• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN KRISTEN PROTESTAN TENTANG JERUSALEM

Kristen tentang Jerusalem

B. PANDANGAN KRISTEN PROTESTAN TENTANG JERUSALEM

B. PANDANGAN KRISTEN PROTESTAN TENTANG JERUSALEM

Akidah Yahudi mengenai Jerusalem di Palestina, sangat erat hubungannya dengan akidah Kristen Protestan yang dikembangkan pada awal abad ke 16 M.287 Dalam akidah Kristen       

285

Munculnya gerakan Zionisme disebabkan hak sosial ekonomi, politik, budaya dan agama mereka ditindas ketika mereka terpaksa hidup diaspora dalam beberapa negara. Dari sini kemudian muncul kesadaran orang-orang Yahudi yang hidup di berbagai negara untuk mengakhiri penderitaan yang mereka alami dengan kembali ke negari leluhur mereka, Palestina. Penindasan yang mereka alami sejak masa "Great diaspora" pada tahun 70 M berlanjut terus di Spanyol, ketika Ferdinand dan Isabella berkuasa, mereka melakukan penindasan dan pengusiran, pembantaian besar-besaran terhadap umat Yahudi, juga terjadi pemaksaan untuk masuk Kristen.

286

Theodor Herzl lahir di Budapest pada tanggal 2 Mei 1860. Masa kecilnya 

dihabiskan bersama ayahnya yang berpegang teguh dengan ajaran dan tradisi 

agama Yahudi. Di seberang rumahnya berdiri Sinagog Liberal yang menjadi 

tempat bagi Herzl untuk mempelajari segala tradisi dan ajaran Yahudi. Bersama 

ayahnya, Herzl kecil selalu melakukan acara Hari Sabat dan hari‐hari suci Yahudi 

di Sinagog ini. Di lingkungan Yahudi yang meski menganut ajaran liberal, 

Theodor Herzl tumbuh dan besar bersama ajaran agama. 

287 Mengangkat masalah Kristen Protestan di sini tidak dimaksudkan untuk 

memaparkan studi historis atas munculnya gerakan Kristen Protestan dan 

perkembangannya, baik di Jerman, Belanda, Prancis dan di Negara‐negara 

Kristen penting  lainnya seperti Inggeris dan Amerika Serikat. Yang diinginkan di 

sini adalah memaparkan akidah Kristen Protestan yang berhubungan dengan al‐

masih al‐muntadzar atau kedatangan Nabi Isa, as  dan negeri Palestina, dan 

pengaruh akidah tersebut terhadap upaya bangsa Yahudi dalam mendirikan 

Katolik pada abad-abad pertengahan, orang-orang Yahudi tidak dianggap sebagai bangsa terpilih yang berhak menghuni Jerusalem. Orang-orang Yahudi hanya danggap sebagai kaum yang hina dan pemberontak karena telah bersekongkol untuk membunuh Nabi Isa as. Dalam perasaan orang-orang Kristen pada abad-abad pertengahan tersebut, tidak sedikit pun menaruh rasa simpati atau rasa cinta terhadap orang-orang Yahudi. Sehingga pada saat itu ada keinginan untuk memberikan tempat khusus bagi orang-orang Yahudi agar terisolasi dari komunitasnya.

Pada awalnya, tidak pernah ada ide bagi orang-orang Kristen untuk menjadikan Palestina sebagai hak kepemilikan Yahudi, karena Yahudi bagi mereka hanyalah sebuah Agama positif, bukan agama samawi.288 Angin perubahan sikap Kristen terhadap Yahudi, atau babak baru hubungan antara umat Kristen dan Yahudi mulai terjadi awal abad ke 16 M, ketika itu ditandai dengan munculnya gerakan reformasi agama dalam ranah Gereja Kristen yang dipelopori oleh kaum protestanis.289 Munculnya gerakan Protestanis adalah fenomena positif bagi Yahudi untuk merancang strategi langkah-langkah untuk kembali ke Jerusalem. Dalam pandangan Regina Syarif, gerakan Zionis yang intens memperjuangkan berdirinya Negara Israel di Palestina sebenarnya bukanlah mengadopsi ideologi Yahudi, tetapi mengadopsi ideologi Kristen Protestan.

Prinsip-prinsip gerakan kaum Protestanis dalam mereformasi agama Kristen berdasarkan atas berbagai motif, dan itu sangat berbeda dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh pengikut Kristen Katolik. Prinsip-prinsip ideologi Kristen Protestan banyak berpihak kepada kepentingan-kepentingan Yahudi dan secara langsung mempengaruhi gerakan Yahudi untuk mendirikan Negara Israel. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:       

288

Regi>na Shari>f, al-S}uh}yu>niyyah} Ghair al-Yahu>diyyah,

Tarjamah Ah}mad ‘Abdul ‘Aziz, (Kuwait: ‘A<lam al-Ma’rifah, 1985), 29.

289

Salah satu sumber yang otoritatif untuk mengkaji masalah Messianisme dalam ideologi Yahudi dan Kristen adalah Aviezer Ravitzky,

Messianism, Zionism, and Jewish Religious Radicalism. USA: The University of Chicago, 1996), 129.

1. Sesungguhnya Kaum Yahudi adalah sya’bulla>h al-mukhta>r (Bangsa Pilihan Tuhan), mereka adalah kaum yang paling mulia di antara kaum-kaum lainnya.

2. Adanya ideologi dalam Kristen Protestan tentang janji Tuhan bagi kaum Yahudi untuk menempati ard} al-muqaddas, Jerusalem dan sekitarnya. Dalam sejarah Yahudi, Jerusalem telah ditetapkan kepada Nabi Ibrahim dan umatnya untuk ditempati sampai akhir zaman. Walaupun kaum Yahudi pernah diazab karena membangkan, namun itu tidak mempengaruhi identitasnya sebagai bangsa pilihan Tuhan. Oleh karena itu, Jerusalem dianggap sebagai tempat untuk menyembah Tuhannya dan situs untuk mendirikan kerajaan Israel.290

Ideologi tersebut ditanamkan kepada orang-orang Yahudi, dan berkaitan erat dengan keyakinan orang Nasrani tentang kedatangan kembali Nabi Isa as. Dalam keyakinan kaum Protestan, Isa al-Masih akan kembali menjadi juru selamat di muka bumi ini dan disyaratkan berdirinya kerajaan Israel di Jerusalem sebagai bangsa yang terpilih oleh Tuhan, sebagai pendahulu untuk datangnya al-Masih291.

Ideologi tentang kembalinya Yahudi ke Jerusalem begitu melekat dalam doktrin kaum Kristen Protestan. Menurut Muhammad bin Ali bin Muhammad Ali ‘Amr, doktrin inilah yang menjadikan terjalinnya hubungan baik antara Yahudi dan Kristen di Abad Modern. Ideologi ini yang membuat barat banyak berkorban untuk membantu gerakan Zionis dalam mendirikan Negara Israel. Olehnya itu, ia menyebut gerakan Zionis sebagai reinkarnasi Ibrani Klasik Atau yahudinisasi Kristen.292 Pandangan-pandangan tentang masa depan hubungan Yahudi dan Kristen direfleksikan oleh gerakan Zionis dengan segenap langkah-langkah politiknya.

Lebih lanjut Regina memaparkan bahwa ajaran-ajaran Zionis Yahudi sangat erat hubungannya dengan doktrin ajaran       

290

Lihat Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al-Yahu>d fi al-Wa’ad bi Filist}i>n, 85.

291 Regi>na Shari>f, al‐S}uh}yu>niyyah} Ghair al‐Yahu>diyyah, 35. 

Kristen di Eropa. Pengaruh atas doktrin Kristen tersebut secara jelas muncul setelah merebaknya gerakan reformasi Kristen Protestan yang secara frontal menolak berbagai ajaran Katolik. Dalam menyikapi doktrin tentang bangsa pilihan Tuhan yang kembali dimunculkan oleh kaum Protestanis, Yahudi berusaha merealisasikannya dalam bentuk gerakan politik Zionis dan berusaha menggalang kekuatan dari Negara-negara besar barat.293 Doktrin ini bertujuan mendorong berdirinya Negara Nasional Yahudi di Jerusalem karena ia diyakini merupakan hak milik orang-orang Yahudi.

Adapun faktor yang menyebabkan munculnya asimilasi doktrin Kristen Protestan dengan doktrin Yahudi tentang Jerusalem adalah, dengan munculnya gerakan reformasi agama di barat pada abad modern, sudah mulai ditumbuhkan iklim kebebasan berpikir di kalangan pemeluk Kristen. Iklim ini memberikan peluang kepada setiap pemeluk agama untuk memahami kitab sucinya tanpa melalui pemahaman yang telah ditentukan oleh para pemuka agama dan Gereja. Bahkan dalam doktrin ke-Kristenan pada waktu itu, dalam memahami ajaran agama dari kitab suci yang ada, baik ajaran yang bersifat teologis atau ajaran yang bersifat etis, setiap pemeluk agama diberikan kebabasan tersendiri untuk mengistimbat ajaran-ajaran tersebut dari kitab sucinya berdasarkan kecenderungan dan tingkat pemahamannya. Tidak ada batasan dalam kebebasan menjalankan ajaran agama, setiap individu berhak menentukan cara keberagamaannya sendiri berdasarkan pemahamannya terhadap kitab sucinya.294

Gerakan reformasi Gereja Protestan akhirnya berindikasi pada subtitusi otoritas Gereja dalam kehidupan keberagamaan umat Kristiani. Gerakan reformasi agama ini pada dasarnya ingin mengukuhkan posisi kitab suci dalam kehidupan keberagamaan Kristen, di mana kitab suci dianggap sebagai sesuatu yang bisa menghindarkan dari kesalahan. Dengan begitu, otoritas Gereja dan pengkultusan terhadap Paulus di gereja digantikan oleh otoritas teks kitab suci yang dianggap lebih tinggi dari segalanya. Tinggal       

293 Regi>na Shari>f, al‐S}uh}yu>niyyah Ghair al‐Yahu>diyyah, 24. 

setiap individu bertanggung jawab untuk mengintepretasikan teks-teks tersebut.295

Iklim ini juga membuka celah bagi pemuka-pemuka Kristiani dalam interpretasi kitab suci secara tekstual. Pemahaman sederhana yang cenderung tekstual terhadap kitab sucinya menjadi gaya baru dalam pemaknaan teks. Di samping itu, dalam konteks ini, Kitab Taurat atau al-‘Ahd al-Qadi>m (Perjanjian Lama) kemudian menjadi unsur penting dalam prinsip-prinsip doktriner keagamaan mereka. Doktrin-doktrin yang ada dalam ‘Ahd

al-Qadi>m membentuk pola pikir dan sangat menginspirasi

kehidupan keagamaan Kristiani Protestan. Kaum Kristen Protestan begitu mengimani ajaran-ajaran Perjanjian Lama, gemar membacanya bahkan menghafalnya, bahkan Yasu>’ al-Nas}a>ra>’ menganggap bahwa Nabi Isa hanyalah merupakan salah satu Nabi dari sekian banyak nabi orang-orang Yahudi.296

Seperti yang dipaparkan oleh Syafiq Maqar, Perjanjian Lama tidak hanya menarik minat kaum Kristen Protestan untuk membacanya, tetapi ia dijadikan sebagai pegangan dan sumber primer untuk mengkaji teologi mereka tentang Allah dan sejarah agama Kristen. Cerita-cerita tentang Allah, tentang manusia dan tentang alam yang ada dalam Perjanjian Lama dianggap konsep yang paling benar tentang Allah, Manusia dan alam.297

Bahasa Ibrani yang merupakan bahasa Perjanjian Lama juga menjadi perhatian besar bagi orang-orang Nasrani di Era kebangkitan. Bahasa Ibrani dianggap sebagai bahasa sakral karena Allah menyampaikann ajaran kepada Nabi Adam, Nuh dan Ibrahim menggunakan bahasa Ibrani. Begitu pula Allah mewahyukan ajaran dan Syariat Agama Yahudi kepada Nabi Musa dengan menggunakan bahasa Ibrani. Alasan inilah yang menjadikan bahasa Ibrani memiliki kedudukan penting bagi orang-orang Eropa pada       

295

Aviezer Ravitzky, Messianism, Zionism, and Jewish Religious Radicalism, 25.

296 Lihat Aviezer Ravitzky, Messianism, Zionism, and Jewish Religious Radicalism. 

19.  

297 Pendapat ini bisa dilihat dalam karya penulis, Shafi>>q Maqa>r, dalam 

sebuah karyanya yang berjudul Al‐Masi>hiyyah wa al‐Taura>t, (Kairo: Da>r al‐

era kebangkitan. Bahkan Bahasa Ibrani merupakan bagian dari budaya Eropa, dan orang-orang yang memperdalam studi-studi tentang Lahut harus mendalami bahasa Ibrani. Dengan demikian, bahasa Ibrani menjadi sangat penting bagi kaum Kristen Protestan.298

Berkembangnya studi Ibrani dan studi-studi tentang Judaism dalam ranah intelektual Eropa khususnya di berbagai Universitas dan Instansi pendidikan ditandai dengan diterimanya tafsir-tafsir Perjanjian Lama sebagai pegangan dalam kajian Kristiani, khususnya tentang masa depan orang-orang Yahudi terhadap Jerusalem. Selain itu, juga mempengaruhi pandangan orang-orang Kristiani bahwa sebutan bani Israel yang ada dalam Perjanjian Lama adalah semua orang-orang Yahudi yang ada di muka bumi ini. Dan yang lebih penting lagi, studi-studi tentang Perjanjian Lama, memperkuat doktrin tentang Masih, bahwa al-Masih akan kembali diutus di muka bumi ini; kembalinya al-al-Masih sebelumnya didahului oleh kembalinya orang-orang Yahudi di Jerusalem.299

Pengaruh doktrin Yahudi terhadap gerakan Kristen Protestan yang dilandasi oleh proses penafsiran dan penerjemahan kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa bangsa-bangsa Eropa, benar-benar merubah pola pikir umat Kristiani tentang Jerusalem. Pada intinya, Jerusalem -dalam pandangan Gereja di Eropa- adalah Tanah Yahudi, Yahudi adalah penduduk sah Jerusalem, dan orang-orang Yahudi yang ada Eropa dan di wilayah-wilayah lainnya di seluruh dunia adalah orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dan bangsanya sendiri, sehingga wajib bagi mereka kembali ke daerah Jerusalem.300

Konsep Millenarianism, al-Alfiyyah al-Sa’idah (Kerajaan Seribu Tahun)

Konsep Mellenarianisme adalah salah satu konsep keagamgaan Kristen yang memiliki keterkaitan dengan tanah       

298 Aviezer Ravitzky, Messianism, Zionism, and Jewish Religious Radicalism, 43.  

299

‘Abd al‐Wahha>b al‐Masi>ri>, Muqaddimah li‐Dira>sat al‐S{ira> al‐‘Arabi> al‐

Isra>’i>li>, 121.  

Jerusalem. Menurut Will Durant301, konsepsi tentang Messias atau al-Masi>h} al-Muntaz}ar bagi orang-orang Nasrani, adalah berkumpulnya orang-orang Yahudi di Jerusalem untuk mendirikan Negara Israel menajadi syarat kedatangan al-Masih. Orang-orang Kristen di seluruh dunia sepakat bahwa al-Masih akan kembali ke bumi ini untuk membangun kerajaan, dan semua orang yang meyakininya akan mendapatkan balasan berupa kebahagiaan di Syurga.302

Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hawa>li>, orang-orang Kristen meyakini bahwa al-Masih akan kembali 1000 tahun setelah Ia diutus, dan kemudian menjadi pemimpin di dunia ini selama 1000 tahun. Orang-orang Kristen menunggu kedatangan pada tahun 1000 M., sebagaimana yang dikatakan dalam konsep akidah ini. Tetapi al-Masih tidak juga datang pada tahun di mana Ia ditunggu-tunggu (1000 M) oleh umat kristiani, sehingga keyakinan akan datangnya al-Masih menjadi tereduksi dan seakan-akan hanya ada dalam mimpi. Menjelang abad ke 20, yaitu sekitar tahun 1900 M., doktrin ini dihembuskan kembali. Orang-orang Kristen memandang bahwa al-Masih tidak datang pada awal abad ke 19, tetapi akan datang pada akhir abad, yaitu pada tahun 2000. Kedatangan al-Masih pun disyaratkan harus terjadi di tanah di mana Ia pernah diutus. Oleh karena itu harus ada persiapan untuk datanganya al-Masih yaitu dengan membebaskan Jerusalem dan menjadikannya dalam wilayah kekuasan umat Kristiani.303

Dari adanya doktrin inilah, umat Kristiani memandang bahwa ketika mereka mampu membantu Yahudi untuk bermukim di Jerusalem, dan dengan kedatangan al-Masih ke tanah itu, maka dengan mudah akan terjadi kristenisasi terhadap orang-orang Yahudi. Para Lahut di kalangan Kristen Protestan yang beraliran Konservatif meyakini bahwa berdirinya Negara Israel adalah perwujudan atas janji Taurat, dan juga mereka memandang bahwa

      

 

302 Lihat Will Durant, Qis}s}ah} al‐Had}a>rah} (Beirut:Al‐Janna>t Al‐Ta'li>f wa al‐

Tarjamah Wa al‐Nashr) Juz III, 290. 

berkumpulnya orang-orang Yahudi hanyalah sebagai langkah Kristenisasi terhadap mereka sebelum kedatangan al-Masih.304

Bisa dilihat di sini salah satu problem Kristen dan Yahudi di Negara Israel. Masalah kristenisasi dalam internal Negara Israel menjadi kekhawatiran besar bagi sebagian kelompok-kelompok Yahudi fanatik. Sebagian anggota oraganisasi Knesset, khususnya yang bergerak di bidang pendidikan mengkritik orang-orang Kristen yang melakukan tabsyi>r (upaya Kristenisasi) terhadap anak-anak Yahudi. Walaupun mendapatkan kritik, orang-orang Kristen yang tergabung dalam organisasi misionaris Kristen menganggap apa yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, karena dilakukan di tanah kelahiran al-Masih.305

Surat kabar Losangeles Times (Edisi 18 Maret 1984) menyebutkan bahwa di Israel terdapat lebih dari enam ribu Misionaris dari Gereja Injil Kristen Protestan Amerika Serikat. Mereka telah berhasil mengkristenkan ribuan orang-orang Yahudi meskipun secara faktual orang-orang Yahudi yang telah dikristenkan masih teguh mendukung misi-misi Yahudi yang memperjuangkan kepentingan Negara Israel.306

Namun, di sisi lain, Yahudi sangat membutuhkan kerjasama dengan kekuatan Gereja untuk mewujudkan cita-cita mendirikan Negara Israel. Yahudi tidak mempersoalkan aktivitas kristenisasi terus dilakukan oleh mereka, karena masih membutuhkan dukungan politik dari Gereja. Demi untuk mewujudkan cita-cita berdirinya Negara Israel, orang-orang Yahudi tidak mempersoalkan bekerja sama dengan Kristen, karena mereka menganggap, ideologi Kristen telah mengalami transformasi dengan memandang agaman Yahudi sebagai komponen keberagamaan dalam Kristen.

Dalam Yahudi pun terdapat doktrin tentang datangnya al-Masih. Dibandingkan dengan doktrin Kristen tentang al-Masih, terdapat perbedaan mengenai sosok al-Masih. Bagi pengikut Gereja Kristen Protestan, al-Masih yang dijanjikan dalam kitab Perjanjian Lama adalah Isa Ibnu Maryam yang pernah diutus sebagai nabi,       

304 Lihat, David Novak, The Election of Israel, 52. 

305 Muh}ammad A<li ‘Umar, ‘Aqi>dat al‐Yahu>d fi al‐Wa’ad bi Filist}i>n, 102. 

306 Losangeles Times 18 Maret 1984, dalam Dr. Yusuf Hasan, al‐Bu’d al‐Di>ni> fi 

sedangkan orang-orang Yahudi sendiri menolak doktrin itu. Bagi pengikut Yahudi, al-Masih yang telah dijanjikan dalam kitab Perjanjian Lama belum pernah diutus.307

Terdapat juga pandangan berbeda tentang misi al-Masih; kaum Kristiani konservatif mengimani bahwa misi utama diutusnya al-Masih di muka bumi adalah untuk menghancurkan orang-orang Yahudi, orang-orang muslim beseta semua orang yang tidak mau beriman kepadanya. Ini bertentangan dengan apa yang diimani oleh kaum Yahudi bahwa al-Masih menurut mereka adalah seorang raja dari keturunan Nabi Daud yang diutus untuk mendirikan kerajaan Israel di mana semua umat manusia di muka bumi ini tunduk di bawah kerajaan tersebut, membebaskan orang-orang Yahudi dari kekuasaan orang-orang muslin dan umat Kristiani, yang mereka sebut dengan Dajjal.308

Walaupun terdapat perbedaan terhadap sosok dan misi al-Masih, itu tidak menjadi kendala terjalinnya kerjasama yang baik antara Yahudi dan Kristiani dalam memperjuangkan Jerusalem, bahkan keduanya saling membantu dengan banyaknya dicapai kesepakan internasional antara pihak Yahudi dan Kristen untuk kepentingan Negara Israel.

Armageddon (Perang Akhir Zaman)

Armageddon adalah sebuah wacana keagamaan yang bersifat futuristik. Diskursus tentang Armageddon begitu menarik perhatian para pemuka agama Yahudi, Kristen dan Islam karena isu ini bersifat doktriner bagi agama-agama tersebut. Bahkan keyakinan atas dokrtin ini bisa jadi menjadi embrio lahirnya konflik berkepanjangan khususnya di kawasan Jerusalem dan kota-kota lainnya di kawasan Timur Tengah. Pada kenyataanya, doktrin ini sangat rawan untuk menimbulkan permusuhan, karena ketiga agama samawi ini menganggapnya sebagai doktrin primer yang pasti terjadi, dan masing-masing mengklaim dirinya sebagai       

307 ‘Abd al‐Wahha>b al‐Masi>ri>, Muqaddimah li‐Dira>sat al‐S{ira> al‐‘Arabi> al‐

Isra>’i>li>, 8. 

308

‘Abd al‐Wahha>b al‐Masi>ri>, Muqaddimah} li‐Dira>sat al‐S{ira> al‐‘Arabi> al‐

golongan yang benar sehingga berhak untuk memenangkan peperangan.

Anggapan dasar dari doktrin Armageddon adalah, pada akhir zaman akan terjadi peperangan dahsyat yang terjadi antara golongan penegak kebenaran dan golongan yang berbuat kerusakan di muka bumi, menyimpang dari kebenaran. Golongan yang berjuang untuk menegakkan kebenaran akan dipimpin oleh seseorang yang diutus oleh Tuhan (al-Masih) dan golongan yang menyimpang dari kebenaran dipimpin oleh Dajjal.309 Yahudi, Kristen dan Islam masing-masing mengklaim bahwa mereka adalah golongan yang benar, al-Masih akan datang dari golongan mereka, dan menganggap bahwa kemenangan akhir akan berada dipihaknya. Pertanyaannya adalah siapakan yang lebih benar di antara klaim-klaim ini?

Doktrin Yahudi tentang Armageddon mengatakan bahwa balatentara Yahudi sebagai pembawa cahaya akan menghancurkan kebatilan di akhir zaman. Tentara Israel akan berkuasa atas semua umat di Muka Bumi, tidak ada umat yang tersisa di Muka Bumi ini kecuali Yahudi yang tunduk kepada Tuhan Yahwe. Agama Kristen pun sebagaimana yang disampaikan dalam Injil menganut doktrin ini. Doktrin ini bagi Kaum Yahudi dan nasrani adalah bersifat pasti. Islam juga meyakini akan datangnya Isa di akhir zaman sebagaimana yang telah disampaikan dalam sabda-sabda Nabi Muhammad saw.310

Dengan demikian, dalam doktrin Yahudi, Kristen dan Islam secara tegas dikatakan bahwa sejarah kemanusiaan akan berakhir dengan pertempuran yang disebut dengan Armageddon. Pertempuran ini nantinya akan berakhir dengan datangnya al-Masih yang akan memerintah seluruh umat manusia di muka bumi ini di wilayah manapun ia berada.311

      

309 Dajjal adalah sosok yang akan muncul dari tengah‐tengah orang Yahudi. 

Diceritakan dalam sebuah Hadist, “Tidak ada fitnah yang lebih besar daripada 

fitnah Dajjal”. Fath al‐Ba>ri 13:103.  

310 ‘Abd al‐Wahha>b al‐Masi>ri>, Muqaddimah li‐Dira>sat al‐S{ira> al‐‘Arabi> al‐

Isra>’i>li>,  71. 

Kenapa peristiwa ini menggunakan istilah Armageddon? Dalam pertempuran ini akan bertemu pasukan dari timur dan dari barat, yang terjadi pada suatu tempat yang disebut Esdraelon, daerah sekitar gunung Megido. Itulah sebabnya pertempuran ini disebut Harmagedon. Tempat ini sekitar tiga puluh kali dua puluh satu kilometer. Pada akhir masa tribulasi, banyak topografi bumi yang mengalami perubahan, dan meskipun peperangan akan berpusat di Megido, pertempuran tersebut akan meluas tujuh puluh lima kilometer ke Jerusalem.312

Adapun latarbelakang terjadinya pertempuran ini, dalam asumsi Kristen, sebagaimana ditulis oleh Charles Ryrie, sebelum pertengahan masa kesusahan,313 penguasa barat, antikristus

Dokumen terkait