• Tidak ada hasil yang ditemukan

NEGARA ISRAEL VERSUS ARAB DAN PALESTINA

BAB V Gerakan Politik Yahudi

B. NEGARA ISRAEL VERSUS ARAB DAN PALESTINA

Interaksi antara Islam dan Yahudi yang menuai konflik dan ketegangan sebenarnya telah terjadi sejak awal hijrah Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya ke Madinah yaitu pada tahun 1 Hijriah/622 Masehi. Namun diakui oleh Abdul Wahhab Masiri,439 dalam mengkaji hubungan antara Islam dan Yahudi, sangat penting untuk dicermati bahwa dalam kehidupan sosial politik, umat Islam dan orang-orang Yahudi pernah hidup berdampingan dengan suasana yang toleran dan saling mengakui hak-hak masing-masing sebagai umat beragama dan sebagai warga       

438

Al-Masi>ri>, Mau>su>’ah al-Yahu>diyah, 5/206. 439

Al-Zagini membagi periodisasi hubungan Islam-Yahudi menjadi dua yaitu: Pertama, mulai dari periode Hijrah, tahun 1 H/622M sampai pada periode awal munculnya gerakan Zionis Yahudi pada tahun 1315 H/1898 M. Kedua, Periode mulai dari awal didirikannya gerakan Zionis pada konferensi pertama di Basel yang diketuai oleh Teodor Hertzl pada tahun 1315 H/1898 M sampai pada tahun 1990an. Lihat al-Zagi>ni> al-Uns}uriyyah al-Yahu>diyyah, 2/7.

Negara, khususnya pada masa Nabi saw. Namun, suasana damai dan penuh toleransi antara keduanya seringkali diakhiri dengan ketegangan dan permusuhan, seperti yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.

Konflik dan ketegangan yang terjadi antara orang Islam dan orang Yahudi,440 bisa kita tinjau dalam perspektif politik, ekonomi dan yang lebih utama lagi dari perspektif agama. Kalau kita kembali ke sejarah, pada masa awal munculnya Islam, kerap kali terjadi ketegangan antara Nabi Muhammad dan para sahabatnya dengan orang-orang Yahudi.441 Telaah berikut mencoba       

440

Orang-orang Yahudi Yatsrib bukanlah dari nasab Arab karena mereka masih memelihara dengan baik diri mereka sebagai keturunan Ya’qub. Mereka bisa diklasifikasina menjadi; bani Qinqa’ adalah keturunan Yusuf, sedangkan Bani Nadhir dan Quraidzah adalah keturunan al-Kahin putra Nabi Harun as. Al-Masi>ri>, Mau>su>’ah al-Yahu>diyah, 5/289.

441

Konflik antara Nabi Muhammad dan para sahabatnya dengan orang-orang Quraish di Mekah terus memanas, hingga pada akhirnya memaksa Nabi memutuskan untuk hijrah ke Madinah, mengingat kondisi umat islam pada saat itu yang tidak memungkinkan untuk bertahan. Pada suatu malam, Quraish berencana membunuh Muhammad, karena dikhawatirkan ia akan hijrah ke Madinah. Ketika itu, kaum muslimin sudah tidak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Allah Swt datang supaya beliau hijrah, beliau meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.

Akhirnya Nabi didampingi beberapa sahabat termasuk Ali dan Abu Bakar meninggalkan kota Mekah hijrah menuju Madinah. Selama tujuh hari rombongan Rasulullah Saw berjalan di bawah terik panas matahari, berjalan sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya iman kepada Allah Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraish yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu, semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui kemuliaan akhlaknya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Al-Masi>ri>,

menggambarkan secara umum peta hubungan antara orang Islam dan orang tara orang Islam dan orang Yahudi pada masa Nabi Muhammad saw.

Setelah berkembangnya Islam, dan setelah Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya hijrah ke Madinah yaitu pada 622 M, mulailah terjadi proses interaksi antara tiga Agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, khususnya antara umat Islam dan orang-orang Yahudi. Proses interaksi antara Yahudi dan Islam ditandai dengan kedatangan umat Islam di kota Madinah dan keinginan mereka untuk menetap, membangun dan mengembangkan komunitas Islam di kota tersebut. Masuknya faksi Islam membuat kota Madinah pada saat itu dihuni oleh dua kelompok besar, Islam dan Ahlu Kitab yang didominasi oleh pemeluk agama Yahudi,442 dan sebagian kecil kelompok orang-orang musyrik.

Melihat kondisi yang plural dan heterogen tersebut, Nabi Muhammad saw merasa perlu membuat sistem dan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat Madinah dari berbagai dimensi, baik dimensi politik, ekonomi dan yang terpenting hubungan antara kehidupan umat beragama.443 Nabi Muhammad sudah menduga bahwa, dalam lingkungan masyarakat yang majemuk dan plural yang hidup dalam geografi yang sama, seperti kondisi masyarakat Madinah pada waktu itu, tidak bisa dipungkiri bisa timbul       

442

Orang-orang Yahudi yang menetap di sebelah utara Jazirah Arab, yaitu di Hijaz dan lebih khusus di wilayah Yatsrib, menurut para ahli sejarah mereka berasal dari wilayah Palestina. Alasannya adalah bahwa al-Qur’an menyebutkan orang-orang Yahudi Yatsrib dengan bani Israel. Penyebutan dengan bani Israel menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang arab asli, mereka adalah anak cucu Ya’qub (bani Israel) yang mendatangi Yatsrib. Al-Masi>ri>,

Mau>su>’ah} al-Yahu>diyah}, 5/229. 443

Pada prinsipnya, orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah mendapatkan perlakuan terhormat. Konsep pluralisme dan toleransi agama pun telah tercapai di Madinah sebagai konsep yang dilahirkan oleh Nabi Muhammad saw yang kemudian dirujuk sebagai dasar-dasar pemikiran konsep pluralisme kehidupan beragama. Nabi Muhammad senantiasa memperlakukan kaum Yahudi di madinah dengan baik. Beliau memberikan kebebasan beragama dan jaminan atas nyawa dan harta mereka di bawah sebuah kesepakatan bersama. Meskipun demikian, Nabi Muhammad tetap menjalankan dakwahnya di tengah-tengah pluralitas keberagamaan di Madina Muhammad Amri, Konsep Teologi Yahudi Perspektif Al-Qur’an, 89.

ketegangan, perbedaan pendapat yang berujung pada terjadinya konflik. Potensi konflik yang mungkin terjadi bisa karena faktor ekonomi, politik atau permusuhan antar suku dan ras. Namun, yang paling berpotensi menyebabkan terjadinya konflik adalah faktor ideologi, pemikiran, dan perbedaan keyakinan atau agama. Untuk meminimalisir terjadinya konflik, dan untuk mengatur masyarakat Madinah agar mereka masing-masing mengetahui hak-hak dan kewajiban mereka lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,444 Nabi Muhammad saw mengumpulkan masyarakat Madinah dan memprakarsai dibuatnya suatu perjanjian politik dan sosial kemasyarakatan, yang dikenal dengan ‘Piagam Madinah’.445

Di antara poin-poin perjanjian yang berkaitan dengan hubungan antara umat Islam dan Yahudi adalah:

1. Orang-orang Yahudi bersekutu dengan umat Islam dalam kondisi perang.

2. Kalau terjadi perselisihan antara kaum yang telah mengadakan perjanjian tersebut, maka diputuskan dengan mengembalikan kepada Allah dan Rasulnya. 3. Mereka (kaum mengadakan perjanjian) harus saling

membantu kalau salah satu dari mereka diserang oleh musuh.

4. Mereka harus bersatu dalam memepertahankan kota Madinah dari serangan musuh, baik dari dalam maupun dari luar.446

Walaupun materi dan poin-poin dari perjanjian ini telah menuai pro kontra di kalangan para ulama mengenai benar dan tidaknya,447 yang terpenting untuk dipahami bahwa perjanjian ini       

444

Tentang hubungan Islam-Yahudi sepanjang sejarah bisa ditelaah Muhammad Ibrahim Mad}i> dalam S{ira>’una> ma’a Yahu>d; Bain al-Ma>d}i> wa al-Mustaqbal (Kairo: Da>r Tawzi>’ wa Nashr al-Isla>mi, 1992), 55.

445

Kesepakatan “Piagam Madinah” yang terdiri dari 48 poin atau pasal secara jelas memposisikan kaum Yahudi secara terhormat, dan tampak jelas prinsip-prinsip persamaan yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat.

446

Poin-poin ini bisa dilihat dalam Muhammad Ibrahim Ma>d}i.

S{ira>’una> ma’a al-Yahu>d, 18-19. 447

Sebagian ulama menolak eksistensi poin-poin ‘Piagam Madinah’. Alasannya adalah karena tidak didapatkan dalam kitab-kitab fikh dan kitab-kitab

setidaknya telah menjadi jawaban atas kondisi masyarakat Madinah pada saat itu. Perjanjian yang dibuat atas ide dan inisiatif Nabi Muhammad saw ini, diharapkan menjadi solusi atas kondisi masyarakat Madinah dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang didapati oleh Nabi ketika berhijrah ke Madinah.448

Adapun tujuan dicetuskannya perjanjian tersebut, sebagaimana yang dipaparkan oleh Muhammad Husain Fadhlullah} adalah untuk mewujudkan kehidupan yang damai, kehidupan masyarakat yang adil, teratur dan rukun. Makanya, dalam merancang perjanjian tersebut melibatkan semua unsur masyarakat Madinah, baik dari berbagai suku maupun pemeluk agama, dilakukan dengan penuh persaudaraan, dan sarat dengan nilai-nilai toleransi terutama antara ketiga kelompok pemeluk agama, Yahudi, Kristen dan Islam.449

Naskah perjanjian tersebut tidak dibuat begitu saja oleh satu orang atau atas aspirasi satu kelompok saja. Ia telah melalui proses musyawarah dan dialog yang panjang, melibatkan semua unsur masyarakat Madinah untuk menghasilkan butir-butir kesepakatan. Butir-butir kesepakatan tersebut melindungi hak-hak dan kepentingan orang-orang Arab Quraish yang ikut berhijrah bersama Nabi Muhammad yang dikenal dengan kaum Muhajirin450, begitupula hak-hak dan kepentingan penduduk Madinah –termasuk orang-orang Yahudi-451 yang dikenal dengan kaum Anshar.452       

hadist dengan riwayat yang shahih. Lihat Muhsin bin Muhammad bin Abd an-Nadzir. Hiwa>r al-Raru>l Shlallahu Alaihi Wasallam Ma’a al-Yahu>d

(Kuwait: Da>r al-Da’wah li al-Nashri wa al-Tau>zi>’, Cet. I, 1989), 8. 448

Muhsin Abd al-Naz}i>r, Hiwa>r al-Raru>l Shlallahu Alaihi Wasallam Ma’a al-Yahu>d, 118.

450

Kaum Muhajirin adalah orang-orang (para sahabat) yang ikut berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah. Mereka itu adalah orang-orang Arab Qurais yang mengikuti da’wah Rasulullah untuk memeluk Islam.

451

Di Yatsrib telah terdapat beberapa suku Yahudi pada saat Nabi hijrah ke negeri itu. Suku-suku Yahudi tersebut adalah Bani> Bahdal, Bani ‘Au>f, Bani> Najja>r, Bani> Tsa’labah, Bani> Au>s, Bani> Sa’i>dah, Bani> Qainuqa dan Bani> al-Nad}i>r. Muhsin Abd al-Naz}i>r, Hiwa>r al-Rasu>l Shlallah ‘Alaih wa Sallam (Kuwait: Da>r al-Da’wah li al-Nashr wa al-Tau>zi>,1989), 119.

Naskah kesepatan tersebut tidak hanya berkaitan dengan urusan internal masyarakat Madinah, tetapi juga merambah ke persoalan eksternal, seperti hubungan dengan orang-orang asing khususnya dengan suku Qurais Mekah.

Menurut Muhammad Husain Haikal, Piagam Madinah, selain mengatur prinsip kebebasan beragama, ia juga mengatur mekanisme hubungan antar-pemeluk agama di Madinah. Hubungan-hubungan tersebut berkaitan dengan masalah pertahanan dan keamanan, masalah belanja peperangan, dan urusan kehidupan sosial.453

Yang paling menarik dan perlu digaris bawahi dari terbentuknya ‘Piagam Madinah’ dengan berbagai kesepakatan yang telah dicapai oleh kelompok, suku dan pemeluk agama yang ada di kota Madinah, di samping tercapainya butir-butir kesepakatan, ada pula suatu proses musyawarah dan dialog yang mencerminkan proses demokrasi, menghargai kebebasan dan membangun keterbukaan masyarakat.454

Sementara itu, Lewis mengatakan bahwa isi Piagam Madinah menunjukkan bukti betapa Islam bersikap toleran terhadap agama lain.455 Karena Piagam Madinah adalah konstitusi Negara Madinah, ketetapan tersebut mengandung makna dan fungsi strategis. Disebut strategis karena kebebasan melaksanakan agama dan keyakinan bagi komunitas-komunitas agama yang ada di Madinah dijamin secara konstitusional. Dengan kata lain, kebebasan beragama dijamin oleh negara dan undang-undang. Nabi Muhammad saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan kepala Negara tidak memaksa mereka untuk menerima agama Islam. Dengan demikian Nabi berhasil menciptakan kerukunan antarkomunitas agama di kalangan penduduk Madinah.

      

452

Kaum Anshar adalah penduduk Madinah yang menyambut damai kedatangan Rasulullah bersama para sahabatnya yang berhijrah dari Mekah ke Madinah.

453

Lihat Musdah Mulia, Negara Islam; Pemikiran Politik Husain Haikal, 153.

454

Muhsin Abd. Al-Nadzir, Hiwa>r al-Rasu>l ma’a al-Yahu>d, 9. 455

Lihat Lewis, The Jews and Islam (London: Henley; Routledge & Kegan Paul, 1984), 10.

Begitupula telah banyak terjadi dialog dan diskusi antara umat Islam, dalam hal ini Nabi Muhammad saw dengan para pemuki Yahudi. Muhsin bin Muhammad bin Abd an-Nadzir dalm bukunya Hiwar> al-Rasu>l Ma’a al-Yahu>d mengklasifikasi bentuk-bentuk dialog Rasulullah saw dengan orang-orang Yahudi ke dalam tiga tipe dialog, hiwa>r jadali> (dialog argumentatif), hiwa>r al-tasyri>’i (dialog legislasi), hiwa>r al-Ijtima>’i (dialog tentang sosial kemasyarakatan). 456

***

Orang-orang Arab pada masa Jahiliyah adalah bangsa yang terbelakang -dari bangsa-bangsa lainya yang berada di sekitar jazirah arab- dalam berbagai hal, khususnya dalam hal peradaban. Sampai datang Islam yang mereka jadikan sebagai pandangan hidup dan mereka terapkan syariat-syariat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, maka orang-orang Islam dari segala etnis dan suku bangsa, secara materil dan immaterial, dapat menjadi pionir peradaban dunia dalam beberapa abad.

Sangat menyedihkan bahwa Islam mengalami kemunduran dan tidak bisa mempertahankan kemampuannya menjadi simbol kemajuan peradaban. Sedikit demi sedikit, Islam mengalami kelemahan sampai kelemahan itu benar-benar Nampak pada abad modern. Islam kehilangan wibawa di dunia internasional, tidak bisa menjadi kekuatan besar yang berpengaruh, yang akhirnya dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan faksi dan agama lain,457 seperti kekuatan Kristen yang ada dalam tubuh Amerika       

456

Muhammad, Muhsin bin Abd. Al-Naz}i>r, Hiwa>r al-Rasu>l Shlallah Ma’ al-Yahu>d, 45.

457

Pada tahun 1932 M, Ihsan al-Jabiri bertemu dengan Ben Gorion mengadakan pertemuan. Ben Gorion menyampaikan kepada al-Jabiri bahwa orang Yahudi telah merancang untuk merebut Palestina dari tangan orang-orang Arab berapa pun mahnya harga yang akan dibayar dan bagaimanapun cara yang akan ditempuh, dan orang-orang Yahdi Yakin bahwa itu akan tercapai. Al-Jabiri kemudian menjawab, “Kalian bermimpi, terdapat 80 juta orang Arab yang rela mengorbankan jiwanya demi mempertahankan Palestina”. Dengan percaya diri Ben Gurion berkata kepada al-Jabiri, “Kami punya senjata untuk mengalahkan kekuatan yang banyak itu”. Al-Jabiri berkata, “Yang engkau maksud Inggris dan Amerika Serikat?”. Ben Gurion menjawab, “Bukan, senjata

Serikat dapat mempengaruhi negara-negara Islam, kekuatan Yahudi bisa bercokol di tanah suci al-Quds yang berada di daratan Palestina. Lalu kenapa Islam menjadi lemah seperti saat sekarang ini, dan apa factor-faktor penyebabnya?

Sesungguhnya umat Islam secara umum dan Arab secara khusus, ketika tidak memahami Islam dan menerapkannya secara holistik, maka mereka perlahan-lahan menuju ke keadaan yang lebih buruk. Mereka terjebak dalam kemunduran dan tidak mampu bersaing dengan bangsa-bangsa maju. Seperti dalam beberapa dekade terakhir, sebagian besar dunia Islam telah jatuh ke tangan imperealisme barat yang memuluskan jalan berdirinya Negara Yahudi di Negeri Palestina, sampai mereka bisa benar-banar eksis antara 1948 M. zan 1967 M. Adapun kemunduran Islam bisa dilihat dalam beberapa sisi.

Negara-negara Islam masih termasuk Negara berkembang458 dalam hal perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya dalam industri militer. Negara-negara Islam sebagian besar masih tergantung dengan produk-produk industri militer Negara-negara maju. Oleh karena itu perlengkapan militer harus dibeli dengan harga mahal dan kualitas yang relatif rendah, bahkan harus dengan syarat yang tidak berpihak bagi kekuatan Islam.

Sebagai resiko dari keterbelakangan dalam bidang teknologi militer, dalam beberapa koflik antara kedua belah pihak –Arab dan       

itu adalah terpecahnya Arab”. Adel Safty, Might Over Right; How the Zionists Took Over Palestine, 8.

458

Negara berkembang adalah sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global. Istilah ini mulai menyingkirkan Dunia Ketiga, sebuah istilah yang digunakan pada masa Perang Dingin. Perkembangan mencakup perkembangan sebuah infrastruktur modern (baik secara fisik maupun institusional) dan sebuah pergerakan dari sektor bernilai tambah rendah seperti agrikultur dan pengambilan sumber daya alam. Negara maju biasanya memiliki sistem ekonomi berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menahan-sendiri. Penerapan istilah 'negara berkembang' ke seluruh negara yang kurang berkembang dianggap tidak tepat bila kasus negara tersebut adalah sebuah negara miskin, yaitu negara yang tidak mengalami pertumbuhan situasi ekonominya, dan juga telah mengalami periode penurunan ekonomi yang berkelanjutan. Diakses pada 17 Mei 2010 dari www.wikipedia. org.

Yahudi- yang banyak berujung pada perang, orang-orang Islam harus menerina kekalahan seperti yang terjadi di Palestina, Mesir, Surya dan Lebanon.

Secara umum, pengaruh Yahudi terhadap dunia barat sangat besar sehingga keberpihakan mereka terhadap Yahudi tidak bisa dielakkan lagi. Pada saat yang sama organisasi-organisasi besar dunia seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) banyak menginterfensi kebijakan nasional Palestina yang menjadi stimulus bagi eksistensi Negara Israel. Selain dari segi kebijakan, barat pun banyak memberikan bantuan persenjataan kepada pihak Israel. Pada dasarnya lemahnya kekuatan Islam sangat dipengaruhi oleh sikap umat Islam yang tidak mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh. Salah satu ajaran Islam yang harus luput dari perhatian orang-orang Islam adalah bahwa Islam adalah agama perdaban yang menganjurkan kemajuan.459

Namun terlepas dari berbagai kesulitan yang dihadapi oleh orang Arab, deklarasi berdirinya negara Israel menimbulkan reaksi keras dari pihak Arab. Setelah mengetahui bahwa negara Israel secara resmi telah berdiri melalui dukungan internasional, bangsa Arab mengangkat senjata sebagai bentuk penolakan atas keberadaan Yahudi di Jazirah Arab.

Seperti pada masa Nabi saw, pada masa bani Umayyah dan Abbasiah, orang-orang Yahudi mendapatkan perlakuan baik dari penguasa Islam sehingga mereka bisa menjalankan kehidupannya dengan baik. Orang-orang Yahudi mendapatkan perlindungan dari para khalifah Umayyah dan Abbasiah, pada masa ini terjadi hubungan yang harmonis antara umat Islam dan Yahudi. Setelah Spanyol jatuh ke tangan orang-orang Kristen, terjadilah perlakuan Kristen yang sangat kejam terhadap orang-orang Yahudi dan Muslim Spanyol. Pada tahun 1478 M., pemimpin Katholik Kristen Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol menerima perintah kepausan dari Paus Sixtus IV yang mengesahkan inkuisisi Spanyol.460 Tujuan dari perintah inkuisisi tersebut adalah mencari       

459

Adel Safty, How the Zionists Took Over Palestine, 199. 460

Orang-orang Yahudi Spanyol dikenai dekrit kerajaan dari Raja Katolik yang mensyaratkan agar seluruh orang Yahudi harus berpindah ke agama Kristen dan menjalani pembaptisan atau dipaksa untuk dideportasi dari Spanyol. Beberapa orang Yahudi menyerah pada pemaksaan agama ini dan menerima

dan mengeleruarkan seluruh orang Yahudi dari Spanyol. Sejak saat itu orang-orang Yahudi tertindas dan lari dari Eropa.461

Pada masa Usmaniyah, orang-orang Yahudi hidup di wilayah-wilayah Islam dalam kebijaksanaan dan keramahan orang-orang Islam terhadap mereka.462 Namun karena persoalan ideologis yang diyakini oleh orang-orang Yahudi, dari waktu ke waktu orang-orang Yahudi mengupayakan tanah palestina –dalam ideologi mereka sebagai tanah yang dijanjikan oleh Tuhan terhadap mereka- dan mereka sebagai bangsa pilihan Tuhan sepanjang Zaman.

Pelaksanaan prinsip kebebasan beragama di negara-negara Islam mendapat pengakuan dari penulis barat seperti Jean Bordin, ahli filsafat politik Prancis. Ia menulis sebagaimana ditulis Esposito bahwa kebebasan beragama dalam Islam telah diterapkan dengan baik di dalam Negara Turki Usmani. Raja Turki yang memerintah sebagian besar Eropa melindungi ritus agama dan para pangeran di dunia ini. Dia tidak memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam agamanya tetapi justeru mengizinkan penduduknya untuk hidup sesuai dengan panggilan jiwanya. Lebih lagi di istananya di Pera, ia mengizinkan praktik empat macam agama, Yahudi, Kristen menurut ritus Roma, Kristen menurut ritus Yunani, dan Islam.463

Pada masa pemerintahan Usmaniyah, orang-orang Yahudi kebanyakan hidup di wilayah Turki bagian timur dan wilayah-wilayah lainnya seperti Bagdad, Halab (Aleppo), Damaskus, Kairo dan Yaman. Keberadaan mereka sebagai ahl al-Zimmah} yang       

Kristen, namun kirara-kira 100.000 hingga 170.000 warga Yahudi menolak berpindah Agama dan dikeluarkan dari Spanyol. Jerald F. Dirks, Abrahamic Faiths (Jakarta: Serambi, Cet. I, 2006), 200.

461

Jerald F. Dirks, Abrahamic Faiths, 199. 462

Turki mempunyai sejarah gemilang kejayaan Islam di bawah pemerintahan Bani> Utsmani> yang dipimpin Sultam Muhammad al-Fateh. Pada masa itu Bani> Utsmani> telah berhasil menaklukkan 29 negara, termasuk negara-negara Eropa. Pada saat yang sama, kaum Yahudi tidak berdiam diri, mereka mengkaji dan merancang cara untuk melumpuhkan kekuatan dan pengaruh Islam di Turki. Sisi kecerdasan orang-orang Yahudi adalah mereka

Dokumen terkait