ARTIKEL Judul
BULAN SABIT DI KOTA SEMARAPURA (STUDI TENTANG LATAR BELAKANG MASUKNYA ISLAM DI KAMPUNG LEBAH, KLUNGKUNG, BALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER
BELAJAR SEJARAH LOKAL DI SMA)
Oleh : Rini Anggraini, Nim 1214021012
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
BULAN SABIT DI KOTA SEMARAPURA (STUDI TENTANG LATAR BELAKANG MASUKNYA ISLAM DI KAMPUNG LEBAH, KLUNGKUNG, BALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER
BELAJAR SEJARAH LOKAL DI SMA)
Oleh: Rini Anggraini*, Ketut Sedana Arta, S.Pd, M.Pd..**, Dra. Desak Made Oka Purnawati M.Hum *** Jurusan Pendidikan Sejarah
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: anggrainirini101@yahoo.co.id, sedana.arta@gmail.com, okapurna@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan Latar Belakang Sejarah masuknya Agama Islam di Kampung Lebah Klungkung Bali, (2) Mendeskripsikan Aspek-aspek apa saja dari sejarah Islam di Kampung Lebah Klungkung yang dapat di gunakan sebagai sumber belajar Sejarah di SMA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tahap-tahap; (1) Heuristik (tehnik observasi, tehnik wawancara, dan studi dokumen) (2) Kritik sumber (kritik eksteren dan kritik internal), (3) Interpretasi, (4)Historiografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Latar Belakang Sejarah masuknya Agama Islam di Kampung Lebah Klungkung Bali yaitu Disaat pusat pemerintahan kerajaan Gelgel mengalami kemunduran kemudian pusat kerajaan (pemerintahan) dari Kraton Suecapura (Gelgel) dipindahkan ke Kraton Semarajaya (Klungkung) sekitar tahun 1651-1686 dan sebagian masyarakat muslim yang berada di Suecapura (gelgel) ikut pindah dan diberi tempat di sebelah timur kota Klungkung yang sekarang bernama Kampung Lebah. Aspek-aspek dari sejarah Islam di Kampung Lebah Klungkung yang dapat di gunakan sebagai sumber belajar Sejarah di SMA sebagai berikut: Aspek Historis, Aspek Toleransi, dan Aspek Budaya.
Kata Kunci: Sejarah, Kampung Lebah, Sumber Belajar Sejarah
ABSTRACT
This study aimed (1) to describe the background of Historical background of how Moslem entered Kampung Lebah Klungkung Bali, (2) Describe the aspects of Moslem history in Kampung Lebah Klungkung which can be used as a learning source of History in Senior High School. This study uses a qualitative method by stages; (1) Heuristic (observation techniques, interview techniques, and study documents) (2) source criticsm (external criticsm dan internal criticsm), (3) Interpretation, (4)Historiography.The results showed that, The Historical Background of the entranced of Moslem in Kampung Lebah, Klungkung Bali was while the royal administrative center Gelgel setback, then afterwards the center of the kingdom (government) of Kraton Suecapura (Gelgel) was transferred to the Palace Semarajaya (Klungkung) around 1651- 1686 and most of the Moslem community who were in Suecapura (Gelgel) was also moved and given a place in the east of the town of Klungkung which now called as Kampung Lebah. Aspects of the history of Moslem in Kampung Lebah Klungkung which can be used as a learning resource history in Senior High School are as follows: Historical Aspects, Aspects of Tolerance and Cultural Aspects.
PENDAHULUAN
Bali memiliki penduduk yang sebagian besar beragama Hindu. Nuansa agama Hindu sangat kental di pulau Bali ini. Dibalik kentalnya agama Hindu di pulau Bali ini, terdapat pula beberapa kampung Muslim yang berkembang pesat di Pulau Seribu Pura, sudah ada sejak jaman kerajaan dan tetap eksis sampai sekarang.
Terdapat banyak komunitas muslim yang telah menyejarah atau telah lama menetap di pulau Bali. Meskipun hanya menjadi penduduk mayoritas kedua, namun Muslim di Bali menghadirkan keragaman bagi pulau dewata ini. Pada umumnya mereka membuat suatu pemukiman yang disebut dengan perkampungan Muslim. Di seluruh pelosok negeri yang memiliki mayoritas agama Hindu, terselip berbagai
perkampungan muslim yang berumur
sangat tua dengan segala kultur yang ikut
mewarnai sejarah negeri ini. Istilah
“Kampung’’ di kawasan Bali identik dengan pemukiman Muslim. Sejarah masuknya agama Islam di Bali bukan hal baru terjadi, namun sudah sejak masa kerajaan dahulu. Di berbagai daerah di Bali terdapat perkampungan muslim, seperti di daerah Karangasem, Buleleng, Tabanan, Negara, Badung, Nusa Penida begitu pula di ibukota kerajaan Bali dulu tepatnya Klungkung.
Di Klungkung terdapat beberapa
perkampungan muslim salah satunya
adalah perkampungan muslim yang ada di Kampung Lebah Klungkung, Kampung Islam ini mempunyai keunikan tersendiri, dimana sejarah terbentuknya Kampung Lebah ini sangat erat kaitanya dengan dengan salah satu dari Wali Pitu yang ada di Bali yaitu Raden Modin dan Kiai Jalil. Kampung Lebah ini letaknya sangat strategis di pusat Kerajaan Bali, dekat
dengan Puri Klungkung. Masyarakat
Kampung Lebah sangat mengedepankan toleransi antar umat beragama. Masyarakat di Kampung Lebah adalah masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai
pedagang.
Dari Hasil wawancara dengan
Mohammad Zen pada tanggal 04 Maret
2016, tokoh masyarakat setempat
mengatakan Kampung Lebah berasal dari
kata Lebah yang berasal dari bahasa Bali
yang berarti jatuh atau miring ke bawah. Hal serupa juga disampaikan oleh Ida Dalem Semara Putra (keturunan dari Raja Klungkung) dalam wawancara pada tanggal 8 April 2016. Kampung Lebah berpenduduk sekitar 400 kepala keluarga dan sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai pedagang. Sebagian dari mereka memilih berdagang ke luar kota, dan sisanya lagi memilih berdagang di sekitar kampung mereka.
Berkaitan dengan pendidikan Sejarah, proses masuknya muslim di Bali khususnya di Kabupaten Klungkung bisa digunakan
sebagai sumber belajar sejarah. Ini
berkaitan dengan proses masuknya Islam di Indonesia. Sumber belajar bukan hanya berasal dari buku sumber atau teks, bisa saja menggunakan lingkungan yang ada disekitar siswa. Seperti contohnya di
Kabupaten Klungkung banyak sekali
terdapat komunitas muslim. Komunitas muslim tersebut dapat digunakan sebagai sumber belajar sejarah lokal. (Dhurorudin, 2014:134)
Dalam kurikulum 2013 guru sejarah diberikan peluang dalam memanfaatkan sumber sejarah yang ada di lingkungan
siswa (Widja, 1989:16). Sehingga
pembelajaran sejarah akan semakin
menarik siswa dalam mengikuti pelajaran
sejarah. Kajian tentang keberadaan
komunitas muslim di Klungkung sangat
penting dilakukan karena komunitas
tersebut memiliki kaitan dengan masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia
khususnya di Kabupaten Klungkung. Selain menjadi bukti masuk dan berkembangnya Islam di Klungkung komunitas muslim di Klungkung juga memiliki potensi sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X semester II dalam mata pelajaran sejarah hal ini dapat dilihat pada kurikulum 2013
dengan Kompetensi Dasar (KD)
“Mengidentifikasi karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di
bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini”.
Berdasar pada latar belakang
permasalahan terdapat dua permasalahan yang dikaji pada penelitian ini diantaranya
yaitu: 1) Bagaimana Latar Belakang
Sejarah Masuknya Agama Islam di
Kampung Lebah Klungkung? 2) Aspek –
Aspek Apa Saja Dari Sejarah Islam di Kampung Lebah Klungkung Yang Dapat
Digunakan Sebagai Sumber Belajar
Sejarah di SMA ?
Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan Latar Belakang Sejarah Masuknya Agama Islam di Kampung Lebah
Klungkung. 2) Mendeskripsikan Aspek –
Aspek Dari Sejarah Islam di Kampung Lebah Klungkung Yang Dapat Digunakan Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA.
METODE
Penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif Sejarah yaitu
menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Agar lebih mudah
dalam mengkaji permasalahan yang diteliti,
penelitian ini menggunakan beberapa
metode yang meliputi : (1) Heuristik
mengumpulkan data dengan tekhnik
observasi, wawancara dan studi
pustaka/dokumen (2) Kritik Sumber ini
menyangkut verifikasi sumber yaitu
pengujian mengenai ketepatan atau
kebenaran dari sumber itu dengan cara kritik eksternal dan kritik internal (3)
Interpretasi atau penafsiran, adalah suatu
upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan telah diuji autentisitasnya dan terdapat saling hubungan antara satu dan yang lain dan (4) Historiografi tahapan penyusunan hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengumpulan data dengan
wawancara dan observasi yang
dilaksanakan berkaitan dengan sejarah
Kampung Lebah Klungkung diantaranya, yaitu:
1. Sejarah Masuknya Islam di Kampung Lebah
Berita masuknya Islam di Bali dapat diketahui dari beberapa sumber- sumber lokal maupun sumber-sumber asing. Dari cerita yang turun-temurun yang diceritakan oleh nenek dan kakek serta melalui hasil wawancara dengan beberapa tokoh berikut. Perbekel Desa Kampung Gelgel Sahidin A.Ma, (2016) Saat Dalem Ketut Ngulesir, (Raja Gelgel I) melakukan kunjungan ke Majapahit, pulang dari Majapahit beliau diberikan pengiring atau diiringi istilahnya datang ke Bali dengan pengiring sebanyak 40 orang. Hal ini dapat dikatakan telah terjadi migrasi penduduk karena para pengiring yang berjumlah 40 orang yang berasal dari Tanah Jawa ini diberikanlah tempat tinggal disebelah timur Kerajaan Gelgel dan selanjutnya wilayah ini berkembang menjadi sebuah kampung karena diikuti oleh migrasi kedua yang berjumlah 100 orang muslim.
Dari hasil wawancara dengan Perbekel Desa Kampung Gelgel bapak Sahidin A.Ma, (49 tahun) maka diperoleh informasi bahwa orang-orang Islam pertama datang ke Gelgel (pusat pemerintahan di Bali saja abad ke XIV) ialah sebagai pengiring Dalem (sebutan Raja) dari Majapahit. Sebagai pengiring mereka datang ke Bali
sebanyak 40 orang, pada saat
pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir. Ke 40 orang ini diberikan tempat tinggal di sebelah timur Kerajaan Gelgel. Dalam perkembangan selanjutnya wilayah ini berkembang menjadi sebuah kampung karena diikuti oleh migrasi kedua yang berjumlah 100 pada Abad ke XV orang
muslim. Di dalam buku Muslim Bali,
karangan Dhurorudin Mashad (2014) disebutkan bahwa 100 muslim yang datang pada periode kedua terjadi pada pemerintahan Watu Renggong di Gelgel. 100 orang muslim tersebut dipimpin oleh Dewi Fatimah yang merupakan utusan dari kerajaan Demak. Utusan tersebut
gagal mengislamkan Dalem
Waturenggong kaum muslim anggota ekspedisi yang berjumlah sekitar 100 orang tidak diusir dan justru diberikan mereka memilih tinggal di Bali. Bahkan,
kepada mereka diberikan pelungguhan
pemerintahan kerjaan Gelgel mengalami kemunduran kemudian pusat kerajaan (pemerintahan) dari Kraton Suecapura
(Gelgel) dipindahkan ke Kraton
Smarajaya (Klungkung) sekitar tahun 1651-1686 dan sebagian masyarakat muslim yang berada di Suecapura (Gelgel) ikut pindah dan diberi tempat di sebelah timur kota Klungkung yang sekarang bernama Kampung Lebah.
Komunitas Islam Kampung Lebah dapat eksis sampai saat ini karena Kampung Lebah sangat menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Dalam perkembangannya Kampung Lebah dapat bertahan hingga saat ini yaitu melalui
saluran-saluran Islamisasi. Dari hasil
wawancara dengan Kepala Kampung
Lebah Drs. Ramadlan BZ (51 Tahun), maka diperoleh informasi bahwa Komunitas Islam Kampung Lebah dapat eksis sampai saat
ini karena Kampung Lebah sangat
menjung-jung tinggi toleransi antar umat beragama dan berkembang dan bertahan melalui saluran-saluran Islamisasi seperti saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran pendidikan, saluran kesenian, dan saluran politik, diantaranya sebagai berikut:
1. Saluran Ekonomi Perdagangan. Saluran Ekonomi Perdagangan dapat mengangkat Ekonomi masyarakat, yaitu karena Kampung Lebah terletak di wilayah yang sangat strategis, Kampung Lebah terletak dekat dengan pusat Kota Semarapura. Kampung Lebah terletak disebelah timur dari Puri Klungkung (pusat kota Semarapura) dan berada sangat berdekatan dengan urat nadi
ekonomi yaitu pasar. Letak yang
berdekatan dengan pasar menyebabkan Komunitas Muslim Kampung Lebah ini
mendapatkan keuntungan, dengan
menjadi pedagang di pasar tersebut maka masyarakat muslim Kampung Lebah ini dapat bertahan hidup. Karena
asal masyarakat yang pindah ke
Kampung Lebah memiliki pekerjaan
sebagai pedagang maka dengan
diberikanya tempat disamping pasar
menyebabkan komunitas muslim
Kampung Lebah ini dapat bertahan hingga saat ini, serta masyarakat
Kampung Lebah juga melakukan
perdagangan keluar daerah seperti Karangasem dan Denpasar.
2. Saluran Perkawinan.
Saluran Perkawinan dapat
mengangkat jumlah penduduk Kampung Lebah dengan perkawinan Komunitas Muslim Kampung Lebah ini dapat bertahan di tengah-tengah mayoritas Hindu disebabkan oleh masyarakat muslim di Kampung Lebah ini melakukan perkawinan dengan sesama pemeluk muslim, selain dengan sesama muslim baik dari lingkungan Kampung Lebah maupun dari luar. Masyarakat Kampung
Lebah ada juga yang melakukan
perkawinan lintas agama seperti umat Muslim dan Hindu. Biasanya Laki-laki
dari Kampung Lebah menikahi
perempuan-perempuan non muslim
yang merupakan masyarakat lokal
maupun masyarakat yang berasal dari daerah lain seperti salah satu contohnya yaitu pernikahan Agus Triono (26) dengan Ni Luh Apri Suandayani (25)
dimana Agus Triono merupakan
masyarakat Kampung Lebah dan Ni Luh Apri Suandayani merupakan masyarakat lokal (non muslim). Selain dengan tujuan
melangsungkan keturunannya juga
dengan maksud untuk menyebarkan
Islam dengan cara pernikahan.
Pernikahan lintas agama sudah
berlangsungsejak lama dan masih
dilakukan oleh masyarakat Kampung Lebah sampai saat ini. Dengan demikian masyarakat Kampung Lebah akan terus berkembang sampai saat ini.
3. Saluran Pendidikan.
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun
pondok yang digunakan dan
diselenggarakan oleh guru-guru agama,
kiyai-kiyai dan ulama’-ulama’. Di
pesantren atau pondok itu calon ulama’, guru, dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat
tertentu untuk mengajarkan agama
Islam
.
Saluran Pendidikan dapatmengangkat wawasan masyarakat
Kampung Lebah mendapatkan
pendidikan tentang sejak dini. Beberapa sekolah Islam juga didirikan sejak tahun 1995 hingga saat ini, sekolah Islam didirikan di Kampung Lebah ini dengan tujuan untuk memfasilitasi anak-anak agar dapat mengenyam pendidikan bernuansa Islam sejak dini agar nantinya
menjadi manusia yang berakhlakul
karimah. Diantaranya adalah Yayasan Hasanuddin yang menaungi Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah
Hasanuddin dan Pondok Pesantren Tarbiyatul Athfal. selain itu juga ada Taman Kanak-kanak bernuansa Islam dan Pendidikan At Khair Muhammadiyah
dimana dalam perkembangannya
beberapa dari para siswa maupun para santri melanjutkan studi mereka hingga
keluar daerah untuk menambah
pengetahuan mereka dan nantinya
mereka pun menggantikan atau ikut
mengajar di sekolah-sekolah di
Kampung Lebah tersebut.
4. Saluran Kesenian.
Saluran Kesenian dapat
mengangkat kebudayaan bangsa
Indonesia khususnya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Lebah
dan memperkenalkannya kepada
masyarakat luas. Tanpa harus
melupakan identitas sebagai umat Islam yang tinggal di Indonesia, masyarakat
Kampung Lebah masih tetap
melestarikan kesenian-kesenian Islam khas Nusantara, diantaranya adalah Tari Rudat, Samrah untuk ibu-ibu, Kosidah
dan lainnya. Bahkan masyarakat
Kampung Lebah gencar mengikuti
lomba-lomba terkait dengan kesenian Islam guna agar kesenian tersebut akan selalu bertahan serta agar nantinya anak cucu mereka dapat merasakan indahnya kesenian Islam.
5. Saluran Politik.
Saluran Politik terkait kebijakan Raja. Dalam hal politik Kampung Lebah
juga berberan aktif dalam membantu
Kerajaan Klungkung dari segi
pemertahanan wilayah, dilihat dari sejak awal mereka datang ke Bali mereka berprofesi sebagai prajurit, karena itu masyarakat Islam Kampung Lebah mendapat wilayah di sebelah Timur kota (pusat pemerintahan), hal ini bertujuan ketika nantinya terjadi penyerangan dari sebelah Timur, maka mereka akan menghadapi Kampung Lebah sebagai pertahanan pertama. Bagi kerajaan
Klungkung Kampung Lebah yang
terletak disebelah Timur dari Puri, menjadikan Kampung Lebah sebagai pertahanan pertama dibagian Timur kota Semarapura, mengingat di sebelah Timur Klungkung terdapat kerajaan-kerajaan seperti kerajaan-kerajaan Sidemen dan
Karangasem. Di berikannya wilayah
kepada Kampung Lebah hal itu berarti Kampung Lebah dianggap bermanfaat untuk kerajaan Klungkung. Dan juga beberapa dari masyarakat Kampung Lebah menjadi abdi dalem di Kerajaan
Klungkung. Saluran Politik dimasa
sekarang bagi masyarakat Kampung Lebah dapat menambah wawasan masyarakat Kampung Lebah khususnya
dalam segi kepemimpinan serta
organisasi. Beberapa dari masyarakat Kampung Lebah ikut bergabung dengan Kementerian Agama Klungkung dengan kata lain bekerja di kantor Kementerian Agama Klungkung dan beberapa pula ada yang mengikuti pencalonan atau pemilihan DPD dan DPR. Hal ini
membuktikan bahwa masyarakat
Kampung Lebah yang dahulunya
sebagian besar merupakan seorang tentara pejuang sekarang sudah mulai memahami dunia politik.
Maka melalui saluran-saluran
Islamisasi diatas dapat disimpulkan
bahwa yang membuat Kampung Lebah tetap bertahan dan eksis hingga saat ini yaitu dimana masyarakat selalu menjaga keharmonisan dengan masyarakat luas serta selalu mengutamakan rasa toleransi antar umat beragama. Sebagai pemeluk
agama mayoritas kedua di Bali,
memahami akan pentingnya nilai toleransi antar umat beragama. Hubungan mereka dengan pemeluk agama lain sejauh ini sangat harmonis, begitu pula hubungan masyarakat Kampung Lebah dengan Puri masih terjalin sangat baik hingga saat ini.
Hal tersebut dibuktikan ketika Puri
mengadakan upacara besar seperti
Plebon masyarakat Kampung Lebah
selalu ikut ngayah (membantu), begitu
pula sebaliknya disaat masyarakat
mengadakan acara seperti buka puasa bersama, beberapa perwakilan Puri pun datang dan ikut berbuka puasa bersama. Demi menjaga terjalinnya kerukunan antar umat beragama, saat malam takbiran lebih dipusatkan di masjid dan mushola yang berlokasi di Kampung Lebah agar
tidak menimbulkan keributan karena
sebelumnya takbiran selalu dilakukan dengan cara mengelilingi kota yang mengakibatkan kemacetan. Bentuk lain dari toleransi kampung ini adalah ketika
Nyepi mereka tidak menggunakan
pengeras suara saat mengumandangkan adzan dan tidak melakukan aktivitas sehari-hari serta tidak keluar rumah guna menghormati hari raya umat Hindu.
Masyarakat Kampung Lebah lebih
mengedepankan toleransi antar umat
beragama sehingga umat lainpun
menerima mereka dan memiliki hubungan yang baik hingga saat ini.
Maka melalui saluran-saluran
Islamisasi diatas dapat disimpulkan
bahwa yang membuat Kampung Lebah tetap bertahan dan eksis hingga saat ini yaitu dimana masyarakat selalu menjaga keharmonisan dengan masyarakat luas serta selalu mengutamakan rasa toleransi antar umat beragama. Sebagai pemeluk
agama mayoritas kedua di Bali,
masyarakat Kampung Lebah sangat
memahami akan pentingnya nilai
toleransi antar umat beragama.
Hubungan mereka dengan pemeluk agama lain sejauh ini sangat harmonis,
begitu pula hubungan masyarakat
Kampung Lebah dengan Puri masih terjalin sangat baik hingga saat ini hal
tersebut dibuktikan ketika Puri
mengadakan upacara besar seperti
Plebon masyarakat Kampung Lebah
selalu ikut ngayah (membantu), begitu
pula sebaliknya disaat masyarakat
mengadakan acara seperti buka puasa bersama, beberapa perwakilan Puri pun datang dan ikut berbuka puasa bersama.
2. Aspek Yang Dapat Di Gunakan Sebagai Sumber Belajar Sejarah Di SMA Dari Sejarah Islam Di Kampung Lebah.
Pembelajaran sejarah di sekolah selama ini di pandang kurang optimal dikarenakan masih kurangnya minat siswa terhadap pelajaran sejarah khususnya serta masih di pandangan sebelah mata. Pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan dianggap gampang. Yang menjadi problema guru sejarah adalah kurangnya kemauan guru sejarah untuk mengupdate
pengetahuan-pengetahuan sejarahnya.
Padahal banyak sekali fakta-fakta sejarah
yang sudah update dan bahkan lingkungan
sekitar siswa dapat juga digunakan sebagai sumber belajar sejarah. Selain dari guru sejarah sendiri pelajaran sejarah juga kekurangan bahan aja, bahan ajar yang dimaksud adalah buku ajar yang dimana
terdapat materi – materi kekinian karena
terkesan selama ini buku sejarah hanya itu – itu saja yang digunakan. Begitu juga di
SMA Negeri 1 Semarapura, materi
mengenai masuknya Islam hanya bersifat nasional saja, padahal disekitar SMA Negeri 1 Semarapura terdapat Kampung Lebah yang merupakan kampung Islam. Keberadaan Kampung Lebah merupakan salah satu sumber belajar sejarah yang dapat dipergunakan disekolah. Keberadaan Kampung Lebah ini memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai sumber belajar
sejarah. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana proses masuknya Islam di
Kabupaten Klungkung. Guru – guru bisa
menggunakan komunitas ini agar pelajaran sejarah menjadi lebih menarik bagi siswa, dan siswa menjadi tidak bosan serta siswa lebih menyukai pelajaran sejarah. Maka dari itu dirasa sangat penting untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang dapat dikembangkan dalam Kampung
Lebah tersebut dan dapat digunakan sebagai sumber belajar sejarah. Dalam KD
(Kompetensi Dasar) “Mengidentifikasi
karakteristik kehidupan masyarakat,
pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini”. Aspek-aspek yang dapat dikembangkan dari
Sejarah Islam Di Kampung Lebah menjadi
sumber belajar sejarah adalah sebagai berikut:
(1) Aspek Kognitif
Kurikulum 2013 memberikan
peluang bagi guru dan siswa untuk menambah wawasan mengenai fakta-fakta dan sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan siswa. Salah satu sumber sejarah yang bisa di manfaatkan guru dan siswa sebagi sumber belajar sejarah adalah keberadaan Kampung Lebah, Klungkung, Bali. Keberadaan Kampung
Islam ini erat kaitannya dengan
kedatangan Islam ke Bali dan erat kaitannya dengan proses penyebaran Islam di Bali. Berikut merupakan gambar dari masjid dan makam pertama di Kampung Lebah yang dapat digunakan sebagai sumber belajar sejarah lokal yaitu:
Gambar 1. Masjid Al-Hikmah Kampung Lebah
Gambar 2. Makam Kampung Lebah
Komunitas Islam di Kampung Lebah ini bila di kaitkan dalam Kompetensi Inti dalam kurikulum 2013 maka masuk dalam
Kompetensi Inti 3 (KI 3) “Memahami,
menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”. Karena Komunitas Islam di Kampung Lebah ini dapat memberikan wawasan yang lebih bagi siswa terhadap materi masuknya Islam.
(2) Aspek Toleransi
Kurikulum 2013 menekankan pada siswa untuk saling menghargai hal ini termuat dalam KI (Kompetensi Inti) nomor 1 dan 2 yaitu (KI1)“Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya” (KI2) “Menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,
responsif, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
Kampung Lebah tetap bertahan dan eksis hingga saat ini yaitu dimana masyarakat selalu menjaga keharmonisan dengan
masyarakat luas serta selalu
mengutamakan rasa toleransi antar umat
beragama. Sebagai pemeluk agama
mayoritas kedua di Bali, masyarakat Kampung Lebah sangat memahami akan pentingnya nilai toleransi antar umat beragama. Hubungan mereka dengan pemeluk agama lain sejauh ini sangat
harmonis, begitu pula hubungan
masyarakat Kampung Lebah dengan Puri masih terjalin sangat baik hingga saat ini
mengadakan upacara besar seperti Plebon masyarakat Kampung Lebah selalu ikut
ngayah (membantu), begitu pula
sebaliknya disaat masyarakat
mengadakan acara seperti buka puasa bersama, beberapa perwakilan Puri pun datang dan ikut berbuka puasa bersama.
(3) Aspek Budaya
Bila di kaitkan dalam kurikulum 2013 aspek Budaya ini masuk dalam KI 1
yakni Menghayati dan mengamalkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Kesenian yang masih dilestarikan oleh warga Kampung Lebah, contohnya
seperti Tari Rudat yang selalu di
pentaskan setiap hari besar umat Islam, tujuan dipentaskannya tari Rudat ini
bertujuan untuk memupuk semangat
kebersamaan, silahturahmi, dan
kreativitas generasi muda Kampung
Lebah, Kasidah, biasanya di mainkan oleh perempuan maupun ibu-ibu PKK, biasanya Kasidah ini dipentaskan 5-10 orang dan membawakan lagu-lagu berbahasa Arab, dan Indonesia. Berikut merupakan gambar tari rudat:
Gambar 3. Tari Rudat
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasakan hasil temuan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut. 1) Sejarah Masuknya
Islam di Kampung Lebah berawal dari Orang-orang Islam pertama datang ke Gelgel (pusat pemerintahan di Bali saja abad ke XIV) ialah sebagai pengiring Dalem (sebutan Raja) dari Majapahit. Sebagai pengiring sebanyak 40 orang, pada saat pemerintahan Dalem Ketut
Ngulesir. Selanjutnya wilayah ini
berkembang menjadi sebuah kampung karena diikuti oleh migrasi kedua yang berjumlah 100 pada Abad ke XV orang muslim. Pada periode kedua terjadi pada pemerintahan Watu Renggong di Gelgel, yang dipimpin oleh Dewi Fatimah yang merupakan utusan dari kerajaan Demak. Disaat pusat pemerintahan kerjaan Gelgel mengalami kemunduran kemudian pusat
kerajaan (pemerintahan) dari Kraton
Suecapura (Gelgel) dipindahkan ke Kraton Smarajaya (Klungkung) sekitar tahun 1651-1686 dan sebagian masyarakat muslim yang berada di Suecapura (Gelgel) ikut pindah dan diberi tempat di sebelah timur kota Klungkung yang sekarang bernama
Kampung Lebah. Komunitas Islam
Kampung Lebah dapat eksis sampai saat
ini karena Kampung Lebah sangat
menjunjung tinggi toleransi antar umat
beragama. Dalam perkembangannya
Kampung Lebah dapat bertahan hingga saat ini yaitu melalui saluran-saluran Islamisasi. yaitu saluran perdagangan,
saluran perkawinan, saluran tasawuf,
saluran pendidikan, saluran kesenian, dan saluran politik.
Keberadaan Komunitas Islam Kampung Lebah, Klungkung, Bali dapat digunakan sebagai sumber belajar sejarah di SMA.
Adapun aspek-aspek yang bisa
dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah di SMA untuk memenuhi tuntutan kurikulum 2013. Yakni:
1. Aspek Kognitif, Kurikulum 2013
memberikan peluang bagi guru dan siswa untuk menambah wawasan mengenai fakta-fakta dan sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan
siswa. Salah satu sumber sejarah yang bisa di manfaatkan guru dan siswa sebagi sumber belajar sejarah adalah keberadaan Kampung Lebah,
Klungkung, Bali. Keberadaan
Kampung Islam ini erat kaitannya dengan kedatangan Islam ke Bali dan
erat kaitannya dengan proses
penyebaran Islam di Bali. Komunitas Islam di Kampung Lebah ini bila di kaitkan dalam Kompetensi Inti dalam kurikulum 2013 maka masuk dalam
Kompetensi Inti 3 (KI 3) “Memahami,
menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”. Karena Komunitas Islam di Kampung Lebah ini dapat memberikan wawasan yang lebih bagi siswa terhadap materi masuknya Islam.
2. Aspek Toleransi, Aspek Toleransi, Kurikulum 2013 menekankan pada siswa untuk saling menghargai hal ini termuat dalam KI (Kompetensi Inti) nomor 1 dan 2 yaitu (KI1)“Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya” (KI2) “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
Kampung Lebah tetap bertahan dan eksis hingga saat ini yaitu dimana
masyarakat selalu menjaga
keharmonisan dengan masyarakat luas
serta selalu mengutamakan rasa
toleransi antar umat beragama.
Sebagai pemeluk agama mayoritas kedua di Bali, masyarakat Kampung
Lebah sangat memahami akan
pentingnya nilai toleransi antar umat beragama. Hubungan mereka dengan pemeluk agama lain sejauh ini sangat
harmonis, begitu pula hubungan
masyarakat Kampung Lebah dengan Puri masih terjalin sangat baik hingga saat ini hal tersebut dibuktikan ketika
Puri mengadakan upacara besar
seperti Plebon masyarakat Kampung
Lebah selalu ikut ngayah (membantu),
begitu pula sebaliknya disaat
masyarakat mengadakan acara seperti
buka puasa bersama, beberapa
perwakilan Puri pun datang dan ikut berbuka puasa bersama.
3. Aspek Budaya, Aspek Budaya, Bila di kaitkan dalam kurikulum 2013 aspek Budaya ini masuk dalam KI 1 yakni
Menghayati dan mengamalkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun,
responsif, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
Kesenian yang masih dilestarikan oleh warga Kampung Lebah, contohnya seperti Tari Rudat yang selalu di pentaskan setiap hari besar umat Islam, tujuan dipentaskannya tari Rudat ini bertujuan untuk memupuk semangat kebersamaan, silahturahmi,
dan kreativitas generasi muda
Kampung Lebah, Kasidah, biasanya di mainkan oleh perempuan maupun ibu-ibu PKK, biasanya Kasidah ini
dipentaskan 5-10 orang dan
membawakan lagu-lagu berbahasa Arab, dan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ardika I Wayan, Parimarta I Gede, dan Wirawan A A Bagus. 2013. Sejarah Bali dari Prasejarah hingga Moderen. Denpasar: Udayana University Press Atmadja, Nengah Bawa. 2010 Genealogi Keruntuhan Majapahit Islamisasi, Toleransi,dan pemertahanan Agama Hindu di Bali. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Mashad. Dhurorudin. 2014. Muslim Bali Mencari Kembali Harmoni yanga Hilang. Jakarta. Puataka-Al Kautsar. Moleong, Lexy, J. 1993. Metodelogi
Penelitian kualitatif. Bandung PT.
Remaja Rosda Karya.
Muljana, Selamet. 2005. Runtuhnya KerajaanHindu – Jawa dan Timbulnya Negara – Negara Islam di Nusantara. LKis: Yogjakarta
Pageh, I Made, dkk, 2013. Model Integrasi Masyarakat Multietnik Nyama Bali- Nyama Selam Belajar dari Enclaves Muslim di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan
Wirawan, tt, Sejarah Perkembangan Islam di Bali Khususnya di Kabupaten Klungkung, Fakultas Sastra
Universitas Udayana Denpasar Yusuf, Mundzirin. 2006. Sejarah Peradaban
Islam di Indonesia. Yogjakarta: SKI Fakultas Adab UIN Pustaka.