• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.Landasan Teori

2.1.1. Perilaku Belajar Mahasiswa

Konsep tentang belajar yang dikemukanan Skinner adalah konsep belajar secara sederhana, namun komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah lak. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.

Konsep atau pengertian belajar sangat beragam dan tergantung dari sisi pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian mengenai

(2)

belajar. Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwarjono, 1991). Belajar adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1992 dalam Hanifah dan Syukriy) dan merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya (Slameto, 1991 dalam Hanifah dan Syukriy, 2001). Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar.

Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu: memperoleh reinforcement, Classical conditioning, Belajar Modern, Apabila model ini mendapat reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan.

Surachmad dalam Hanifah dan Syukriy (2001) mengemukakan lima hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik, yaitu: Kebiasaan mengikuti pelajaran, Kebiasaan memantapkan pelajaran, Kebiasaan membaca buku, Kebiasaan menyiapkan karya tulis, Kebiasaan menghadapi ujian.

(3)

Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995). Gagne (1988) dalam Usman (2000) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dihubungan dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kepandaian seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap.

Terdapat tiga dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi efektif dan dimensi psikomotorik (Benyamin S. Bloom, 1956) dalam Usman (2000). Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komperhensif, aplikatif, sintetis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Dimensi efektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi psikomotorik yaitu kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif.

Secara global faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

2.1.1.1. Faktor Internal

Faktor Internal adalah faktor yang ditimbulkan dari dalam diri siswa sendiri, faktor ini meliputi dua aspek yaitu

(4)

aspek pisiologis dan aspek psikologis. Aspek pisiologis berkaitan dengan masalah kondisi kesehatan jasmani yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran (Muhibbin Syah, 1997). Kondisi organ tubuh yang lemah akan dapat menyebabkan menurunnya kualitas ranah cipta (kognitif), sehingga dalam menerima materi pelajaran kurang dapat menyerap atau memahami. Upaya untuk menjaga kondisi tubuh tetap sehat dapat dilakukan dengan menganjurkan siswa mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang dapat diikuti oleh siswa. Aspek yang kedua dari faktor internal adalah aspek psikologis yang mencakup masalah pertama tingkat kecerdasan siswa/Inteligensi, hal ini dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik siswa untuk mereaksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan cara yang tepat.

Jadi inteligensi sebenarnya bukan hanya pada persoalan kualitas otak, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Tetapi dalam kenyataannya peranan inteligensi lebih dominan dibandingkan organ tubuh yang lainnya. Kedua, yaitu sikap siswa, karena sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif, dan ini biasanya

(5)

berkecenderungan pada reaksi atau respons terhadap objek lingkungan disekitarnya, baik secara positif maupun negatif, yang keduanya sama-sama mempunyai pengaruh terhadap belajar siswa. Ketiga, yaitu bakat siswa. Secara umum bakat dapat diartikan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal diatas, bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa, terlebih pada bidang-bidang studi tertentu. Kesalahan besar bagi orang tua yang memaksakan anaknya untuk masuk pada jurusan keahlian yang tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak. Karena pemaksaan kehendak akan berdampak pada prestasi belajar yang buruk. Yang keempat adalah minat siswa. Secara sederhana minat siswa dapat diartikan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang dipahami dapat mempengaruhi kualitas prestasi belajar. Karena jika siswa tidak berminat terhadap pelajaran, maka dalam kegiatan belajar mengajar siswa akan bersikap acuh tak tak acuh terhadap lingkungan belajarnya, dan hal ini akan berdampak pada hasil belajarnya. Oleh karena itu seyogyanya seorang guru berusaha membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung pengetahuannya.

(6)

Adapun yang terakhir yaitu motivasi siswa. Dalam perspektif kognitif, motivasi yang signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik, karena lebih murni dan siswa tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Hal ini dimaksudkan bahwa dorongan untuk mencapai prestasi yang baik dan keterampilan yang cukup memberikan pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan motivasi yang lain (Muhibbin Syah, 1997).

2.1.1.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang ditumbulkan dari luar diri siswa. Faktor ini terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial dan faktor instrumental (Ngalim Purwanto, 2002). Faktor pertama yaitu ditinjau dari aspek lingkungan sosial meliputi para guru, para staf administrasi, dan teman sekelas. Lingkungan sosial ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian prestasi belajar. Para guru yang selalu memberikan suri tauladan yang baik, akan memberikan motivasi yang positif bagi siswa untuk giat belajar (Muhibbin Syah, 1997). Namun, hal ini harus didukung pula dengan administrasi yang tertib. Selanjutnya termasuk lingkungan sosial yaitu masyarakat. Bagaimanapun, kalau kondisi lingkungan masyarakat kumuh, maka itu akan berdampak pada kelangsungan proses belajar

(7)

mengajar yang tidak dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi dari semua faktor lingkungan sosial, yang sangat berperan disini adalah orangtua. Karena orangtua mempunyai hubungan emosional yang kuat terhadap anak dan waktu yang luang sehingga dapat selalu mengawasi segala aktivitas anak. Yang kedua yaitu faktor lingkungan nonsosial. Lingkungan ini meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat - alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa. Khusus mengenai waktu belajar siswa, seorang ahli bernama J. Biggers berpendapat bahwa waktu belajar dipagi hari lebih baik dan lebih efektif dari pada waktu-waktu lainnya (Muhibbin Syah, 1997).

Faktor eksternal yang kedua yaitu Instrumental. Faktor ini meliputi Kurikulum/bahan pelajaran, Guru/Pengajar, Sarana dan fsilitas, dan administrasi. Dalam proses belajar mengajar ke lima komponen di atas mempunyai peranan yang sama. Khusus yang berkenaan dengan administrasi, kegiatan ini berfungsi untuk merencanakan, pengorganisasian, pengarahan, pengkondisian, pengawasan, dan penilaian. Hal ini bertujuan untuk pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggaraan sekolah secara efektif (Ngalim Purwanto, 2002).

(8)

2.1.2. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral. Berbeda dengan pemahaman negatif masyarakat tentang emosi yang lebih mengarah pada emosionalitas sebaiknya pengertian emosi dalam lingkup kecerdasan emosi lebih mengarah pada kemampuan yang bersifat positif. Didukung pendapat yang dikemukakan oleh Cooper (1999) bahwa kecerdasan emosi memungkinkan individu untuk dapat merasakan dan memahami dengan benar, selanjutnya mampu menggunakan daya dan kepekaan emosinya sebagai energi informasi dan pengaruh yang manusiawi. Sebaliknya bila individu tida memiliki kematangan emosi maka akan sulit mengelola emosinya secara baik dalam bekerja. Disamping itu individu akan menjadi pekerja yang tidak mampu

(9)

beradaptasi terhadap perubahan, tidak mampu bersikap terbuka dalam menerima perbedaan pendapat , kurang gigih dan sulit berkembang. (http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008).

Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang indiovidu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik didalam diri kita. Kemampuan ini saling berbeda dalam melengkapi dengan kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ. Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan keperpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian (Daniel Goleman, 2002).

Kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga mempengaruhi seberapa tingkat stres yang dialami mahasiswa. Seorang mahasiswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi

(10)

akan berdampak positif pada perilaku belajar mahasiswa sehingga memiliki peranan penting untuk menghadapi stres yang bakal datang. Suwardjono (1991) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang.

Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih penting dari pada hasil atau nilai ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut (Daniel Goleman, 2000).

Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu kompetensi personal yang merupakan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kompetensi sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial.

Goleman mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial.

(11)

2.1.2.1. Kesadaran diri (self-awareness)

Kesadaran diri (self-awareness) adalah mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakan untuk memadu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

Self-awareness meliputi kemampuan: 1) kesadaran emosi yaitu mengenali emosi diri dan efeknya, 2) penilaian diri secara teliti yaitu mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri, 3) percaya diri yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri (Daniel Goleman, 2000).

2.1.2.2. Pengaturan diri (self regulation)

Pengaturan diri (self regulation) adalah menangani emosi kita sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi.

Pengaturan diri meliputi kemampuan: 1) mengendalikan diri yaitu mengelola emosi dan desakan hati yang merusak, 2) sifat dapat dipercaya yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas, 3) kesadaran bertanggung jawab atas kinerja pribadi, 4) adaptasi yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan, 5) inovasi yaitu mudah menerima

(12)

dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru (Daniel Goleman, 2000).

2.1.2.3.Motivasi

Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan pencapaian sasaran meliputi: 1) dorongan prestasi yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan, 2) komitmen yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau lembaga, 3) inisiatif yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, 4) optimisme yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan (Mustaqim, 2001).

Motivasi berdasarkan penyebab munculnya ada dua jenis yaitu: 1) Motivasi intrinsik adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang dan ini lebih bersifat batin. Contoh: dorongan untuk memperoleh penghormatan, pujian, kepuasan, kenikmatan, dan lain-lain; 2) Motivasi ekstrinsik adalah suatu dorongan yang muncul dari luar diri seseorang,

(13)

dorongan ini lebih bersifat fisik dan materi. Contoh: suatu dorongan untuk mendapatkan hadiah berupa materi, untuk mendapatkan uang, dan lain-lain (Mustaqim, 2001).

2.1.2.4. Empati (empathy)

Empati (empathy) adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang lain.

Kemampuan ini meliputi: 1) memahami orang lain yaitu mengindera perasaan dan perspektif orang dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka, 2) mengembangkan orang lain yaitu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka, 3) orientasi pelayanan yaitu kemampuan mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, 4) memanfaatkan keragaman yaitu kemampuan menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan orang lain, 5) kesadaran politis yaitu mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan (Daniel Goleman, 2000).

2.1.2.5. Ketrampilan sosial (social skills)

Ketrampilan sosial (social skills) adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan

(14)

dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain ketrampilan ini dapat dipergunakan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain meliputi: 1) pengaruh yaitu melakukan taktik untuk melakukan persuasi, 2) komunikasi yaitu mengirim pesan yang jelas dan meyakinkan, 3) manajemen konflik meliputi kemampuan melakukan negoisasi dan pemecahan silang pendapat, 4) kepemimpinan yaitu membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain, 5) katalisator perubahan yaitu kemampuan memuali dan mengelola perubahan, 6) membangun hubungan yaitu kemampuan menumbuhkan hubungan yang manfaat, 7) kolaborasi dan kooperasi yaitu kemampuan bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama, 8) kemampuan tim yaitu menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama (Daniel Goleman, 2000).

Disamping unsur-unsur diatas, kecerdasan emosional dapat dilihat dari kemampuan seseorang seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak

(15)

melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Daniel Goleman, 2000).

Gambar 2.1

Bagan Kecakapan Kecerdasan Emosional

Sumber: Interprestasi bebas dari Goleman (2000) oleh Bulo (2002). 2.1.3. Stres Kuliah

Pengertian stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 2000 : 200). Stress yang terlalu besar dapat mengancam

Kecerdasan Emosional

Kecakapan Pribadi Kecakapan Sosial

Kesadaran Diri -Kesadaran Emosional -Penilaian Diri yang Kuat -Kepercayaan Diri

Empati -Memahami Orang Lain -Mengembangkan Orang -Orientasi Pelayanan -Kesadaran Politik Kendali Diri -Kontrol Diri -Dapat Dipercaya -Berhati-hati -Adaptabilitas -Inovasi Keterampilan Sosial -Pengaruh -Komunikasi -Manajemen Konflik -Kepemimpinan -Katalisator Perubahan -Membangun Ikatan -Kolaborasi dan Kooperasi -Kemampuan Tim Motivasi -Dorongan Berprestasi -Komitmen -Inisiatif -Optimisme

(16)

kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kuliah, tergantung seberapa besar tingkat stres yang dialami oleh mahasiswa tersebut (Handoko, 1997 : 201-202).

Pengertian umum mengenai konsep stres banyak digunakan untuk menjelaskan tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukan apabila ia menghadapi suatu tantangan dalam hidupnya dan dia gagal memperoleh respon dalam menghadapi tantangan itu. Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan membahayakan dirinya. Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang beragam. Bagi sementara orang, stres dapat menggambarkan keadaan psikhis yang telah mengalami berbagai tekanan yang melampaui batas ketahanannya. Sementara orang lain mengatakan stres bersifat subyektif hanya berhubungan dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang. Adapula yang menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat. Namun banyak orang cenderung mengangap stres sebagai tanggapan patologos (proses penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan psikologis dan sosial yang berhubungan pekerjaan dan lingkungannya.

(17)

Ivianchevic dan Martinson (1993) dalam Yulianti (2002) mendifinisikan stres secara sederhana sebagai interaksi individu dengan angkatan. Kemudian definisi tersebut dirinci lebih jauh sebagai respon yang adaptif ditengahi oleh perbedaan individual dan proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari tindakan dan sistem internal atau kejadian yang meminta kondisi psikologis dan fisik seseorang secara berlebihan. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan (Handoko, 2000). Dilihat dari sudut pandang orang yang mengalami stres seseorang akan memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat berpengaruh pada segi psikologi. Tanggapan ini disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan. Seseorang yamg mengalami stres secara psikologis menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola pikir seseorang menjadi kacau. Dalam proses itu, hal yang dapat menyebabkan stres dan pengalaman orang yang mengalami stres akan saling berkaitan. Proses itu merupakan pengaruh timbal balik dan menciptakan usaha atau penyesuaian atau penyeimbangan yang terus menerus antara orang yang mengalami stres dan keadaan yang penuh stres.

(18)

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya mahasiswa mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut Robbins (2001 dikutip http://rumahbelajarpsikologi.com) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu : 2.1.4.1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap mahasiswa. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi mahasiswa yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena dengan adanya teknologi baru yang digunakannya.

2.1.4.2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal

(19)

demands, organizational structure dan organizational leadership.

Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang mahasiswa untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut. 2. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh mahasiswa lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara mahasiswa satu dengan mahasiswa lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya.

3. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan

(20)

maka akan dapat mempengaruhi seorang mahasiswa dalam organisasi

4. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan bawahan serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal kegiatan saja.

2.1.4.3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada stres yang dapat terbawa dalam belajar seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang

(21)

tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap belajar dalam kuliah harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

2.1.5. Hubungan Perilaku Belajar dengan Stres

Secara lebih spesifik dapat dijelaskan bahwa terdapat banyak gen yang berperan mempengaruhi seorang individu cenderung mengembangkan trait kepribadian dan gangguan perilaku yang berhubungan dengan stres (Fink, 2007). Booker dkk (2004) menemukan bahwa perilaku belajar pada mahasiswa berhubungan dengan peristiwa penuh stres dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kejadian penuh stres yang paling sering dihadapi para remaja adalah hal-hal yang berhubungan dengan sekolah (seperti keharusan belajar untuk menghadapi ujian, dan mendapat nilai buruk), teman sebaya (seperti berdebat dengan teman), dan hal-hal pribadi (seperti gangguan tidur, keharusan bangun lebih pagi, dan sakit). Di antara hal-hal tersebut, kejadian-kejadian negatif yang dialami bersama teman sebaya mempunyai hubungan yang paling signifikan dengan kejadian stress (http://unikunik.wordpress.com/2009).

2.1.6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Stres

Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para mahasiswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam

(22)

meraih prestasi belajar. Banyak usaha yang dilakukan untuk menjadi yang terbaik. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.

Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya atau dapat dikatakan stres. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 2000).

Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila seseorang diajarkan

(23)

keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada suatu saat akan lebih banyak sukses dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa yang berguna untuk mengatasi stres kuliah.

2.2.Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian sebelumnya mengenai kecerdasan emosional dengan stres telah dilakukan tetapi terhadap mahasiswa, peneliti berasumsi bahwa kecerdasan emosional akan meningkat sesuai dengan kematangan umur seseorang (Yulianti, 2002), sehingga hasilnya penelitian kecerdasan emosional mahasiswa belum tentu sama dengan hasil penelitian kecerdasan emosional pada mahasiswa, karena pada saat mahasiswa suasananya, kebutuhannya, pergaulannya, dan kematangannya sangat berbeda dengan pada saat bekerja, sehingga hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk akademisi, mahasiswa, dan pengembangan kurikulum. Bagi akademik akan menjadi rujukan yang bermanfaat dalam mengenali mahasiswanya sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana kelas yang tidak

(24)

menimbulkan stres kuliah, sementara bagi mahasiswa dapat merujuk penelitian ini dengan mempelajari kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk mengelola kecerdasan emosional dengan baik dan menggunakan perilaku belajar yang baik dalam menghadapi stres kuliah.

2.3.Kerangka Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban atas fenomena tersebut dengan menambahi variabel perilaku belajar mahasiswa akuntansi di perguruan tinggi. Perilaku belajar terdiri dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan perpustakaan, dan kebiasaan menghadapi ujian yang dimotivasi oleh suwardjono (1991).

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Penelitian

2.4.Perumusan Hipotesis

Hipotesis adalah pertanyaan yang diterima sementara yang kebenarannya masih perlu diuji kebenarannya (Ari Kuntoro, 1998: 68).

Perilaku Belajar

Kecerdasan Emosional

(25)

Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut:

H1 : Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian) berpengaruh terhadap Stres kuliah.

H2 : Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial) berpengaruh terhadap Stres kuliah.

H3 : Kecerdasan perilaku belajar dan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah.

Referensi

Dokumen terkait

Nurul Huda Dusun Banjar Intang desa Tanjung Iman Kec.. Blambangan Pagar

(5) Pengajuan keberatan atas sanksi denda kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan oleh BO Pusat dengan terlebih dahulu membayar

Setelah masuk ke halaman Panel pilihan menu fantastico de luxe (ini fasilitas yang memungkinkan anda untuk menginstal CMS ke dalam situs anda hanya dengan beberapa kali

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristi+a di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan

Pengendalian motor induksi tiga fasa ini dapat dilakukan denan mengatur kecepatan putar motor secara bertahap (soft starting) sampai mencapai kecepatan

Makchul, MSi, dimana sebelum ditutup diperoleh beberapa hasil diantaranya berupa gambaran umum permasalahan yang muncul mengenai kurangnya komunikasi, sosialisasi dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung limbah penetasan telur puyuh dengan level pemberian yang meningkat terhadap konsumsi ransum, pertambahan

Hasil analisis kebutuhan masyarakat berdasarkan diskusi yang dilakukan, diketahui bahwa masyarakat Desa Tebat Gabus belum mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyebab,