang pasti, team yang terkoordinir dan termotivasi dengan baik, komunikasi yang baik antar pihak, pengambilan keputusan yang jelas, perencanaan yang fleksibel tetapi terarah sehingga dapat mengakomodasikan sesuatu yang terjadi di luar perencanaan, pemilihan kontraktor dan supllier yang profesional.

Tujuan proyek yang ingin dicapai oleh pemilik proyek adalah proyek tersebut dapat diselesaikan oleh kontraktor selaku pelaksana pembangunan dengan biaya yang sesuai anggaran dan kualitas yang sesuai. Kesuksesan proyek adalah tujuan dari semua pihak yang terlibat dalam proyek.

Chan (2002), keberhasilan proyek dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yaitu waktu, biaya, mutu, kepuasan dari pemilik, kepuasan desainer, kepuasan kontraktor, fungsional, dan project variations.

(48)

konstruksi yaitu memenuhi jadwal pelaksanaan proyek, meminimkan biaya pelaksanaan proyek sehingga tercapai profit seperti yang sudah direncanakan, kualitas yang dihasilkan sesuai persyaratan, meminimkan peristiwa-peristiwa yang tidak terduga selam proyek berlangsung.

Kriteria sukses proyek konstruksi menurut David James Bryde and Lynne Robinson (2005) :

- Meminimalisasikan biaya proyek (minimizing project cost)

- Memuaskan/memenuhi kebutuhan konsumen (satisfying the customer’s needs) - Meminimalisasi waktu proyek (minimizing the project duration)

- Spesifikasi teknik (meeting the technical specification)

- Memuaskan/memenuhi kebutuhan kontraktor (satisfying the need of stakeholder’s)

2.7.1. Faktor-faktor Keberhasilan Proyek

Dalam sebuah proyek yang diorientasikan pada lingkungan kerja yang terdiri dari kegiatan antar multi disiplin yang sangat komplek, peran tim sangat penting. Mempertahankan hubungan tim yang baik, dengan menjaga emosi positif dalam lingkungan proyek, menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dan menempatkan pekerja yang tepat, menjadi pendukung keberhasilan proyek.

Keberhasilan suatu proyek bergantung pada kinerja tim proyek. Kinerja tim proyek bergantung pada keahlian tim proyek, klien, pimpinan tim desain, dan pimpinan tim konstruksi (Chan, 2002).

(49)

pekerjaannya. Kinerja yang dicapai karyawan pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi atau perusahaan.

Cicmil (2005) menyatakan bahwa keberhasilan dalam praktek multidisiplin tergantung pada sosialisasi anggota proyek dalam proyek-proyek yang berbeda serta kualitas interaksi antar anggota tim.

Sedangkan menurut Lu, et al (2007), faktor keberhasilan adalah ketrampilan menghasilkan produk dan jasa yang kompleks, bukan tanpa tantangan melainkan pada tingkat kelompok, adalah penting membuat pemahaman bersama, menentukan aturan untuk pengambilan keputusan dan memfasilitasi interaksi sedemikian rupa sehingga menjadi kerjasama yang efektif.

Kaotsikori (2008) menyatakan bahwa komunikasi termasuk perilaku seperti berbagi informasi, dan pemahaman antar orang yang terlibat, menjaga perilaku dengan fokus mengembangkan dan memelihara hubungan kerja sama antara anggota kelompok adalah penting dalam keberhasilan proyek.

Menurut Kerzner (1999), kriteria keberhasilan proyek adalah sesuai dengan waktu, biaya, dan kinerja. Gagasan ini juga dikemukakan oleh Nurick, et al (1999) bahwa variabel yang berhubungan dengan tugas adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi hasil tugasnya seperti kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya secara tepat waktu dan tepat biaya (on budget).

2.7.1.1. Faktor Biaya

(50)

Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan, yaitu biaya material/bahan, biaya pekerja/upah dan biaya peralatan. Biaya tak langsung adalah semua biaya proyek yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi di lapangan tetapi biaya ini harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut (Nugraha et al.,1986). Yang termasuk dalam biaya tak langsung adalah biaya overhead, biaya tak terduga (contigencies), keuntungan/profit, pajak dan lainnya.

Faktor biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanam oleh pemilik. Fluktuasi pembiayaan suatu proyek konstruksi juga tidak terlepas dari pengaruh sistem ekonomi umum berupa kenaikan harga material, peralatan dan upah akibat inflasi, kenaikan biaya akibat pengembangan bunga bank.

(51)

Menurut Asiyanto (2005), biaya konstruksi memiliki unsur utama dan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pengendalian. Unsur utama dari biaya konstruksi adalah :

- Biaya material - Biaya upah - Biaya alat

Manajemen biaya proyek termasuk di dalamnya adalah proses yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa proyek dapat diselesaikan sesuai dengan budget yang telah disepakati.

Pengendalian biaya (cost control) terhadap biaya-biaya pengeluaran proyek dimulai dari tahap awal sampai dengan akhir pelaksanaan proyek agar tidak terjadi pembengkakan biaya proyek sehingga kedua belah pihak dapat diuntungkan. Pengendalian biaya merupakan suatu aktivitas yang membandingkan antara biaya yang terjadi dengan biaya rencana, melakukan penyesuaian secara dinamis terhadap setiap perubahan keadaan pada lingkup permasalahan keuangan suatu proyek (Hughes, 1991).

Pengendalian biaya yaitu mengusahakan agar pengeluaran biaya sesuai dengan perencanaan, berupa anggaran yang telah ditetapkan (Soeharto, 2001).

Kinerja biaya proyek adalah perbandingan antara nilai anggaran untuk mencapai nilai kumulatif kemajuan proyek yang dicapai dengan biaya sesungguhnya untuk prestasi tersebut (Lembaga Manajemen PPM,2010)

(52)

2.7.1.2. Faktor Waktu

Jadwal waktu proyek merupakan alat yang dapat menunjukkan kapan berlangsungnya setiap kegiatan, sehingga dapat digunakan pada waktu merencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk pengendalian pelaksanan profesional secara keseluruhan (Dipohusodo, 1996).

Manajemen waktu proyek adalah proses merencanakan, menyusun dan mengendalikan jadwal kegiatan proyek. Manajemen waktu termasuk ke dalam proses yang akan diperlukan untuk memastikan waktu penyelesaian suatu proyek. Sistem manajemen waktu berpusat pada berjalan atau tidaknya perencanaan dan penjadwalan proyek. Dimana dalam perencanaan dan penjadwalan tersebut telah disediakan pedoman yang spesifik untuk menyelesaikan aktivitas proyek dengan lebih cepat dan efisien (Clough dan Scars, 1991).

(53)

berikut:

(Sumber : Clough dan Scars, 1991)

Gambar 2.6. Sistem Manajemen Waktu

Adapun langkah-langkah dalam menentukan penjadwalan proyek, yaitu (Soeharto, 1999):

1. Identifikasi aktivitas

2. Penyusunan urutan kegiatan 3. Perkiraan kurun waktu 4. Penyusunan jadwal.

Langkah yang dilakukan dalam mengukur dan membuat laporan kemajuan proyek, yaitu (Soeharto, 1999):

1. Mengukur dan mencatat hasil kerja 2. Mencatat pemakaian sumber daya

Menentukan penjadwalan

Mengukur dan membuat laporan kemajuan

Membandingkan kemajuan di lapangan dengan penjadwalan

Menentukan akibat yang ditimbulkan pada akhir penyelesaian

Merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat tersebut

(54)

4. Mencatat kinerja dan produktivitas

Langkah-langkah dalam membandingkan kemajuan di lapangan dengan penjadwalan :

1. Membandingkan secara berkala perencanaan kemajuan proyek dengan kenyataan di lapangan

2. Menentukan akibat/pengaruh yang terjadi pada tanggal penyelesaian dan pada sasaran waktu/tanggal-tanggal penting (milestone) proyek (setelah menerima laporan hasil perbandingan)

3. Memeriksa kemungkinan munculnya jalur kritis baru.

Apabila hasil analisis menunjukkan adanya akibat yang ditimbulkan pada akhir penyelesaian, maka langkah-langkah pembetulannya adalah:

1. Realokasi sumber daya

2. Menambah jumlah tenaga kerja 3. Jadwal alternatif (lembur)

4. Membagi-bagi pekerjaan kepada subkontraktor 5. Merubah metode kerja

6. Work splitting (pembagian pekerjaan dengan durasi yang lama)

Tindakan yang perlu dilakukan dalam memperbaharui penjadwalan proyek, yaitu: 1. Perhitungan float dari setiap aktivitas dari jadwal yang baru

2. Perhitungan project completion date jadwal yang baru

(55)

Kinerja waktu proyek adalah perbandingan antara nilai anggaran kumulatif kemajuan proyek yang dicapai dengan nilai anggaran kumulatif kemajuan proyek yang direncanakan (Lembaga Manajemen PPM, 2010)

Kinerja waktu dimasukkan dalam kategori berhasil jika waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek sama atau lebih kecil dari rencana.

2.8. Kinerja

Dalam perkembangan dunia konstruksi yang semakin kompetitif, perusahaan membutuhkan Manajer Konstruksi yang memiliki kinerja yang maksimal. Menurut Mangkunegara (2007), Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

Irawan (2000) menyatakan bahwa Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur. Sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah ditentukan.

Selanjutnya Rivai (2006) menyatakan bahwa, Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisai secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.

(56)

tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa kinerja organisasi mensyaratkan strategi, lingkungan, teknologi, dan budaya oranisasi bersatu. Kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini seorang Manajer Konstruksi harus memiliki kinerja yang tinggi agar tercapai keberhasilan dalam pelaksanaan suatu proyek.

2.8.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Wexley dan Yuki (2000) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain adalah disiplin kerja dan motivasi. Disiplin kerja diperlukan untuk menghasilkan kinerja yang bagus, dengan disiplin pegawai akan berusaha untuk melakukan pekerjaan semaksimal mungkin dan kinerja yang dihasilkan menjadi lebih bagus. Motivasi akan mendorong pegawai untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin, dan semakin tinggi motivasi seorang pegawai maka semakin tinggi pula kinerjanya.

Menurut Mangkunegara (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah :

(57)

dimilik karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima.

b. Ketrampilan (skill), kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimilik karyawan. Seperti ketrampilan konseptual (conceptual skill), ketrampilan manusia (human skill), dan ketrampilan teknik (technical skill).

c. Kemampuan (ability), kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimilik seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.

d. Motivasi (motivation), suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaliknya jika mereka bersikap negatif akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.

Untuk meningkatkan kinerja, manajemen harus menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan. Para pekerja harus memiliki peralatan, instruksi, material dan perlengkapan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Para pekerja harus diberi akses ke tempat kerja dan dibebaskan dari pengaruh tim kerja yang lain jika diinginkan kinerja yang tinggi. Manajemen bertanggung jawab atas terlaksananya hal-hal tersebut (Maloney, 1990).

2.8.2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

(58)

Menurut Notoatmodjo (2003), manfaat penilaian kinerja dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut:

1. Peningkatan prestasi kerja

Dengan adanya penilaian kinerja, baik pimpinan maupun pegawai memperoleh umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya.

2. Kesempatan kerja yang adil

Dengan adanya penilaian kerja yang akurat akan menjamin setiap pegawai akan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. 3. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan pengembangan

Melalui penilaian kinerja akan dideteksi pegawai-pegawai yang kemampuannya rendah, dan kemudian memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai tersebut.

4. Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja dapat membantu para pimpinan untuk mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus, dan sebagainya.

5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi

Hasil penelitian kinerja terhadap pegawai dapat digunakan untuk mengambil keputusan mempromosikan pegawai yang berprestasi baik, dan demosi untuk pegawai yang berprestasi jelek.

6. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan

(59)

7. Penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi

Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai proses rekruitmen dan seleksi pegawai yang telah lalu. Kinerja yang sangat rendah bagi pegawai baru adalah mencerminkan adanya penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus P-D-C-A
Gambar 2.2. Elemen Kunci Sistem Manajemen K3
gambar berikut;
Tabel 2.1 Tujuan dan motivasi sasaran proyek
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui gejala kerusakan dengan mengidentifikasi alat peraga ac tersebut, mengetahui pengaruh variasi massa refrigerant

Dalam rangka persiapan dan juga koordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri Slowakia terkait dengan pelaksanaan FKB ke-IV di Jakarta pada tahun 2015, KBRI telah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kejadian DRP’s ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan dosis dan interaksi obat pada pasien hipertensi geriatri di Instalasi

Pengujian terhadap sistem ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan penempatan arrester yang optimal terhadap tegangan lebih transien pada transformator daya

Kapasitas lentur balok beton berserat kawat baja yang dipasang tulangan tekan masih lebih tinggi dibandingkan kapasitas balok tanpa menggunakan tulangan tekan pada

Berdasarkan pernyataan diatas maka pemanfaatan cairan rumen sapi dapat digunakan sebagai salah satu starter pengomposan kertas bekas dan limbah organik rumah

Perawatan tali pusat di Puskesmas Panjatan 1 Kulonprogo menggunakan prinsip bersih dan kering tanpa diberikan ramuan apapun, hal tersebut selalu dilakukan oleh ibu

UJI APLIKASI BEBERAPA TEKNIK PENGOMPOSAN BULU AYAM PADA TANAMAN PAKCOY.. (Brassica rapa var. chinensis) DI MEDIA CAMPURAN