• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Pemasaran adalah segala sesuatu mengenai strategi maupun taktik, agar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Pemasaran adalah segala sesuatu mengenai strategi maupun taktik, agar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pemasaran

Pemasaran adalah segala sesuatu mengenai strategi maupun taktik, agar dengan strategi dan taktik yang sesuai maka produk akan mudah diterima dimasyarakat. Boyd, Walker dan Larreche (2004;4) mendefinisikan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.

Pengertian pemasaran menurut Jerome McCarthy dan William D. Perreault dalam bukunya dasar-dasar pemasaran (1996;9) mengatakan bahwa pemasaran adalah proses sosial yang mengarahkan arus ekonomi barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, yang secara efektif menyesuaikan penawaran dan permintaan serta mencapai tujuan masyarakat. Kotler dan Amstrong dalam bukunya yang berjudul prinsip-prinsip pemasaran (2001;7) mengatakan bahwa pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal produk dan nilai dengan orang lain.

(2)

B. Kualitas Pelayanan

1. Definisi Kualitas

Kata-kata kualitas berasal dari bahasa Latin yaitu qualitas yang berarti “dari apa”. Prespektif TQM (Total Quality Management) memandang kualitas secara lebih komperhensif atau holistik, dimana bukan hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan sumber daya manusia. Prespektif ini dirumuskan secara lebih rinci oleh Goetsch & Davis (Fandy Tjiptono, 2005:110) yang mendefinisikan “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.

Garvin (Nasution, 2001 : 16) mengemukakan pengertian kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan, dengan demikian kualitas produk tersebut diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi

(3)

atau melebihi harapan konsumen. Lovelock dan Wright (2002:14) mendefinisikan kualitas sebagai ”the degree to which a service satisfies

customers by meeting their needs, wants, and expectation”. Yang artinya:

tingkatan atau derajat dimana sebuah pelayanan dapat memuaskan pelanggan dengan cara memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka.

2. Definisi Pelayanan

Kata pelayanan atau jasa atau service memiliki makna yang beragam. Johns (Fandy Tjiptono, 2005 : 8) mengemukakan bahwa secara garis besar konsep service/pelayanan mengacu pada tiga lingkup definisi utama : industri (berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi), output atau penawaran (produk intangible dengan output lebih berupa aktivitas daripada objek fisik), dan proses (penyampaian jasa inti, interaksi personal, kinerja dalam arti luas dan pengalaman layanan). Johns juga menegaskan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara prespektif penyedia jasa dan prespekif customer terhadap konsep service. Bagi penyedia jasa, jasa merupakan proses yang terkait dengan operasi jasa sedangkan customer lebih mempersepsikan jasa sebagai fenomena atau bagian dari pengalaman hidup.

Lovelock, Patterson & Walker (Fandy Tjiptono, 2005 : 8) mengemukakan prespektif service sebagai sebuah sistem yang terdisi atas 2 komponen utama yaitu (1) operasi jasa (service operations) dimana input di proses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan, dan (2) penyampaian jasa (service delivery) dimana elemen-elemen produk jasa dirakit, dirampungkan dan

(4)

disampaikan kepada customer. Adapun definisi pelayanan/jasa yang diemukakan Kotler (Fandy Tjiptono 2005:11) mendefinisikan jasa/pelayanan sebagai “setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.” Definisi lain yang berorientasi pada aspek proses atau aktivitas dikemukakan oleh Gonroos (Fandy Tjiptono, 2005:11) yaitu “ jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (tidak selalu) terjadi pada interaksi antara

customer dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau

sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah customer”.

3. Konsep kualitas pelayanan (Service Quality)

Kualitas pelayanan merupakan sebuah standar kemampuan yang mengukur pengharapan dan persepsi tentang kualitas dimensi kritis (Lovelock dan Wright, 2002:227). Sedangkan menurut Christoper H. Lovelock (1992) dikutip dalam (http://jurnal.pdii.lipi.go.id), mendefinisikan kualitas jasa/pelayanan sebagai : Quality is degree of excellent intended, and control of

variability in achieving that excellent, in meeting the customer requirement

yang dapat diartikan bahwa kualitas adalah tingkat mutu yang baik sesuai dengan yang diharapkan, dan pengawasan untuk mencapai mutu yang baik untuk dapat memenuhi keinginan konsumen.

Lewis & Booms (Fandy Tjiptono, 2005:121) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan

(5)

mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Berdasarkan definisi ini kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Parasuraman et.al (Fandy Tjiptono, 2005:121). mengemukakan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa/pelayanan yakni :

a. Jasa/pelayanan yang diharapkan (expected service).

b. Jasa/pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas jasa yang bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika perceived

service melebihi expected service, maka kualitas jasa yang dipersepsikan sebagai

kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan

expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab

itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

(6)

Gambar 2.1

Model Konseptual Service Quality Sumber: Zeithaml, et al. (Fandy Tjiptono, 2005:148)

lima gap utama yang terangkum dalam gambar 2.1 meliputi:

a. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi menejemen (knowledge gap) Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: informasi yang didapat dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat; interpretasi yang kurang akurat atas informasi ekspektasi pelanggan; tidak adanya analisis

(7)

permintaan; buruknya atau tidak adanya aliran informasi ke atas (upward

information) dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen; dan terlalu

banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak pelanggan ke pihak manajemen. b. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan

spesifikasi kualitas jasa (standards gap).

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap espektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas; kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai; manajemen perencanaan yang buruk; kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhdap perencanaan kualitas jasa; kurangan sumberdaya; dan situasi permintaan berlebihan.

c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas terlalu rumit dan terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada; manajemen operasi jasa yang buruk; kurang memadainya aktivitas internal

marketing; serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja

(8)

terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan terjadinya gap ini. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain.

d. Gap antara penyampaian jasa dan komuniasi eksternal (communications

gap).

Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa; kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dengan operasi jasa; organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya, sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan kecenderungan untuk melakukan: “over-promise,

under-deliver”. Iklan dan slogan/janji perusahaan sering mempengaruhi

ekspektasi pelanggan. Jika penyedia jasa memberikan janji berlebihan, maka resikonya adalah harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit terpenuhi.

e. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service

gap).

Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bias menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatif confirmed quality) dan masalah kualitas;

(9)

komunikasi gethok tular yang negatif; dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal; dan kehilangan pelanggan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.

Dalam bisnis jasa, sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan berperan besar dalam menciptakan keunggulan layanan (service excellence). Keunggulan seperti ini dibentuk melalui pengintegrasian empat pilar yang saling berkaitan erat: kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan layanan. Keunggulan layanan tidak bisa terwujud apabila ada salah satu pilar yang lemah. Untuk mencapai tingkat keunggulan layanan, setiap karyawan harus memiliki keterampilan khusus, diantaranya memahami produk/jasa secara mendalam, berpenampilan rapi dan menarik, bersikap ramah dan bersahabat, menunjukan komitmen dan responsivitas dalam melayani pelanggan, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan departemennya, mampu berkomunikasi secara efektif, bisa memahami dengan baik bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan mampu menangani keluhan pelanggan secara professional.

Sekalipun upaya mewujudkan keunggulan layanan bukanlah pekerjaan mudah, namun apabila sebuah organisasi mampu melakukannya, maka manfaat yang didapatkan sangat besar, baik bagi perusahaan, pelanggan, maupun karyawan yang ditunjukkan oleh Tabel 2.1

(10)

Tabel 2.1

Sasaran dan Manfaat Keunngulan Layanan

SASARAN KEUNGGULAN

LAYANAN

MANFAAT KEUNGGULAN LAYANAN

Bagi Pelanggan Bagi Karyawan Bagi Perusahaan

Memuaskan pelanggan Kebutuhan terpenuhi

Lebih percaya diri Meningkatkan citra professional (corporate image) Meningkatkan loyalitas pelanggan Merasa dihargai dan mendapatkan layanan yang baik

Terciptanya kepuasan pribadi

Kelangsungan usaha perusahaan terjamin Meningkatkan

penjualan produk dan jasa perusahaan Merasa dipercaya sebagai mitra bisnis Menambah ketenangan bekerja Mendorong masyarakat untuk berhubungan dengan perusahaan Meningkatkan pendapatan perusahaan Merasa menemukan perusahaan yang profesional Memupuk semangat untuk meniti karir Mendorong kemungkinan ekspansi Meningkatkan laba perusahaan

Sumber: Elhaitamy (Fandy Tjiptono, 2005:119)

Konsep jasa mengacu pada beberapa lingkup definisi utama: industri output, atau penawaran, proses dan sistem. Kendati perspektif ini dapat menimbulkan kerancuan, implikasi strategisnya adalah bahwa komponen jasa atau layanan memainkan peran stratejik dalam bisnis.

4. Persepsi Terhadap Kualitas Jasa/Pelayanan

Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa. Kotler (Fandy Tjiptono, 2005:121). Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, pelanggan (dan bukan penyedia jasa) yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah

(11)

perusahaan. Sayangnya, jasa memiliki karakteristik variability, sehingga kinerjanya acapkali tidak konsisten. Hal ini menyebabkan pelanggan menggunkan isyarat/petunjuk intrinsik dan isyarat ekstrinsik sebagai acuan/pedoman dalam mengevaluasi kualitas jasa. Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyampaian sebuah jasa. Pelanggan akan mengandalkan isyarat semacam ini apabila berada di tempat pembelian atau jika isyarat intrinsik bersangkutan merupakan search quality dan memiliki nilai prediktif tinggi.

Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah unsur-unsur yang merupakan pelengkap bagi sebuah jasa. Isyarat ini dipergunakan dalam mengevaluasi jasa jika proses menilai isyarat intrinsik membutuhkan banyak watktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik bersangkutan merupakan

experience quality dan credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan

sebagai indikator kualitas jasa manakala tidak tersedia informasi isyarat intrinsik yang memadai. Sementara itu, partisipasi dan interaksi pelanggan dalam proses penyampaian jasa juga ikut menentukan kompleksitas evaluasi kualitas jasa. Konsekuensinya, jasa yang sama bisa dinilai secara berlainan oleh konsumen yang berbeda.

5. Dimensi Kualitas Pelayanan

Terdapat lima dimensi kualitas jasa yang dapat dirincikan menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry (Fandy Tjiptono, 2005:133), yaitu:

a. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa

(12)

membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

b. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

c. Jaminan (assurace), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.

d. Empati (emphaty), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

e. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

Kualitas pelayanan memilki dimensi yang beragam seperti halnya yang dikemukakan oleh Albrecht & Zemke (Fandy Tjiptono, 2005:131) yakni: Perhatian dan kepedulian, kapabilitas pemecahan masalah, spontanitas dan flekssibilitas, recovery. Lain halnya dengan Brady & Cronin (Fandy Tjiptono,

(13)

2005:131) yang mengemukakan bahwa dimensi kualitas pelayanan terdiri dari : Kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, kualitas hasil. Menurut Gronroos (Fandy Tjiptono, 2005:131) dimensi kualitas pelayanan terdiri dari: perilaku, aksesibilitas dan fleksibilitas, reliabilitas dan trustwortiness, recovery, reputasi

(14)

C. Kerangka Pemikiran

latar belakang masalah

persoalan studi

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Fandy Tjiptono, 2005:133-134)

konseptualisasi

survey lapangan

analisa

sintesa

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran Analisis Kualitas Pelayanan di Kurakura Resort Karimunjawa

Pariwisata

Penurunan angka kunjungan wisatawan dari pengaruh ketidakpuasan dalam bentuk keluhan disinyalir dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan di masa yang akan datang, keluhan ini diduga akibat kurang optimalnya kualitas pelayanan yang diberikan Kurakura Resort terhadap wisatawan sehingga diperlukan adanya analisis mengenai kualitas pelayanan dalam rangka menciptakan kepuasan wisatawan

Kualitas Pelayanan Tangible Reliability Responsiveness Emphaty Assurance

Kurakura Resort Tingkat Kunjungan

Wisatawan

Keluhan, Komentar, & Pertanyaan Wisatawan Dampak Pemasaran Kuesioner Wisatawan Wawancara Harapan Persepsi Analisis Model Servqual Verifikasi, Penggambaran, dan

Perincian Masalah

Evaluasi Kualitas Pelayanan

Usulan dan Rekomendasi Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan pada latarbelakang masalah tersebut, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam kajian penelitian ini adalah penduduk yang melakukan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

• Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan..

[1] Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKPD berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikembangkan menggunakan model ADDIE layak digunakan sebagai bahan ajar

Sinonim yang sering digunakan adalah moksha (Sanskerta; Indonesia: kebebasan), yang menerangkan kondisi citta dimana semua karma negatif, klesha dan tilasan-tilasannya

Pada kegiatan inti, guru menjelaskan materi tentang surah- surah dalam AL-Qur’an yaitu surah Al-kautsar. Saat guru menjelaskan materi, sebagian besar siswa

Tujuan dari karakterisasi ini ialah untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk ikatan yang terdapat pada senyawa lignin dan kitosan melalui vibrasi yang yang muncul serta