• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH SENI RUPA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEJARAH SENI RUPA INDONESIA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH SENI RUPA INDONESIA

SEJARAH CANDI SUKUH DAN CANDI BADUT

Oleh :

Ni Komang Tri Sintya Dewi 201306001

A. A. Gde Agung Triastika 201306002

Ni Putu Gita Rahayu Prasanthi 201306003

Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012

Ni Nyoman Sutrisni 201306016

A.A. Bagus Wedha Pratama 201306047

A.A. Gde Rama Dalem 201306049

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga sebuah tugas Ujian Tengah Semester dalam mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia yang berjudul “Sejarah Candi Sukuh dan Candi Badut ” dapat terselesaikan.

Atas terselesaikannya karya tulis, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, di antaranya adalah :

1. Ibu Dra. Ni Made Rinu, M.Si, selaku Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar.

2. Bapak Ida Bagus Kt Trinawindu, S.Sn.,M.Erg, selaku Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual.

3. Ibu Ni Ketut Pande Sarjani, S.Sn, M.Sn, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia.

4. Ibu Dra. Ni Kadek Karuni, M.Sn, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia.

Diharapkan bahwa tugas ini dapat memberikan sumbangan pikiran, serta masukan yang bersifat membangun juga diharapkan untuk kesempurnaan tugas Ujian Tengah Semester Sejarah Seni Rupa Indonesia ini. Terima Kasih.

Denpasar, 20 Oktober 2015

(3)

iii DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

A. PENDAHULUAN a. Latar Belakang ... 1

b. Rumusan Masalah ... 2

c. Tujuan ... 2

d. Metode Pengumpulan Data ... 3

B. ISI a. Candi Badut ... 4

- Sejarah Candi Badut ... 4

- Ciri Khas Candi Badut ... 4

b. Candi Sukuh ... 7

- Sejarah Candi Sukuh ... 7

- Mitos Candi Sukuh ... 14

C. PENUTUP a. Simpulan ... 16

b. Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

1

A. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan salah satu Bangsa yang banyak mempunyai history panjang dalam peradabannya, tidak terkecuali dengan perkembangan agama Buddha di Bumi Nusantara. Bukti bahwa nenek moyang kita merupakan penganut dan pemeluk Agama Buddha sejati (tulen). Semua itu dapat dilihat dari perkembangan – perkembangan di jaman kerajaan yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan oleh sejarah.

Masa keemasan Agama Buddha di Bumi Nusantara dimulai sejak dengan berdirinya Kerajaan Sriwijaya yang wilayah kekuasaannya meliputi (Asia Tenggara ; Thailand, Kamboja, Malayu, Vietnam, Filipina, Jawa, Kalimantan & Sumatera [Candi Muara Jambi &

Muara Takus] pada Abad 7 – 11 M), kemudian pada masa kejayaan Wangsa Sailendra –

Smaratungga (Abad 8 – 9 M) yang juga meninggalkan suatu maha karya yang sangat luar biasa dalam peradaban Agama Buddha dibumi nusantara dan dunia yaitu “Candi Kalasan, Candi Sewu & Candi Borobudur”, selain dari pada itu pada awal masa Kerajaan Majapahit (1293 – 1500 M), Agama Buddha juga masih dalam puncak kejayaan, pada masa ini terdapat seorang patih yang sangat terkenal dalam perjuangannya demi menyatukan Nusantara yaitu “Patih Gajah Mada”.

Seiring dengan berjalannya sang waktu pada masa Kerajaan Majapahit (14 – 15 M) ternyata Buddha Dhamma mengalami kemunduran yang cukup memprihatinkan (sejak

diawalai pemberontakan Raden Patah). Agama Buddha dibumi nusantara mulai semakin

menurun populasinya hingga akhirnya tertidur kurang lebih selama 500 tahun lamanya.

Meskipun ajaran Buddha sudah dibilang telah hilang dari permukaan bumi nusantara ini, tetapi sesungguhnya tidak lenyap. Ibarat sebatang pohon yang cabang rantingnya sudah patah, daunnya sudah rontok, batangnya sudah rubuh, tetapi akarnya belum tercabut. Jadi meskipun tumbuh tidak segar, rantingnya tidak panjang, batang tidak besar, daunnya tidak subur karena tidak dipupuk dan iklim tidak menunjang, tetapi pohon itu tetap hidup. Cuma tumbuhnya kecil seperti bonsai, namun meskipun bonsai itu kecil, nilainya unggul harganya.

Demikian halnya agama Buddha yang ada dibumi nusantara ini, ternyata kian hari kian meningkat perkembangan populasinya, walaupun sejarah yang ada memang cukup menyakitkan hati, tetapi justru dengan adanya itu semangat dan kobaran api dalam memperjuangkan dan mengembangkan Buddha Dhamma dibumi nusantara justru semakin berkobar. Kemajuan perkembangan dan pertahanan Buddha Dhamma tidak boleh lekang oleh waktu, keabadian Budha Damma dinegeri ini dipundak kita semua, Seperti yang telah di

(5)

2

Sabdakan oleh Sang Buddha “Appamadena Sampadetta – Berjuanglah dengan sungguh – sungguh”.

Memang tidak bisa kita pungkiri sejauh ini, tercatat sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (14-15 M) hingga sekarang belum ada satu orangpun Putra Bangsa yang mampu dan sanggup memberikan satu bentuk maha karya seperti di jamannya Kerajaan Sriwijaya, Sailendra & Smaratungga dengan satu bangunan Candi, sebagai bentuk ciri khas dan simbolisasi keagungan Agama Buddha di bumi nusantara ini.

Untuk itu pada era modern sekarang ini, kami dari segenap Umat Buddha yang telah meyakini Tiratana (Buddha Dhamma Sangha), ingin mencoba untuk membangun satu monument yang sangat sakral didalam Agama Buddha setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit (5 Abad) di bumi nusantara yaitu dengan membangun sebuah Candi untuk yang pertama kalinya di bumi Nusantara ini dengan berbahan baku “BATU” tanpa semen ataupun besi dan bahan – bahan yang lainnya yang mengandung unsur kimia atau teknologi. Harapan kami dengan adanya bangunan yang kelak kami wujutkan, dapat mengobarkan semangat dan kejayaan Buddha Dhamma di Bumi tercinta kita ini, agar semoga anak cucu kita dikelak kemudian dapat merasakan warisan luhur yang tidak akan terlupakan di sepanjang masa. Semoga dengan niat dan usaha mulia yang menjadi tekad kami dapat menggelorakan perjuangan dalam Buddha Dhamma serta memberikan satu keyakinan yang mendalam bagi umat Buddha di bumi Nusantara khususnya, dan di seluruh dunia pada umumnya.

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah Candi Badut dan Candi Sukuh ?

2. Bagaimana ciri khas Candi Badut dibandingkan dengan Candi lainnya yang ada di Jawa Timur ?

3. Mitos - mitos apa saja yang ada di Candi Sukuh ?

4. Panel – panel relief apa saja yang ada di Candi Sukuh dan artinya ?

c. Tujuan

1. Untuk Mengetahui sejarah Candi Badut dan Candi Sukuh.

2. Untuk Mengetahui ciri khas Candi Badut dibandingkan dengan Candi lainnya yang ada di Jawa Timur.

3. Untuk Mengetahui apa saja mitos yang ada di Candi Sukuh.

(6)

3 d. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Wawancara :

Pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2013 : 231). Dilakukan dengan mewawancarai petugas / penjaga Candi Sukuh

2. Metode Observasi :

Ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. (Bungin, 2007: 115). Mengunjungi Candi Sukuh.

3. Metode Dokumentasi :

Salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. (Herdiansyah, 2010: 143). Dengan memotret candi – candi yang ada di Candi Sukuh. 4. Metode Kepustakaan :

Metode yang dilakukan dengan cara mencari data literature yang berhubungan dengan kasus (Sarwono dan Lubis, 2007 : 105). Sumber literature yang didapat melalui internet.

(7)

4 B. ISI

a. Candi Badut

- Sejarah Candi Badut

Candi Badut merupakan salah satu candi yang berada di wilayah Malang Raya, Candi ini merupakan peninggalan Prabu Gajayana yang merupakan penguasa di Kerajaan Kanjuruhan. Candi ini didirikan pada tahun 760 Masehi yang diperkirakan menjadi tertua di Jawa Timur. Candi ini di temukan oleh Maureen Brecher, Seorang yang berasal dari Belanda. Awal di temukan Candi ini tertimbun oleh tanah dan di tumbuhi oleh pohon-pohon besar yang berada di tengah sawah. Secara administratif Candi Badut berada di Desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Candi Badut berdiri di atas tanah 2808 m2. Candi ini menghadap ke arah barat dan di kelilingi oleh gunung - gunung. Candi ini sempat di pugar 2 kali, yakni pada tahun 1925 - 1926 dan 1990 - 1991.

Saat ini, Candi Badut memiliki Pagar dan di kelilingi oleh batuan - batuan bekas runtuhan candi zaman dulu, jika di lihat dengan Indraja tempat pariwisata ini denahnya berbentuk persegi. Struktur Candi ini dibedakan menjadi 3 bagian, yakni bagian, badan, dan puncak. Candi ini berlatar agama hindu, karena di candi ini terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, Arca Nandi, beberapa relung kosong yang seharusnya berisi arca dewa - dewa hindu, dan yang paling penting adalah Lingga - Yoni pengganti arca Siwa sebagai pusat puja saji dalam ajaran Hindu-Siwa. Di Candi ini sering di adakan upacara-upacara keagamaan bagi pemeluk agama hindu. Candi ini setiap hari di buka mulai pagi hingga sore, dengan biaya masuk GRATIS. Walaupun gratis, pengunjung di Candi ini relatif sepi. Mungkin karena fasilitas yang kurang memadai, disana hanya

(8)

5

terdapat fasilitas 1 tempat informasi dan 1 kamar mandi. Tempat berjualan makanan, ataupun lahan parkir pun hanya seadanya tanpa ada yang menjaga.

Konon Sang Liswa yang bergelar Raja Gajayana yang sangat senang melucu (bahasa Jawa: mbadhut) sehingga candi yang dibangun atas perintahnya dinamakan Candi Badhut. Walaupun terdapat dugaan semacam itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti kuat keterkaitan Candi Badhut dengan Raja Gajayana.

- Ciri Khas Candi Badhut

Ciri khas yang membedakan Candi Badhut dari candi lain di Jawa Timur, yaitu pahatan kalamakara yang menghiasi ambang pintunya. Pada umumnya relief kepala raksasa yang terdapat di candi-candi Jawa Timur dibuat lengkap dengan rahang bawah, namun kalamakara yang terdapat di Candi Badhut dibuat tanpa rahang bawah, mirip dengan yang didapati pada candi - candi di Jawa tengah. Tubuh candi Badhut yang tambun juga lebih mirip dengan candi di Jawa Tengah. Candi ini juga memiliki kemiripan dengan Candi Dieng (di Jawa Tengah) dalam hal bentuk serta reliefnya yang simetris. Candi Badhut diyakini sebagai candi Siwa, walaupun sampai saat ini belum ditemukan arca Agastya di dalamnya.

Bangunan yang terbuat dari batu andesit ini berdiri di atas batu setinggi sekitar 2 m. Batu ini sangat sederhana, tanpa hiasan relief, membentuk selasar selebar sekitar 1 m di sekeliling tubuh candi. Di sisi kanan bagian depan batu terdapat pahatan tulisan Jawa (hanacaraka) yang tidak jelas waktu pembuatannya.

(9)

6

Tangga menuju selasar di kaki candi terletak di sisi barat, tepat di hadapan pintu masuk ke ruang utama di tubuh candi. Pada bagian luar dinding pengapit tangga terdapat ukiran yang sudah tidak utuh lagi, namun masih terlihat adanya pola sulur-sulur yang mengelilingi sosok orang yang sedang meniup seruling. Jalan masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi) dilengkapi dengan bilik penampil sepanjang sekitar 1,5 m. Pintu masuk cukup lebar dengan hiasan kalamakara di atas ambang pintu.

Dalam tubuh candi terdapat ruangan seluas sekitar 5,53 x 3,67 meter2. Di tengah ruangan tersebut terdapat lingga dan yoni, yang merupakan lambang kesuburan bagi. Pada dinding di sekeliling ruangan terdapat relung-relung kecil yang tampaknya semula berisi arca.

Dinding candi dihiasi dengan relief burung berkepala manusia dan peniup seruling. Di keempat sisi tubuh candi juga terdapat relung - relung berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia.Di dinding luar sisi utara tubuh candi terdapat arca Durga Mahisasuramardini yang tampak sudah rusak.

(10)

7

Di sisi selatan seharusnya terdapat arca Syiwa Guru dan di sisi timur seharusnya terdapat arca Ganesha. Keduanya sudah tidak ada lagi di tempatnya. Candi ini pernah dipugar di tahun 1925 – 1926, akan tetapi banyak bagian yang sudah hilang atau belum dapat dikembalikan ke bentuk asalnya. Atap bangunan utama, misalnya, saat ini sudah tidak ada di tempatnya. Hanya pelipit di sepanjang tepi atas dinding yang masih tersisa.

Di bagian barat pelataran, yaitu di sisi kiri dan kanan halaman depan bangunan candi yang yang sudah dipugar, terdapat fondasi bangunan lain yang masih belum dipugar. Masih banyak onggokan batu di sekeliling pelataran candi yang belum dapat di kembalikan ke tempatnya semula.

b. Candi Sukuh

- Sejarah Candi Sukuh

Di sebuah desa di pedalaman Kabupaten Karanganyar terdapat satu candi yang terkenal sebagai Candi Erotis. Hal tersebut sepintas memang tampak dari relief di dinding candi yang terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, ini. Namun lebih dari itu, candi yang dibuat pada masa akhir kejayaan Kerajaan Majapahit ini menyimpan banyak cerita. Utamanya, soal ajaran Siwa Budha Tantrayana dengan lambang Lingga Yoni.

(11)

8

Dibandingkan dengan kebanyakan candi lain, bentuk Candi Sukuh memang sangat berbeda. Pahatan pada relief juga cenderung “belum matang”, seperti belum terbiasa memahat di batu. Bentuk candi yang piramida terpancung mengingatkan bentuk serupa di Meksiko (Suku Maya) dan Peru (Suku Inca). Setelah menelitinya, W. F Stutterheim, arkeolog Belanda terkenal, berpendapat bahwa candi ini kemungkinan dibuat dalam ketergesaan. Candi ini dibuat pada 1359 tahun Saka atau 1437 M. Kala itu, Majapahit diambang keruntuhan sehingga tidak memungkinkan membuat candi besar dan megah.

Kompleks candi menghadap ke Barat dengan susunan halaman terdiri atas tiga teras, dengan tiga gerbang. Tiga tingkatan ini mewakili konsep susunan kehidupan manusia: lahir, hidup, mati (Satria, Raja, Brahmana). Di situ terdapat relief lingga yoni yang melambangkan kesuburan pada gerbang pertama. Gerbang ini sekarang ditutup, sebab intensitas pengunjung dikhawatirkan akan merusak relief tadi. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk dengan maksud untuk menyingkirkan segala kotoran yang melekat di tubuh.

Selanjutnya tiap teras dan gerbang mempunyai relief yang berbeda, beserta cerita atau makna yang melekat padanya. Di salah satu pelataran candi, misalnya, terdapat fragmen batu yang melukiskan cerita Sudamala atau Sadewa - saudara kembar Nakula. Disebut Sudamala karena Sadewa telah berhasil “ngeruwat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Cerita ini diambil dari buku Kidung Sudamala. Berikut candi Sukuh dibagi menjadi beberapa bagian teras :

(12)

9 1. Teras pertama candi

Memasuki teras pertama ada sebuah sangkala yang dalam kitab sudamala berbunyi gapura buta abara wong jika di artikan dalam bahasa indonesia adalah

Gapura = pintu gerbang, angka 9. Buta = raksasa, angka 5.

Abara = memangsa, angka 3. Wong = manusia, angka 1.

Jika angka tersebut di balik akan memperlihatkan angka 1359 tahun saka atau dalam tahun masehi 1437, yang mungkin saja tahun tersebut adalah tahun peresmian pintu gerbang candi tersebut. Jika kita melihat ke lantai bawah terdapat juga sebuah relief di lantai gapura, berupa “lingga” (alat kelamin laki-laki) yang melambangkan dewa siwa dan “yoni” (alat kelamin wanita) yang melambangkan dewi durga, dilingkari oleh sebuah rantai emas atau “wiworo wiyoso anahut jalu”. Relief melambangkan tentang kesuburan,yang dapat di artikan bahwa seorang anak terlahir karena “lingga” bertemu dengan “yoni” yang di ikat oleh tali pernikahan yang digambarkan berupa sebuah rantai emas yang melingkari lingga dan yoni.

(13)

10

Akan tetapi sekarang gapura ini sudah ditutup untuk menjaga agar relief yang berada di gapura ini tidak rusak. Dan untuk pengunjung yang ingin masuk kompleks area candi, terdapat sebuah jalan setapak yang berada disebelah kanan gapura. Di teras pertama ini selain gapura, terdapat juga beberapa relief di area ini, seperti relief sapi, gajah, celeng (babi liar), dan relief seorang pangeran yang sedang menunggan kuda. Terdapat pula beberapa buah pondasi dari batu yang diperkirakan dulu merupakan pondasi sebuah bangunan atau pendopo.

2. Teras kedua candi

Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala yang biasa ada, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak terdapat banyak patung - patung. Pada gapura

(14)

11

ini terdapat sebuah candrasangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut yang berarti “Gajah pendeta menggigit ekor” dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi.

3. Teras ketiga candi

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa panel berelief di sebelah kiri serta patung - patung di sebelah kanan. Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas - bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masih sering dipergunakan untuk bersembahyang. Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian panel dengan relief yang menceritakan mitologi utama Candi Sukuh, Kidung Sudamala. Urutan reliefnya adalah sebagai berikut.

1. Panel relief pertama

Di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari para Pandawa Lima. Keduanya adalah putra Prabu Pandu dari Dewi Madrim, istrinya yang kedua. Madrim meninggal dunia ketika Nakula dan Sadewa masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi Kunti, istri utama Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama ketiga anaknya dari Pandu: Yudhistira, Bima

(15)

12

dan Arjuna. Relief ini menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan Sadewa terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai seorang punakawan.

2. Panel relief kedua

Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah berubah menjadi seorang raksasi (raksasa wanita) yang berwajah mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan Kalañjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan mengancam akan membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalañjaya adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga harus terlahir sebagai para raksasa berwajah buruk. Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayang-layang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu. Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan Setra Gandamayu (Gandamayit) tempat pembuangan para dewa yang diusir dari sorga karena pelanggaran.

(16)

13 3. Panel relief ketiga

Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama punakawannya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa di pertapaan Prangalas. Sadewa akan menyembuhkannya dari kebutaannya.

4. Panel relief keempat

Adegan di sebuah taman indah memperlihatkan sang Sadewa sedang bercengkerama dengan Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa serta seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima kasih dan memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.

(17)

14 5. Panel relief kelima

Panel ini menggambarkan adegan adu kekuatan antara Bima dan kedua raksasa Kalantaka dan Kalañjaya. Relief hanya menunjukkan salah satu dari kedua raksasa. Bima dengan kekuatannya yang luar biasa sedang mengangkat raksasa tersebut untuk dibunuh dengan kuku pañcanakanya. Inskripsi bertulisanaksara Kawi berbahasa Jawa Kuna, berbunyipadamel rikang buku[r] tirta sunya, yang merupakan sengkalan berarti 1361 Saka.

- Mitos Candi Sukuh

Mitos yang terdapat pada Candi Sukuh berbagai macam yaitu :

Konon dulu, seorang suami yang ingin menguji kesetiaan istrinya, dia akan meminta sang istri melangkahi relief ini. Jika kain kebaya yang dikenakannya robek, maka dia tipe isteri setia. Tapi sebaliknya, jika kainnya hanya terlepas, sang isteri diyakini telah berselingkuh. Namun berbeda dengan sumber yang lain temukan, di sumber lain mengatakan bahwa jika sang gadis yang tidak perawan atau melakukan

(18)

15

perselingkuhan melakukan tes ini, maka kain yang digunakan akan robek dan meneteskan darah.

Dan apabila seorang lelaki mengetes keperjakaannya, maka dia harus melangkahinya juga dan jika laki laki tersebut terkencing kencing, maka menjadi bukti bahwa lelaki tersebut sudah tidak perjaka atau pernah melakukan perselingkuhan.

Dalam cerita lain terdapat sebuah mitos tentang relief ini, menurut sejarah, gapura ini merupakan sebuah tempat untuk mengetes keperawanan seorang wanita pada zaman dahulu kala. Mitosnya, apabila seorang wanita akan menikah, ia disuruh berjalan melewati relief ini, jika stagen atau kain yang melilit pinggangnya lepas, menurut mitos tadi wanita tersebut sudah tidak perawan lagi. Akan tetapi apabila kembennya yang merosot, dipercaya bahwa nanti setelah menikah, wanita ini suka selingkuh.

Jaman sekarang, cukup banyak anak-anak usia ABG yang datang ke sini berhasrat mengikuti tradisi dan kepercayaan para leluhur tadi. Tapi, karena malu, kurang percaya diri, serta takut kalau - kalau benar terjadi pada diri mereka, maka niat coba - coba itu sering tidak dilaksanakan.

(19)

16

C. PENUTUP

a. Simpulan

Berdasarkan uraian Candi Badhut dan Candi Sukuh diatas dapat disimpulkan bahwa kedua Candi ini memiliki sejarah, ciri khas, dan mitos tersendiri. Candi Badhut yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan candi lainnya yang berada di Jawa Timur. Serta memiliki sejarah unik yang melibatkan kerajaan – kerajaan jaman dulu. Sedangkan, Candi Sukuh meninggalkan sejarah mengenai keduniawian tentang awal kehidupan manusia lahir dibumi. Dan mitos yang dipercayai jaman dulu, hingga kini mulai dilupakan karena pengaruh jaman modern kesan erotis yang menyebabkan persepsi negatif dikalangan masyarakat.

b. Saran

Perlu adanya simpati dari kalangan masyarakat untuk lebih mendalami pengetahuan tentang Candi Badhut dan Candi Sukuh yang kurang dikenal dan terjamahi oleh penduduk, agar persepsi negatif yang melekat dapat memudar. Dan semoga generasi berikutnya, bisa lebih menghargai peninggalan sejarah Candi Badhut dan Candi Sukuh dimasa mendatang.

(20)

17 DAFTAR PUSTAKA http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_timur-candi_badut https://dekama94.wordpress.com/2012/01/03/candi-badut-candi-tertua-di-jawa-timur-yang-terlupakan/ http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_sukuh http://www.anehdidunia.com/2014/02/uji-keperawanan-di-candi-sukuh-gunung.html http://travel.detik.com/read/2013/11/21/164833/2419895/1519/mitos-tes-keperawanan-di-candi-sukuh

(21)

18 LAMPIRAN

(22)
(23)

20

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemenuhan kebutuhan pangan tingkat lanjut, kelompok orang masa itu hidup dari satu tempat ke tempat lain tentunya merupakan suatu indikasi bahwa berpindahnya kelompok orang

AGAF, laki-laki, usia 7 tahun, penduduk Kelurahan Penaraga, Kecamatan Raba, Kota Bima.. Pasien tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit

Media pembelajaran dapat diaplikasikan ke dalam suatu proses pembelajaran yang dapat membantu penyajian materi yang disampaikan oleh guru lebih jelas dan mudah dipahami,

Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pembangunan yang bermuara pada peningkatan dan pembinaan untuk menciptakan manusia yang unggul, kompertambangan

Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan

Setelah dilakukan penelitian tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks pada wanita usia subur, diketahui bahwa mayoritas

    Wolak­walik ing jaman dan jangka Jayabaya berlaku secara matematis yakni  selalu  dimulai  pada  angka  tahun  khusus  yang  tidak  bisa  dibolak­ balik 

tetapi ketika partikel kobalt ti*ak terikat partikel tanah atau se*imen serapan oleh tanaman *an hean ang lebih tinggi *an akumulasi pa*a tumbuhan *an hean