• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi pola pengelolaan hutan bersama masyarakat dan manfaatnya bagi masyarakat di Desa Buniwangi KPH Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi pola pengelolaan hutan bersama masyarakat dan manfaatnya bagi masyarakat di Desa Buniwangi KPH Sukabumi"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI POLA PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA

MASYARAKAT DAN MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT

DI DESA BUNIWANGI KPH SUKABUMI

Fredinal

E14062637

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

FREDINAL. Studi Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan Manfaatnya bagi Masyarakat (Studi Kasus di Desa Buniwangi KPH Sukabumi). Dibawah bimbingan oleh SUDARSONO SOEDOMO.

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang harus kita lestarikan. Namun dengan bergulirnya reformasi di indonesia pada tahun 1998, masyarakat banyak memaknainya sebagai suatu bentuk kebebasan yang tidak terbatas. Hal ini berakibat pada timbulnya penjarahan kayu dan lahan, baik di hutan konservasi maupun hutan produksi yang selama ini dikelola oleh Perum Perhutani. Pemaknaan yang salah terhadap reformasi tersebut juga terjadi di hutan di Desa Buniwangi KTH Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) seperti konsep pola PHBM, proses implementasi PHBM, dampak dan manfaat kegiatan PHBM serta faktor yang membatasi masyarakat untuk mengikuti PHBM di Desa Buniwangi KPH Sukabumi.

Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan pada desa yang pernah mengalami kerusakan hutan sebelum adanya program PHBM, serta ada atau tidaknya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan PHBM. Penelitian ini mengambil responden sebanyak 30 masyarakat penggarap PHBM dan 20 masyarakat bukan penggarap PHBM. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer.

Hasil penelitian menunjukan adanya partisipasi dari masyarakat desa hutan dalam pelaksanaan program PHBM yang meliputi kegiatan persiapan lapangan, penanaman, pemeliharaan, dan pengembangan hutan rakyat. Partisipasi masyarakat sudah tergolong baik dengan ditandai terlaksananya penggarapan lahan hutan dengan tanaman budidaya (tumpangsari), sehingga terjadi penurunan tingkat kerusakan hutan (pencurian hasil hutan) dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Tetapi, keterlibatan masyarakat dalam program PHBM belum menyeluruh dikarenakan faktor kurangnya sosialisasi dan keterbatasan modal dari para penggarap.

Program PHBM ini diharapkan mampu memperbaiki hutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keterlibatan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan dalam berbagai kegiatan program PHBM akan merangsang masyarakat untuk ikut serta berupaya menjaga kelestarian hutan. Dengan segala keterbatasannya, masyarakat telah menunjukkan respon yang besar terhadap pelaksanaan PHBM ini. Dinamika dan perkembangan sosial masyarakat ini telah mampu mengubah pola pikir dan pandangan masyarakat terhadap fungsi dan kelestarian hutan.

(3)

SUMMARY

FREDINAL. The Study of Collaborative Forest Management Scheme and its Benefit to Community (Case Study at the Buniwangi village, Sukabumi Forest Management Unit (FMU) ). Supervised by SUDARSONO SOEDOMO.

One of the world’s natural resources that need to be preserved is the forest.

Yet, during the reformation era in Indonesia during 1998; people thought and used the forest as a free unlimited resource bringing illegal logging and encroachment cases in conservation area and production forest managed by PERUM PERHUTANI. Buniwangi Village, Sukabumi FMU is one of the locations where illegal logging and encroachment cases occurred. This study aims to understand the implementation of Collaborative Forest Management (CFM) program such as the scheme concept, implementation process, its impact and benefits of CFM activities as well as factors of community involvement limitation.

The research site was taken based on villages which had experienced forest destruction prior to CFM programs, as well as the involvement presence or absence of community involvement with CFM program activities. The respondents for this research involved 30 people from CFM actors and 20 people not as CFM actors. Data collected in this study are primary and secondary. Secondary data was obtained from institutions relating to the physical condition, socio-economy of community and others in line with research objects. The primary data was obtained directly from the community as respondents.

The result of the research showed that there is good participation from forest local community on land-based CFM program implementation which includes field preparation, planting, maintenance and community forest development. Community participation is categorized as good because of actions such as implementation of forest land cultivation combined with crops (Tumpangsari), resulting in decreased level of deforestation (e.g. illegal logging and encroachment) and the increase of welfare. However, the involvement of community on CFM program is not complete due to factors such as lack of socialization and capital limitation of CFM actors.

The CFM program is expected to enhance the forest and improve the welfare of the community. The involvement of communities living in and around forests active in various CFM program will stimulate local people to participate on forest protection/preservation. With all its limitations, the community has shown great response to the CFM program’s implementation. Due to these CFM programs the dynamics and social development of these communities have been able to change the society's mindset and views on the functionality and sustainability of the forest.

(4)

STUDI POLA PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA

MASYARAKAT DAN MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT

DI DESA BUNIWANGI KPH SUKABUMI

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

FREDINAL

E14062637

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Pola

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan Manfaatnya bagi Masyarkat di Desa

Buniwangi KPH Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

Skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Oktober 1987

dari Ayah Budi Sanjaya dan Ibu Neneng Suherman. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan

formal yang telah ditempuh diantaranya adalah SD Mardi

Yuana II Bogor pada tahun 1994–2000, SLTP Mardi Waluya Bogor pada tahun 2000–2003, SMA Tunas Harapan Bogor pada tahun 2003–2006, pada tahun 2006 penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan menempuh pendidikan Tingkat

Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2006/2007), sebelum akhirnya

diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)

pada tahun 2008 di daerah Cilacap-Baturaden, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH)

pada tahun 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH

Tanggeung, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Selanjutnya penulis mengikuti Praktek

Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HTI PT. Arara Abadi, Pekanbaru selama 2

bulan terhitung dari Bulan Maret sampai Bulan Mei 2010.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Studi Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan

Manfaatnya bagi Masyarakat di Desa Buniwangi KPH Sukabumi. Dalam

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Studi Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan Manfaatnya Bagi

Masyarakat di Desa Buniwangi KPH Sukabumi. Dalam kesempatan ini penulis

menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini selesai karena banyak bantuan,

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa hormat

dan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan petunjuk, pengarahan dan bimbingan dengan kesabaran dan

kesungguhan dan kerelaan hati kepada penulis hingga penulisan ini dapat

selesai.

2. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah

memberikam bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

3. Kepala Desa dan jajarannya yang telah memberikan ijin pelaksanaan

penelitian di Desa Buniwangi serta membantu dalam pelaksanaannya.

4. Bapak Hassanudin serta keluarga yang telah banyak membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini.

5. Lisa Naomi dan sekeluarga yang telah menemani, memberi inspirasi, memberi

semangat dan motivasi serta atas waktu dan perhatian selama ini

6. Martinus Ardi Rubiyanto, Adrian serta rekan-rekan dari Manajemen Hutan

yang telah membantu dalam pelaksanaan Skripsi ini.

7. Kepada Staff Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB

lainnya yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi

kemahasiswaan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya

baik materiil maupun spiritual yang diberikan secara langsung maupun tidak

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur atas segala rahmat dan

kuasa-Nya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi dengan judul “Studi Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan

Manfaatnya bagi Masyarakat di Desa Buniwangi KPH Sukabumi” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Secara garis besar, Skripsi ini berisi tentang pelaksanaan sistem

pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat dengan kegiatan berbasis

pada penggunaan lahan yang dilaksanakan antara pihak Perhutani dengan

masyarakat dan manfaatnya terhadap masyarakat. Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Karena dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya masukan

untuk penyempurnaan.

Bogor, Juli 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan ... ... 4

2.2. Kerusakan Hutan... ... 5

2.3. Sistem Agroforestry Sederhana... 6

2.4. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ... 7

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Alat dan Objek Penelitian ... 10

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 10

3.4. Metode Pengambilan Contoh ... 10

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 11

3.6. Analisis Data ... 11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 12

4.2. Identitas Responden ... 13

4.3. Konsep Pola Pengelolaan PHBM ... 14

4.4. Proses Implementasi PHBM ... 15

4.5. Dampak Kegiata PHBM ... 19

4.6. Manfaat Kegiatan PHBM ... 20

4.7. Faktor Yang Membatasi Masyarakat Tidak Mengikuti PHBM ... 21

4.8. Ganti Rugi Lahan Garapan... 23

(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(11)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Karakteristik responden ... 13

2. Areal perhutani yang direhabilitasi melalui program PHBM ... 15

3. Lokasi sosialisai PHBM ... 16

4. Kegiatan pengelolaan PHBM ... 16

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Nama-nama responden peserta PHBM ... 29

2. Jadwal waktu kegiatan produktif ... 31

3. Grafik pengambilan keputusan dalam PHBM ... 32

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai sumber daya alam yang memiliki multifungsi perlu dijaga

dan dilestarikan. Tindakan eksploitasi hutan akibat kebutuhan penduduk yang

terus meningkat berdampak terhadap kelestarian hutan. Salah satu upaya

pelestarian hutan ditekankan pada masalah sosial ekonomi masyarakat desa hutan,

sehingga pendekatannya harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan

masyarakat sekitar hutan.

Tekanan masyarakat terhadap hutan akibat kebutuhan yang terus

meningkat, menimbulkan respon positif dan negatif masyarakat terhadap hutan.

Respon negatif masyarakat terhdap hutan timbul akibat tidak adanya rasa

memiliki masyarakat terhadap hutan. Respon negatif masyarakat terhadap hutan

ditunjukan dengan adanya sebagian masyarakat yang mengambil hasil hutan

secara illegal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, antara lain: kebutuhan akan

pangan, bahan bangunan, lahan untuk permukiman, dan sebagainya. Respon

positif masyarakat terhadap hutan timbul akibat adanya rasa memiliki masyarakat

terhadap hutan. Respon positif masyarakat terhadap hutan ditunjukan dengan

timbulnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestariaan fungsi dan manfaat

hutan, sehingga sebagian masyarakat membangun hutan rakyat dan sebagian lagi

melakukan rehabilitasi hutan yang rusak, sehingga bisa dikelola bersama antara

pemerintah dengan masyarakat.

Keterlibatan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan dalam

berbagai kegiatan yang mendukung terwujudnya program pelestarian hutan, akan

merangsang masyarakat untuk turut berupaya menjaga kelestarian hutan dan

mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh Perum Perhutani. Mulai tahun 1982

dikembangkan program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang

kegiatannya mencakup baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Kegiatan ini

ditunjukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan sekaligus

(14)

Seiring perjalanan waktu yang disertai dengan berbagai tuntutan

pemenuhan kebutuhan hidup, maka dalam bidang kehutanan telah dikeluarkan

Surat Keputusan Ketua Dewan Perum Perhutanan Nomor.136/KPTS/DIR/2001

tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, selanjutnya disingkat PHBM.

Program ini menyertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan

lestari sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. PHBM adalah suatu sistem

pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

antara Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan,

sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat

sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang harus kita lestarikan.

Namun dengan bergulirnya reformasi di negeri ini pada tahun 1998, masyarakat

banyak memaknainya sebagai suatu bentuk kebebasan yang tidak terbatas. Hal ini

berakibat pada timbulnya penjarahan kayu dan lahan, baik di hutan konservasi

maupun hutan produksi yang selama ini dikelola oleh Perum Perhutani.

Pemaknaan yang salah terhadap reformasi tersebut juga terjadi di Desa

Buniwangi Kabupaten Sukabumi.

Dengan melihat kenyataan tersebut, sejak tahun 2000 Desa Buniwangi

mulai mecoba mengembangkan program PHBM. Program PHBM dikembangkan

oleh pihak Perum Perhutani KPH Sukabumi, masyarakat dengan sebuah bantuan

LSM dan Pemerintah Desa dengan tujuan membangun kembali hutan yang telah

gundul tersebut.

Desa Buniwangi merupakan sebuah desa yang berada di Kabupaten

Sukabumi yang secara geografis letaknya dikelilingi oleh kawasan hutan lindung

dan hutan yang dikelola oleh pihak Perum Perhutani KPH Sukabumi. Kawasan

hutan di Buniwangi ini juga merupakan kawasan penangkap air dan kawasan

penyeimbang lingkungan hidup untuk wilayah Pelabuhan Ratu. Desa Buniwangi

memiliki ketinggian ± 200 meter dpl (di atas permukaan laut) dan memiliki curah

hujan 2500 – 4000 mm/tahun. Dikarenakan letak dan kondisinya itulah, Desa Buniwangi memiliki posisi yang strategis sebagai daerah penyedia tata lingkungan

(15)

Desa Buniwangi yang memiliki luas wilayah 2.515,895 Ha. Sebagian

besar berupa lahan kering yang dikelola untuk perladangan (1.165,9 Ha), lahan

perkebunan negara (138,040 Ha), perkebunan swasta (179,640 Ha), perkebunan

rakyat (88,785 Ha), serta lahan kawasan hutan negara seluas (739,135 Ha) yang

berupa hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani

KPH Sukabumi.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program PHBM,

meliputi: konsep pola PHBM, proses implementasi PHBM, dampak dan manfaat

kegiatan PHBM, serta faktor yang membatasi masyarakat tidak mengikuti

kegiatan PHBM di Desa Buniwangi.

I.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kerjasama

yang saling harmonis antara pihak Perum Perhutani, masyarakat desa hutan,

dengan Pemerintah Daerah setempat dalam rangka mengelola dan

melestarikan hutan.

2. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun

penelitian serupa lainnya.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemecahan

masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam pengelolaan dan

pelestarian hutan.

4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memunculkan ide-ide kreatif

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti

hutan dirumuskan sebagai “Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang

secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan”. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 pasal 1 ayat (2) “ Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang

satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, ada empat unsur yang

terkandung dalam definisi hutan di atas, sebagai berikut:

1. Unsur lapangan yang cukup luas (min 0,25 ha), yang disebut tanah hutan.

2. Unsur pohon (kayu dan palem), flora dan fauna.

3. Unsur lingkungan.

4. Unsur penetapan daerah.

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun1967, berdasarkan fungsinya

hutan dibedakan menjadi empat fungsi, sebagai berikut:

1. Hutan lindung, diperuntukan guna mengatur tata air, mencegah bencana dan

erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

2. Hutan produksi, diperuntukan guna hasil hutan.

3. Hutan suaka alam, baik karena memiliki sesuatu yang khas (cagar alam)

ataupun suatu tempat hidup margasatwa tertentu (suaka marga satwa).

4. Hutan wisata, memiliki keindahan (Taman Wisata) atau diperuntukan untuk

berburu (Taman Buru).

Menurut Salim (2004), hutan memiliki beberapa manfaat, sebagai berikut:

1. Manfaat langsung adalah manfaat yang dirasakan atau dinikmati langsung

(17)

2. Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak dirasakan atau dinikmati

langsung oleh masyarakat. Ada delapan manfaat hutan secara tidak langsung,

yaitu:

a. Dapat mengatur tata air.

b. Dapat mencegah terjadinya erosi.

c. Dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan.

d. Dapat memberikan rasa keindahan.

e. Dapat memberikan manfaat disektor wisata.

f. Dapat memberikan manfaat dalam bidang keamanan.

g. Dapat menampung tenaga kerja.

h. Dapat menambah devisa negara.

2.2. Kerusakan Hutan

Perusakan hutan yang berdampak negatif adalah suatu tindakan yang

melawan hukum dan bertentangan dengan kebijakan atau tanpa adanya

persetujuan pembangunan tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan

hukum (Zain 1997). Suatu kondisi dimana wilayah hutan mengalami gangguan

ekosistem yang menyebakan perubahan kondisi hutan dan lingkungan baik

disebabkan oleh kesalahan atau tindakan manusia atau karena bencana alam.

Menurut hal ini dicirikan adanya perubahan fenomena alam seperti tumbuh

vegetasi ilalang, dalam hal yang relatif luas adanya erosi, banjir dan lain

sebagainya.

2.2.1. Tipe Kerusakan Hutan

Tipe kerusakan hutan berdasarkan intensitas gangguannya, sebagai

berikut:

1. Kerusakan hutan intensitas ringan yang dapat diartikan oleh tumbangnya

pohon akibat sambaran petir, longsor dan kematian alami.

2. Kerusakan hutan intensitas menengah yang dapat diartikan sebagai akibat dari

dilaksanakannya kegiatan eksploitasi hutan dengan sistem tebang pilih,

(18)

3. Kerusakan hutan intensitas berat yang diakibatkan oleh eksploitasi hutan

tebang habis, perladangan berpindah non tradisional dan konversi hutan

menjadi lahan pertanian, pemukiman dan lain sebagainya.

Menurut Zain (1997) ada empat macam kerusakan hutan yang disebabkan

oleh tindakan manusia, sebagai berikut:

1. Penyerobotan kawasan.

2. Penebangan liar.

3. Pencurian hasil hutan.

4. Pembakaran hutan.

2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Hutan

Menurut Salim (2004), ada beberapa faktor penyebab terjadinya kerusakan

hutan, sebagai berikut:

1. Bertambahnya penduduk yang sangat pesat.

2. Berkurangnya lahan pertanian.

3. Perladangan berpindah-pindah

4. Sempitnya lapangan pekerjaan.

5. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi hutan dll.

2.3 Sistem Agroforestri Sederhana

Suatu sistem pertanian dimana ditanam secara tumpangsari dengan satu

atau lebih jenis-jenis tanaman semusim. Pepohonan biasa ditanam sebagai pagar

mengelilingi petak lahan pangan secara acak dalam petak lahan atau dengan pola

lain misalnya larikan sehingga membentuk lorong atau pagar.

Sistem pertanian-kehutanan (agroforestry) merupakan salah satu metode yang digunakan dalam program rehabilitasi serta pelestarian sumberdaya alam.

Jika diaplikasikan bersama dengan teknologi konservasi lain seperti penerasan,

sistem tumpang sari, dan lain-lain. Sistem agroforestry sangat umum diterapkan pada areal yang berkemiringan curam pada hampir semua tempat di bumi.

Agroforestry juga telah dipercaya sebagai suatu jurus budidaya ampuh yang mengkombinasikan sistem budidaya tanaman tahunan atau tanaman keras dengan

(19)

Ruang lingkup sistem agroforestry tidak dapat dipisahkan dari ciri khas

atau karakteristik pertanian lahan kering pada umumnya, terutama yang

berhubungan dengan tanaman bahan pangan dan tanaman hortikultura. Penerapan

sistem agroforestry sebenarnya cukup sederhana dan hanya memerlukan sedikit

modal atau faktor modern lainnya, kecuali tenaga kerja. Dengan sistem

agroforestry seperti itu, petani umumnya dapat memperoleh pendapatan yang

tidak kalah besar dibandingkan dengan petani lahan sawah tadah hujan ( Arifin

2001).

2.4 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Berdasarkan kepada Surat Keputusan Ketua Dewan Perum Perhutani

Nomor.136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat,

selanjutnya disingkat PHBM yang menyertakan masyarakat dalam pengelolaan

dan pemanfaatan hutan lestari sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan

sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi antara Perum

Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan. Sehingga

kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber

daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

2.4.1 Maksud dan Tujuan PHBM

Program PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan

sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial

secara proporsional. Pada dasarnya tujuan program PHBM, sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan, dan kapasitas

ekonomi dan sosial masyarakat.

2. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan

dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan.

3. Meningkatkan mutu sumber daya hutan, produktivitas dan keamanan hutan.

4. Mendorong dan menyeleraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan

kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat

(20)

5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan

meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara.

2.4.2 Manfaat PHBM

Manfaat program PHBM dapat ditinjau oleh beberapa aspek, sebagai

berikut:

1. Manfaat Ekologi

Pola tanaman yang sesuai dengan karakteristik wilayah akan bermanfaat bagi

kelanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan itu sendiri.

2. Manfaat Ekonomi.

Melalui pemanfaatan berbagi yang jelas akan memberikan manfaat langsung

bagi masyarakat desa hutan melalui pembagian hasil hutan.

3. Manfaat Sosial.

Memberikan manfaat sosial khususnya dalam menciptakan lapangan kerja

serta peningkatan teknologi bagi masyarakat.

2.4.3 Bentuk Kegiatan Dalam Program PHBM

Terdapat dua bentuk kegiatan dalam program PHBM yang dalam

pelaksanaannya menuntut peran serta masyarakat, sebagai berikut:

1. Kegiatan berbasis lahan

Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung

berkaitan dengan pengelolaan tanah atau ruang sesuai karakteristik wilayah,

yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi

dan estetika.

2. Kegiatan berbasis bukan lahan.

Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan

dengan pengelolaan tanah atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa

dan perdagangan.

2.4.4 Tahapan Pelaksanaan PHBM

Dalam pelaksanaannya program PHBM memiliki beberapa tahapan,

sebagai berikut:

1. Pengenalan program (sosialisasi).

2. Persiapan Prakondisi Sosial (PDP), pembentukan kelembagaan baik kelompok

(21)

3. Pelaksanaan program baik teknis maupun nonteknis (pemberdayaan

masyarakat).

4. Pengembangan ekonomi kerakyatan.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2011. Dengan

mengambil lokasi penelitian di Desa Buniwangi Kabupaten Sukabumi.

3.2. Alat dan Objek Penelitian

Penelitian ini memerlukan beberapa alat bantu, yaitu: alat perekam,

kamera dan kuisioner yang akan dibagikan kepada responden. Sedangkan objek

penelitian adalah Perum Perhutani KPH Sukabumi dan penggarap areal PHBM.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk melakukan penelitian ini ada 2 (dua)

jenis data yaitu:

1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari masyarakat sebagai

responden.

2. Data sekunder adalah data yang berasal atau yang didapatkan dari instansi atau

lembaga yang terkait, meliputi: keadaan fisik, sosial ekonomi masyarakat dan

data lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

3.4. Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap

yaitu:

1. Pengambilan contoh desa yang akan dijadikan lokasi penelitian, didasarkan

pada desa yang pernah mengalami kerusakan sebelum adanya program

PHBM, serta ada atau tidaknya keterlibatan masyarakat dalam PHBM.

2. Pemilihan responden peserta PHBM dilakukan secara acak agar keterwakilan

(23)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:

1. Metode Angket.

2. Metode Pengamatan Langsung (observasi).

3. Metode Wawancara.

4. Metode Dokumentasi.

3.6. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif. Data yang diperoleh disusun berdasarkan golongan dan kategori.

Selanjutnya diinterpretasikan dengan menjelaskan gejala-gejala yang ada dan

terus mencari keterkaitan antara gejala yang telah ditemukan di lapangan.

Metode deskriptif menggunakan rumus:

Persentase = x 100%

Untuk mencapai tulisan akhir harus dilakukan evaluasi sehingga menjadi

kesimpulan sebagai hasil penelitian akhir. Dengan demikian fenomena yang

kompleks akan dapat di deskripsikan dan dijelaskan sampai mendekati kenyataan.

Jumlah responden

(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Hasil penelitian ini diawali dengan menggambarkan kondisi umum lokasi

penelitian. Gambaran umum mengenai lokasi penelitian diungkapkan guna

memberikan deskripsi yang jelas mengenai keadaan lokasi penelitian. Penelitian

dilaksanakan di wilayah RPH Buniwangi BKPH Pelabuhan Ratu KPH Sukabumi

di Desa Buniwangi. Secara administratif Desa Buniwangi masuk wilayah

Kecamatan Pelabuhan Ratu dan Kabupaten Sukabumi. Desa Buniwangi secara

geografis letaknya dikelilingi oleh kawasan hutan lindung dan hutan yang dikelola

oleh pihak Perum Perhutani KPH Sukabumi. Desa Buniwangi sebelah utara

berbatasan dengan Desa Gandasoli, sebelah timur berbatasan dengan Desa

Cikadu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Citepus dan sebelah barat

berbatasan dengan Desa Cibodas.

Pada tahun 2010 jumlah penduduk Desa Buniwangi tercatat sejumlah

9454 jiwa. Terdiri dari laki-laki 4798 orang dan perempuan 4656 orang.

Mayoritas masyarakat di Desa Buniwangi bermata pencaharian sebagai buruh

tani. Dari data yang diperoleh sebanyak 1300 orang bermata pencaharian sebagai

buruh tani, 1091 sebagai pedagang, 252 orang petani, 131 orang dalam

pertukangan dan 42 orang sebagai pegawai negeri sipil.

Sebanyak 2359 orang dari penduduk Desa Buniwangi merupakan tamatan

sekolah dasar. Sedangkan 1730 orang tamatan SLTP, 1760 orang tamatan SLTA,

42 orang tamatan D1-D3 dan 22 orang merupakan sarjana. Rendahnya tingkat

pendidikan di Desa Buniwangi ditandai dengan mayoritas penduduknya hanya

merupakan lulusan sekolah dasar.

Dalam nota kesepahaman kawasan hutan yang direhabilitasi dengan model

PHBM di RPH Buniwangi seluas 54,1 ha, peserta bearasal dari kedua desa

tersebut. Kenyataanya kawasan hutan yang digarap masyarakat mencapai luas

lebih dari 1000 ha. Pada areal yang belum ada nota kesepahaman, beberapa petani

mengikuti pola PHBM dengan melakukan rehabilitasi hutan secara swadaya tetapi

(25)

4.2 Identitas Responden

Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, terdiri

dari kelompok peserta PHBM (kelompok A) 30 orang dan kelompok bukan

peserta PHBM (kelompok B) 20 orang. Mata pencaharian responden umumnya

masih tergantung pada sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh atau

pedagang hasil-hasil pertanian

Untuk peserta PHBM, variasi penguasaan lahan garapan antara 0,25 , 0.5

dan diatas 0,5 ha. Luasan lahan garapan ini dibandingkan dengan ketentuan yang

tercantum dalam nota kesepahaman yaitu 0,25 ha untuk setiap peserta.

Tabel 1 Karakteristik responden

N0 Uraian Kelompok A Kelompok B Rata-rata

1 2 3 4 5 Rata-rata umur

Jumlah anggota keluarga

Jumlah anak

Mata pencaharian pokok

(%)  Tani  Buruh  Dagang  Lain-lain Mata pencaharian sampingan (%)  Tani  Lain-lain

 Tidak ada

44,75 4,50 3,75 43,75 40,63 12,50 3,12 40,63 25,01 34,56 39,20 5,00 2,50 22,22 66,67 5,56 5,55 22,22 13,89 63,89 41,975 4,75 3,125 32,98 53,65 9,03 4,33 31,41 19,45 49,12

Sumber : Data primer

4.3 Konsep Pola Pengelolaan PHBM

Sebagai sebuah pola pengelolaan hutan, PHBM memiliki perbedaan yang

cukup mendasar dibandingkan dengan social forestry. PHBM dicanangkan oleh Perum Perhutani sebagai tonggak transformasi Perum Perhutani menuju

(26)

produk kayu saja, melainkan kepada semua komponen sumberdaya hutan.

Kemudian pola manajemen yang dulunya state based forest management berubah menjadi community based forest management, artinya proses pengelolaan hutan Perum Perhutani dilaksanakan bersama masyarakat dengan prinsip saling berbagi,

kesetaraan dan keterbukaan. Prinsip berbagi yang dimaksud adalah pembagian

peran, tanggungjawab dan faktor produksi bahkan hingga pembagiaan hasil.

Pengelolaan ruang yang semula diperuntukan bagi tanaman masyarakat

hanya seluas 3m2 (jarak tanam 3m x 1m), sekarang dengan adanya pola PHBM

jarak tanam menjadi 12m 2 (jarak tanam 6m x 2m). Masyarakat memiliki

keleluasaan dalam mengelola ruang tanaman setelah adanya PHBM.

Pengelolaan waktu yang semula hanya 3 sampai 4 tahun saja namun pada

pola PHBM masyarakat dapat melakukan pengelolaan hutan hingga satu daur

umur tanaman pokok. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan, jika tanaman pokok

ditebang pada umur 30 tahun, maka selama 30 tahun itu juga masyarakat masih

diperkenankan mengelola hutan.

Pengelolaan produk merupakan bentuk kegiatan dalam PHBM yang tidak

hanya berorientasi produk kayu namun juga mengembangkan berbagai jenis

produk selain kayu. Melalui kegiatan PHBM seluruh sumberdaya dan potensi

hutan termasuk jasa lingkungan dapat dikerjasamakan.

Pengelolaan peran yaitu dalam kegiatan PHBM masyarakat memiliki

peran sebagai pelaku utama disamping perum perhutani. Masyarakat memiliki

peran yang sangat besar mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring

dan evaluasi hingga proses permanenan hasil. Hal ini untuk meningkatkan kualitas

kerjasama dalam melaksanakan pengelolaan hutan.

Pengelolaan pembagian hasil yaitu mekanisme pembagian keuntungan dari

proses kegiatan PHBM. Besarnya nilai pembagian hasil dalam pelaksanaan

kegiatan PHBM dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani

Nomer 001 Tahun 2002. Dalam surat keputusan ini, masyarakat akan memperoleh

pembagian hasil dari tanaman pokok sebesar 25%, sementara Perum Perhutani

(27)

4.4. Proses Implementasi PHBM di Desa Buniwangi

Pada bulan Oktober tahun 2001 rancangan mengenai pola PHBM mulai

diimplementasikan di Kabupaten Sukabumi yang ditandai dengan dilakukannya

penandatanganan Surat Perjanjian Kesepakatan (SPK) pengelolaan hutan antara

Pemerintah Desa Buniwangi dengan Perum Perhutani KPH Sukabumi. Kemudian

Surat Perjanjian Kesepakatan (SPK) tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan

dilakukannya penandatanganan Surat Perjanjan Kerjasama (SPKSS) pada bulan

November 2001 antara Kelompok Tani Hutan dengan Perum Perhutani. Perjanjian

ini menyangkut perjanjian obyek pengelolaan kawasan hutan seluas 20 Ha yg

berlokasi di petak 8b blok pasir bilik RPH Buniwangi.

Tabel 2 Areal Perhutani yang direhabilitasi melalui Program PHBM

RPH Desa Petak Lokasi Luas (ha)

KTH Anggota Nota

Kesepahaman Buniwangi Buniwangi

Sampora 8b 50 49a/c 48 41 42 43 44 Buniwangi Buniwangi Buniwangi Buniwangi Sampora Sampora Sampora Sampora 21,8 32,3 45,2 49,5 190 106 59 101 3 4 4 3 4 4 3 4 Buniwangi Buniwangi Buniwangi Buniwangi Sampora Sampora Sampora Sampora Sudah Sudah Belum Belum Belum Belum Belum Belum Sumber : KPH Sukabumi

Kegiatan sosialisasi PHBM yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi

dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan atau studi banding.

Kegiatan ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan pengetahuan secara

komprehensif kepada KTH mengenai pelaksanaan PHBM. Kegiatan sosialisasi ini

dilaksanakan oleh pengelola hutan, pihak lain yang berkepentingan dan Dinas atau

Instansi lainnya yang akan melaksanakan PHBM dan dikoordinasikan oleh Dinas

Kabupaten Sukabumi.

Sosialisasi juga dilakukan dalam tubuh Perhutani sendiri dan dilakukan

mulai dari tingkat Unit sampai tingkat terendah yaitu Resort Polisi Hutan (RPH)

dan dilakukan oleh pihak Perhutani sendiri sebagai penagggungjawab. Sosialisasi

ini bertujuan untuk membangun kesadaran dan pemahaman para aparat Perhutani

(28)

Tabel 3 Lokasi sosialisasi PHBM

Lokasi Peserta PHBM Persentase (%)

Di sekitar hutan

Di Balai Desa

Di RT/RW setempat

Di Kantor Perhutani

4 20 3 3 13,33 66,67 10,00 10,00

Sumber : Data primer

Balai desa merupakan lokasi yang paling baik untuk melakukan sosialisasi

kegiatan PHBM. Karena hasil dari wawancara kepada peserta sebagian besar

peserta PHBM mengikuti sosialisasi kegiatan PHBM di Balai Desa sebanyak 20

orang atau 66,67 %, mengikuti kegiatan PHBM di sekitar hutan sebanyak 4 orang

atau 13,33 %, mengikuti pengenalan kegiatan PHBM di Rt/Rw setempat sebanyak

3 orang atau 10 % dan mengikuti pengenalan program di kantor perhutani

sebanyak 3 orang atau sebanyak 10%.

Tabel 4 Kegiataan Pengelolaan PHBM

Kegiatan Peserta PHBM Persentase (%)

Pembersihan lahan Pemasangan ajir Penanaman pohon Penanaman padi Penanaman palawija Penanaman padi-palawija Penanaman buah-buahan Penyiangan Pemupukan Penyemprotan Pengawasan Pemanenan (tengkulak) Pemanenan (penggarap)

Pemanenan tanaman pokok

13 30 30 12 16 02 30 30 30 30 30 20 10 0 43,3 100,0 100,0 40,0 53,3 6,7 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 66,7 33,3 0,0

(29)

Persiapan lahan merupakan usaha petani dalam menyiapkan lokasi untuk

kegiatan penanaman. Pembersihan lahan adalah kegiatan membersihkan lahan

dari semak belukar, gulma, dan liana yang berpengaruh negatif terhadap bibit

tanaman yang hendak mereka tanam. Metode yang petani lakukan adalah dengan

membersihkan lahan secara manual menggunakan arit atau parang yang

digunakan untuk memangkas semak dan cangkul untuk membersihkan rumput

dan liana yang menjalar di permukaan tanah serta membersihkan akar-akar semak.

Kriteria lahan bersih menurut petani adalah jika lahan sudah terbuka seluruhnya

dari semak hingga ke akar-akarnya. Alasan petani melakukan pembersihan lahan

agar lahan menjadi bersih dan pertumbuhan bibit menjadi baik dan sesuai dengan

yang diharapkan. Sedangkan 56,7% peserta PHBM tidak melakukan kegiatan

pembersihan lahan tersebut, karena lahan tersebut telah dibersihkan ketika terjadi

penyerobotan lahan.

Pembuatan jarak tanam berbarengan dengan kegiatan pemasangan ajir,

tujuan pemasangan ajir adalah sebagai penanda letak lubang tanam yang akan

dibuat dan agar bibit yang ditanam dapat tumbuh lurus. Jarak tanam disesuaikan

dengan nota kesepahaman yang telah disepakati yaitu 6 m x 2 m. Seluruh peserta

PHBM melakukan kegiatan pemasangan ajir karena dilakukan sesuai dengan nota

kesepahaman yang telah disepakati.

Penanaman dilakukan setelah bibit dan lahan siap, bibit yang digunakan

ada sebagian yang merupakan bibit yang diberikan oleh Perum Perhutani, namun

sebagian peserta PHBM mengaku menyediakan bibit secara swadaya. Tanaman

pokok ditentukan sesuai dengan nota kesepahaman yang telah disepakati yaitu

pinus dan mahoni. Tetapi tanaman sela dan tanaman pertanian disesuaikan

kebutuhan petani. Sebesar 40% peserta PHBM menanam padi sebagai tanaman

pertaniannya, 53,3% peserta PHBM menanam palawija sebagai tanaman

pertaniannya dan 6,7% peserta PHBM menanam padi dan palawija sebagai

tanaman pertaniannya.

Kegiatan pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, pemupukan dan

penyemprotan dilakukan oleh seluruh peserta PHBM. Tujuan kegiatan

pemeliharan adalah untuk memperoleh hasil produksi sesuai dengan yang

(30)

membersihkan seluruh lahan garapan dari semak belukar dan tanaman penganggu

dengan menggunakan arit dan cangkul. Dalam kegiatan pemupukan, pupuk yang

digunakan adalah pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk buatan seperti urea

dan NPK. Kegiatan pemeliharaan selain memelihara tanaman pada areal PHBM

para petani juga berpartisipasi untuk menjaga keamanan hutan dari para pencuri

kayu yang dilakukan dengan cara meronda dan melakukan pengontrolan secara

periodik.

Kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh peserta PHBM dibagi menjadi

dua, yaitu: kegiatan pemanenan tanaman tumpang sari dan kegiatan pemanenan

tanaman pokok. Peserta PHBM melakukan pemanenan tumpang sari dengan cara

diborong oleh tengkulak sebanyak 66,7% peserta dan dilakukan oleh petani

sendiri sebanyak 33,3% peserta. Untuk meringankan pekerjaannya penggarap

lebih cenderung menjual hasil panen tumpangsarinya kepada tengkulak, selain itu

kurangnya modal dan peralatan yang menunjang juga menjadi faktor pendorong

penggarap untuk menjual hasil panennya kepada tengkulak. Peserta PHBM belum

ada yang melakukan pemanenan tanaman pokok karena pada saat pengambilan

[image:30.595.90.511.0.828.2]

data belum ada kegiatan tersebut.

Tabel 5 Proses Pengambilan Keputusan

Kegiatan Diskusi Tidak diskusi

Keikutsertaan PHBM

Memutuskan jenis tanaman

Memutuskan jenis pupuk

Memutuskan tempat pemanenan

Memutuskan waktu pemanenan

menentukan waktu penjualan

30 18 24 30 10 19 - 12 6 - 20 11

Sumber : Data primer

Pengambilan keputusan dalam kegiatan pengelolaan PHBM dibagi

menjadi dua pilihan, yaitu: dilakukan dengan diskusi dengan anggota KTH

lainnya dan tidak didiskusikan terlebih dahulu dengan anggota lainnya. Dalam

keikutsertaanya dalam PHBM para peserta harus masuk terlebih dahulu menjadi

anggota KTH karena sesuai dengan PERDA Kabupaten Sukabumi No. 13 tahun

(31)

18 orang peserta melakukan diskusi terlebih dahulu dengan anggota lainnya dan

12 orang peserta lainnya tidak melakukan diskusi terlebih dahulu. Dalam

penentuaan jenis pupuk yang digunakan, sebanyak 24 orang peserta melakukan

diskusi terlebih dahulu dan sisanya tidak melakukan diskusi terlebih dahulu.

Tempat penanaman para peserta PHBM ditentukan berdasarkan kesepakatan yang

telah didiskusikan terlebih dahulu oleh para peserta PHBM. Sebanyak 10 orang

peserta PHBM mendiskusikan terlebih dahulu waktu panen kepada anggota KTH

lainnya, sedangkan 20 orang lainnya tidak. Sebanyak 25 orang peserta PHBM

mendiskusikan terlebih dahulu tempat penjualan hasil panen kepada anggota KTH

lainnya, sedangkan 5 orang peserta lainnya tidak melakukan diskusi terlebih

dahulu dengan anggota lainnya.

4. 5. Dampak Kegiatan PHBM

Akibat kepemilikan lahan yang sempit dan kurangnya alternatif

kesempatan kerja di luar sektor pertanian, program PHBM menjadi tumpuan

harapan petani dalam meningkatkan kesejahteraannya. Petani dengan penuh

semangat memanfaatkan lahan garapan yang disediakan Perum Perhutani, terbukti

dengan kerelaan dari mereka mengeluarkan biaya untuk upah dan membeli bibit,

baik untuk tanaman tumpangsari maupun buah-buahan dan bibit pohon hutan.

Bahkan beberapa responden menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan

berjalan kaki selama 0,5 – 1 jam dari rumah atau tempat tinggal ke lokasi lahan PHBM.

Sebagian besar dampak positif yang dirasakan dengan adanya kegiatan

PHBM, yaitu: 1) Menambah penghasilan, diungkapkan oleh responden sebanyak

19 orang peserta: 2) Mempunyai hak lahan garapan, diungkapkan oleh responden

sebanyak 5 orang peserta; 3) Menambah wawasan, diungkapkan oleh responden

sebanyak 3 orang peserta; 4) Merasa senang ikut berpartisipasi dalam program

PHBM, diungkapkan sebanyak 3 orang peserta. Dampak positif lainnya yang

diungkapkan oleh para responden, yaitu: 1) Mendapatkan pekerjaan, diungkapkan

oleh 3 orang peserta; 2) Membantu biaya sekolah diungkapkan oleh 4 orang

(32)

Sebagian besar responden umumnya sulit mengungkapkan dampak negatif

dari kegiatan PHBM. Hal ini mungkin dikarenakan para peserta takut salah bicara

atau belum merasakan dampak negatif dari kegiatan program PHBM. Sebagian

saja dari responden mengungkapkan bahwa sekarang sulit untuk mencari kayu

bakar ataupun kayu untuk membuat kandang ternak. Dan secara tidak langsung

responden mengungkapkan bahwa dampak negatif dari program PHBM adalah

adanya kecemburuan sosial akibat adanya pembagian lahan yang kurang merata

dan adanya kecemburan dari peserta PHBM yang mendapatkan lahan tandus

karena sebagian peserta lainnya mendapatkan lahan yang produktif, sehingga

dikhawatirkan terjadinya konflik antar penggarap.

4.6. Manfaat Kegiatan PHBM

Bagi masyarakat desa yang mayoritas kurang mampu, PHBM membuka

kesempatan untuk terlibat langsung dalam pengelolaan hutan dan diharapkan

mampu memberi kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan keluarga.

Beberapa manfaat yang diperoleh peserta dari PHBM, antara lain: tersedia lahan

garapan untuk tumpangsari dan sebagai sumber pendapatan, baik berupa pangan

dari hasil tumpangsari, hasil dari buah-buahan (HHBK) dan hasil kayu dari sistim

bagi hasil pengelolaan hutan.

Dari hasil wawancara dengan para peserta PHBM dapat disimpulkan

bahwa dari segi manfaat ekonomi, yaitu: pada tahun pertama, peserta rata-rata

mengalami kerugian karena cukup besar biaya untuk tenaga kerja penyiapan lahan

dan penyediaan bibit. Sementara hasil yang didapatkan baru dari padi-palawija

dan sayuran untuk dikonsumsi pribadi. Pada tahun kedua, ada keuntungan

meskipun kecil karena ada hasil dari penjualan pisang. Pada tahun ketiga petani

mendapatkan keuntungan tertinggi dari hasil panen pisang dan padi-palawija. Dan

menurun kembali pada tahun keempat karena pohon pisang yang menjadi andalan

produktifitasnya mulai menurun dan tanaman buah-buahan belum mendapatkan

hasil. Karena pada tahun 2004 tanaman pisang sebagai tanaman sisipan semakin

berkurang produktifitasnya, sehingga timbulnya ide untuk mengganti tanaman

pisang sebagai tanaman sisipan dengan menanam pohon karet. Karena masyarakat

(33)

hasil setiap minggunya dari hasil sadapan getah karet. Sehingga pada tahun 2005

pohon karet mulai dilegalitaskan sebagai tanaman sisipan. Dan hingga saat ini

petani peserta PHBM mulai merasakan hasilnya dari getah tanaman karet yang

telah mereka tanam.

Manfaat lain yang dirasakan oleh peserta PHBM adalah dari segi manfaat

sosial adalah kepemilikan status hak garapan. Hak garapan merupakan aset

penting bagi kaum miskin karena lahan merupakan aset produktif untuk sumber

pangan. Selain itu mendapatkan hasil dari kayu-kayuan dan buah-buahan yang

sewaktu-waktu dapat menjadi sumber penghasilan. Maka itu timbullah anggapan

bahwa lahan garapan sebagai tabungan atau harta yang bisa diwariskan kepada

anak cucu.

Sedangkan dari segi manfaat lingkungan, kegiatan rehabilitasi hutan dari

kegiatan program PHBM dapat dirasakan baik oleh peserta PHBM maupun bukan

peserta PHBM. Diantaranya dengan kembalinya sumber mata air dan lingkungan

yang mulai menjadi sejuk.

4. 7. Faktor yang Membatasi Masyarakat Tidak Mengikuti Kegiatan PHBM

4.7.1 Alasan tidak ikut PHBM

Sasaran peserta PHBM adalah masyarakat sekitar hutan yang

penghidupannya miskin sehingga masyarakat berkesempatan untuk meningkatkan

pendapatannya. Akan tetapi tidak semua masyarakat dapat ikut berpartisipasi

karena berbagai hal seperti yang diungkapkan oleh Kelompok B.

Dari hasil wawancara responden Kelompok B, para responden yang tidak

ikut PHBM dengan alasan sibuk bekerja sebagai buruh pada sektor lain, tidak

terbiasa bertani dan lokasi jauh umumnya mereka tidak tertarik kegiatan PHBM.

Sedangkan dengan alasan tidak mendapat lahan garapan, sedang tidak ada di desa,

tidak punya modal dan takut, umumnya mereka tertarik menjadi peserta PHBM.

Bagi yang tertarik PHBM merasa sangat kecewa karena dia kehilangan

kesempatan mendapatkan manfaatnya. Hal ini terjadi karena informasi tentang

adanya program PHBM kurang terdistribusi secara merata kepada masyarakat.

Pelaksanaan kegiatan PHBM kurang dipersiapkan secara matang, baik pada

(34)

4.7.2 Hambatan Modal

Untuk menjadi peserta PHBM sebetulnya tidak membutuhkan modal.

Namun pada pelaksanaanya, peserta PHBM membutuhkan dana untuk membeli

bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Peserta PHBM yang memiliki

keterbatasan dana berusaha mencari modal dengan berbagai cara, diantaranya dari

menyisihkan upah buruh, mencari pinjaman dari handai tolan dan menjual ternak.

Oleh karena itu modal merupakan salah satu hambatan bagi masyarakat untuk ikut

terlibat kegiatan PHBM.

Agar model PHBM dapat berperan menanggulangi masalah kebutuhan

akan modal, maka diperlukan bantuan untuk penguatan kelembagaan KTH agar

anggota KTH bisa mempunyai akses ke sumber modal. Berkaitan dengan

pendanaan pun harus fleksibel dan persyaratannya tidak rumit. Pendanaan harus

direncanakan dengan baik untuk mendukung jalannya kegiatan program PHBM.

4.7.3 Informasi PHBM

Informasi memegang peranan yang penting untuk menambah wawasan

masyarakat dan membantu dalam pengambilan keputusan yang efektif dan

efisien. Ketidakjelasan informasi akan menjadikan pembangunan kurang berhasil.

PHBM merupakan kegiatan baru bagi masyarakat, maka perlu penyampaian

informasi yang jelas dan akurat.

Hasil wawancara dari masyarakat yang menjadi peserta PHBM, diketahui

bahwa 56,7% dari peserta PHBM memperoleh informasi dari teman, saudara dan

tetangga; 30% dari peserta PHBM memperoleh informasi dari aparat desa dan

13,3% dari peserta PHBM memperoleh informasi dari staf Perhutani. Hal ini

memberikan gambaran bahwa informasi tentang PHBM tidak terdistribusi secara

merata kepada seluruh anggota masyarakat pedesaan.

4.7.4 Kesan Sebagai Petani

Kesan atau image sebagai petani juga mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam kegiatan PHBM. Keluarga yang masih muda-muda umumnya

belum tertarik pada kegiatan PHBM, karena mereka lebih senang bekerja sebagai

buruh, pedagang dan tukang ojek. Alasan mereka karena pekerjaan sebagai buruh,

pedagang, dan tukang ojek akan mendapatkan hasil yang lebih pasti dibandingkan

(35)

pertanian lebih berat dibandingkan dengan sektor lain. Disamping itu kaum muda

memiliki kesan sebagai petani kurang bergengsi, sehingga lebih tertarik untuk

melakukan urbanisasi ke kota yang dapat memberikan nilai ekonomi dan sosial

yang lebih tinggi.

4.8 Ganti Rugi Lahan Garapan

Kegiatan jual beli lahan garapan atau ganti rugi lahan garapan sudah

dilakukan oleh pemegang hak garapan sejak kegiatan sosial forestri mulai

diimplementasikan oleh Perum Perhutani yaitu pada kegiatan tumpangsari.

Namun, masyarakat lebih sering menyebutnya dengan ganti rugi lahan garapan.

Karena masyarakat beranggapan bahwa, masyarakat yang menjual lahan

garapannya berhak mendapatkan ganti rugi atas modal yang telah dikeluarkan

oleh dirinya. Masyarakat yang menjual hak garapannya meminta modal yang telah

dikeluarkan untuk menggarap lahan tersebut kepada masyarakat yang ingin

mengambil alih hak atas lahan garapan tersebut.

4.8.1 Alasan Terjadinya Ganti Rugi Lahan Garapan

Saat ini kegiatan ganti rugi lahan masih berlanjut pada pelaksanaan

program PHBM. Sebenarnya hal tersebut sudah diatur dalam Surat Perjanjian

Kerjasama pada Pasal 5 mengenai “ketentuan perjanjian kerjasama” Ayat 4. Walaupun sudah diatur dalam surat perjanjian kerjasama, sebagian masyarakat

masih melakukan kegiatan ganti rugi lahan garapan.

Dari hasil wawancara dengan para responden, mereka mengungkapkan

tidak ada yang melakukan kegiatan ganti rugi lahan, namun dari hasil wawancara

tersebut juga bisa disimpulkan bahwa ada beberapa alasan penggarap menjual hak

garapannya diantaranya adanya kebutuhan yang mendesak, tidak cukup modal,

lokasi lahan garapan yang terlalu jauh dari rumah penggarap dan tidak ada waktu

lagi karena adanya kesibukan lainnya. Dan sebagian besar mengatakan alasan

utama penggarap menjual hak garapannya yaitu karena adanya kebutuhan

ekonomi yang mendesak. Sebagian besar anggota PHBM merupakan kaum

miskin, sehingga untuk menanggulangi masalah tersebut diperlukan sebuah wadah

koperasi yang membantu memberikan pinjaman sementara untuk memenuhi

(36)

Dari hasil wawancara dengan para responden juga didapatkan informasi

bahwa ada beberapa alasan masyarakat membeli hak garapan dari penggarap yaitu

ingin punya lahan garapan, memperluas lahan garapan, menolong teman dan

lokasi garapan yang lebih strategis. Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui

bahwa kegiatan ganti rugi lahan tidak diperbolehkan dalam surat perjanjian

kerjasama. Hal ini terjadi akibat sosialisasi tentang PHBM pada masyarakat masih

kurang jelas mengenai konsep, prosedur maupun aturannya.

4.8.2 Dampak Kegiatan Ganti Rugi Lahan Garapan

Kegiatan ganti rugi lahan garapan menimbulkan beberapa dampak yang

dirasakan oleh petani. Pertama, menyebabkan terlepasnya hak garap. Hal ini

berarti penjual kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil bagi kayu sebesar

20%. Kedua, mereka kembali menjadi buruh atau terpaksa membuka kawasan

hutan yang baru. Ketiga, bila pembeli bukan berasal dari daerah setempat

berakibat kurangnya rasa tanggungjawab untuk memelihara tanaman pohon hutan,

terutama setelah pisang tidak lagi produktif sehingga lahan menjadi terlantar.

Keempat, pembeli hak garapan yang orientasinya bisnis, beberapa diantaranya

belum menanam pohon hutan terutama pada kawasan yang belum ada nota

kesepahaman. Kondisi ini mempersulit keberhasilan rehabilitasi hutan dan

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. PHBM merupakan transformasi dari pola lama social forestry . PHBM memiliki enam perubahan pengelolaan mendasar dari pola lama, yaitu:

perubahan manajemen, perubahan pengelolaan ruang, perubahan pengelolaan

waktu, perubahan pengelolaan produk, pengelolaan peran dan pengelolaan

pembagian hasil.

2. Program PHBM bermanfaat bagi masyarakat, meskipun kontribusinya

terhadap ekonomi rumah tangga masih kecil, program PHBM memiliki

manfaat lain seperti status pemilik hak garap dan manfaat sosial lainnya yang

sangat penting bagi masyarakat.

3. Dampak positif program PHBM bagi masyarakat adalah menambah

penghasilan, mempunyai hak atas lahan garapan, menambah wawasan,

membantu biaya sekolah anak dan mendapatkan pekerjaan.

4. Dampak negatif program PHBM bagi masyarakat adalah sulit mencari kayu

bakar maupun kayu untuk membuat kandang ternak dan menimbulkan

kecemburuan sosial di masyarakat.

5. Sebagian kelompok masyarakat kurang memiliki akses ke kegiatan PHBM

karena keterbatasan informasi dan modal.

6. Peserta PHBM membutuhkan biaya yang cukup besar untuk melakukan

kegiatan program PHBM, sehingga KTH perlu dibina agar mempunyai akses

ke lembaga pengkreditan dengan persyaratan ringan dan tidak rumit.

7. Dengan segala keterbatasannya, masyarakat telah menunjukkan respon yang

yang besar terhadap pelaksanaan PHBM ini. Dinamika dan perkembangan

sosial masyarakat ini telah mampu mengubah pola pikir dan pandangan

masyarakat terhadap fungsi dan kelestarian hutan.

(38)

B. Saran

Sistim informasi yang lebih baik perlu dibangun dalam masyarakat untuk

mencegah informasi yang tidak merata. Sehingga setiap masyarakat berhak untuk

mendapatkan kesempatan yang sama untuk bisa menjadi peserta PHBM.

Masyarakat yang kurang mampu perlu dibantu untuk mendapatkan akses ke

sumber modal karena merupakan salah satu faktor yang membatasi mereka

berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Selain bantuan secara materiil,

penyuluhan pun perlu lebih ditingkatkan agar masyarakat bisa memiliki motivasi

dan wawasan yang bisa semakin bertambah. Perum Perhutani pun harus dapat

memperhatikan dalam penyaluran bibit serta kualitas bibit yang lebih baik agar

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Bustanul A. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Jakarta: Erlangga.

Badan Pusat Statistika Kabupaten Sukabumi. 2000. Data Dasar Profil

Desa/Kelurahan, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.

Desy K. 2007. Pelaksanaan Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama

Masyarakat (PHBM) dan Peningkatan Kerapatan Hutan di RPH Regaloh

BKPH Regaloh KPH Pati [skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negri Semarang

Pemerintahan Desa Buniwangi. 2009. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan,

Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.

Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 13 Tahun 2003. Tentang

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

Salim HS. 2004. Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Jakarta: Sinar Grafika.

Surat Keputusan Ketua Dewan Perum Perhutani Nomor 136 Tahun 2001. Tentang

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967. Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan.

(40)
(41)

Lampiran 1. Nama-nama responden peserta PHBM

N0 Nama Alamat RT/RW Jumlah tanaman karet Lama garapan

1 Aji Buniwangi

05/01

250 5

2 Hidayat Buniwangi

04/01

250 5

3 Hikman NH Buniwangi

03/01

600 5

4 Eros Buniwangi

04/01

250 5

5 Maman Buniwangi

04/01

250 5

6 Dadun Buniwangi

04/01

250 5

7 Dedeh Buniwangi

01/02

300 5

8 Ejang karim Buniwangi 04/01

300 5

9 Bendi Buniwangi

01/02

250 5

10 Uloh Buniwangi

04/01

300 5

11 Gunawan Buniwangi

01/02

350 5

12 Darman Buniwangi

05/01

300 5

13 Hudri Buniwangi

06/01

250 5

14 Amudin Buniwangi

05/01

250 5

15 Rizal Buniwangi

05/01

(42)

16 Mamad Uci Buniwangi 05/01

250 5

17 Aan Buniwangi

04/01

250 5

18 Yahya Buniwangi

01/01

250 5

19 M. Safei Buniwangi 04/01

250 5

20 Madin Buniwangi

05/01

250 5

21 Andi Buniwangi

03/01

250 5

22 Dadah Buniwangi

04/01

250 5

23 Hassanudin Buniwangi 04/01

250 5

24 Janud Buniwangi

03/01

250 5

25 Madsum Buniwangi

02/01

250 5

26 Ending Buniwangi

04/01

250 5

27 Obay Buniwangi

05/01

250 5

28 Enan Buniwangi

05/01

500 5

29 Uken Buniwangi

04/01

250 5

30 Uting Buniwangi

04/01

(43)

Lampiran 2. Jadwal waktu kegiatan produktif

Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pembersihan lahan

Penanaman pisang*

Pemasangan ajir*

Penanaman pohon

kayu dan buah*

Penanaman

palawija

Penanaman padi

Penyiangan 1

Pemupukan1

Penyiangan 2

Pemupukan 2

Penyemprotan

Panen palawija

Panen padi

Persiapan lahan

(44)
(45)

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

Desa :………..

Kecamatan :………..

Kabupaten :………..

Provinsi :………..

Identitas Responden

1. Nama : ...

2. Jenis Kelamin : Pria / Wanita

3. Umur : ...Tahun

4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/PGT

5. Mata Pencaharian : ...

6. Status : Lajang/Sudah Menikah

7. Jumlah anak : ...

PERTANYAAN – PERTANYAAN

A. Mata Pencaharian

1. Apakah mata pencaharian pokok Bapak/Ibu ?

a. Pedagang c. buruh tani

b. Petani d. lainnnya...

2. Apakah Bapak/Ibu mempunyai pekerjaan sampingan ?

a. Ya b. Tidak

3. Jika ya pekerjaan sampingan Bapak/Ibu sekarang ?

a. Pedagang c. Buruh tani

b. Petani d. Lainnya

B. Pelaksanaan Program PHBM

(46)

a. Tahun 2000 c. Tahun 2002

b. Tahun 2001 d. Tahun ...

5. Berapa lama Bapak/Ibu menggarap lahan PHBM ?

a. di atas 4 tahun c. 2 tahun

b. 3 tahun d. 1 tahun

6. Intensitas pengenalan Program PHBM ?

a. 10 kali d. 4 kali

b. 8 kali e. 2 kali

c. 6 kali

7. Lokasi pengenalan program PHBM ?

a. Di sekitar hutan c. Di RT/RW setempat

b. Di Balai Desa d. Dikantor Pehutani

8. Luas areal gaparan Bapak/Ibu pada areal PHBM ?

a. 0,25 Ha b. 0,5 ha

9. Persiapan lapangan apa yang harus dilakukan Bapak/Ibu sebelum menggarap

areal PHBM ?

a. Pembabatan semak, pengolahan tanah (traktor), persiapan bibit dan pupuk

b. Pengolahan tanah (traktor)

c. Pembabatan semak

d. Persiapan bibit tanaman

10. Kapankah diadakan penyulaman pada areal PHBM ?

a. Setiap ada tanaman yang mati

b. Setelah habis hujan

c. Setiap satu minggu sekali

11. Bagaimanakah cara penyulaman tanaman pada areal PHBM ?

a. Tanaman yang mati diganti yang baru

b. Tanaman digali dan diganti yang baru

c. Pengotrolan tanaman yang mati

d. Persiapan bibit baru

e. Tanah di buat lubang

12. Jenis pupuk apakah yang Bapak/Ibu gunakan pada areal PHBM ?

a. Pupuk Urea c. Pupuk Za

b. Pupuk Pusri d. Pupuk kandang

(47)

a. Meronda b. Periodik

14. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab menurunnya pencurian di hutan ?

a. Partisipasi pengamanan hutan oleh masyarakat

b. Masyarakat ikut memiliki dan mengelola

c. Kesadaran masyarakat mulai tumbuh

d. Ada penyuluhan arti pentingnya hutan

15. Bagaimanakah cara pemanenan pada areal PHBM yang Bapak/Ibu kerjakan ?

a. Dilakukan oleh petani sendiri b. Diborong oleh tengkulak

16. Berapakah tingkat pendapatan Bapak/Ibu selama satu musim panen ?

a. Rp 100.000 – Rp 250.000 c . Rp 400.100 – Rp. 550.000 b. Rp 250.100 – Rp 400.000 d. Rp 551.000 – Rp. 700.000 17. Apakah Bapak/ibu ikut berpatisipasi dalam penebangan hasil kayu dihutan ?

a. Ya b. Tidak

18. Bagaimanakah cara pengembangan hutan rakyat yang dilakukan oleh

Perhutani ?

a. Perhutani memberi modal bagi masyarakat yang mempunyai lahan

b. Memberikan penyuluhan - penyuluhan

c. Lewat informasi dari aparat perhutani

(48)

INSTRUMEN PENELITIAN

POKOK-POKOK SASARAN PENELITIAN (PEDOMAN

WAWANCARA)

A. KEADAAN UMUM RESPONDEN

Identitas Responden

1. Nama : ...

2. Jenis Kelamin : Pria / Wanita

3. Umur : ...Tahun

4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/PGT

5. Mata Pencaharian : ...

6. Status : Lajang/Sudah Menikah

7. Jumlah anak : ...

฀ MATA PENCAHARIAN

1. Mata pencaharian pokok :

2. Mata pencaharian sambilan :

B. PELAKSANAAN PROGRAM PHBM

1. Kegiatan berbasis lahan

a. Penanaman

1. Persiapan lapangan apa yang harus dilakukan dalam penanaman tanaman

program PHBM?

2. Dimanakah dilakukan penanaman, kapan, dan bagaimanakah caranya?

3. Apakah tanaman yang ditanam mengikuti petunjuk dari Perhutani? Jika ya

mengapa?

4. Apakah dalam pemilihan jenis tanaman bapak dan ibu mendiskusikan dulu

dengan KTH?

5. Berapa luas areal PHBM yang ditanami oleh setiap penggarap?

6. Bagaimana pola tanam (tanaman pokok kehutanan, tanaman sela) yang

diterapkan dalam program PHBM?

7. Tanaman apa sajakah yang ditanam dalam program PHBM ?

(49)

9. Berapakah harga jual yang didapatkan dari panen tanaman sela dalam

program PHBM?

b. Pemeliharaan

1. Apakah Bapak/Ibu pernah melakukan penyulaman tanaman pada areal

PHBM?

2. Kapankah dilakukan penyulaman tanaman ada areal PHBM? Bagaimana

caranya? Mengapa demikian?

3. Apakah Bapak/Ibu pernah memberi pupuk pada tanaman PHBM?

4. Jika ya, darimana pupuk tersebut diperoleh? Pupuk apa yang diberikan?

Bagaimana caranya?

5. Dan dalam pemilihan jenis pupuk tersebut apakah didiskusikan terlebih

dahulu dengan anggota KTh lainnya?

c. Perlindungan

1. Apakah Bapak/Ibu pernah memberikan semprotan insektisida tanaman

pada areal PHBM?

2. Kapankah dilakukan penyemprotan insektisida?

3. Darimanakah insektisida didapatkan?

4. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu dalam kegiatan perlindungan tanaman

terhadap tanaman areal PHBM?

d. Pemanenan hasil hutan

1. Apakah Bapak/Ibu terlibat langsung dalam kegiatan pemanenan hasil

hutan?

2. Bagaimanakah cara melakukan pemanenan hasil hutan?

3. Apakah bapak atau ibu mendiskusikan terlebih dahulu waktu panen

kepada anggota KTH lainnya?

4. Kegiatan apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk pemanenan hasil hutan?

5. Alat apakah yang digunakan dalam kegiatan pemanenan hasil hutan? Milik

siapakah peralatan tersebut?

6. Apakah bapak dan ibu mendiskusikan relebih dahulu dengan anggota

KTH lainnya untuk menentukan tempat penjualannya?

e. Pengenalan program PHBM

1. Kapankah program PHBM mulai dikenalkan pada masyarakat?

(50)

3. Apakah perhutani melibatkan semua masyarakat dalam pengenalan

program PHBM?

4. Apakah dalam pengenalan program tersebut masyarakat desa memberikan

masukan atau saran?

5. Dimanakah dilakukan pengenalan program PHBM?

f. Pengembangan hutan rakyat

1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam pengembangan hutan rakyat?

2. Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam kegiatan pengembangan hutan rakyat?

Jika ya, apa yang saudara lakukan?

3. Adakah penjagaan Khusus oleh masyarakat untuk menjaga keamanan

tanaman areal hutan?

4. Jika ya, kapankah penjagaan itu dilakukan?

g.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik responden
Tabel 2 Areal Perhutani yang direhabilitasi melalui Program PHBM
Tabel 3 Lokasi sosialisasi PHBM
Tabel 5 Proses Pengambilan Keputusan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amalia (2013) tentang hubungan karakteristik dan pengetahuan menunjukan tidak adanya hubungan

Elkoga Radio adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, maka Elkoga Radio dituntut untuk memberikan pelayanan yang dianggap paling memuaskan bagi

Hasilnya menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio, Net Interest Margin, dan Return on Assets secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Price to Book Value, namun

Setiap data dan operasi yang berkaitan dijadikan satu dalam sebuah kelas, sehingga data yang berkaitan tidak tersebar dan mudah ditemukan, karena diasosiasikan dengan suatu

Giriş bölümünde, “Tarih İçinde Yunanlılar” konusu işle­ necektir. Yunanca’nm gelişimi ve tarihi, çağdaş Yunanlılık’ın bir öğesini oluşturan Ortodoksluk ve

Berapa banyak siswa yang tidak melompat pada gamabar di bawah ini..a. Berapakah jumlah kok pada gambar

Memang tepat kiranya jika fenomena ini kita sebut dengan istilah ‘lokalisasi agama’, karena lokalisasi memang identik dengan pelacuran, dan tawar-menawar dengan ‘aqidah

Bagi mahasiswa yang mengalami bentrok atau kelas tidak dibuka sehingga membutuhkan persetujuan mata kuliah baru, maka dapat mengisi google