• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ideologi Yahudi: tentang Jerussalem dan gerakan politiknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ideologi Yahudi: tentang Jerussalem dan gerakan politiknya"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IDEOLOGI YAHUDI TENTANG YERUSALEM

TERHADAP GERAKAN POLITIKNYA

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Kajian Pemikiran Islam

Oleh:

Mulawarman Hannase Nim: 082.001.0201.0036

Pembimbing:

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F. MA.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Mulawarman Hannase

NIM : 082. 001. 0201. 0036

Program Studi : Pemikiran Islam

Dengan penuh kesadaran, menyatakan bahwa disertasi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri, kecuali yang saya sebutkan sumbernya. Jika di kemudian hari terbukti terdapat kesalahan dan kekeliruan, hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 15 Oktober 2010

Penyusun

Mulawarman Hannase

NIM: 082. 001. 0201. 0036

 

 

 

 

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul : “Pengaruh Ideologi Yahudi tentang Jerusalem terhadap Gerakan Politiknya”, yang ditulis oleh:

Nama : Mulawarman Hannase

NIM : 082. 001. 0201. 0036

Program Studi : Pemikiran Islam

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, telah kami setujui untuk dibawa ke dalam ujian tesis/munaqasyah.

Jakarta, 15 Oktober 2010

Pembimbing

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F. MA.

 

 

 

 

(4)

ABSTRAK

Kesimpulan besar Tesis dengan judul “Ideologi Yahudi tentang Jerusalem dan Gerakan Politiknya” menujukkan bahwa ideologi yang dibangun atas doktrin-doktrin agama akan berpengaruh pada gerakan-gerakan politik yang cenderung radikal.

Komunitas akademik mempunyai beranekaragam persepsi tentang pengaruh ideologi keagamaan terhadap gerakan-gerakan politik. Frithjof Schoun (1907 M) dalam bukunya The Transcendent Unity of Religion, melihat bahwa ideologi keagamaan adalah ide-ide yang dibangun atas pemahaman dogmatis, memiliki cara pandang yang ekslusif dan bisa melahirkan gerakan radikal karena cenderung menolak kebenaran konsep-konsep lain. Oleh karenanya, agama harus dilihat sebagai sebuah kebenaran yang bersifat universal. Frans Magnis Suseno (1936 M) dalam bukunya Filsafat Sebagai Ilmu Kritis memandang bahwa ideologi yang bersifat doktriner pada akhirnya akan sangat menentukan munculnya pandangan hidup yang tidak toleran. Ian Adams (1937 M) dalam bukunya Political Ideology Today,

memandang bahwa ideologi adalah doktrin yang membimbing tindakan politik, memiliki tujuan yang wajib diperjuangkan dan dicapai dengan berbagai macam cara dalam konteks kehidupan agama, social dan masyarakat. Delia Noer (1926 M) dalam bukunya Islam dan Politik berpandangan bahwa ideologi sangat berpengaruh terhadap budaya dan politik, sehingga doktrin yang bersifat teologis berpengaruh terhadap gerakan politik yang ekstrim. Hal ini bisa dilihat dalam proses terbentuknya Negara Israel dan konflik Pakistan.

Penelitian ini berbeda dengan pandangan Roger Garaudy (1913 M) dalam karyanya The Case of Israel, A Study of Political

Zionism yang menyimpulkan bahwa ideologi agama tidak

(5)

Penelitian ini tergolong pada menelitian pustaka dan sepenuhnya bersifat kepustakaan (library research) yang menggunakan sumber kepustakaan untuk membahas problematika yang telah dirumuskan. Di samping itu, penelitian ini juga menghasilkan data deskriptif. Oleh karena itu, penelitian ini juga bersifat kualitatif.

(6)

ABSTRACT

Main conclusion of this Thesis “Jewish Ideology of Jerusalem and Their Political Movements” suggests that ideology is constructed on the religious doctrines will influence the political movements that radical.

Academic community has diverse perceptions about the influence of religious ideology in political movements. This study supports the idea of Frithjof Schoun (1907 M) in his book The Transcendent Unity of Religion, said that religious ideologies are ideas that are constructed on a dogmatic understanding, that the dogmatic viewpoint on an exclusive, could give birth to radical thought because they tend to reject the truth of other concepts, therefore, the dogma must be seen in the core truths are universal. Frans Magnis Suseno (1936 M) in his book Filsafat Sebagai Ilmu Kritis considers that the character of doctrinaire ideology will ultimately determine the emergence of a less tolerant view of life. Ian Adams (1937 M) in his book Political Ideology Today view that the ideology is the doctrine that guides political action, has a goal that must be fought for and reached in various ways in the context of religious and social communities. Delia Noer (1926 M) in his work Islam dan Politik holds that ideology is very influential on culture and politics, so the doctrine is theological influence on the political extreme, it can be seen in the process of formation of the state of Israel and Pakistan conflict.

(7)

This research belong to literature one which is fully a kind of library research where it uses the sources of literature to discuss about the formulated problem. Besides, it also a sort of qualitative research because it will produce a descriptive data.

(8)

ص لملا

ھ

نم

يسيئرلا

ات تسإا

أ

لاسرلا

ةديقعلا

ةي وھيلا

نم

سدقلا

مھتاكرحتو

ةيسايسلا

"

يلع

ي ت

يتلا

يج ل ي يإا

أ

ل

ري ت

ئا علا

رث ت

ف س

ي ي لا

لع

فر ت لا

يسايسلا

اكرحلا

.

ع تج لل

ي ي اكأا

ا صت

ح

ع تم

ريثأت

ر لا

يف

ي ي لا

يسايسلا

اكرحلا

.

ھ

مع تو

سا لا

ر ف

) M 1907 ( Frithjof Schoun

يف

هباتك

"

The

Transcendent Unity of Religion,

ري

ثيح

أ

ا فأ

يھ

ي ي لا

ايج ل ي ياا

يش

لع

ميھا لا

اھ ظ ب

ئا علا

أ

ن ي

،

رصحلا

لت

ر لا

اھ م

اھنأ

فر ت لا

ل

لي ت

ي ح

ضف

كل لو

،

رخأا

ميھا لا

إف

أ

بجي

ي علا

يف

رظ ي

اھ ئا ح

اا

يساسأا

يل

لا

يھو

.

Frans Magnis Suseno (1936 M)

يف

هباتك

Filsafat

Sebagai Ilmu Kritis

ري

أ

ا

يج ل ي ياا

عباط

ئا ع

ف س

حي

ھ

فا لا

ياھن

يف

رظن

ھجو

لقأ

احماست

يف

ايحلا

.

Ian Adams (1937 M)

يف

هباتك

Political Ideology

Today

أ

ي

يھ

يج ل ي ياا

ر لا

هج ي

لا

ل علا

يسايسلا

،

اھي ل

ھجلا

يلا

اتحي

ف ھ

ر ب

اھ ي حت

لجأ

نم

لت م

يف

ايس

اع تج لا

يعا تجااو

ي ي لا

.

Delia

Noer (1926 M)

يف

هباتك

Islam dan Politik

أ

لا

بھ ي

يھ

يج ل ي يأا

رث م

ا ج

يف

رث م

ي ي لا

ئا علا

أ

و

،

سايسلاو

فا لا

لع

اا ك

فر ت لا

يسايسلا

.

ري

أ

ن يو

رھاظلا

ھ

يف

يل ع

لي ت

لو

يئارسا

ل

و

ب

رجت

يتلا

اعارصلا

اتسكا

.

ھ

سا لا

فلت ت

عم

رظن

ھجو

 

Roger Garaudy (1913 M)

يف

هت ل م

T

he Case of Israel, A Study of Political Zionism

,

بھ

لا

ر لا

أ

ل

ي ي لا

سيل

لع

ريثأت

أ

هل

يسايسلا

اكرحلا

،

يلا ي ارلا

وأ

ل م

اھنا

،

ين يھصلا

ل ت

نم

اق

م حت

يتلا

يسايسلا

حلاص لا

ا

،

ابو وأ

ريثأت

ي ھيلا

ي ي لا

. Karl Marx (1818 M)
(9)

اص لا

ل عتسي

هنأ

،

ي يلأت

ثح ب

ثح لا

ا ھ

ي سيو

بت لا

نم

هيف

بت

يتلا

لئاس لا

ثح ل

ا يلأتلاو

.

ثح لا

ا ھ

لصحيس

كلا

عو

اي ص لا

اي ع لا

.

ي صو

يليلحت

ثحب

ثح لا

ا ھل

ا يو

.

اص لا

امأ

م تس لا

يلوأا

يف

ھ

سا لا

ھ

صن

ھعلا

مي لا

،س لا

نم

ھيلا

ر لا

نع

ف لل

او جو

ني لا

يف

بت لا

و

فحصلا

و

اا لاو

(10)

KATA PENGANTAR

Bismilla>hirrah}ma>nirrah}i>m

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa menambahkan kebaikan bagi hambanya yang pandai bersyukur. Selawat dan salam tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad saw, nabi yang tiada henti-hentinya menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ilmu, menuntut ilmu tanpa mengenal batas ruang dan waktu, karena dengan ilmu manusia akan menjadi mulia dihadapan Allah SWT dan menjadi makhluk yang unggul di dunia ini.

Peertama-tama, terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, MA. Rektor Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Azumardi Azra, MA. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menetapkan berbagai kebijakan secara institusional selama penulis menempuh perkuliahan jenjang strata dua (S2). Terimah juga penulis sampaikan kepada segenap dosen yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu dan pengetahuan yang tidak ternilai kepada penulis.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan penuh rasa hormat penulis sampaikan kepada ayahanda Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F. MA. yang banyak memberikan bimbingan, nasehat dan masukan-masukan intelektual yang mencerahkan, sejak mulainya penulisan tesis ini sampai penulis merampungkannya. Penulis merasa tiada kata yang wajib disampaikan kecuali ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas pengorbanan waktu dan tenaganya untuk melayani penulis dalam proses pembimbingan.

(11)

kami mulai dari pencarian ide penulisan, seminar proposal, work in progress (WIP), sampai pada ujian tesis. Berkat ketulusan dan keikhlasannyalah aktivitas intelektual di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah bisa menjadi lebih progressif.

Secara tulus penulis akan selalu mengingat perhatian dan bantuan yang tak ternilai dari kakanda Suwardi Annas, M.Si. Phd. dengan isteri Dwi Kesuma Sari, Phd., kakanda Juwita, Sag. dan Hadrawi Rahman, Sag., serta semua saudara-saudari penulis yang dengan tulus membantu dan mendoakan penulis sehingga bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Begitu pula kepada tante Masirah, Sag. dan Paman H. Palompengi serta semua keluarga penulis yang tidak bisa disebutkan satu-satu, doa penulis selalu tercurah semoga Allah SWT memberikan keselamatan, kesehatan dan kehidupan yang lebih baik kepada mereka.

Rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya penulis curahkan kepada bunda Prof. Dr. Syamsiah Badruddin, M.si dan bapak Prof. Dr. Paisal Halim atas bantuan dan perhatiannya baik moril maupun materil kepada penulis, hanya Allah SWT yang bisa membalas segala kebaikan dan keiklasan beliau.

Kepada teman-teman seperjuangan di Sekolah Pascasarjana UIN; kanda Arham Basid, LC., kanda Hamzah Hasan, MA., kanda Rusydi Arif, LC., Jamaluddin Djunaid, LC., dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, begitu pula kepada teman-teman di Asrama Wajo; Wiwin Selle, Mukhlis, Muhaimin, Takbir Wata, Firman dan semua warga Asrama yang tidak bisa disebutkan semuanya, terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh perkulyahan.

(12)

mengampuni segala dosa-dosanya dan bahagia di sisa-sisa kehidupannya, merahmati keduanya sebagaimana beliau memelihara penulis waktu kecil.

Kepada semua pihak yang membantu dan memberikan perhatian kepada penulis selama menempuh proses belajar program Magister Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tidak bisa disebutkan satu-satu, penulis ucapkan banyak terima kasih, hanya Allah yang bisa membalasnya dengan segala kebaikan, a>mi>n ya> rabb al-‘a>lami>n.

TTD

Penulis

(13)

Abstrak i

Kata Pengantar vii

Pedoman Transliterasi x

Daftar Isi xi

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 16

C. Rumusan dan Batasan Masalah 17

D. Kajian Terdahulu yang Relevan 17

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 20

F. Metodologi Penelitian 21

1. Jenis Data 21

2. Teknik Analisis Data dan Pendekatan

yang Digunakan 21

3. Sumber Data 23

G. Sistematika Penulisan 24

BAB II : DISKURSUS TENTANG IDEOLOGI 26

A. Makna dan Fungsi Ideologi 26

B. Ideologi dalam Pandangan Filsuf 31

C. Pengaruh Ideologi (Agama) dalam Politik 36

BAB III : TINJAUAN HISTORIS KOTA JERUSALEM 53

A. Background Sejarah Jerusalem (4500-1500 SM.) 53

B. Bani Israel Memasuki Jerusalem (1500-800 SM.) 64 C. Ekspansi Bangsa-Bangsa Asing terhadap

Jerusalem (800-150 SM.) 67

D. Jerusalem di Era Terpecahnya Bangsa

Yahudi (150 SM.-600 M) 70

E. Jerusalem pada Masa Awal Islam (600-650 M) 72 F. Jerusalem pada Periode Khilafah Islam

(650-1000 M) 75

G. Jerusalem dan Penaklukan Pasukan Salib

(1099-1244 M) 76

(14)

(1099-1244) 79 I. Jerusalem pada Periode Mamluk dan Turki

Usmani (1250-1917 M) 80

BAB IV : DOKTRIN YAHUDI, ISLAM DAN

KRISTEN TENTANG JERUSALEM 83

A. Doktrin Yahudi atas Jerusalem 84

B. Doktrin Kristen Protestan atas Jerusalem 109

C. Doktrin Islam atas Jerusaalem 124

BAB IV : GERAKAN POLITIK YAHUDI UNTUK

KEMBALI KE JERUSALEM 133

A. Gerakan Politik Zionis untuk Jerusalem 133 B. Negara Israel Versus Arab dan Palestina 166

BAB V : PENUTUP 194

A. Kesimpulan 195

B. Saran-saran 198

(15)

BAB I

Pendahuluan

“S

aya terpaksa menerima fakta bahwa Jerusalem sangat penting bagi orang Yahudi dan juga Islam. Ketika saya melihat orang-orang Yahudi berjubah panjang atau tentara-tentara Israel yang perkasa mencium batu di Tembok Barat atau menyaksikan kerumunan keluarga Muslim di jalan-jalan dalam pakaian terbaik mereka untuk shalat Jumat di Haram al-Sharif, untuk pertama kalinya saya menjadi sadar mengenai tantangan pluralise agama. Orang dapat melihat simbol yang sama dalam cara-cara yang sangat berbeda. Tidak diragukan lagi ada kedekatan batin antara orang-orang ini dengan kota suci mereka.” (Karen Armstrong)

Tulisan ini mengkaji diskursus tentang pandangan ideologis Yahudi terhadap Jerusalem dan gerakan-gerakan politiknya sampai mampu mendirikan negara Israel pada tahun 1948 M.1 Persoalan

      

1

(16)

al-idelogis yang akan ditelusuri dalam kajian ini adalah ideologi Yahudi yang ada di dalam kitab sucinya tentang Jerusalem, mengingat persoalan ini memiliki kolerasi dengan problematika Israel-Palestina, bahkan hubugan Islam-Yahudi sepanjang masa. Implikasi kongkrit dari pandangan ideologis Yahudi terhadap Jerusalem melahirkan klaim kepemilikan Jerusalem bagi orang-orang Yahudi. Inilah yang dianggap sebagai akar permasalahan terjadinya konflik berkepanjangan antara Islam dan Yahudi, seperti yang terjadi sekarang ini di Palestina.2

Sebelum terpecah, Palestina, Yordania, Syiria dan Lebanon adalah satu kesatuan geografis dan berada dalam satu negeri yang disebut dengan Syam. Terpecahnya negeri Syam menjadi beberapa negara baru terjadi setelah terjadinya Perang Dunia I yang berlangsung dari 1914 M. hingga 1918 M.3 ketika beberapa negara besar Eropa melakukan imperealisme ke Timur Tengah seperti Mesir dan Syam,4 di mana keseluruhan wilayahnya (Syam) adalah termasuk dalam kawasan Timur Tengah.

Timur Tengah merupakan kawasan di mana tiga agama samawi –Yahudi, Kristen dan Islam- diturunkan. Tak pelak lagi, Timur Tengah merupakan kawasan yang penting bagi pengikut ketiga agama tersebut. Sentralitas wilayah ini bagi tiga agama        Uns}uriyah al-Yahu>diyah wa Atharuha> fi> al-Mujtama’ al-Isla>mi>

(Riya>d}: Maktabat al-‘Abi>ka>n, 1997), Cet. I, 3/ 67.

2

Karen Armstrong, Jerusalem: One City, Three Faiths, diterjemahkan menjadi Jerussalem; Satu Kota Tiga Iman (Surabaya: Risalah Gusti, 2004), 2.

3

Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat PDII) adalah konflik militer global yang terjadi pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan, Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terbesar sepanjang sejarah dengan lebih dari 100 juta personil. Dalam keadaan perang total, pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi, industri, dan kemampuan ilmiah untuk melayani usaha perang, menghapus perbedaan antara sipil dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta orang, mayoritas warga sipil, tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II sebagai sebuah konflik paling mematikan dan menelan korban dalam sejarah manusia.

4

(17)

samawi kemudian memicu timbulnya ambisi agama-agama samawi tersebut untuk eksis di dalamnya. Ini juga banyak berpengaruh pada terjadinya berbagai konflik agama, seperti terjadinya Perang Salib dalam kurun waktu ratusan tahun (abad 11-12 M).5 Tidak hanya Perang Salib, pada periode modern sekarang ini pun, konflik di kawasan Timur Tengah masih sering bergejolak, seperti Peran Irak-Iran, perang Irak-Kuwait, invasi militer Amerika Serikat ke Irak dan Afganistan, dan konflik Israel-Palestina yang sudah lama berlangsung.

Dalam kasus Israel-Palestina, sudah berapa ratus, ribuan bahkan jutaan manusia mati begitu saja, baik dari pihak Israel maupun pihak Palestina karena terlibat dalam konflik.6 Sudah lama berlangsung ketegangan antara Israel dan Palestina, sampai sekarang konflik ini tidak kunjung usai. Bahkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai lembaga internasional tertinggi tidak dapat menghetikan tragedi kemanusiaan di kawasan Timur Tengah khususnya dalam konflik Israel-Palestina. Israel dan Palestina adalah dua entitas politik yang telah bertarung di kawasan Timur Tengah semenjak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.7

Ada sebuah asumsi yang kuat bahwa akar segala konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina adalah perebutan kota suci Jerusalem. Alasan mendasar dari asumsi ini adalah karena kota ini dianggap suci bagi komunitas yang bertikai dalam konflik Israel-Palestina, yaitu Islam dan Yahudi, bahkan pihak Kristen pun banyak terlibat dalam konflik ini karena juga menganggap kota ini penting bagi mereka.

Jerusalem, wilayah ini -yang merupakan wilayah Palestina sebelum berdirinya negara Israel- merupakan wilayah yang paling sensitif dan banyak menuai konflik. Karen Armstrong (1944 M.) telah menceritakan pengalaman empirisnya betapa pentingnya kota ini bagi pemeluk tiga agama samawi tersebut; “Saya terpaksa menerima fakta bahwa Jerusalem sangat penting bagi orang Yahudi       

5 

Louis Golding, The Jewish Problem (England: Penguin Books Limited, 1938), 76.

6

JW Lotz Mircea Windham, Master Plan Yahudi; Poros Asia dan Timur Tengah (Yogyakarta: Pustaka Solomon, Cet. I, 2010), 77.

7

(18)

dan juga Islam. Ketika saya melihat orang-orang Yahudi berjubah panjang atau tentara-tentara Israel yang perkasa mencium batu di Tembok Barat atau menyaksikan kerumunan keluarga Muslim di jalan-jalan dalam pakaian terbaik mereka untuk shalat Jumat di Haram al-Shari>f, untuk pertama kalinya saya menjadi sadar mengenai tantangan pluralise agama. Orang dapat melihat simbol yang sama dalam cara-cara yang sangat berbeda. Tidak diragukan lagi ada kedekatan batin antara orang-orang ini dengan kota suci mereka”.8

Berdasarkan sketsa yang dilukiskan oleh Armstrong tentang urgensi tanah Jerusalem bagi Yahudi dan umat Islam di atas, maka tidak mengherankan ketika orang-orang Yahudi berupaya dengan keras untuk menguasai Palestina. Menurut Herry Nurdi, bukan hanya negara Palestina yang menjadi sasaran negara Yahudi. Selain negara Palestina Yahudi juga mempunyai keinginan untuk mewujudkan The New Map of Middle East. Israel yang didukung oleh kekuatan Amerika Serikat sekuat tenaga akan mewujudkan wajah baru wilayah dunia Islam dan akan mengubah peta Timur Tengah. Orang-orang Yahudi senantiasa komitmen untuk mewujudkan wilayah yang dibuat sebagai Tanah yang dijanjikan oleh Tuhan.9

Bagi orang-orang Yahudi, setidaknya ada dua hal yang menjadi landasan sehingga menganut ideologi kepemilikan tanah Palestina. Landasan pertama adalah dari teks-teks kitab suci mereka (Taurat), dan landasan kedua adalah landasan yang merujuk pada fakta historis. Dalam teks-teks Taurat bisa ditemukan bahwa sesungguhnya terdapat janji Tuhan kepada orang-orang Yahudi untuk untuk memiliki tanah Jerusalem.

Dalam al-asfa>r (kitab-kitab) Perjanjian Lama terutama lima kitab yang dinisbatkan kepada Nabi Musa as, orang-orang Yahudi –melalui kitab-kitab tersebut- dan orang-orang Nasrani yang memiliki persespsi yang sama meyakini bahwa bangsa Yahudilah yang berhak mewarisi Jerusalem. Orang-orang Yahudi meyakini bahwa Tuhan telah memberikan tanah Jerusalem kepada

      

8

Karen Armstrong, Jerusalem: One City, Three Faiths, vii 9

(19)

nabi Ibrahim dan nabi-nabi orang Yahudi lainnya, oleh karena itu orang-orang Yahudilah yang berhak menghuni Jerusalem.10 Di antara teks Taurat yang menunjukkan bahwa bani Israel sebagai bangsa pilihan Tuhan: “Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Allah, Tuhanmu, engkaulah yang dipilih oleh Allah, dari segala bangsa di muka bumi ini, untuk menjadi kesayangannya”.11

Dalam Kitab Kejadian disebutkan, “Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai besar itu, sungai Eufrat: yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, Orang Refaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu”.12 Selanjutnya dikatakan dalam Kitab Ulangan, “Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Allah, Tuhanmu, engkaulah yang dipilih oleh Allah, dari segala bangsa di muka bumi ini, untuk menjadi kesayangannya”.13

Berangkat dari doktrin Yahudi tentang Palestina di atas, Theodore Herzl (1860-1904 M.) sebagai tokoh nomor satu Zionis membangun sebuah gagasan “Rumah Nasional Yahudi”. Mula-mula ide ini diterima dengan penuh kecurigaan, tetapi kemudian menyebar di kalangan kaum Yahudi ortodoks maupun pembaru dan akhirnya mengkristal dalam politik Zionisme modern. Theodore Herzl menulis buku negara Israel pada 1896 M., dan setahun kemudian diselenggarakan Kongres Zionis pertama di Kota Basel Swiss. Para pendiri gerakan ini terdiri dari orang-orang Yahudi sekuler dari Jerman dan Austria. Bagi mereka, ke-Yahudian merupakan identitas nasional, bukan identitas agama, dan Zionisme adalah nasionalisme dari suatu bangsa yang belum mempunyai negara. Cita-cita mereka adalah mendirikan sebuah negara nasional yang sekuler bagi orang-orang Yahudi. Faktor pendorong utamanya adalah keberadaan Yahudi sebagai golongan etnis yang berstatus pariah. Pilihan mereka akan Palestina sebagai “Rumah Nasional”       

10

Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al-Yahu>d fi al-Wa’ad bi Filist}i>n, 338.

11

Ulangan, 7:6. 12

Kejadian, 15:18. 13

(20)

tentu saja mengaitkan cita-cita mereka dengan sejarah sakral Yahudi yang tercantum dalam Taurat. Hal itu belakangan menyebabkan gerakan Zionisme semakin diwarnai simbol-simbol keagamaan.14

Landasan kedua bagi orang-orang Yahudi atas klaim kepemilikan Jerusalem adalah landasan historis. Orang-orang Yahudi menganggap bahwa sejarah telah membuktikan kalau bani Israel adalah keturunan para nabi, anak cucu nabi-nabi dari keturunan Ibrahim. Hal ini cukup menjadi alasan bagi mereka bahwa bangsa Yahudilah bangsa yang paling mulia dari sekian bangsa-bangsa yang ada. Diperkuat lagi bahwa nabi Musa dipilih kepada bani Israel dan diturunkan kitab Taurat kepada bani Israel melalui lisan Nabi Musa. Selanjutnya, dibangunnya al-H{aikal oleh Nabi Sulaiman sebagai tempat peribadatan Yahudi adalah bukti historis atas adanya hubungan erat Yahudi dengan Jerusalem.15

Tuhan memperuntukkan Jerusalem, yang di dalamnya terdapat Bukit Zion, sebagai warisan bagi bangsa Yahudi dikenal dengan al-ard} al-Mau>ru>th. Pandangan ini didasarkan pada pengalaman masa lampau yang mengatakan bahwa Jerusalem (di bukit Zion), pada masa Daud dan Sulaiman menjadi pusat tradisi keagamaan Yahudi. Ini juga dianggap sebagai sebuah lejitimasi historis tentang pentingnya mendiami Jerusalem bagi orang-orang Yahudi yang harus direalisasikan dalam kehidupannya.

Boleh dikata, keberadaan Yahudi yang membentuk sebuah negara di wilayah Palestina merupakan perpanjangan dari sebuah ideologi yang dianut oleh orang-orang Yahudi bahwa Kaum Yahudilah yang berhak memiliki wilayah tersebut, karena merupakan warisan dari nabi-nabinya, mulai dari Ibrahim, Musa, Daud Sulaiman dan sebagainya.16

Inilah sebenarnya titik kluminasi terjadinya polemik tentang al-ard} al-mau>ru>th (tanah yang diwariskan) khususnya antara

      

14

Selengkapnya baca A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi

(Yogyakarta: Pinus Publisher, 2007), 64.

15

‘Abd al-Rah}ma>n H{asan, Maka>yid al-Yahu>d ‘abr al-Ta>ri>kh

(Damaskus: Da>r al-Qalam, Cet. II, 1978), 11. 16

(21)

Yahudi dan Islam. Polemik ini sangat penting untuk dikaji, karena Islam juga meyakini bahwa keberadaan umat Islam di tanah Palestina merupakan manifestasi dari adanya keyakinan bahwa tanah tersebut hanya pantas dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengimani agama yang paling benar, yaitu Islam.

Dengan begitu, pihak yang juga sangat berkepentingan dengan Jerusalem adalah umat Islam. Sejak abad ketujuh Masehi, Jerusalem telah menjadi simbol penting umat Islam dan telah berada di bawah kekuasaannya. Makanya, persoalan yang terjadi di Palestina adalah persoalan kepentingan agama, di mana secara ideologis, mereka harus menguasai Palestina karena merupakan anjuran agama. Ketika ditelusuri ke akar sejarahnya, faksi-faksi – agama atau etnis- yang pernah menguasai Jerusalem, selalu mereka yang mempunyai kekuatan. Olehnya itu, bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan Palestina, kekuatan politik, ekonomi, militer dan pemikiran, akan sangat menentukan nasibnya dengan tanah tersebut.17

Islam mengakui bahwa Tuhan menjanjikan tanah Jerusalem kepada bangsa Yahudi dan menganggap bangsa Yahudi sebagai bangsa pilihan Tuhan, tetapi dengan syarat orang-orang Israel harus senantiasa beriman dan taat kepada Allah. Namun pada faktanya, dalam sejarah bani Israel, mereka sangat Jauh dari ketaatan kepada Tuhan, mereka telah membunuh Nabi Isa, dan ketika nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir diutus oleh Allah, mereka tidak beriman kepadanya.18 Oleh karena itu, al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam menolak perihal hak ahli waris tanah Palestina terhadap orang-orang Yahudi karena mereka telah menyimpang dari agama yang benar.

Bentuk penyimpangan Yahudi bisa dilihat dalam al-Qur’an. Allah berfirman,“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al-Masih itu putera

      

17

‘Abd al-Wahha>b al-Masi>ri>, Muqaddimah li-Dira>sat al-S{ira> al-‘Arabi> al-Isra>’i>li> (Beirut: Da>r al-Fikr al-Mua>s}ir Cet. I, 2002), 192.

18

(22)

Allah".19 Perkataan mereka tentang Uzair putra Allah terkait dengan kekaguman mereka terhadap usaha Uzair yang mengumpulkan kitab Taurat setelah kurang lebih seratus tahun setelah Nabi Musa. Sebab turunnya ayat ini diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa beberapa Yahudi pada masa Rasulullah saw. mendatangi Nabi Muhammad, Mereka berkata, “Hai Muhammad, bagaimana mungkin kami mengikuti engkau sedangkan engkau meninggalkan apa yang ada dari sebelum kami dan engkau juga tidak beranggapan bahwa Uzair anak Allah”.20 Karena anggapan demikian, maka kaum Bani Israel mengatakan bahwa Allah mempunyai anak yang telah mengumpulkan Taurat menjadi sebuah kitab suci.21 Inilah yang dianggap menyimpang oleh umat Islam.

Dalam dunia modern, gerakan politik Yahudi yang muncul untuk merealisasikan ideologi kepemilikan Jerusalem adalah Gerakan Zionisme. Dalam hal misi pembebasan Palestina, Gerakan Zionisme memiliki pandangan yang sama dengan Yahudi dan seakan-akan Yahudi dan Zionisme dalam masalah pendudukan Palestina adalah dua sisi mata uang yang berbeda tapi tidak bisa dipisakan. Zionisme di abad modern merupakan falsafah hidup Kaum Yahudi. Bagi orang-orang Yahudi, Zionisme secara subtansi berfungsi untuk melestarikan ideologi-ideologi dan tradisi agama Yahudi, mengimplementasikan cita-cita kaum Yahudi seperti yang ada dalam kitab suci Taurat. Dan yang sangat erat hubungannya dengan Palestina, Zionisme berfungsi sebagai langkah untuk menyatukan orang-orang Yahudi dalam sebuah negara yaitu Palestina, menyerukan kepada orang-orang Yahudi di seluruh dunia untuk kembali ke Palestiana yang mereka sebut dengan ard}

al-mi>a>d yang ditetapkan dalam kitab sucinya.22

Ada yang berpendapat bahwa gerakan Zionisme bertentangan dengan ajaran agama Yahudi dan Zionis bukanlah       

19

QS. Al-Taubah: 30 20

Abdullah ibn ‘Umar ibn Muh}ammad al-Baid}a>wi, Tafsi>r al-Baid}a>wi (Beirut: Da>r al-Fikr 1416H/1996 M), Juz III, 140.

21

Ulil Amri Syafri, MA. Penolakan Yahudi terhadap Islam (Jakarta: Kifayah, 2004), 64.

22

(23)

Yahudi. Regina al-Sharif berpandangan bahwa sesungguhnya Zionisme bukanlah Yahudi, ia merupakan gerakan yang lahir dari pemikiran Kristen Protestan yang menginginkan kembalinya Yahudi ke Palestina sebagai pendahulu kembalinya al-Masi>h} ke daerah tersebut.23 Tetapi Muh}ammad A<li ‘Umar menolak pandangan ini. Alasannya adalah karena semua orang Yahudi mengimani doktrin kembalinya bangsa Yahudi di Jerusalem. Walaupun dalam agama Yahudi terdapat berbagai aliran, dan di Israel terdapat berbagai partai politik, semuanya sepakat untuk menguasai Jerusalem.24

Selain keterlibatan langsung orang-orang Yahudi dalam gerakan Zionis, dapat diidentifikasi bahwa pihak Kristen juga memiliki kepentingan dalam mendukung gerakan Zionis. Pertama-tama, dalam doktrin Kristen diyakini bahwa pada akhir zaman akan turun al-Masih (Messias) untuk mendirikan kerajaan Tuhan dan akan berkuasa atas umat-umat lain termasuk Yahudi. Dari doktrin ini, sebenarnya orang-orang Kristen sejak peristiwa Salib Nabi Isa sangat membenci bani Israel (kaum Yahudi) karena orang-orang Israellah yang telah membunuh nabi mereka. Sampai pada abad pertengahan Masehi, pasukan Salib banyak melakukan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi di berbagi tempat. Pembantaian terbesar yang pernah terjadi terhadap orang Yahudi adalah pembantaian yang dilakukan oleh Nazi Jerman Hitler.25       

23

Untuk memperdalam hubungan antara Yahudi, Kristen Protestan dan Zionis, baca Regi>na Al-Shari>f, al-S}uh}yu>niyyah Ghair al-Yahu>diyah,

Tarjamah Ah}mad ‘Abdul ‘Azi>z (Kuwait: ‘A<lam al-Ma’rifah}, 2001). 15-20.

24

Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al-Yahu>d fi al-Wa’ad bi Filist}i>n, 339.

25

(24)

Semua itu dilakukan karena adanya unsur kebencian yang mendalam terhadap orang-orang Yahudi.

Pada tahap selanjutnya, Yahudi mampu mengubah persepsi orang-orang Kristen terhadapnya, walaupun orang-orang Kristen sangat memusuhi Yahudi dan itu berlangsung lama yaitu sejak abad pertama Masehi sampai pada abad ke 16 M. Pada awal abad ke 17 M., orang-orang Kristen mulai merubah sikapnya terhadap Yahudi dari sikap yang tidak senang menjadi sikap menerima dengan penuh penghormatan, sampai mereka menjadikan kitab Perjanjian Lama sebagai bagian dari sumber ajaran agama Kristen yang wajib diikuti oleh pemeluk agama Kristen. Hal ini terjadi ketika sekelompok dari pemeluk agama Kristen Katolik memisahkan diri dari pengikut Katolik di mana beberapa orang dari kelompok tersebut adalah orang-orang Yahudi. Gerakan yang dilakukan oleh kelompok Kristen tersebut adalah sebuah gerakan pembaruan dalam Kristen yang mereka sebut dengan “Protestan”. Gerakan ini sangat erat hubungannya dengan gerakan ideologi kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina. Oleh karena itu, Regina al-Shari>f melihat bahwa Zionisme yang lahir untuk memperjuangkan kembalinya tanah al-Quds kepada orang-orang Yahudi, bukanlah sepenuhnya gerakan Yahudi, ia merupakan gerakan Kristen yang mengatas-namakan Yahudi.26

Salah satu doktrin yang dianut oleh Kristen Protestan yang sangat berpihak kepada kepentingan Yahudi adalah bahwa sesungguhnya al-Masih akan kembali ke Palestina dan harus diawali dengan berkumpulnya orang-orang Yahudi di Palestina. Dari pandangan ini muncul doktrin yang disebut dengan Millenarianism. Doktrin ini mempercayai bahwa al-Masih akan turun ke bumi untuk mendirikan kerajaan Tuhan yang terjadi selama seribu tahun. Dalam dokrin ini diyakini bahwa al-Masih akan turun pada awal-awal tahun seribuan, dan akan berkuasa di bumi ini selama seribu tahun.27

      

26

Baca Regi>na Shari>f, al-S}uh}yu>niyyah Ghair al-Yahu>diyyah.

76. 27

(25)

Berdasarkan doktrin ini, mereka berharap bahwa pada tahun 1000 M. akan datang al-Masih, namun kenyataannya al-Masih pada saat itu belum turun. Pada tahun 2000 M., orang-orang Kristen kembali berharap bahwa al-Masih akan turun, dan diyakini bahwa al-Masih akan turun di tanah Palestina. Atas dasar keyakinan inilah, sehingga mereka mendukung sepenuhnya orang-orang Yahudi untuk menguasai Palestina. selanjutnya, awal tahun 2000 M. dinanti sebagai waktu turunnya al-Masih, Ia belum juga turun, mereka pun kembali mempesiapkan datangnya al-Masih pada awal tahun 3000 M.

Ada sebuah konsekuensi logis dari doktrin Kristen tentang datangnya al-Masih. Ketiga agama samawi masing-masing mengklaim bahwa al-Masih akan turun untuk menegakkan agama Allah. Agama Allah yang manakah yang dimaksud? Masing-masing dari Yahudi, Kristen maupun Islam menganggap bahwa hanya agamanyalah yang merupakan agama Allah. Ketika al-Masih benar-benar turun pada awal tahun 3000 M. seperti yang diyakini dalam ajaran Kristen Protestan, maka tidak bisa dihindarkan akan terjadi pertentangan antara umat Yahudi dengan umat Kristiani, berdasarkan klaim mereka atas al-Masih.28 Begitu pula dengan Islam, sejak berdirinya negara Israel yang dipelopori oleh gerakan Zionis telah terjadi konflik yang mengancam eksistensi kedua belah pihak, dan adanya klaim kepemilikan tanah al-Quds yang sekarang adalah negara Palestina, akan terus menyulut pergolakan politik, konflik militer antara kedua belah pihak.29

Di samping itu, di akhir zaman nanti, akan terjadi perang antara kebenaran dan kebatilan sebagaimana yang diyakini oleh Kristen yang dikenal dengan perang Armageddon, dan kembalinya Yahudi ke Palestina dianggap merupakan persiapan untuk menghadapi perang ini.30 Kesamaan doktrin antara Yahudi dan Kristen tentang Jerusalem mejadi faktor penyebab terjadinya pergolakan politik di abad modern yaitu antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan tanah Palestina.

      

28

Regi>na Shari>f, al-S}uh}yu>niyyah Ghair al-Yahu>diyyah, 159. 29

Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al-Yahu>d fi al-Wa’ad bi Filist}i>n, 341.

30

(26)

Ketiga agama samawi, Yahudi, Kristen dan Islam sama-sama meyakini bahwa peristiwa tersebut pasti terjadi. Peristiwa tersebut akan terjadi di wilayah Syam, tepatnya di wilayah Palestina. Walaupun ketiga agama samawi ini meyakini bahwa peristiwa tersebut akan terjadi, ketiganya berbeda atas ahir dari peristiwa tersebut. Yahudi mengklaim bahwa al-Masih turun untuk membela agama Yahudi sehingga kemenangan akan berpihak kepada orang-orang Yahudi dan orang Yahudi lah yang berkuasa di atas umat-umat lain.

Orang-orang Kristen pun melihat bahwa al-Masih yang diturunkan kembali oleh Allah akan menjadi juru selamat bagi mereka, dan satu-satunya umat yang akan selamat adalah umat Kristen. Dalam Islam Nabi Isa as. akan kembali diturunkan oleh Allah swt. untuk memerangi kebatilan, dan menentang kekejaman Dajjal. Kedatangan Nabi Isa ini diperkuat oleh teks-teks yang bersumber dari Rasulullah saw yang tidak diragukan kebenarannya. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. adalah berita yang bersifat pasti akan kedatangan Nabi Isa dan akan menegakkan Islam sebagai agama Allah yang terakhir yang paling benar.31

Atas dasar kepentingan inilah, terbukti secara historis bahwa orang-orang Nasrani telah memainkan peran yang sangat penting atas terjadinya imperialisme orang-orang Yahudi terhadap negara Palestina bahkan sampai mendirikan negara Israel di wilayah tersebut. Dalam pendirian negara Israel, Amerika Serikat, Inggeris, Jerman, Prancis dan negara-negara barat lainnya yang notabene mayoritas beragama Kristen baik dalam tingkat masyarakat maupun dalam tingkat pemerintahnya. Negara-negara tersebut secara intens membantu Yahudi untuk berkumpul di Palestina, khususnya Inggeris yang secara langsung memberikan sebagian tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi.32

Inggeris, benar-benar telah berhasil melakukan proses yahudinisasi atas Palestina, dan mengajukan pemikiran perlunya pembagian kekuasaan. Lalu Inggeris bersama para sekutunya menggunakan seluruh wibawa dan kekuatannya di Perserikatan

      

31

Regi>na Shari>f, al-S}uh}yu>niyyah Ghair al-Yahu>diyyah, 305. 32

(27)

Bangsa-Bangsa (PBB), sehingga berhasil memperoleh suara dukungan mayoritas. Inggeris lalu mendeklarasikan bahwa dirinya akan segera menarik diri dari Palestina pada 15 Mei 1948 M., di mana pada saat yang sama Inggeris menyerahkan Palestina kepada Yahudi, setelah mereka benar-benar yakin bahwa kaum Yahudi di sana dapat membentuk dan menguasai pemerintahan.33

Sekarang orang-orang Yahudi Israel bisa berbangga, karena telah memperoleh kemenangan atas dunia Arab di Timur Tengah. Bahkan di seluruh dunia, negara adidaya pun Amerika Serikat mampu diperngaruhi oleh Yahudi.

Eksistensi Yahudi di Palestina sampai bisa membentuk sebuah negara Israel, sebagaimana diketahui didasarkan atas ideologi keagamaan yang terdapat dalam kitab sucinya. Di sini, sebagian ulama berpandangan bahwa untuk menyikapi eksistensi Yahudi di tanah Palestina harus menggunakan pendekatan agama, yaitu Jihad. Negara Palestina adalah negara Islam yang di dalamnya terdapat tempat suci Islam yaitu Mesjid Aqs}a>. Ini menunjukkan betapa pentingnya negara ini bagi umat Islam. Keberadaan Mesjid Aqs}a> di Palestina menjadikan negeri ini memiliki posisi yang sangat tinggi karena Mesjid Aqs}a> disucikan oleh umat Islam layaknya Mesjid Haram di Mekah dan Mesjid Nabawi di Madinah al-Munawwarah}.34

Dalam dunia Islam modern, ada berbagai tawaran yang diajukan untuk umat Islam dalam berinteraksi dengan Yahudi Israel. Tawaran tersebut ada yang terkesan antipati dan lebih cenderung berinteraksi dengan Israel dengan menggunakan kekerasan. Abdullah Bin Baz (1330 H.) misalnya, pernah memfatwakan bahwa solusi umat Islam dalam menghadapi imperaliasme Yahudi adalah jiha>d fi> sabi>lilla>h} untuk melawan Yahudi. dikatakan, “Perlu diyakini bahwa masalah Palestina dari awal sampai akhir adalah masalah doktrin agama. Yahudi telah berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan umat Islam dari tanah suci tersebut. Mereka telah berhasil menindas umat       

33

Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al-Yahu>d fi al-Wa’ad bi Filist}i>n, 340.

34

(28)

Islam dan bangsa Arab secara khusus. Olehnya itu saya melihat tidak adanya solusi yang bisa dicapai oleh umat Islam kecuali umat Islam bahu membahu berjihad di jalan Allah untuk melawan kekejaman Yahudi”.35

Menururt bin Baz, keberadan beberapa partai beraliran sekuler di Palestina adalah merupakan strategi Yahudi dan Kristen Barat menutupi hakikat dari konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel. Konflik yang terjadi sebenarnya adalah konflik agama, tetapi hakitkat konflik tersebut dibungkus dengan slogan nasionalisme dan masalah internasional. Itulah salah satu cara yang ditempuh oleh umat Islam dalam berinteraksi dengan Yahudi dan negara Israel.

Dalam problematika koflik Israel-Palestina sekarang ini, telah banyak perundingan yang berlangsung antara pihak Israel dan Palestina, tetapi belum bisa membuahkan suatu hasil positif. Bahkan Amerikan Serikat yang kerap menginterfensi proses perundingan selalu menggantukan hasil perundingan antara kedua belah pihak. Setelah perang teluk yang berakhir dengan dibebaskan dari Kuwait dari Ekspansi Irak pada tahun 1990-1991, Amerika Serikat kembali mengklaim bahwa ia akan bergerak untuk mendamaikan konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Tetapi syarat untuk dilakukannya perundingan adalah bahwa negara Palestina tidak bisa berbentuk negara yang berdiri sendiri, ia harus berbentuk negara konfederasi.36 Inilah yang kembali ditolak oleh pihak Arab sehingga perundingan kembali gagal mencapai kesepakatan.

Lalu bagaimana dengan sikap Yahudi terhadap solusi politik damai sebagai proyek rekonsiliasi. Pada saat orang-orang Arab menolak dengan keras, sebaliknya pihak Yahudi dengan gencar mengajak untuk melakukan proses rekonsiliasi. Bagi pihak, Arab proyek rekonsiliasi yang ditawarkan oleh pihak Israel dianggap sebagai kepura-puraan. Terbukti sejak Israel       

35

Fatwa Bin Baz tersebut bisa dilihat dalam, Bin Baz, Fata>wa> wa Tanbi>ha>t wa Nas}a>ih} (Kairo: Maktabah} al-Sunnah}, 1989), Cet. II, 87.

36

Untuk melihat lebih lengkap fenomena konflik dan proses upaya damai antara Palestina dan Israel baca Muni>r al-H}u>r wa T{a>ru}q Mu>sa>,

(29)

mendapatkan tempat di Palestina yaitu pada tahun 1948 M., proyek rekonsiliasi yang ditawarkan Israel selalu mempersyaratkan pengakuan bangsa Palestina terhadap eksistensi negara Israel, dan pada saat upaya perdamaian dilakukan, pertumpahan darah dan penindasan tidak pernah berhenti terjadi.37

Pemaparan di atas menunjukkan potret sederhana betapa pentingnya kota Jerusalem bagi orang-orang Yahudi dan bagaimana usaha semua pihak yang berkepentingan untuk memiliki kota tersebut. Setidaknya Itulah yang merupakan akar persoalan-persoalan yang terjadi antara orang-orang Yahudi dan Islam di Palestina. Pada awalnya, khususnya di abad pertengahan, orang-orang Yahudi tidak punya kekuatan untuk mewujudkan citanya-citanya kembali ke tanah Palestina. Namun sejak terjadinya revolusi gereja di Eropa pada abad ketujuhbelas, orang-orang Kristen secara politis sangat intens membantu orang-orang Yahudi untuk kembali ke Palestina –karena menganggap Jerusalem harus dikuasi- sampai pada tahun 1948 M. mampu mendirikan negara Israel.

***

Berdasarkan gambaran di atas, ada sebuah rasa penasaran dalam benak penulis untuk mengeksplorasi lebih mendalam masalah-masalah yang telah dimunculkan. Masalah-masalah tersebut secara garis besar adalah:

Pertama, setelah mengamati keberadaan Jerusalem dan bangsa Yahudi sepanjang sejarah, sebagaimana yang dikemukakan oleh banyak pakar, dan hubungan historis teologis antara Yahudi dan Jerusalem, maka dianggap penting untuk mengkaji sejarah Jerusalem dan hubungannya dengan bangsa Yahudi.

Kedua, menjadi sebuah fakta bahwa hubungan Islam-Yahudi semakin memburuk sejak berdirinya negara Israel, maka muncullah keinginan dari penulis untuk mengetahui secara

      

37

Di antara tawaran proyek rekonsiliasi yang ditawarkan Israel adalah, proyek Alon tahun 1967, proyek Beijin 1977. Semua proyek tersebut berdasarkan atas subyektifitas Yahudi, yaitu agar kepentingannya dalam mendapatkan pengakuan dari bangsa Palestina tercapai. Lihat, Muni>r al-H{u>r wa T{a>ru>q Mu>sa>, Masha>ri>’ al-Taswiyah li al-Qad}iyah} al-Filistiniyah,

(30)

mendalam apakah sebenarnya akar permasalahan sehingga terjadi hubungan yang tidak baik antara Yahudi dan Islam.

Ketiga, tulisan ini sebenarnya berawal dari sebuah pertanyaan, apakah Ideologi Yahudi tentang the Choosen People (Manusia Pilihan) dan Tanah Jerusalem sebagai tanah yang dijanjikan oleh Tuhan akan terus diperjuangkan oleh bangsa Yahudi sampai ia mendirikan suatu negara dan bisa menguasai umat-umat lainnya? Jawaban atas persoalan ini diharapkan mampu menginformasikan ideologi tersebut mempengaruhi konsep politik pergerakan Yahudi di abad modern.

Keempat, tulisan ini juga akan menelusuri bagaimanakah peran yang dimainkan oleh umat Kristiani dalam berdirinya negara Israel di Palestina, khususnya Kristen Protestan yang lahir melalui gerakan reformasi gereja pada abad 17 M. Negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Inggeris, Perancis dan jerman yang notabene penganut agama Kristen, apakah benar berkepentingan dalam membantu Yahudi untuk mendirikan negara Israel.

Kelima, Zionis merupakan gerakan Yahudi yang membangun ideologi pendirian negara Israel. Bagaiamakah hakikat gerakan Zionisme? Apa hubungan antara Yahudi, Kristen dan Zionis?

Keenam, sampai saat ini konflik Israel-Palestina masih terus berkecamuk, apa solusi yang bisa dibangun untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina?

Telah banyak karya yang mengkaji Yahudi dan Jerusalem baik dari perspektif sejarah maupun teologinya. Namun kajian tentang Jerusalem dan gerakan politik Yahudi kebanyakan dikaji sejarah terpisah. Dalam tulisan ini, penulis berusaha menelusuri sejauh mana pengaruh ideologi Yahudi dan gerakan politiknya hingga bisa terbentuk negara Israel. Berikut beberapa kajian yang telah dilakukan tentang Yahudi, khususnya tentang Ideologi Yahudi tentang Jerusalem.

(31)

dan bagaimana hubungan antara orang Islam dengan orang-orang Yahudi. Dalam karya ini, ditemukan bahwa orang-orang-orang-orang Yahudi meyakini adanya janji Tuhan kepada mereka atas kepemilikan Jerusalem yang sekarang ini berbentuk negara Palestina.

Jerusalem's Rise to Sovereignty; Zion and Gerizim in Competition, karya Ingrid Hjelm terbitan T&T Clark International tahun 2004 di London. Karya ini ditulis dalam bahasa Inggeris, mengkaji tentang pandangan-pandangan teologis dan ideologis Yahudi tentang Jerusalem dan Zion. Dalam buku ini, penulis mengkaji mengapa orang-orang menganggap Jerusalem sebagai pusat keagamaan di seluruh dunia, baik untuk orang-orang Yahudi maupun untuk non-Yahudi. Penulis juga melakukan penelusuran historis terjadinya proses transformasi terhadap Jerusalem sehingga menjadi kota yang sangat disucikan oleh orang-orang Yahudi. Selain itu, ada juga pemaparan tentang hubungan Tuhan Yahwe dengan orang-orang Yahudi serta tanah Jerusalem berdasarkan apa yang dilukiskan dalam kitab suci Yahudi yaitu Taurat. Secara keseluruhan Ingrid Hjelm melihat bahwa dalam pandangan orang-orang Yahudi, hubungan orang-orang-orang-orang Yahudi, Jerusalem dan Tuhan Yahwe secara teologis adalah hubungan yang sakral karena dilegitimasi oleh teks-teks kitab suci agama Yahudi yaitu Perjanjian Lama (Old Statement).

Karya yang berjudul The Election of Israel, karya David Novak, diterbitkan oleh Cambridge University Press, 1995 di London. Karya ini memaparkan pandangan Yahudi sebagai makhluk terpilih atas tanah Jerusalem, dan pergulatan Yahudi di negara-negara barat untuk melakukan lobi demi mewujudkan cita-cita kembali ke Jerusalem yang berada di bawah kekuasaan Islam. Karya ini berusaha memotret Jerusalem dalam tataran ideologis dan tataran realita ketika diperebutkan oleh negara Israel dan Palestina. Dalam tataran Ideologis, orang-orang Yahudi selalu berjuang untuk kembali ke Jerusalem karena kota ini merupakan bagian dari dokrin kitab sucinya. Dalam tataran realita, segala macam cara, seperti gerakan-gerakan politik akan ditempuh oleh orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara Israel.

(32)

realitas keberadaan Zionis dan langkah-langkah yang telah dilakukan sehingga mampu mendirikan Israel. Di samping itu, karya ini juga memberikan gambaran atas langkah-langkah yang akan ditempuh orang-orang Yahudi melalui gerakan Zionis ke depan.

Zion the City of the Great King; A Theological Symbol of the Jerusalem Cult karya Ben C. Ollenburgcr (1948 M.) diterbitkan oleh Sheffield Academic Press di London tahun 1987 M. Karya ini menguak keberadaan Zion yang ada di Jerusalem yang menjadi situs suci bagi orang-orang Yahudi. Dalam karya ini, penulis menginvestigasi pandangan-pandangan teologis dan ideologis orang-orang Yahudi berdasarkan apa yang ada dalam kitab Perjanjian Lama (Old Statement) sampai menjadikan Zion sebagai simbol penting bagi agama Yahudi. Salah satu penemuan pentingnya, Yahwe sebagai Tuhan dalam agama Yahudi telah menjadikan tempat ini suci bagi orang-orang Yahudi dan menjanjikannya kepada mereka hak kepemilikan untuk selamanya.

Selain itu, karya yang dijadikan sebagai sumber primer adalah Regina Syarif yang Shuyu>niyyah} Ghair Yahu>diyyah} yang diterbitkan di Kuwait oleh penerbit ‘A<lam al-Ma’rifah tahun 1985 M. Karya ini dalam tulisan ini berfungsi untuk menganalisa hubungan antara Yahudi dan Zionis serta hubungan antara Yahudi dan gerakan Kristen Protestan di Eropa.

Di lingkungan akademisi di Indonesia, kalau kita telusuri, masih jarang ditemukan penelitan-penelitian mendalam dan komperhensif tentang Yahudi, apalagi tentang sejarah hubungan antara Islam dan Yahudi, dan bagaimana akar-akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik antara Israel dan Palestina. Hal ini penting, sebagai upaya untuk menyingkap realitas hubungan antara pemeluk agama besar dunia. Sehingga dengan pendalaman terhadap akar-akar konflik yang terjadi bisa diidentifikasi apa sebenarnya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, dan bagaimana meminimalisir terjadinya konflik tersebut.

(33)

antar umat agama di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Secara khusus dilingkungan Universitas Islam Negeri, Perguruan Tinggi Islam di Indonesia, lembaga-lembaga kerukunan antar-umat beragama dan masyarakat secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif dalam melakukan pembacaan terhadap fenomena harmonisasi kehidupan beragama di abad moderen ini.

(34)

BAB II

Ideologi Agama

dan Gerakan Politik

“I

deologi diartikan sebagai doktrin yang membimbing tindakan politik, idealitas-idealitas yang mesti diyakini sebagai gerbong politik, tujuan yang wajib dicapai, alasan yang wajib diperjuangkan, dan visi tentang masyarakat terbaik atau ideal yang harus diwujudkan dalam konteks kehidupan sosial masyarakat.38

Sebagai gerbong politik, ideologi akan mempengaruhi arah dan orientasi sebuah gerakan, kekuatan ideologi sangat menentukan apakah ia mampu menarik lokomotif-lokomotif kepentingan sampai pada tujuan yang diinginkan.” (Ian Adams).

Dalam menguak hubungan Yahudi dengan Jerusalem, penulis menggunakan istilah “ideologi Yahudi39 tentang

      

38

Ian Adams, Polical Ideology Today (New York: Mancester University Press, 1993), 2-6, dalam pemaparannya tentang makna ideologi.

39

(35)

Jerusalem”, karena status Jerusalem dalam benak orang-orang Yahudi bukan hanya sekedar sebuah nilai keyakinan teologis, namun ia juga merupakan simbol hidup yang senantiasa dicita-citakan.40 Dengan melihat perkembangan Yahudi di abad modern, mulai sekitar awal abad ke tujuh belas sampai abad ke 21, adanya kombinasi nilai teologis dan politis Yahudi atas Jerusalem semakin nyata, ditandai dengan semakin kuatnya eksistensi bangsa Yahudi setelah mampu mendirikan negara Israel di Jerusalem (Palestina). Berdirinya negara Israel memiliki hubungan hiraskis dengan keyakinnya terhadap Jerusalem (al-Quds), dan langkah-langkah politik yang ditempuh untuk berdiam di wilayah tersebut adalah bersifat ideologis.

A. Makna dan Fungsi Ideologi

Pada dasarnya, ideologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas dua suku kata, yaitu ideo artinya pemikiran dan logis artinya logika, ilmu, dan pengetahuan. Dari sini dapat didefenisikan bahwa ideologi merupakan ilmu mengenai keyakinan, ide, dan cita-cita.41

Dalam Microsoft Encarte Encylopedia, ideologi didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan yang memuat nilai-nilai dan ide-ide yang diorganisasikan secara rapi sebagai basis filsafat, sains, program sosial, ekonomi politik yang menjadi

      

Babilonia, barulah kata Yahudi dipakai. Livinia and Cohn-Sherbok. Judaism; A Short History. Cetakan II, (USA: Oneworld Publication, 1995), 78.

40 

Terlebih dahulu perlu dijawab, kenapa penelitian yang mengkaji hubungan Yahudi dengan Jerusalem ini menggunakan istilah “ideologi”, bukan pandangan, akidah atau istilah lainnya. Dengan demikian, penulis di sini mengetengahkan pembahasan seputar “ideologi” dan pengaruhnya dalam kehidupan agama dan sosial kemasyarakatan. Studi ini pun perlu menelaah makna, arti filosofis term “ideologi”, dan pengaruhnya dalam ranah politik.

41

(36)

pandangan hidup, aturan berpikir, dan cara bertindak individu atau kelompok.42

Mengenai kedudukan antara ilmu, filsafat dan ideologi dalam hubungannya dengan perjuangan politik dan cita-cita politik, tentu berbeda. Ilmu dan filsafat yang subyeknya disebut ilmuan dan filsuf berbeda dengan sang ideolog. Seorang ilmuan tidak akan memaksakan atau mempengaruhi orang lain, ia hanya menjelaskan, mempresentasikan apa yang ditemui sebagai suatu karya dan secara moral perlu diketahui atau disampaikan kepada orang lain atau masyarakat. Ilmuan tidak membentuk suatu kelompok untuk melawan kecenderungan yang dianggap sebagai sesuatu yang merusak yang terjadi di masyarakat, dan secara politis bersentuhan dengan pemegang kekuasaan atau subjek politik. Oleh karena itu, baik ilmu maupun filsafat tidak pernah melahirkan suatu revolusi. Adapun ideologi dan ideolog, senantiasa memberikan inspirasi, mengarahkan dan mengorganisasikan perlawanan, protes, dan penggugatan yang menakjubkan. Ideologi pada hakikatnya memiliki semangat tanggung jawab, keyakinan, dan keterlibatan serta komitmen.43

Ciri dari suatu ideologi adalah cita-cita yang dalam dan luas, bersifat jangka panjang, bahkan dalam hal dasar bersifat universal atau diyakini bersifat universal. Ia dirasakan milik dari suatu kelompok manusia yang dapat mengindentifikasikan dirinya dengan isi ajaran tersebut. Ia juga mengikat kelompok, sering pula membenarkan dan mempertahankan sikap perbuatan kelompok.44

Ali Syariati (1933-1977 M.) mengemukakan bahwa ideologi adalah sebuah kata ajaib yang menciptakan pemikiran dan semangat hidup di antara manusia, terutama di antara kaum muda, dan khususnya di antara para cendikiawan dan intelektual dalam suatu masyarakat.45 Dengan demikian, basis perjuangan kaum       

42

Deddy Ismatullah dan Asep. A. Sahid Gatara, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif; Kekuasaan, Masyarakat, Hukum dan Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 92.

43

Ali Syariati, Tugas Cendekiawan Muslim, Terj. (Yogyakarta: Salahuddin Press, 1982), 149.

44

Deliar Noer, Ideologi Politik dan Pembangunan (Jakarta: Yayasan Pekhidmatan, 1983), 31.

45

(37)

muda dan para cendikiawan dalam melakukan perbaikan terhadap sistem berbangsa dan menata ummat, harus dibangun atas preseden-preseden ideologis yang benar.

Sementara itu, Ian Adams (1937 M.) meletakkan istilah ideologi lebih ke dalam kerangka politik gerakan. Artinya, ideologi diartikan sebagai doktrin yang membimbing tindakan politik, idealitas-idealitas yang mesti diyakini sebagai gerbong politik, tujuan yang wajib dicapai, alasan yang wajib diperjuangkan, dan visi tentang masyarakat terbaik atau ideal yang harus diwujudkan dalam konteks kehidupan sosial masyarakat.46 Sebagai gerbong politik, ideologi akan mempengaruhi arah dan orientasi sebuah gerakan, kekuatan ideologi sangat menentukan apakah ia mampu menarik lokomotif-lokomotif kepentingan sampai pada tujuan yang diinginkan.

Menurut Frans Magnis Suseno (1936)47, ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk

      

46

Ian Adams, Polical Ideology Today (New York: Mancester University Press, 1993), 2-6, dalam pemaparannya tentang makna ideologi.

47

(38)

menyikapi persoalan tersebut. Dalam konteks inilah, kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.48

Secara sederhana, Franz Magnis Suseno mengemukakan tiga kategorisasi ideologi.49 Pertama, ideologi dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup. Ideologi dalam arti penuh berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya, yaitu merupakan sebuah teori metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori tentang makna sejarah yang memuat tujuan dan norma-norma politik sosial tentang bagaimana suatu masyarakat harus ditata. Ideologi dalam arti penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas masyarakat, isinya tidak boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan apriori dalam arti ideologi itu tidak dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri khas ideologi semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan dengan hak menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve.

Kedua, ideologi dalam arti terbuka. Artinya, ideologi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar, sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu berkembang disesuaikan dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Operasionalisasi dalam praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori melainkan harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama.50 Dengan demikian, ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang.

      

48

Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kansius, 1992), 230.

49

Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, 232. 50

(39)

Ketiga, Ideologi dalam arti implisit atau tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan dalam keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan bagaimana manusia harus hidup di dalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan, namun cita-cita dan keyakinan itu sering berdimensi ideologis karena mendukung tatanan sosial yang ada dan melegitimasi struktur non demokratis tertentu, seperti kekuasaan suatu kelas sosial terhadap kelas sosial yang lain.

Dari beberapa fungsi tersebut, terlihat bahwa pengaruh ideologi terhadap perilaku kehidupan sosial berkaitan erat. Memahami format sosial politik suatu masyarakat akan sulit dilakukan tanpa lebih dahulu memahami ideologi yang ada dalam masyarakat tersebut. Dari sinilah terlihat betapa ideologi merupakan perangkat mendasar dan merupakan salah satu unsur yang akan mewarnai aktivitas sosial dan politik.51

Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836 M.) 52 pada abad ke 18, meski akar-akar pengertiannya dapat ditarik jauh ke belakang, bahkan sampai kepada Plato. Ada juga yang mengkaitkannya dengan konsep idola dari Francis Bacon. Di tangan De Tracy, pengertian ideologi sudah jauh bergeser baik dari makna idea maupun idola. Destutt de Tracy memandang ideologi sebagai ilmu pengetahuan tentang ide. Di sini ideologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang dianggap netral.53 Sebagai ilmu pengetahuan, ideologi dituntut obyektif dalam mempelajari tiap ide dalam arti mengesampingkan prasangka-prasangka metafisika dan agama. Bidang kajiannya meliputi asal-usul ide, mengapa suatu ide muncul, bagaimana

      

51

Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, 232.

52

Antoine Destutt de Tracy adalah seorang pemikir dan filsuf berkebangsaan Perancis. Ia adalah tokoh yang pertama kali memakai istilah ‘ideologi’. Dalam mengusung ide-ide filosofisnya, ia banyak terinspirasi oleh pemikiran John Locke. Ia adalah seorang bangsawan, ketika meletus Revolusi Perancis, ia banyak mengambil bagian dalam revolusi tersebut. Selain seorang filsuf, ia juga mendalami ilmu Psikologi.

53

(40)

berkembangnya suatu ide, dan strategi-strategi apa yang dapat dilakukan untuk menyebarkan suatu ide.

Dari pemaparan di atas bisa dipahami bahwa istilah ideologi bisa berarti asal-usul ide, mengapa suatu ide muncul, bagaimana berkembangnya suatu ide, dan strategi-strategi apa yang dapat dilakukan untuk merealisasikan suatu ide. Ideologi juga bisa memberi konotasi politik, yaitu pertentangan untuk mencapai kepentingan-kepentingan tertentu. Bisa juga dipahami, sebagaimana yang dipaparkan oleh Nurcholish Madjid54 bahwa agama dapat disejajarkan dengan ideologi, dan Ideologi dalam hal ini cukup dimengerti sebagai suatu sistem gagasan yang mengkaji keyakinan dan hal-hal ideal secara filosofis, ekonomis, politis, maupun sosial.

B. Ideologi dalam Pandangan Filsuf

Bagaimana sebuah ideologi berperan dan bagaimana ideologi terus dibangun dan dipertahankan. Louis Althusser (1918-1990)55, adalah seorang filsuf yang mempunyai pandangan tentang ideologi.

Althusser menyatakan bahwa ideologi tidaklah mencerminkan dunia realitas, alasannya adalah bahwa seseorang dibatasi oleh konteks bahasa, di mana dengan bahasa ia susah menangkap realitas sebenarnya. Manusia hanya dapat merasakan

      

54

Di sini Nurcholish Majid tidak secara eksplisit memberikan batasan-batasan tentang agama dan ideologi. Akan tetapi, dari paparannya dapatlah diketahui bahwa agama dalam tulisannya dimengerti sebagai sistem ‘budi-daya’. Dalam arti ini, agama dapat disejajarkan dengan ideologi. Hanya saja, berbeda dari ideologi, agama justru ditempatkan oleh Cak Nur sebagai suatu sumber dinamika perubahan sosial, bukan sebagai pelanggeng struktur masyarakat. Di sini kata ideologi dapat bermakna peyoratif sebagai pemutlakan suatu gagasan yang ternyata tidak sesuai dengan realitas tertentu. Selain itu, agama juga, seperti diungkapkan Max Weber, memberi kerangka makna pada dunia dan perilaku manusia. Kajian atas Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995), 169.

55

(41)

berbagai fenomena dengan cara-cara di mana ia dibentuk dalam ideologi melalui suatu aktivitas pengenalan dengan proses yang panjang. Dalam pandangan Althusser, ideologi tidaklah memberikan sebuah kenyataan, ia hanya merepresentasikan hubungan dan proses imajinasi seseorang terhadap dunia nyata. Bagi Althusser ideologi merupakan komponen yang sangat dibutuhkan umat manusia karena mampu memberikan inspirasi untuk membentuk suatu komunitas dan mendesain lingkungan keberadaannya untuk dapat bertahan hidup sesuai dengan kepercayaannya. Namun dalam pemandangan sehari-hari, manusia terkadang menyembunyikan ideologi yang membentuknya untuk keperluan efektivitas pencapaian-pencapain ideologi yang dianut.56

Untuk bisa hidup dan bertahan seperti yang dinginkan oleh para penganutnya, Ideologi harus ditopang oleh sebuah sistem yang nyata dan melembaga. Dalam suatu komunitas atau lembaga yang dibangun atas suatu ideologi, hendaknya masing-masing individu dalam komunitas tersebut secara keseluruhan menghayati dan meyakini ideologinya untuk menciptakan tatanan dan sistem yang berjalan sesuai dengan ide-ide dan pandangan-pandangan yang dianut. Dalam pandangan Althusser, agar dapat diterima, suatu ideologi harus bisa diabstraksikan dalam bentuk nyata.57 Oleh karena itu, ideologi secara nyata akan membentuk pola interaksi masyarakat mulai dari yang terkecil sampai yang umum, baik dalam komunitas akademik, keluarga, organisasi kekeluargaan, media, institusi penegakan hukum, partai politik, dan seterusnya.

Menanamkan sebuah ideologi dalam praktek kehidupan sosial politik menurut Althusser merupakan cara dan pendekatan yang paling efektif untuk mempertahankan sebuah kekuasaan. Ideologi banyak dipakai untuk melestarikan sebuah dominasi terhadap sebuah komunitas masyarakat tertentu. Adapun metode yang digunakan adalah bahwa semua elemen yang tergabung dalam suatu sistem kekuasaan, baik masyarakat ataupun yang berkuasa, harus memiliki ideolgi yang sama.58

      

56

Lihat John B. Thompson, Analisis Ideologi, Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia, (terj.) (Yogyakarta: IRCISOD, 2003) 134.

57

John B. Thompson, Analisis Ideologi, 135. 58

(42)

Sehubungan dengan pandangan di atas, di Indonesia misalnya, penguasa dan masyarakat Indonesia telah meyakini sebuah kesatuan ideologis bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi yang benar dan mewakili kepentingan semua elemen masyarakat Indonesia.59 Ideologi yang dibangun oleh suatu sistem pemerintahan berperan pada langgengnya sebuah kekuasaan. Tetapi banyak sekali realitas menunjukkan bahwa masyarakat dieksploitasi oleh kepentingan penguasa karena sebuah ideologi yang dibangun oleh sang penguasa.

Teori ideologi ini memperlihatkan bahwa ideologi sangat besar peranannya dalam sebuah kekuasaan, bahkan karena sebuah ideologi suatu layakan bisa jadi layak, atau suatu ketidak-benaran bisa dianggap menjadi benar. Penindasan bisa dinggap sah-sah saja karena adanya sebuah ideologi. Ataukah ketidak-adailan sebuah kekuasaan yang merugikan suatu komunitas boleh-boleh saja karena menggunakan acuan legitimasi ideologis. Oleh karenya, kehidupan sosial-politik atau suatu bentuk kekuasaan tidak akan pernah luput dari landasan ideologis yang menjalankannya. Ideologi yang diamini oleh berbagai lapisan masyarakat dalam suatu struktur politik bisa membuat kekuasaan yang timpang mampu bertahan. Althusser memberikan sebuah contoh, penjajahan bangsa eropa terhadapat bangsa lainnya dianggap legal oleh mereka karena percaya bahwa akan membangun tatanan sosial dan memperbaiki sistem politik bangsa yang dijajah. Itu adalah sebuah ideologi imperialisme.60

Dengan demikian, menurut Althusser ideologi berfungsi menghubungkan pikiran manusia dengan dunia nyata, sehingga suatu masyarakat yang menganut ideologi tertentu akan tercermin pada sebuah identitas tertentu. Dalam konteks keagamaan

      

seorang ilmuan sosial tentang organisasi kemasyarakatan dan pembagian kekuasaan politik dan ekonomi akan mempengaruhi penjelasan yang diberikannya mengenai sifat masalah-masalah sosial dan tanggapan pemerintah yang membentuk langkah-langkah kebijakan sosial yang dinentuk. Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, (terj.) (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992), v.

59

John B. Thompson, Analisis Ideologi, 143. 60

(43)

misalnya, orang yang percaya kepada Tuhan dan taat melakukan peribadatan kepada Tuhan, dan mendirikan ritus-ritus keagamaan, dengan jelas menunjukkan bahwa suatu gagasan memuat suatu tindakan, perilaku, dan menentukan model dari tindakan itu. Gagasan-gagasan itu hidup dalam tindakan-tindakan. Tindakan ini lalu menjadi praktek sehari-hari yang dikendalikan oleh ritual yang dia lakukan. Tiga hal ini (gagasan, praktek dan ritual) merupakan aspek material ideologis. Dalam pandangannya, ideologi bekerja, memproduksi subyektifitas, dan menegaskan identitas tentang siapa kita sesungguhnya. Itulah pandangan Louis Althusser tentang Ideologi.61

Seorang filsuf modern yang juga memiliki pandangan tentang Ideologi adalah Michel Foucault (1926-1984 M.)62. Dalam pandangannya, kebenaran atau pengetahuan adalah sesuatu yang bebas dari segala macam bantahan. Ia juga tidak melihat bahwa agama adalah bersifat ideologis karena agama adalah true knowledge, yaitu bahwa gagasan atau pengetahuan yang mencerminkan realitaslah yang benar. Di sini ia menganggap realitas lebih prior dari gagasan dan kehidupan mental bersifat sekunder dari determinan ekonomi material. Sedangkan baginya ideologi harus dipertentangkan dengan apa yang dianggap sebagai kebenaran.63

Kategori suatu kebenaran atau hal yang salah bukanlah dilihat dari suatu pengetahuan ataukah persepsi yang sama antara satu dengan yang lainnya, ataukah dari suatu masa ke masa yang lainnya. Itu tidak bisa dijadikan sebuah standar karena persepsi dan       

61

John B. Thompson, Analisis Ideologi, 144. 62

Paul Michel Foucault, seorang yang berkebangsaan Perancis, filsuf, sejarawan dan sosiologis. Menyelesaikan studi di Ecole Normanle Superiore tahun 1946, lalu memperdalam filsafat hingga meraih lisensi tahun 1948. Ia juga meraih lisensi bidang psikologi dan diploma dalam psikopatologi. Ia pernah bergabung dengan Partai Komunis Perancis hingga 1951. Karya-karyanya adalah

Maladie Mentale et Personnalitte (Penyakit Mental dan Kepribadian) terbit tahun 1954, Histoire De la Folie (Sejarah Kegilaan), The Birth of Clinic, Archeology of Knowledge, Disciplines and Punish serta The History of Sexuality.

Ia meninggal tahun 1984 dalam usia 57 karena penyakit AIDS. 63

(44)

pandangan setiap masyarakat dan setiap zaman memiliki bentuk-bentuknya sendiri yang membangun kebenaran-kebenaran yang ia inginkan. Sebuah kebenaran adalah bangunan sistem pengetahuan yang membentuk tatanan sosial dan memiliki prosedur nilai, tipe wacana, dan corak keilmuan yang dianut.64

Hubungannya dengan politik atau sistem kekuasaan misalnya, atau dalam suatu ranah sosial, kebenaran selalu diidentikkan dengan relatifitas. Dalam artian, kebenaran mempunyai beraneka ragam cara dan metode dalam kehidupan manusia, untuk mengatur dirinya, orang lain, masyarakat secara keseluruhan. Dalam sebuah peraturan atau perundang-undangan bisa saja terdapat dua versi, yaitu versi kebenaran dan versi yang keliru, sehingga suatu hukum atau ilmu pengetahuan memiliki perspektif kebenarannya masing-masing.

Dalam memperjuangkan suatu kebenaran agar bisa diterapkan dalam sebuah kekuasaan, ideologi memainkan peran yang signifikan untuk mengawal berjalannya sebuah kekuasaan yang benar. Menurut Foucault, praktek-praktek kekuasaan merupakan tindakan, aturan, kebijakan yang diambil dengan ide dan alasan yang benar. Walaupun benar dan salah banyak ditemukan dalam suatu praktek kekuasan, namun ide kebenaranlah yang harus mendominasi.65 Melalui penalaran dan penyelidikan terhadap nilai-nilai idelogis, dan pentingnya true knowledge, Foucault melihat bahwa prak

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini membandingkan aktivitas antioksidan antara ekstrak daun palado dan vitamin C sebagai kontrol positif memiliki perbedaan yang jauh, Persentase penangkap

menampilkan pesan dialog form “Data Berhasil Disimpan” seperti gambar 4. Dan program akan menampilkan pesan dialog form “Data Berhasil Diubah” apabila pengguna

1. Kedua orang tua saya, Bapak Hadi Susilo dan Ibu Kusdinar Putriastuti terimakasih atas segala kasih sayang, semangat, motivasi, nasehat, dan do’a yang tak henti-

Sementara itu nilai rata-rata untuk non kelompok tani terhadap ketiga variabel dengan skor 2.00, menunjukkan penerapan teknologi cukup mudah diamati hasilnya,

Penelitian ini bertujuan untuk menngetahui efektivitas metode tim quiz dalam meningkatkan pembelajaran ilmu tajwid dan keaktifan peserta didik tunanetra kelas 4 di

Namun Berdasarkan permasalahan tersebut, alasan penulis melakukan perancangan desain Kujang sebagai landasan inspirasi dari Senjata Kujang untuk desain liontin pernikahan di

Strategi yang sebaiknya digunakan oleh hotel Quds Royal dalam menghadapi persaingan berdasarkan hasil analisis matriks QSPM ialah menjalin kerja sama dengan berbagai

memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengungkapkan informasi melalui Internet Financial Reporting , nilai perusahaan yang.. tinggi merupakan