• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN DAS 2012 Surakarta, 5 September 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN DAS 2012 Surakarta, 5 September 2012"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISBN 978-602-99218-6-1

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGELOLAAN DAS 2012

Surakarta, 5 September 2012

Terbit Tahun 2013

Tim Penyunting :

Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc Dr. Ir. Murniati

Dr. I Wayan S Dharmawan, S.Hut, MSi Ika Heriansyah, S.Hut, M.Agr

Kementerian Kehutanan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

(3)

Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012

Bogor, Indonesia : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR), 2013

ISBN : 978-602-99218-6-1

Foto Sampul : Eko Priyanto

Farika Dian Nuralexa

Desain Sampul : Tommy Kusuma AP

© P3KR 2013

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang

Diterbitkan oleh :

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR)

Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp : (0251) 8633234 Fax : (0251) 8638111 E-mail: p3hka_pp@yahoo.co.id Website: http://www.p3kr.com Dicetak oleh :

Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(4)

iii

Tim Penyunting

Penanggung Jawab Redaktur : :

Ir. Bambang Sugiarto, M.P

Ir. Didik Purwito, M.Sc

Penyunting : Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc

Dr. Ir. Murniati

Dr. I Wayan S Dharmawan, S.Hut, MSi Ika Heriansyah, S.Hut, M.Agr

Sekretariat : Ir. Hariono

Retisa Mutiaradevi, S.Kom, MCA Rara Retno Kusumastuti R, S.H, M.Hum

Eko Priyanto, SP

Farika Dian Nuralexa, Shut Zamal Wildan, S.Kom Wahyu Budiarso, S.P Tommy Kusuma AP

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Daya dukung daerah aliran sungai (DAS) adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan. Daya dukung DAS harus ditingkatkan sebagai akibat dari terjadinya penurunan daya dukung DAS yang ditandai dengan banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat. Daerah aliran sungai termasuk kategori dipertahankan atau dipulihkan daya dukungnya tergantung dari kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah. Permasalahan pengelolaan DAS saat ini adalah penurunan kualitas DAS di Indonesia sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan serta meningkatnya ego sektoral dan ego kewilayahan. Untuk itu maka pengelolaan DAS merupakan upaya yang sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan yang diselenggarakan secara terkoordinasi dengan melibatkan Instansi Terkait pada lintas wilayah administrasi serta peran serta masyarakat. Dengan terbitnya PP Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, maka Indonesia memiliki acuan sehingga pengelolaan DAS secara terpadu dapat dilaksanakan dan daya dukung DAS dapat dipertahankan. Selain itu dukungan IPTEK di bidang pengelolaan DAS diperlukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.

Dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran dan dukungan dalam pengelolaan DAS, Balai Penelitian Teknologi Pengelolaan DAS (BPTKPDAS) menyelenggarakan Kegiatan Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012. Penyelenggaraan tersebut

(6)

v

Bogor, Agustus 2013 Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabiltiasi

Ir. Adi Susmianto, M.Sc NIP. 19571221 198203 1 002

adalah sebagai bentuk tanggung jawab BPTKPDAS sebagai lembaga litbang yang bergerak di bidang pengelolaan DAS. Penyelenggaraan Kegiatan Seminar Nasional dimaksudkan sebagai wadah untuk menyampaikan hasil penelitian dan pengembangan bidang pengelolaan DAS yang telah dilaksanakan oleh BPTKPDAS dan instansi lain kepada pengguna. Semoga hasil-hasil tersebut dapat dicermati dan dimanfaatkan oleh parapihak terkait dan diharapkan kegiatan penelitian bidang pengelolaan DAS ke depan dapat ditingkatkan. Dengan demikian Penyelenggaraan Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012 adalah menyampaikan hasil-hasil dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh BPTKPDAS dan instansi lain agar memperoleh umpan balik dari pengguna.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012 ini memuat 14 judul materi yang dibahas, serta rumusan seminar yang merangkum keseluruhan dari hasil diskusi. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyaji, Panitia Penyelenggara, Penyunting Prosiding, serta pihak-pihak yang telah mendukung sampai selesainya kegiatan. Semoga Prosiding ini bermanfaat.

(7)

vi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... v DAFTAR ISI………... vi PENGARAHAN

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan... viii RUMUSAN

Rumusan Seminar...………... xii MAKALAH-MAKALAH

1. Karakterisasi Lahan dan Banjir Sebagai Dasar Penilaian Daya Dukung Daerah Aliran Sungai / Paimin, Ugro Hari Murtiono,

Agus Wuryanta (BPKTPDAS)... 1 2. Sistem Perencanaan Kehutanan sebagai Pendukung

Perencanaan Pengelolaan DAS: Studi Kasus di DAS Serang /

Pamungkas Buana Putra, Irfan Budi Pramono(BPKTPDAS)... 18 3. Revisi Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Lusi Dengan

Menggunakan Citra Satelit SPOT dan Sistem Informasi Geografis / Agus Wuryanta, Aris Budiyono, Beny Harjadi

(BPKTPDAS)... 43 4. Struktur Property Rights Sistem Pengelolaan Sumberdaya

Hutan (PHBM) Pada Hutan Tanaman Jati / Evi Irawan

(BPKTPDAS)... 56 5. Partisipasi Masyarakat Pada Kegiatan Konservasi Tanah dan

Air di Hulu Sub DAS Gandu Suwaduk, Pati - Jawa Tengah /

C. Yudilastiantoro (BPKTPDAS)... 78 6. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Hasil Air: Studi Kasus di

Daerah Aliran Sungai Bajulmati / Purwanto, Irfan Budi

Pramono (BPKTPDAS)... 92 7. Neraca Air Meteorologis di Kawasan Hutan Tanaman Jati di

Cepu / Agung Budi Supangat, Pamungkas Buana Putra

(BPKTPDAS)... 110 8. Analisis Kualitas Air pada Tanaman Kayuputih di Mikro DAS

Gubah, Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa

(8)

vii

9. Perubahan Tingkat Sedimen Terlarut di Sungai Keduang Periode 1994-2010 / Gunardjo Tjakrawarsa, Irfan Budi

Pramono (BPKTPDAS)... 146 10. Kajian Peran Dominasi Jenis Mangrove Dalam Penjeratan

Sedimen Terlarut Di Segara Anakan Cilacap / Ugro Hari Murtiono, Gunardjo Tjakrawarsa, Uchu Waluya Heri Pahlana

(BPKTPDAS) ... 164 11. Ujicoba Teknik Rehabilitasi Lahan Kritis di Gunung Batur,

Bangli (Hasil Awal) / Gunardjo Tjakrawarsa, Budi Hadi

Narendra (BPK Mataram) ... 177 12. Komposisi Dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah

Berpotensi pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Taman Nasional Bali Barat / Arina Miardini, Agung Budi Supangat

(BPKTPDAS) ... 203 13. Penanganan Lahan Pantai Berpasir Dengan Tanaman Tanggul

Angin Cemara Laut / Beny Harjadi (BPKTPDAS)... 221 14. Penentuan Komoditas Pertanian Unggulan di Sub Daerah

Aliran Sungai Tulis / S. Andy Cahyono, Purwanto (Mahasiswa

S3 UGM) ... 239 LAMPIRAN

Jadwal Acara... 268 Daftar Peserta... 272 Hasil Diskusi... 277

(9)

viii

PENGARAHAN

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dalam

Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012

Yth. Para Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten atau yang mewakili

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,

Kepala Pusat/Kepala Balai Besar/ Kepala Balai Lingkup Badan Litbang Kehutanan khususnya dan Kementerian kehutanan Umumnya,

Bapak/Ibu peserta seminar (peneliti, praktisi, penentu kebijakan, dll) yang berbahagia

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia kepada kita, serta atas perkenaan-Nya pulalah kita bisa hadir pada acara seminar dalam keadaan sehat wal afiat dan suasana yang penuh kebahagiaan.

Bapak Ibu peserta seminar yang kami hormati,

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari hulu hingga hilir beserta kekayaan sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia patut disyukuri, dilindungi dan diurus dengan sebaik-baiknya. DAS memiliki persoalan yang sangat komplek tetapi diantaranya juga mempunyai potensi yang besar untuk pembangunan, oleh karena itu perlu dikelola dan didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan sehingga masyarakat memperoleh manfaat yang optimal dan berkelanjutan pula.

(10)

ix

Permasalahan pengelolaan DAS saat ini adalah penurunan kualitas DAS di Indonesia sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan serta meningkatnya ego sektoral dan ego kewilayahan. Bencana banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat adalah merupakan tanda-tanda penurunan daya dukung DAS.

Amanah UU No. 41 tahun 1999 salah satu tujuan penyelenggaraan kehutanan adalah dengan meningkatkan daya dukung DAS, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolan DAS yang obyektif dan rasional untuk mengatasi permasalahan pengelolaan DAS tersebut.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Sebagai landasan penyelenggaraan pengelolaan Pengelolaan DAS, telah terbit PP Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Untuk mengimplementasikan PP tersebut, masih diperlukan pemahaman bersama oleh parapihak terkait sehingga dapat dilaksanakan dengan selaras dan terpadu.

Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS diperlukan serangkaian IPTEK di bidang pengelolaan DAS yang adoptif sebagai dasar untuk menjawab permasalahan / dinamika sosial, politik, ekonomi, dan teknologi yang kian berkembang.

Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pengelolaan DAS 2012 dimaksudkan sebagai wadah untuk menyampaikan hasil penelitian dan pengembangan bidang pengelolaan DAS yang telah dilaksanakan oleh BPTKPDAS.

Sasaran Seminar untuk menyampaikan hasil penelitian dan menjaring masukan untuk penyempurnaan dan tindaklanjut.

(11)

x

Luaran yang ingin dicapai hasil-hasil penelitian cepat sampai kepada pengguna (praktisi, penentu kebijakan) dan dimanfaatkan.

Seminar ini juga merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Kehutanan dengan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Nomor NK.3/VIII-SET/2011 dan Nomor NK.2/V-SET/2011 tanggal 27 Juni 2011 Tentang IPTEK Pengelolaan DAS sebagai Landasan Kebijakan Operasional.

Untuk meningkatkan sinergitas kerjasama antara Badan Litbang Kehutanan sebagai penyedia IPTEK dengan pengguna IPTEK, terutama Ditjen BPDASPS, maka perlu Kehadiran Direktur PEPDAS Ditjen BPDASPS sebagai keynote speech untuk menyampaikan ”Kebutuhan IPTEK Pengelolaan DAS Dalam Mengimplementasikan PP Nomor 37 Tahun 2012” .

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan, telah dijalin pula kerjasama dengan Perum Perhutani.

Maksud kerjasama adalah untuk mendayagunakan dan mensinergikan sumberdaya antara Perum Perhutani dan Badan Litbang dalam rangka penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penerapan hasil-hasilnya.

Ruang lingkup kerjasama meliputi litbang di bidang kehutanan, sosialisasi dan diseminasi hasil, penerapan dan pemanfaatan hasil-hasilnya.

Langkah awal telah disepakati Bersama (Memorandum of Understanding) antara Badan Litbang Kehutanan dengan Perum Perhutani Tentang Kesepakatan Bersama Melaksanakan Kerjasama Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan dan Pemanfaatan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Nomor NK. 1/VIII-SET/2012 dan Nomor 034/SJ/DIR/2012, tanggal 23 April 2012.

(12)

xi

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan bersama tersebut, telah diupayakan perjanjian kerjasama (PKS) litbang yang dilaksanakan di kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) dan Hutan Penelitian yang berada di wilayah Perum Perhutani Unit I dan II, dan oleh karena itu pada kesempatan ini akan dilakukan penandatanganan PKS lingkup badan Litbang Kehutanan yaitu antara BPTKPDAS Solo dan PUSKONSER Bogor dengan Puslitbang Perum Perhutani Cepu.

Maksud PKS tersebut adalah untuk meningkatkan sinergitas dan efisiensi penelitian dan atau pengembangan serta pengelolaan KHDTK secara kolaboratif sehingga diperoleh peningkatan nilai hutan dan lingkungan.

Saudara-saudara hadirin yang berbahagia,

Penyelenggaraaan seminar ini sangat penting bagi kita bersama. Oleh karena itu kami mohon agar semua yang hadir di sini dapat berperan aktif dalam diskusi, sehingga nantinya dapat diperoleh nilai manfaat secara maksimal.

Demikian sedikit pengantar kami tentang latar belakang pentingnya penyelenggaraan seminar ini. Semoga pada akhir acara nanti dapat dirumuskan temuan-temuan penting untuk menjadi bahan pertimbangan kebijakan pimpinan dalam menghadapi tantangan pengelolaan DAS terkini.

Akhir kata, semoga kegiatan ini bermanfaat bagi semua institusi yang terkait di bidang Pengelolaan DAS maupun para pengguna sehingga terjalin hubungan timbal balik yang bermanfaat bagi kemaslahatan negara, pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirochim, Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pengelolaan DAS 2012 kami nyatakan “dibuka” secara resmi.

Wassalamualaikum Wr. Wb. Kepala Badan Litbang Kehutanan, Dr. Ir. R. Iman Santoso, M.Sc.

(13)

xii

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL

“Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012” (5 September 2012)

Berdasarkan arahan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan; keynote speech: Kebutuhan IPTEK Pengelolaan DAS dalam mengimplementasikan PP Nomor 37 Tahun 2012 oleh Direktur Perencanaan & Evaluasi Pengelolaan DAS – Ditjen BPDASPS; paparan narasumber komisi; serta hasil diskusi, maka seminar ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hasil Rumusan Sidang Komisi I

1. Karakterisasi Lahan dan Banjir Sebagai Dasar Penilaian Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (Ir. Paimin MSc,dkk)

a. Berdasarkan tingkat kerentanan lahan terhadap erosi, Sub DAS Tuntang Hulu, merupakan wilayah yang harus mendapat prioritas penanganan.

b. Berdasarkan analisis untuk karaterisasi DAS, DAS Tuntang memiliki potensi pasokan air banjir yang tinggi, maka berdasarkan klasifikasi DAS menurut PP 37 Tahun 2012, DAS Tuntang termasuk pada kategori dipulihkan.

c. Sedangkan berdasarkan karakteristik/tipologi lahan dan pasokan air banjir maka urutan penangan DAS Tuntang adalah hulu, tengah kemudian hilir.

d. Hasil identifikasi ini diharapkan bias digunakan sebagai penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya khususnya di Kabupaten Demak.

- Berdasarkan tingkat kerentanannya, karakteristik lahan dan pasokan air banjir maka DAS Tuntang dikategorikan sebagai DAS yang dipulihkan, dan prioritas penanganan dilakukan di bagian hulu DAS.

(14)

xiii

- Penyusunan kriteria DAS sebaiknya menggunakan parameter yang workable. Termasuk penentuan actor perusak DAS, dan siapa dan apa yang sebaiknya ditangani.

- Buku Perencanaan Pengelolaan DAS telah memberikan arahan parameter mana yang bias digunakan untuk menganalisis kondisi DAS lingkup kabupaten, lintas kabupaten dan lintas popinsi.

2. Sistem Perencanaan Kehutanan sebagai Pendukung Perencanaan Pengelolaan DAS: Studi Kasus di DAS Serang (Pamungkas BPS.Hut, dkk)

a. Mempertimbangkan luas kawasan hutan di DAS Serang yang 14,96% merupakan wilayah Unit I Jawa Tengah, dan sebesar 45% KPH (terdiri dari 9 KPH) dari Unit I Jawa Tengah. Dengan demikian KPH Unit I Jawa Tengah merupakan stakeholders utama yang mengelola DAS Serang.

b. Terkait dengan sinkronisasi system perencanaan hutan dan sistem perencanaan pengelolaan DAS, Bagian Hutan menjadi wadah dalam sinkronisasi-kolaborasi kedua system perencanaan tersebut.

c. Pada pengelolaan DAS, setiap unit pengelolaan hutan dalam melaksanakan pengelolaan hutan hendaknya mengacu pada karakteristik dari DAS yang bersangkutan (ayat 3 pasal 32 PP No. 44 tahun 2004).

d. Sinergitas antara sistem perencanaan DAS terhadap sistem perencanaan kehutanan dilakukan melalui penyusunan Rencana Pengelolaan hutan yang berdasar/mengacu pada Rencana Pengelolaan DAS. Penyusunan Rencana pengelolaan hutan (baik konservasi maupun lindung dan produksi) yang telah dilaksanakan selama ini juga telah mengaitkan antara keberadaan kawasan hutan dengan DAS. Di dalam menyusun rencana pengelolaan hutan konservasi, faktor kondisi Daerah Aliran Sungai dan sumber daya air menjadi salah satu unsur ekologi yang mendasari penyusunan rencana pengelolaan hutan (pasal 8 Permenhut No. 41/Menhut-II/2008).

e. Demikian juga perencanaan hutan untuk hutan lindung dan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani telah

(15)

xiv

mengaitkan unsur pengelolaan DAS. Unsur pengelolaan DAS menjadi salah satu unsur agenda tujuan pengelolaan hutan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) sebagai contoh adalah RPKH (Revisi) KPH Cepu Jangka 2009-2013. Sasaran dan strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan aktivitas kelola lingkungan di kawasan hutan berupa penataan KPS; penerapan teknik KTA, monitoring tata air, erosi dan sedimentasi; monitoring tingkat kesuburan. (SPH IV, 2009). f. Perencanaan makro dari Perencanaan Pengelolaan DAS

diadopsi melalui RPKH lingkup Bagian Hutan (BH) untuk hutan lindung dan produksi, dan Rencana Pengelolaan kawasan konservasi (baik CA, SM, TN dan Tahura).

- Sinkronisasi perencanaan kehutanan di lingkup Perhutani dalam upaya mendukung pengelolaan DAS dilakukan melalui Bagian Hutan untuk hutan lindung dan produksi, dan Rencana Pengelolaan kawasan konservasi.

- Hutan merupakan bagian dari ekosistem DAS, oleh karena itu rencana pengelolaan kehutanan hendaknya mengacu pada rencana pengelolaan DAS.

3. Revisi Peta Penggunaan Lahan di Sub DAS Lusi dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT dan SIG (Ir. AgusWuryanta, MSc) Telah terjadi perubahan luasan penutupan/penggunaan lahan di DAS Lusi, seperti Sawah Irigasi pada peta RBI seluas 11.941,65 ha, sedangkan hasil klasifikasi citra SPOT 2 menjadi seluas 1.797,85 ha atau berkurang 10.143,8 ha. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada saat perekaman citra yaitu tanggal 19 Juni 2006 (musim kemarau) sebagian areal tersebut tidak ada vegetasi (setelah musim panen) sehingga terklasifikasi pada citra sebagai lahan kosong. Jenis penutupan/penggunaan lahan Sawah Tadah Hujan pada peta RBI seluas 39.796,25 ha, sedangkan hasil klasifikasi citra pada areal tersebut terdapat berbagai jenis penutupan vegetasi seperti mahoni, jati, dan belukar/semak.

- Revisi citra SPOT bias dilakukan pada peta RBI suatu lokasi untuk mendapatkan gambaran mutakhir keadaan suatu wilayah.

(16)

xv

- Citra dengan resolusi besar akan memberikan hasil dan akurasi yang lebih baik.

4. Struktur Property Rights Sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan (PHBM) Pada Hutan Tanaman Jati (Dr. Evi Irawan)

a. Sistem PHBM ternyata tidak banyak merubah karakteristik property rights Perhutani, tetapi merubah karakteristik property rights masyarakat desa hutan, khususnya LMDH, ke arah yang lebih baik meskipun belum ideal. Namun demikian, beberapa hal yang perlu disadari adalah bahwa sistem PHBM ternyata belum mampu meningkatkan derajat eksklusivitas pemegang hak atas sumber daya hutan yang ada di dalam kawasan hutan pangkuan desa, kecuali pohon jati. Pihak-pihak luar yang bukan merupakan anggota LMDH dapat dengan mudah mengakses dan sekaligus mengambil kayu bakar, hijauan makanan ternak, dan lain-lain.

b. Rendahnya derajat eksklusivitas dan fleksibilitas property rights yang dikuasai LMDH pada sistem PHBM dapat berimplikasi pada melemahnya dorongan LMDH dalam melestarikan sumberdaya hutan tanaman jati, kecuali tegakan jati, di kawasan hutan pangkuan desa. Dengan kata lain, sistem PHBM kurang dapat mendorong LMDH memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal sehingga dapat menjadi sumber aliran pendapatan regular bagi LMDH maupun masyarakat desa hutan.

c. PHBM tampaknya perlu dirombak sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suatu struktur property rights yang mampu memberikan insentif bagi masyarakat desa atau LMDH untukturutsertadalam pelestarian sumberdaya hutan.

- Perombakan PHBM yang memberikan kepastian dan insentif kepada masyarakat untuk turut serta melestarikan sumberdaya hutan. Hal ini pada hakekatnya akan membawa dampak positif pada peningkatan kesehatan DAS.

- Perlu difikirkan upaya menciptakan watershed governance untuk meningkatkan tata kelola DAS melalui penelitian tentang property right.

(17)

xvi

5. Tingkat Partisipasi Pada Kegiatan Konservasi Tanah dan Air di Hulu Sub DAS Gandu Suwaduk, Pati - Jawa Tengah (Ir. YudiLastiantoro, MP)

a. Rata-rata tingkat partisipasi responden terhadap usaha konservasi tanah dan air adalah rendah sampai sedang. b. Kenyataan di lapangan, para petani di Desa Gunungsari

Kecamatan Tlogowungu sudah menerapkan kaidah konservasi tanah di lahannya. Terdapat dua metode konservasi tanah yang telah dilaksanakan, yaitu metode vegetative dan teknik sipil. Metode vegetative yang dilakukan petani adalah menanam tanaman keras di tebing jurang, menanam rumput di gulud dan agroforestry. Metode teknik sipil yang diterapkan dalam melaksanakan konservasi tanah berupa: pembuatan saluran pembuangan air dan pembuatan dam kecil penahan sedimen di badan sungai. c. Karakteristik tipologi partisipasi masyarakat dalam kegiatan

konservasi tanah dan air di desa Gunungsari adalah partisipasi fungsional, yaitu masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian dari kegiatan, setelah ada keputusan-keputusan yang telah disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung dari pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukan kemandiriannya.

d. Tujuan partisipasi (1) Meningkatkan penghasilan masyarakat dari kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berkaidah konservasi tanah dan air. (2) Melestarikan hutan, tanah dan alam sekitarnya termasuk mengurangi bahaya erosi (3) Melestarikan sumberdaya air, khususnya air bersih untuk keperluan seluruh warga desa.

- Partisipasi masyarakat sangat penting sebagai upaya meningkatkan kesehatan DAS. Partisipasi dilakukan masyarakat petani dalam bentuk pembuatan bangunan konservasi seperti teras, gulud, dan SPA serta perlakuan vegetatif berupa penanaman tanaman keras.

(18)

xvii Hasil Rumusan Sidang Komisi II

1. DAS dapat dipandang sebagai sistem hidrologis yang dipengaruhi oleh peubah curah hujan yang masuk ke dalam sistem. DAS merupakan suatu kesatuan pengelolaan lingkungan dengan menyatukan berbagai tipe ekosistem di daratan antara wilayah hulu sampai hilir yang terhubung melalui siklus/daur hidrologi. Dalam hal ini, tiga aspek utama dalam pengelolaan DAS yang perlu diperhatikan meliputi jumlah/hasil air (water yield), waktu penyediaan (water regime) dan sedimen.

2. Perubahan iklim yang disebabkan oleh faktor alami dan perilaku manusia dapat menyebabkan meningkatnya rerata suhu udara maksimum pada jangka panjang yang pada akhirnya dapat meningkatkan laju evapotranspirasi dan mempengaruhi hasil air pada ekosistem DAS. Terkait dengan siklus hidrologi, perubahan iklim mempengaruhi anomali distribusi curah hujan baik secara spasial maupun temporal. Namun demikian pada skala kecil, pola curah hujan tahunan, debit sungai dan hasil air cenderung tidak terpengaruh oleh adanya perubahan iklim, meskipun ada kecenderungan menurunnya jumlah air tersedia untuk keperluan rumah tangga maupun budidaya pertanian. Untuk menyikapi kelangkaan air untuk budidaya pertanian, khususnya pada musim kemarau, masyarakat perlu menerapkan pola tanam tumpang gilir.

3. Informasi kondisi neraca air pada suatu wilayah diperlukan dalam perencanaan pengelolaan kawasan, terutama pada daerah kering, termasuk dalam pengembangan komoditas pertanian dan kehutanan beserta pola tanamnya. Pada kawasan hutan jati, potensi defisit air pada bulan-bulan kering dalam satu tahun relatif tinggi namun potensi pasokan air ke dalam tanah di bulan-bulan basah sebagai simpanan air tanah sangat kecil. Sehingga pada kawasan tersebut ada kecenderungan bahwa curah hujan yang dapat dimanfaatkan tidak mencukupi besarnya kebutuhan air oleh tanaman. Dengan demikian, perlu adanya tambahan air dari irigasi, khususnya untuk tanaman budidaya pertanian di sekitar hutan jati.

(19)

xviii

4. Kuantitas dan kualitas air merupakan permasalahan utama yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya air DAS, baik pada daerah hulu maupun hilir. Penurunan kualitas air berdampak buruk pada kesinambungan ekosistem DAS. Pada daerah hulu, penurunan kualitas air lebih disebabkan oleh alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan kimia pestisida. Pada kawasan hutan dengan tanaman kayu putih, permasalahan utama yang dihadapi adalah terkait dengan ketersedian air tanah maupun air permukaan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, di mana masyarakat sekitar kawasan sering mengalami kelangkaan air untuk kebutuhan domestik maupun untuk bercocok tanam. Sementara itu, berdasarkan beberapa parameter penentuan kelas kualitas air menurut peraturan yang berlaku, diperoleh informasi bahwa air pada kawasan hutan kayu putih secara umum masih dapat digunakan sebagai bahan baku air minum dan untuk pengairan tanaman.

5. Tingginya laju sedimentasi karena erosi yang disebabkan oleh perubahan penutupan lahan, terutama berkurangnya luasan penutupan hutan dan bertambahnya luasan areal pemukiman, dapat menyebabkan terganggunya fungsi waduk dalam pengaturan penampungan, penyimpanan dan pendistribusian air. Pada jangka panjang, meningkatnya jumlah sedimen terlarut yang masuk ke dalam waduk dapat memperpendek umur teknis waduk. Upaya penurunan laju sedimentasi melalui kegiatan konservasi tanah dengan penanaman pohon dan pembuatan bangunan sipil teknis perlu dilakukan dengan melibatkan secara aktif masyarakat setempat untuk menyelaraskan antara kebutuhan masyarakat dan kelestarian lingkungan DAS, khususnya pada daerah tangkapan waduk. Pola agroforestri dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan lahan pada daerah hulu yang dapat memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat sekaligus memberikan manfaat perlindungan bagi ekosistem hulu DAS.

6. Ekosistem hutan mangrove mempunyai peran yang sangat penting, baik secara ekologis, ekonomis maupun social budaya. Terkait dengan proses erosi dan sedimentasi, vegetasi pada

(20)

xix

hutan mangrove mempunyai kemampuan dalam menjerat sedimen terlarut sebelum masuk ke laut. Dalam hal ini, komunitas tanaman bakau (Rhizophora spp.) mempunyai kemampuan menjerat sedimen terlarut yang terendah dibandingkan dengan komunitas tanaman api-api (Avicenna spp.) dan bogem (Sonneratia spp.). Dengan demikian, jenis bakau (Rhizophora spp.) sangat cocok dikembangkan untuk rehabilitasi kawasan hutan mangrove terdegradasi yang ditujukan untuk mengurangi pendangkalan sungai pada daerah hulunya yang pada akhirnya dapat potensi banjir.

7. Perlu adanya tindak lanjut penelitian dengan menambahkan komponen-komponen yang diteliti maupun memperbaiki metode penelitian yang dipakai, sehingga pada akhirnya hasil penelitian yang dihasilkan lebih berkualitas dan bermanfaat bagi praktisi lapangan.

Seminar merupakan media komunikasi interaktif antara peneliti dan praktisi untuk menyampaikan/mendiseminasikan hasil-hasil penelitian dan pengembangan, mendapatkan umpan balik dari pengguna hasil penelitian dan menyinergikan hasil-hasil penelitian antar lembaga penelitian yang terkait. Dengan demikian, kegiatan seminar ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan baik peneliti maupun praktisi.

Hasil Rumusan Sidang Komisi III

1. Salah satu penyebab meluasnya lahan kritis di Pulau Bali adalah akibat letusan gunung berapi. Lahan kritis tersebut berupa batu vulkanis beku dan pasir dari letusan Gunung Batur. Karena mempunyai tingkat kesuburan tanah dan curah hujan rendah maka lahan tersebut perlu segera direhabilitasi. Salah satu upaya rehabilitasi tersebut dapat dilakukan penamanan cemara pandak (Dacricarpus umbricarpus), rasamala (Altingia excelsa), dan Kepelan (Manglietia glauca) dengan perlakuan pemberian top soil, pupuk kandang dan penyiraman sistem tetes. Namun demikian hasil penelitian ini masih perlu dilanjutkan untuk memperoleh hasil yang signifikan.

(21)

xx

2. Tumbuhan bawah merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan. Adanya komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah akan mempengaruhi struktur dan fungsi ekologis hutan. Telah ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah di Taman Nasional Bali Barat yang mempunyai potensi a) sebagai penutup lantai hutan, b) sebagai tanaman hias, c) tumbuhan obat, d) tumbuhan penghasil pakan satwa, e) penghasil sayuran, f) penghasil minyak atsiri, g) tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan, dan h) tumbuhan sakral. Nilai keanekaragaman masing masing tipe ekosistem hutan tersebut tergolong yang menandakan penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas juga sedang.

3. Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) sempadan sungai merupakan kawasan perlindungan untuk mendukung fungsi lingkungan yaitu konservasi tanah dan hidroorologi serta mempertahankan biodiversitas ekosistemnya, Permudaan KPS melalui enrichment planting yang harus mempertimbangkan toleran atau intoleran jenis tanaman yang dikembangkan. Untuk mendukung hal tersebut dilakukan penelitian intensitas cahaya pada jenis penutupan hutan jati dan johar. Hasil penelitian ini masih perlu diperluas dengan pengamatan tingkat pertumbuahn tumbuhan bawah dibawah jenis-jenis tersebut dan jenis lain yang berkaitan dengan fungsi konservasi KPS.

4. Permasalahan yang sering timbul pada lahan pantai antara lain adalah abrasi (pengurangan daratan), air pasang , kecepatan angin tinggi, uap air yang mengandung garam, iklim mikro ekstrim panas dan kering, dan unsur hara yang rendah. Untuk mengeliminir masalah tersebut dapat dilakukan antara lain dengan penambahan pupuk kandang dan mikoriza, penyediaan sumur renteng dan pemberian mulsa, sedangkan untuk kondisi iklim ekstrim dengan penghijauan cemara laut sebagai tanggul angin.

Langkah awal untuk menuju pertanian yang efisien adalah penentuan komoditas unggulan yang diusahakan sehingga diperoleh komoditas yang memiliki keunggulan komparatif sehingga

(22)

xxi

mampu meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Komoditas unggulan harus layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial, dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik jika sesuai dengan agroekologi, layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian di Sub DAS Tulis menunjukkan bahwa komoditas unggulan yang banyak diusahakan yaitu padi, dan jagung (tanaman pangan), kentang dan kubis (hortikultura), salak (buah-buahan), sengon (kehutanan), kambing dan sapi (ternak ruminansia) dan ayam (ternak non ruminansia). Informasi desa yang memiliki keunggulan atas suatu komoditas perlu diketahui karena mencerminkan pewilayahan komoditas. Desa yang memiliki banyak komoditas unggulan akan menjadi pemasok bagi daerah non basis dan desa dengan banyak komoditi unggulan akan lebih maju dibandingkan dengan daerah yang sedikit memiliki komoditi unggulan. Penggantian komoditas unggulan komparatif (kentang) tidak dapat serta merta dilakukan dengan tanaman kehutanan. Rekomendasi teknik penanaman kentang dengan menerapkan teknik konservasi tanah perlu diberikan agar memberikan manfaat ekonomi dan ekologi.

Surakarta, 5 September 2012 Tim Perumus

1. Nana Haryanti, S.Sos, M.Sc 2. Nunung Pujinugroho, S.Hut, M.Sc 3. Ir. Nining Wahyuningrum, M.Sc

(23)

203

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH POTENSIAL PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM HUTAN

DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT1 oleh/ by:

Arina Miardini2 dan Agung Budi Supangat3

Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS . Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan.

Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959 Email: bpk_solo_pp@yahoo.com

2

md_areena@yahoo.com ; 3maz_goenk@yahoo.com

ABSTRAK

Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu keanekaragaman jenis flora di TNBB yaitu adanya keanekaragaman tumbuhan bawah. Untuk mengetahui potensi tumbuhan bawah pada tingkat jenis, maka perlu diketahui komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah potensial pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBB. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak dengan ukuran 1x1 m secara purposive sampling yang mewakili dari variasi perbedaan lima ekosistem. Penentuan jumlah petak dilakukan berdasarkan running mean, sehingga pembuatan petak contoh dihentikan saat nilai keragamannya relatif stabil. Analisis tumbuhan bawah dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting serta indeks keanekaragaman shannon wienner. Komposisi jenis tumbuhan bawah pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBB: 8 jenis ditemukan di hutan pantai formasi pescapre, 8 jenis ditemukan di hutan pantai baringtonia, 9 jenis di Savanna, 10 jenis di hutan musim dan 9 jenis di hutan dataran rendah. Keanekaragaman pada masing masing tipe ekosistem hutan di TNBB tergolong sedang dengan nilai indeks snannon wienner berkisar antara 1,07 sampai 2,06. Potensi tumbuhan bawah pada masing-masing tipe ekosistem hutan di TNBB dapat dikelompokkan menjadi 8 kelompok yaitu: a) 4 jenis berpotensi sebagai penutup lantai hutan, b) 6 jenis berpotensi sebagai tanaman hias, c) 18 jenis berpotensi sebagai tumbuhan obat, d) 7 jenis berpotensi sebagai tumbuhan penghasil pakan satwa, e) 2 jenis berpotensi sebagai penghasil sayuran, f) 2 jenis berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri, g) 6 jenis berpotensi sebagai tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan, dan h) 2 jenis berpotensi sebagai tumbuhan sakral.

Kata kunci : komposisi, keanekaragaman, tumbuhan bawah, ekosistem hutan,

taman nasional bali barat

1

Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS 2012 Surakarta, 5 September 2012.

(24)

204 I. PENDAHULUAN

Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang merupakan habitat terakhir bagi burung Curik Bali (Leucopsar rothschildi). Kawasan ini ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995. TNBB memiliki ekosistem asli yang didalamnya terdapat keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang tinggi.

Salah satu keanekaragaman jenis flora di TNBB yaitu adanya keanekaragaman tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang bukan termasuk tegakan atau pohon dan keberadaaannya di bawah strata tegakan atau pohon (Odum, 1993). Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau perdu rendah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat (Aththorick, 2005).

Tumbuhan bawah di TNBB berpotensi sebagai pakan satwa, tanaman obat dan sebagai vegetasi penutup tanah. Berdasarkan hasil inventarisasi potensi keanekaragaman spesies tumbuhan obat di berbagai kawasan hutan konservasi taman nasional di Indonesia, menunjukkan bahwa setiap unit kawasan hutan taman nasional ditemukan berbagai spesies tumbuhan obat yang dapat mengobati 25 kelompok penyakit yang diderita masyarakat (Zuhud, 2008). Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitus (life-form) tumbuhan bawah yaitu sebesar 486 spesies herba, 183 spesies semak, 125 perdu dan 145 liana (Zuhud dan Siswoyo, 2001). Di Kawasan Tanjung Pasir Taman Nasional Bali Barat ditemukan 12 jenis tumbuhan yang diidentifikasi sebagai pakan rusa yang 8 diantaranya merupakan tumbuhan bawah (Masyud et al., 2008) Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga membantu percepatan proses dekomposisi seresah yang dapat bermanfaat dalam penyediaan unsur hara untuk tanaman pokok (Ewusia, 1990).

Potensi yang cukup besar ini menjadikan peran tumbuhan bawah sebagai komponen penting dalam ekosistem hutan perlu

(25)

205

diperhitungkan. Adanya komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah akan mempengaruhi struktur dan fungsi ekologis hutan. Berkaitan dengan potensi tumbuhan bawah pada tingkat jenis, maka perlu dilakukan analisis tumbuhan bawah. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah potensial pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBB.

II. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

TNBB memiliki luas kawasan 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha berupa wilayah daratan dan 3.415 Ha berupa perairan. Secara administratif TNBB terletak di Kabupaten Jembrana dan Kab. Buleleng. TNBB terbagi dalam Zona Inti seluas ± 8.023,22 Ha; Zona Rimba ± 6.174,756 Ha;, Zona perlindungan Bahari ± 221,741 Ha;, Zona Pemanfaatan ± 4.294,43 Ha;, Zona Budaya, Religi dan Sejarah seluas ± 50,570 Ha;, Zona Khusus ± 3,967 Ha; dan Zona Tradisional seluas ± 310,943 Ha. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2012 di lima tipe ekosistem hutan di TNBB, yaitu hutan pantai formasi pescapre dan hutan pantai Baringtonia.

(26)

206 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBB, literatur berupa publikasi/ laporan penelitian dan buku identifikasi tumbuhan. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain: petak contoh 1x1 m, kertas koran, kantong plastik, tally sheet, alat tulis dan kamera. Metode

Untuk mengetahui komposisi tumbuhan bawah dilakukan analisis secara purposive sampling yang mewakili dari variasi perbedaan lima ekosistem (hutan pantai formasi pescapre, hutan pantai formasi baringtonia, savanna, hutan musim dan hutan dataran rendah). Metode yang digunakan dalam analisis tumbuhan bawah ini adalah metode garis berpetak dengan ukuran 1x1 m. Penentuan jumlah petak dilakukan berdasarkan running mean, sehingga pembuatan petak contoh dihentikan saat nilai keragamannya relatif stabil. Pembuatan garis dilakukan dengan memotong kontur. Petak contoh yang dibuat sebanyak 35 petak contoh yang terdiri dari: hutan pantai formasi pescapre sebanyak 10 petak, hutan pantai formasi baringtonia sebanyak 5 petak, savanna sebanyak 8 petak, hutan musim sebanyak 6 petak dan hutan dataran rendah sebanyak 6 petak.

Jenis data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Data primer yang diambil antara lain : 1) Tanggal, waktu, tempat, elevasi, dan koordinat titik awal jalur dengan menggunakan GPS, 2) Jumlah dan jenis yang terdapat dalam petak, 3) Kelimpahan jumlah suatu jenis, 4) gambar spesies dan spesimen yang belum diketahui jenisnya untuk diidentifikasi. Data sekunder yang diambil yaitu potensi tumbuhan bawah yang terdapat di TNBB.

Identifikasi jenis tumbuhan bawah berpotensi dilakukan dengan melakukan cek silang dengan buku Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV dan berbagai literature lainnya. . Data yang diperlukan untuk pengkajian aspek potensi tumbuhan bawah meliputi nama lokal, nama ilmiah (species dan famili), dan habitus.

(27)

207

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan tabel yang dilanjutkan dengan analisis secara deskriptif kualitatif. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus (Soerianegara dan Indrawan, 1998) sebagai berikut:

Kerapatan (ind/m2) = Jumlah individu suatu jenis Luas seluruh petak Kerapatan Relatif (%) = Kerapatan suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis Frekuensi = Jumlah petak terisi suatu jenis

Jumlah seluruh petak Frekuensi Relatif (%) = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seluruh jenis Indeks Nilai Penting = KR + FR

Untuk mengukur atau menduga keanekaragaman jenis digunakan indeks Shannon-Wieners (Odum, 1971 dalam Rachmady, 2003) dan pengklasifikasian keanekaragaman menggunakan kriteria pada Tabel 1.

H’ =

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman jenis N = Jumlah total individu

ni = jumlah individu pada jenis ke-i

Tabel 1 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) Nilai Indeks

Shannon

Kriteria

> 3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

1-3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap

spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang.

< 1

Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah.

N

ni

N

ni

ln

X 100% X 100%

(28)

208

Hasil identifikasi jenis tumbuhan bawah disusun berdasarkan famili dan spesies yang selanjutnya untuk dianalisis. Setiap spesies tumbuhan dianalisis mengenai potensi, bentuk hidup dan manfaatnya. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara melakukan penyaringan terhadap kegunaan masing-masing jenis tumbuhan berguna berdasarkan kelompok kegunaannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah berdasarkan Tipe Ekosistem Hutan di TNBB

Hasil analisis tumbuhan bawah pada lima tipe ekosistem hutan di TNBB diperoleh 29 jenis tumbuhan bawah dengan rician per ekosistem: sebanyak 8 jenis ditemukan di hutan pantai formasi pescapre, 8 jenis ditemukan di hutan pantai baringtonia, 9 jenis di Savanna, 10 jenis di hutan musim dan 9 jenis di hutan dataran rendah. Komposisi dari keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis (Gusmaylina, 1983). Komposisi jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada masing-masing tipe ekosistem hutan dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah yang Ditemukan pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di TNBB

No Ekosistem Hutan

Jenis Ditemukan K KR F FR INP Nama

Lokal Nama Latin Ind/ m

2

(%) Ind/ m2 (%) (%) 1 Pescapre rumput lari Cyperus digatatus 3,10 22,30 0,90 23,68 45,99

Seruni laut Widelia biflora 0,20 1,44 0,10 2,63 4,07 Kacangan Spilanthes labadicensis 2,20 15,83 0,90 23,68 39,51 Widuri Calotropia gigantean 0,70 5,04 0,40 10,53 15,56 katang katang Ipomoea pescapre 1,40 10,07 0,60 15,79 25,86

Teki laut Cyperus longus 5,60 40,29 0,50 13,16 53,45 rumput

tembaga

Ischaemum muticum

(29)

209

No Ekosistem Hutan

Jenis Ditemukan K KR F FR INP Nama

Lokal Nama Latin Ind/ m

2 (%) Ind/ m2 (%) (%)

Kerasi Lantana camara 0,10 0,72 0,10 2,63 3,35 2 Baringtonia Kacangan Spilanthes

labadicensis

0,20 3,33 0,20 9,09 12,42

Untir-untir Galearia filiformis 0,20 3,33 0,20 9,09 12,42 Seruni laut Widelia biflora 0,20 3,33 0,20 9,09 12,42 Nyawon Vernonia cinerea 2,20 36,67 0,60 27,27 63,94 Kerasi Lantana camara

L., 0,80 13,33 0,20 9,09 22,42 Kirinyuh Eupatorium inulifolium 1,20 20,00 0,40 18,18 38,18 pring pringan Pogonatherum crinitum 1,00 16,67 0,20 9,09 25,76

teki laut Cyperus longus 0,20 3,33 0,20 9,09 12,42 3 Savana Merakan Themeda arguens 22,50 66,42 0,87 24,14 90,56

pring pringan Pogonatherum crinitum 4,12 12,18 1,00 27,59 39,76 kemangi hutan Ocimum cannum 0,50 1,48 0,12 3,45 4,92 Kirinyuh Eupatorium inulifolium 1,25 3,69 0,37 10,34 14,03

Nyawon Vernonia cinerea 2,50 7,38 0,50 13,79 21,17 Kerasi Lantana camara 1,62 4,80 0,37 10,34 15,14 Kacangan Spilanthes

iabadicensis

0,37 1,11 0,12 3,45 4,55

teki gandul Cyperus brevifolius 0,37 1,11 0,12 3,45 4,55 rumput mutiara Hedyotis corymbosa 0,62 1,84 0,12 3,45 5,29 4 Musim Rembiga - 1,50 23,08 0,17 5,88 28,96 Kerasi Lantana camara 1,17 17,95 0,50 17,65 35,60 Jerukan Xanthophyllum excelsum 0,67 10,26 0,17 5,88 16,14 Kirinyuh Eupatorium inulifolium 0,83 12,82 0,67 23,53 36,35

Meniran Phyllanthus niruri 1,17 17,95 0,33 11,77 29,71 Untir-untir Galearia filiformis 0,17 2,56 0,17 5,88 8,45 Berasan Cyperus elatus 0,17 2,56 0,17 5,88 8,45 Kalak Cyathocalyx

sumatranus

0,33 5,13 0,33 11,77 16,90

Nyawon Vernonia cinerea 0,17 2,56 0,17 5,88 8,45 Ketket Rubus lineatus 0,33 5,13 0,17 5,88 11,01 5 Dataran

Rendah

Soka Ixora salicifolia 1,00 19,05 0,25 8,33 27,38 Ketket Rubus lineatus 1,00 19,05 0,50 16,67 35,71

(30)

210

No Ekosistem Hutan

Jenis Ditemukan K KR F FR INP Nama

Lokal Nama Latin Ind/ m

2 (%) Ind/ m2 (%) (%)

liana api - 0,50 9,52 0,50 16,67 26,19 Rotan Calamus manan 0,50 9,52 0,25 8,33 17,86 Kalak Cyathocalyx sumatranus 0,25 4,76 0,25 8,33 13,09 Daun wisnu - 1,00 19,05 0,25 8,33 27,38

cabe hutan Piper retrofractum 0,50 9,52 0,50 16,67 26,19 Pakis sarang burung Asplenium nidus 0,25 4,76 0,25 8,33 13,09 Kuanitan - 0,25 4,76 0,25 8,33 13,09 Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Ekosistem pantai di TNBB memiliki dua formasi yaitu formasi Pescapre dan formasi Baringtonia. Formasi pescapre merupakan tumbuhan pioner yang terdapat disepanjang tepi pantai dekat dengan garis air pasang tertinggi. Indeks keanekaragaman pada formasi pescapre tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 1,61. Adanya indeks keanekaragaman dengan nilai sedang menandakan penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas juga sedang. Tumbuhan bawah yang mendominasi pada petak contoh adalah teki laut (Cyperus longus) dengan INP sebesar 53,45%, kemudian disusul rumput lari (Cyperus digatatus) dengan INP sebesar 45,99% dan kacang laut besar (Spilanthes labadicensis) sebesar 39,51%. Pada petak contoh juga dijumpai tumbuhan penciri utama formasi ini yaitu katang-katang (Ipomea pescaprae) dengan INP sebesar 25,86%. Formasi dibelakang pescapre adalah formasi baringtonia. Formasi ini terdapat di bagian pantai yang mengalami pengikisan dari pasir-pasir pada formasi pescapre. Keanekaragaman pada ekosistem ini tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 1,71. Tumbuhan bawah yang tumbuh relatif terbatas karena kondisi tempat tumbuh yang memiliki kadar salinitas tinggi dan miskin hara misalnya jenis rumput-rumputan dan semak atau perdu. Jenis Nyawon (Vernonia cinerea) mendominasi formasi ini dengan INP 63,94%, kemudian kirinyuh (Eupatorium

(31)

211

inulifolium) sebesar 38,18% dan pring pringan (Pogonatherum crinitum) 25,76%.

Savana merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan dan padang rumput (Sabarno, 2001). Savana di TNBB mengalami masa kekeringan lebih panjang dari pada tipe ekosistem berhutan. Saat musim penghujan produksi hijauan melimpah dan berkurang pada musim kemarau. Kondisi hutan savana memiliki penutupan tajuk yang relatif terbuka sehingga intensitas cahaya matahari juga lebih besar masuk ke lantai hutan, akibatnya memberikan pengaruh lebih baik dan positif terhadap rata-rata tingkat pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan pakan rusa yang tergolong sebagai tumbuhan bawah. Keanekaragaman tumbuhan bawah di savana tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 1,22. Tumbuhan bawah di savana didominasi oleh semak berduri dan rumput-rumputan. Jenis tumbuhan bawah di savana pada petak contoh di dominasi oleh merakan (Themeda arguens) sebesar 90,56%, kemudian Pring-pringan (Pogonatherum crinitum) dengan INP sebesar 39,76% dan nyawon (Vernonia cinerea) sebesar 21,17%.

Ekosistem hutan musim di TNBB memiliki luasan paling besar di TNBB. Saat musim kemarau, tumbuhan pada hutan ini akan menggugurkan daunnya sehingga terlihat gersang, namun saat musim penghujan akan terlihat hijau. Hutan musim hanya memiliki satu strata tajuk, sehingga memungkinkan penetrasi cahaya masuk ke lantai hutan. Hutan tipe ini berada di bagian barat dan bagian utara Gunung Panginuman serta sebagian besar Semenanjung Prapat Agung. Keanekaragaman tumbuhan bawah di hutan musim tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 2,04. Tumbuhan bawah yang tumbuh lebih didominasi oleh semak dan herba. Tumbuhan bawah yang mendominasi pada petak contoh adalah kirinyuh (Eupatorium inulifolium) dengan INP 36,35%, kemudian kerasi (Lantana camara) sebesar 35,60%.

Ekosistem hutan dataran rendah di TNBB memiliki penutupan tajuk yang besar serta struktur dan komposisi yang relatif kompleks. Hutan

(32)

212

dataran rendah di TNBB terdapat di Bagian Selatan Gunung Panginuman, Gunung Klatakan, Gunung Bakungan dan Gunung Ulu Teluk Trima. Keanekaragaman tumbuhan bawah di hutan dataran rendah tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 2,05. Pada ekosistem hutan hujan dataran rendah dengan tutupan tajuk yang besar memungkinkan penetrasi cahaya matahari pada lantai hutan yang terbatas. Komposisi jenis tumbuhan yang mendominasi adalah herba dan liana serta sedikit perdu. Tumbuhan bawah yang mendominasi adalah jenis Ketket (Rubus lineatus) dengan INP sebesar 35,71%, selanjutnya soka (Ixora salicifolia) sebesar 27,38% dan Daun wisnu sebesar 27,38%.

Potensi Tumbuhan Bawah pada Masing-masing Tipe Ekosistem Hutan di TNBB

Tumbuhan bawah merupakan salah satu komponen hutan yang berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba, dan semak belukar (Kusmana, 1995), serta paku-pakuan (Ewusie, 1990). Berdasarkan analisis potensi, tumbuhan bawah dapat dikelompokkan menjadi 8 kelompok potensi, yaitu:

a. Penutup Lantai Hutan

Menurut Paige (2006), penutupan tanah di lantai hutan dapat berupa serasah, tumbuhan bawah dan bahan organik lainnya. Jenis tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai pelindung tanah, penutup tanah serta perbaikan struktur tanah ditemukan 4 jenis yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Pelindung Lantai Hutan di TNBB

No Jenis Famili Manfaat Habi tat Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Pring-pringan Pogonatherum paniceum

Poaceae Penutup tebing B, S

2 Merakan Themeda gigantean

Poaceae Pelindung pinggiran teras

(33)

213

P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah Sumber: Hasil Analisis Data Primer

Adanya tumbuhan bawah akan melindungi lantai hutan dari energi jatuhan air hujan secara langsung. Energi air hujan yang jatuh tersebut selain diperlambat oleh serasah pada lantai hutan juga diperlambat oleh batang pohon, akar tanaman yang muncul dipermukaan, dan keberadaan tumbuhan bawah (Miardini dan Sukresno, 2010). Penutupan lantai hutan dengan serasah dan vegetasi sebesar 60-75% hanya menghasilkan 2% air limpasan (Sedell et al, 2000).

b. Tanaman Hias

Tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai tanaman hias pada petak contoh ditemukan sebanyak 6 jenis. Daftar tumbuhan bawah berpotensi sebagai tanaman hias dapat dilihat pada tabel 4. Adanya eksplorasi yang dilakukan akan memberikan informasi bahwa beberapa jenis tumbuhan bawah mempunyai potensi untuk dijadikan tanaman hias. Keanekaragaman tumbuhan bawah yang memiliki keindahan dan keunikan mempunyai peluang untuk diberdayakan sebagai komoditas komersial yang penting dan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan petani tanaman hias dan devisa negara.

Tabel 4. Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Tanaman Hias di TNBB

No Jenis Famili Habitat

Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Kerasi Lantana camara Verbenaceae P,B,S,M 2 Untir-untir Galearia filiformis Euphorbiaceae B, M 3 Jerukan Xanthophyllum

excelsum

Polygalaceae M

4 Soka Ixora salicifolia Rubiaceae D 5 Pakis sarang

burung

Asplenium nidus Aspleniaceae D

6 Seruni laut Widelia biflora Asteraceae P, B P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah

Sumber: Hasil Analisis Data Primer

3 Kerasi Lantana camara Verbenaceae Pupuk, tanaman pagar P, B, S, M 4 kacangan Spilanthes labadicensis Compocitaceae Pelindung tanah P, B, S

(34)

214 c. Tumbuhan Obat

Setiap tipe ekosistem hutan tropika di Indonesia merupakan pabrik keanekaragaman hayati tumbuhan obat, terbentuk secara evolusi dengan waktu yang sangat panjang, termasuk telah berinteraksi dengan sosial budaya masyarakat lokalnya (Zuhud, 2008). Hasil analisis tumbuhan bawah berpotensi obat di TNBB sebanyak 18 jenis (Tabel 5). Tabel 5. Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Tumbuhan Obat di TNBB

No Jenis Famili Habitat

Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Seruni laut Widelia biflora Asteraceae P, B 2 Kerasi Lantana camara Verbenaceae P,B,S,M 3 Nyawon Vernonia cinerea Compocitaceae S, M 4 Widuri Calotropis gigantean asclepiadaceae P 5 katang katang Ipomoea pescapre Convolvulaceae P 6 Teki laut Cyperus longus Cyperaceae P, B 7 Berasan Cyperus lineatus Cyperaceae M 8 kemangi hutan Ocimum cannum Lamiaceae S 9 Kirinyuh Eupatorium inulifolium Asteraceae B, S, M, 10 Meniran Phyllanthus niruri Euphorbiaceae M

11 teki gandul Cyperus brevifolius Cyperaceae S 12 pring pringan Pogonatherum crinitum Poaceae B, S 13 rumput mutiara Hedyotis corymbosa Rubiaceae S 14 cabe hutan Piper retrofractum Piperaceae D 15 Pakis sarang burung Asplenium nidus Aspleniaceae D 16 Rotan Calamus manan Arecaceae D 17 Merakan Themeda gigantean Poaceae S 18 Rumput tembaga Ischaemum muticum Poaceae P P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah

Sumber: Hasil Analisis Data Primer

d. Tumbuhan Penghasil Pakan Satwa

Hasil analisis tumbuhan bawah berpotensi sebagai pakan satwa di TNBB sebanyak 7 jenis (Tabel 6). Dari ketujuh jenis tumbuhan bawah berpotensi pakan, sebanyak 5 jenis dijumpai di savana. Produktivitas tumbuhan pakan di hutan savana lebih besar daripada di hutan lainnya. Produktivitas hijauan pakan di hutan savanna diperkirakan

(35)

215

sekitar 28.67 kg/ha/hari (Masyud et al., 2008). Savana memiliki kondisi yang terbuka sehingga intensitas cahaya matahari juga lebih besar masuk ke lantai hutan, akibatnya memberikan pengaruh lebih baik dan positif terhadap rata-rata tingkat pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan pakan satwa terutama rumput-rumputan. Menurut Alikodra (1979), produktivitas suatu kawasan merupakan modal yang secara ekonomis menguntungkan untuk mengembangkan populasi suatu satwa sampai pada tingkat tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produktivitas padang rumput yaitu suksesi, persaingan, jenis rumput, pengaruh musim dan overgrazing.

Tabel 6. Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Pakan Satwa di TNBB

No Jenis Famili Habitat Nama Lokal Nama Ilmiah

1 rumput lari Cyperus digatatus Cyperaceae P 2 Kerasi Lantana camara Verbenaceae P,B,S,M 3 pring pringan Pogonatherum crinitum Poaceae B, S 4 Merakan Themeda arguens Poaceae S 5 teki gandul Cyperus brevifolius Cyperaceae S 6 rumput mutiara Hedyotis corymbosa Rubiaceae S 7 Berasan Cyperus elatus Cyperaceae M P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah Sumber: Hasil Analisis Data Primer

e. Sayuran

Jenis Tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai sayuran antara lain: Seruni laut (Widelia biflora) yang digunakan adalah daun muda dan Rotan (Calamus manan) bagian yang digunakan adalah batang muda dan pucuk daun. Daun Seruni biasa dimasak sebagai bahan perasa yang dicampuran pada sayur atau lauk.

f. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau essential oil merupakan minyak yang dihasilkan dari metabolisme tanaman. Minyak atsiri biasanya digunakan pada industri sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Menurut Agusta (2000) fungsi minyak atsiri sebagai bahan obat

(36)

216

tersebut disebabkan adanya bahan aktif, sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri. Tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri adalah pada jenis Teki-tekian Cyperus sp (Teki laut Cyperus longus, dan Teki gandul Cyperus brevifolius). Bagian tanaman yang diekstrak berasal dari umbi dari teki tersebut.

g. Tumbuhan Penghasil Tali, Anyaman dan Kerajinan

Jenis tumbuhan bawah penghasil tali, anyaman dan kerajinan yang dijumpai pada petak contoh sebanyak 6 jenis yang ditunjukkan pada tabel 7. Rotan (Calamus manan) dan jenis rumput-rumputan merupakan jenis-jenis tumbuhan bawah penghasil tali, anyaman dan kerajinan. Jenis rumput-rumputan juga berpotensi sebagai bahan anyaman, yang dapat menghasilkan produk kerajinan seperti tikar, bakul dan keranjang dll. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat serta relatif seragam bentuknya. Sebagai negara penghasil rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari budidaya rotan (Kalima, 1996 dalam Jasni et al., 2000).

Tabel 7 Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Penghasil Tali, Anyaman dan Kerajinan di TNBB

No Jenis Famili Habitat

Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Rotan Calamus manan Arecaceae D 2 Merakan Themeda arguens Poaceae S 3 Rumput Tembaga Ischaemum muticum Poaceae P 4 Rumput lari Cyperus digatatus Cyperaceae P 5 Teki laut Cyperus longus Cyperaceae P, B 6 Teki gandul Cyperus brevifolius Cyperaceae S P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah

(37)

217 h. Tumbuhan Sakral

Menurut Kartiwa dan Wahyono (1992) Indonesia yang terdiri kurang lebih 350 etnis dapat memberikan gambaran pemanfaatan tumbuhan di masing-masing tempat yang khususnya dipakai dalam berbagai upacara. Masyarakat Hindu Bali dalam aktivitas keagamaannya selalu berkaitan erat dengan upacara dan sesaji. Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat bali adalah pemanfaatan tumbuhan atau bagian tumbuhan dalam upacara adat.

Jenis Tumbuhan bawah yang dianggap sakral oleh masyarakat Bali yang ditemukan pada petak contoh antara lain Daun wisnu dan Widuri (Calotropis gigantean). Beberapa jenis tumbuhan (baik berupa semak, perdu maupun pohon) yang memiliki nilai sakral/magis disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8 Daftar Tanaman Sakral di TNBB

No Jenis Habitus Habi tat

Kegunaan Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Rumput lepas

T. bawah S Sarana upacara ngaben 2 Widuri Calotropia

gigantean

T. bawah P,B Sarana upacara ngaben 3 Kayu

Wasem

Dodonaea vicosa

Pohon/perdu P, B Anti bisa

4 Tigakancu Buhainia tomentosa

Pohon B Kayu pegangan keris

5 Daun wisnu - T. bawah/semak D Sarana upacara agama 6 Majagau Majagau sp. Pohon D Bahan

bangunan suci/pura 7 Peradah Gacinia sp. Pohon D Bahan

bangunan suci / tongkat magis 8 Pakis aji - T. bawah D Sarana upacara

ngaben 9 Rukam Flacouria rukam Pohon M, S Tongkat anti

orang kebal 10 Kemloko Phylanthus

emblica

Pohon M, S Sarana upacara ngaben 11 Dadap buri - Pohon M Sarana upacara

ngaben 12 Angrung - Pohon M Sarana upacara

ngaben P:Pescapre, B:Baringtonia, S:Savana, M:Musim,D:Dataran Rendah

(38)

218 KESIMPULAN

1. Komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah berdasarkan tipe ekosistem hutan di TNBB diperoleh 29 jenis dengan rincian per ekosistem adalah sebagai berikut: 8 jenis ditemukan di hutan pantai formasi pescapre, 8 jenis ditemukan di hutan pantai baringtonia, 9 jenis di savana, 10 jenis di hutan musim dan 9 jenis di hutan dataran rendah.

2. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada masing-masing ekosistem hutan yaitu: a) ekosistem pantai formasi pescapre didominasi teki laut (Cyperus longus) dengan INP sebesar 53,45%, dijumpai pula penciri utama formasi ini yaitu katang-katang (Ipomea pescaprae) dengan INP sebesar 25,86%, b) ekosistem pantai formasi baringtonia didominasi Nyawon (Vernonia cinerea) dengan INP 63,94%, c) ekosistem savana di dominasi oleh merakan (Themeda arguens) sebesar 90,56%, d) ekosistem hutan musim didominasi oleh kirinyuh (Eupatorium inulifolium) dengan INP 36,35%, e) ekosistem hutan dataran rendah didominasi jenis Ketket (Rubus lineatus) dengan INP sebesar 35,71%.

3. Nilai keanekaragaman masing masing tipe ekosistem hutan di TNBB tergolong sedang dengan nilai indeks snannon wienner berkisar antara 1,07 sampai 2,05. Adanya keanekaragaman sedang ini menandakan penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas juga sedang.

4. Potensi tumbuhan bawah pada masing-masing tipe ekosistem hutan di TNBB dapat dikelompokkan menjadi 8 kelompok yaitu: a) 4 jenis berpotensi sebagai penutup lantai hutan, b) 6 jenis berpotensi sebagai tanaman hias, c) 18 jenis berpotensi sebagai tumbuhan obat, d) 7 jenis berpotensi sebagai tumbuhan penghasil pakan satwa, e) 2 jenis berpotensi sebagai penghasil sayuran, f) 2 jenis berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri, g) 6 jenis berpotensi sebagai tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan, dan h) 2 jenis berpotensi sebagai tumbuhan sakral.

(39)

219 DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika. Penerbit ITB. Bandung

Alikodra, H.S. 1979. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Aththorick,T.A. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah Pada Beberapa Tipe Ekosistem Perkebunan di Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi Penelitian.

Balai Taman Nasional Bali Barat. 2010. Statistik Balai Taman Nasional Bali Barat. Bali

Ewusia, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman Tanuwidjaja. Penerbit I TB. Bandung

Gusmaylina. 1983. Analisa Vegetasi Dasar di Hutan Setia Mulia Ladang Padi, Padang. Tesis Sarjana Biologi FMIPA UNAND. Padang Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia IV. Badan Litbang

Departemen Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Jasni, D. Martono dan N. Supriana. 2000. Sari Hasil Penelitian Rotan.

http://www.dephut.go.id/files/SARI%20HASIL%20PENELITIAN% 20ROTAN.pdf. Diakses tanggal 23 Juli 2012.

Kartiwa, S. dan Wahyono. 1992. Hubungan Antara Tumbuhan dan Manusia dalam Upacara Adat di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Bogor.

Masyud, B., I. Hadi Kusuma, dan Y. Rachmandani. 2008. Potensi Vegetasi Pakan dan Efektifitas Perbaikan Habitat Rusa Timor (Cervus timorensis, de Blainville 1822) di Tanjung Pasir Taman Nasional Bali Barat. Media Konservasi Vol. 13, No. 2 Agustus 2008 : 59 – 64. Bogor

(40)

220

Miardini, A. dan Sukresno. 2008. Peran Serasah Akasia (Acacia mangium Wild) sebagai Pengendali Limpasan Permukaan. 2008. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Litbang Hutan Tanaman. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor

Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals Ecology. UGM Press. Yogyakarta

Paige, G. 2006. Water Quality and Erosion Following Wildfires. UW College of Agriculture.

Sabarno, M.Y. 2002. Savana taman Nasional Baluran. Jurnal Biodiversitas Volume 3, Nomor 1 Januari 2002

Sedell, J., M. Sharpe, D. Apple, M. Copenhagen and M. Furniss. 2000. Water and Forest Service. United States Department of Agriculture. Forest Service. Washington FS 660

Soerianegara, I dan A Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.

Zuhud, E.A.M. 2008. Potensi Hutan Tropika sebagai Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor . Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Zuhud, E.A.M. dan Siswoyo. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia. Kerjasama Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dengan Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta.

(41)

268 Lampiran 1. Jadwal Acara

JADWAL ACARA EKSPOSE

“Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan BPKTPDAS 2012” Surakarta, 5 September 2012

Waktu Acara Perangkat Sidang

A. REGISTRASI

8.00 – 8.30 Pendaftaran ulang Panitia

B. PLENO – PEMBUKAAN

8.30 – 8.35 Doa Panitia

8.35 – 8.40 Menyanyikan lagu Indonesia Raya Panitia

8.40 – 8.50 Laporan Panitia Penyelenggara Kepala BPTKPDAS 8.50 – 9.20 1. Keynote Speech : Arahan dan

Pembukaan

Kepala Badan Litbang Kehutanan

9.20 – 9.50 2. Keynote Speech : Kebutuhan IPTEK Pengelolaan DAS dalam

mengimplementasikan PP Nomor 37 Tahun 2012

Dr. Ir. Eka Widodo Soegiri, MM. (Direktur Perencanaan & evaluasi Pengelolaan DAS – Ditjen BPDASPS) 9.50 – 10.00 3. Penandatanganan PKS antara

BPTKPDAS dengan Pusat Litbang Perum Perhutani Tentang Penelitian, Pengembangan, dan Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Cemoro Modang di Kabupaten Blora dan KHDTK Hutan Penelitian Gombong di Kabupaten Kebumen Kepala BPTKPDAS, Kepala Puslitbang Perum Perhutani 10.00 – 10.15 REHAT KOPI C. SIDANG KOMISI SIDANG KOMISI I Perencanaan Fasilitator : Drs. C. Kukuh Sutoto, M.Si Perumus : Nana Haryanti Notulis : Wiwin Budiarti 10.15 – 10.25 1. Karakterisasi Lahan dan Banjir

Sebagai Dasar Penilaian Daya Dukung Daerah Aliran Sungai

Gambar

Gambar 1. Zonasi Taman Nasional Bali Barat
Tabel  2  Komposisi  Jenis  Tumbuhan  Bawah  yang  Ditemukan  pada  Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di TNBB
Tabel 3 Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Pelindung Lantai  Hutan di TNBB
Tabel 4. Daftar Tumbuhan Bawah Berpotensi sebagai Tanaman Hias di  TNBB
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Perlakuan Akuntansi Penyusutan Pada Badan Pengeolaan Pajak dan Retribusi DaerahPerolehan Penyusutan yang dimiliki oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah

xU ehl;by; xU tUlj;jpy; cw;gj;jp nra;ag;gLk; nghUl;fs; kw;Wk; gzpfspd; nkhj;j kjpg;gpd; msNt ehl;L tUkhdk; vd;wiof;fg;gLfpwJ. ehl;L tUkhdk;

Konflik kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar atau substantif (misalnya uang dan sumberdaya), masalah tata cara (sikap dalam menangani masalah) atau masalah

Tujuan Hizbut Tahrir ialah mengembalikan kaum muslim kedalam kehidupan Islam di dalam Dar al-Islam dan masyarakat Islam, dimana seluruh kehidupan di dalamnya dijalankan sesuai

Pengabdian kepada masyarakat merupakan pelaksanaan pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya langsung pada masyarakat secara kelembagaan melalui metodologi

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa shalat adalah menghadapkan hati (jiwa) kepada Allah dengan penuh khusyu‟, ikhlas dalam sebuah bentuk ibadah yang terdiri

Instrumen yang digunakan dalam pe- nelitian ini adalah 1) biskuit manis, yang di- gunakan untuk menyetarakan keadaan awal pada gigi dan mulut dari kelompok treatment / yang

Sut risno (2013) menyat akan kinerja adalah hasil kerja pegaw ai dilihat pada aspek kualitas, kuant itas, w akt u kerja dan kerjasama unt uk mencapai t ujuan yang sudah ditet