• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI DALAM PROSES PRODUKSI ROTI TAWAR DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO - CIKARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KESEIMBANGAN LINI DALAM PROSES PRODUKSI ROTI TAWAR DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO - CIKARANG"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI

DALAM PROSES PRODUKSI ROTI TAWAR

DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO - CIKARANG

Oleh :

PUTRI PUSPITA WARDANI F 34051689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI DALAM PROSES PRODUKSI ROTI TAWAR

DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO - CIKARANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PUTRI PUSPITA WARDANI F 34051689

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul : Analisis Keseimbangan Lini dalam Proses Produksi Roti Tawar di PT Nippon Indosari Corpindo – Cikarang

Nama : Putri Puspita Wardani NRP : F 34051689

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M. Eng.) (Dr. Ir. Sukardi, MM) NIP : 19580905 198203 1004 NIP : 19620328 198609 1001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2001

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

skripsi saya yang berjudul ANALISIS DAN KESEIMBANGAN LINI DALAM

PROSES PRODUKSI ROTI TAWAR DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO – CIKARANG merupakan gagasan/hasil penelitian skripsi saya sendiri, dengan pembimbingan dari Dosen Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 10 Desember 2009

PUTRI PUSPITA WARDANI F 34051689/TIN

(5)

PUTRI PUSPITA WARDANI. F 34051689. Analisis Keseimbangan Lini Dalam Proses Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Di PT Nippon Indosari Corpindo, Cikarang). Di bawah bimbingan M. Syamsul Maarif dan Sukardi.

RINGKASAN

Tingginya laju pertumbuhan industri-industri khususnya yang berbasis pertanian dengan diikuti perkembangan teknologi yang semakin maju, akan menimbulkan persaingan global serta permasalahan yang ada pada suatu industri semakin kompleks. Dalam menghadapi permasalahan dunia industri serta persaingan global ini, efisiensi, efektifitas, dan produktivitas yang tepat bagi operasi industri merupakan faktor kunci bagi setiap industri yang berbasis agro agar mampu bersaing secara kompetitif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukungnya yaitu dengan suatu perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat. Salah satu faktor yang mendukung terwujudnya perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat yaitu dengan adanya keseimbangan lini produksi yang lancar yang dipengaruhi oleh kinerja operator, tata letak yang tepat, dan juga ada dan tidaknya antrian bahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan standar waktu kerja pada sejumlah komponen kerja yang terlibat dalam proses produksi roti tawar, menganalisis tata letak ruang produksi di dalam lini roti tawar yang sudah ada, dan menganalisis kinerja sistem antrian yang ada di dalam lini produksi roti tawar.

Pengukuran waktu kerja digunakan untuk menentukan waktu baku dengan menggunakan metode Westinghouse dalam menentukan nilai penyesuaian dan kelonggarannya. Analisis tata letak dianalisis dengan menentukan tingkat keterkaitan aktivitas, total closeness rating, hingga didapatkannya bagan keterkaitan aktivitas. Analisis antrian dilakukan dengan pembentukan model yang terdiri dari 2 macam, yaitu analisis keseimbangan aliran bahan dan teknik simulasi antrian Monte Carlo. Teknik simulasi Monte Carlo digunakan untuk mendapatkan

entity berupa customer analysis, server analysis, dan queue analysis, dimana

customer analysis terdiri dari jumlah bahan yang dihasilkan (number of finished), rata-rata waktu menunggu (Wq), dan rata-rata waktu siklus (W); server analysis

terdiri dari utilitas pelayanan (server utilization); dan queue analysis terdiri dari rata-rata panjang antrian (Lq), dan rata-rata waktu menunggu (Wq).

Proses produksi di PT Nippon Indosari Corpindo berjalan dengan melibatkan kerja mesin dan operator di dalamnya yang bersifat deterministik dan probabilistik. Pengukuran kerja berguna dalam menentukan standar waktu kerja, analisis tata letak dan analisis antrian. Pengukuran waktu dilakukan dengan menggunakan metode jam henti (stopwatch) pada operator untuk menentukan waktu baku, dimana waktu baku yang didapat dari perhitungan yaitu sebesar 8.45 jam untuk memproduksi 1 batch (443.5 kg) adonan roti tawar.

Lini produksi roti tawar di PT Nippon Indosari Corpindo memiliki tipe tata letak produk (product layout) yang menyesuaikan susunan tata letak berdasarkan urutan proses produksinya dengan lini pengerjaan yang berbentuk garis lurus (straight line shape). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan

Analysis Relationship Chart diperlukan perubahan susunan pada departemen Raw Material dan Mixing dengan tingkat keterkaitan aktivitas berdasarkan urutan

(6)

aliran kerja; efisiensi jarak, waktu, dan kerja; suhu, bising; tingkat kenyamanan; kemudahan melakukan pengawasan; dan adanya komunikasi/kontrol kertas kerja. Nilai Total Closeness Rating tertinggi yaitu pada departemen Packing (176), diikuti departemen Crating (168), Mixing (165), Oven (164), Raw Material (92) dan Finish Good (87). Perubahan susunan dilakukan dalam rangka pengefisienan

waktu, jarak, dan biaya perpindahan bahan kemasan dari departemen Raw

Material menuju departemen Packing yang relatif jauh.

Analisis antrian dilakukan dengan membentuk model-model antrian yang terbagi menjadi 9 model antrian, yaitu Model A dengan menggunakan

keseimbangan aliran bahan pada stasiun Mixing Sponge, Model B dengan

keseimbangan aliran bahan pada stasiun Fermentasi 1, Model C dengan keseimbangan aliran bahan pada stasiun Mixing Dough, Model D dengan teknik simulasi antrian pada stasiun Dividing dan Rounding, Model E dengan teknik

simulasi antrian pada stasiun Panning dan Racking, Model F dengan

keseimbangan aliran bahan pada stasiun Fermentasi 2, Model G dengan teknik simulasi antrian pada stasiun Penutupan Tray, Model H dengan teknik simulasi antrian pada stasiun Depanning, dan Model I dengan teknik simulasi antrian pada stasiun Trimming, Packaging, dan Crating.

Berdasarkan hasil keseimbangan aliran bahan dan simulasi antrian, Model A menunjukkan tidak adanya bahan yang mengantri, dengan tingkat utilitas mesin sebesar 39.00% dan nilai idle time per harinya sebesar 61.00%. Rendahnya nilai utilitas mesin pada model ini terkait dengan penyeimbangan waktu dengan stasiun lainnya. Model B menunjukkan tidak adanya bahan yang mengantri, dengan tingkat utilitas ruang fermentasi 1 sebesar 94.00% dan nilai

idle time per harinya sebesar 6.00%. Model C menunjukkan tidak adanya bahan yang mengantri, dengan tingkat utilitas mesin sebesar 98.00% dan nilai idle time

per harinya sebesar 2.00%. Tingginya utillitas pada model ini terkait dengan waktu jarak per batch-nya yang disesuaikan dengan waktu produktif per batch

pada stasiun ini. Model D menunjukkan bahan yang menunggu dan waktu menunggu bahan yang nol, dengan nilai utilitas mesin sebesar 90.94%. Model E menunjukkan bahan yang menunggu dan waktu menunggu bahan yang nol, dengan nilai utilitas operator sebesar 92.41%. Model F menunjukkan tidak adanya bahan yang mengantri, dengan tingkat utilitas ruang fermentasi 2 sebesar 83.00% dan nilai idle time per harinya sebesar 17.00%. Model G menunjukkan bahan yang menunggu dan waktu menunggu bahan yang nol, dengan tingkat utilitas operator sebesar 49.93%. Model H menunjukkan bahan yang menunggu dan waktu menunggu bahan yang nol, dengan nilai utilitas mesin sebesar 83.50%. Dan pada Model I menunjukkan bahan yang menunggu dan waktu menunggu bahan yang nol, dengan nilai utilitas keseluruhan sebesar 92.92%.

Uji kesamaan nilai tengah (uji-t) dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan data historis yang didapat, dimana didapatkan bahwa waktu pelayanan setiap stasiun memiliki nilai P lebih besar dari 5 % (P>0,05) atau berada di luar wilayah kritis dengan selang kepercayaan 95 % (α=5 %). Hal ini

menunjukkan adanya keseragaman nilai tengah waktu pelayanan pada kondisi nyata dengan hasil simulasi yang ditunjukkan, sehingga hasil simulasi pun dapat dikatakan valid untuk digunakan dalam model simulasi.

(7)

PUTRI PUSPITA WARDANI. F 34051689. The Analysis of Line Balancing in White Bread’s Production Process at PT Nippon Indosari Corpindo - Cikarang. Supervised by M. Syamsul Maarif dan Sukardi.

SUMMARY

The high growth rate in particular industries based on agriculture is followed by the development of increasingly advanced technology, will lead into a global competition and the existing problems in industries become more complex. In facing these industrialized world problems and global competition, accurately efficiency, effectiveness, and productivity are the key factors to be able to compete competitively for each agro-based industry. One of the effort that can be done to support is with some planning and designing of appropriately production systems with a continue production line balancing that influenced by operator performance, properly layout, and also the production queuing.

The purpose of this research was to determine the standard working time on a number of work components that be involved in the process of white bread production, to analyze the layout, and to analyze the performance of queuing system in white bread production line that already exist.

Working time measurement used to determine the standard working time by using the Westinghouse method in determining the value of adjustments and looseness. The layout analysis was analyzed by determining the level of activity relationship, total closeness rating, and activity relationship chart. Queuing analysis was done by forming a model that consisted of two types, namely material flow balancing analysis and Monte Carlo queuing simulation technique. Monte Carlo simulation technique used to obtain entity in the form of customer analysis, server analysis, and queue analysis, which are customer analysis consisted of number of finished, average waiting time (Wq), and average cycle time (W); server analysis consisted of server utilization; and queue analysis consisted of average queue length (Lq), and average waiting time (Wq).

Production process in PT Nippon Indosari Corpindo was done by involving the cooperation between machines and operators which was deterministic and probabilistic. Work measurement was useful in determining the standard working time, layout analysis and queuing analysis. Time measurement was done by using the stopwatch method to the operator to determine the standard time, where the standard time that obtained from the calculation is in the amount of 8.45 hours for 1 batch (443.5 kg) of bread dough production.

White bread production line at the PT Nippon Indosari Corpindo had a product layout which adjusted by its production process with have a straight line shape workmanship. Based on the analysis using the Analysis Relationship Chart, the formation changing in Raw Material and Mixing Department was needed. Its changing be based on sequence of work flow; efficiency of distance, time, and work; temperature, noise; level of comfort; ease of surveillance; and the existing of communication / work control paper. The highest value of Total Closeness Rating was Packing department (176), followed by Crating (168), Mixing (165), Oven (164), Raw Materials (92) and Finish Good department (87). The changing were made in the context of efficiency of time, distance, and packaging material

(8)

transferring cost from Raw Material department onto Packing department which have a far distant.

Queue analysis carried out by forming a queuing models which were divided into 9 queue model, they were Model A with a material flow balancing analysis at Mixing Sponge station, Model B with a material flow balancing analysis at Fermentation 1 station, Model C with a material flow balancing analysis at Mixing Dough station, Model D with a queuing simulation technique at Dividing and Rounding station, Model E with a queuing simulation technique at Panning and Racking station, Model F with a material flow balancing analysis at Fermentation 2 station, Model G with a queuing simulation technique at Tray Closing station, Model H with a queuing simulation technique at Depanning station, and Model I with a queuing simulation technique at Trimming, Packaging, and Crating station.

Based on the results of material flow balancing and queuing simulation, Model A showed no queue of material lined up, with the machine utility level was 39.00% and the value of idle time each day was 61.00%. The low value of the machine’s utility model related to the time balancing with other stations. Model B showed no queue of material lined up, with the first fermentation room utility level was 94.00% and the value of idle time each day was 6.00%. Model C showed no queue of material lined up, with the machine utility level was 98.00% and the value of idle time each day was 2.00%. The high utility in this model associated with the time of distance per batch which was adjusted to the productive time per batch at this station. Model D showed the waiting material and time were none, with the machine utility level was 90.94%. Model E showed the waiting material and time were none, with the operator utility level was 92.41%. Model F showed no queue of material lined up, the second fermentation room utility level was 83.00% and the value of idle time for each day was 17.00%. Model G showed the waiting material and time were none, with the service utility level was 49.93%. Model H showed the waiting material and time were none, with the machine utility level was 83.50%. And the Model I showed the waiting material and time were none, with the overall utility’s value was 92.92%.

Mean equality tests (t test) was done by comparing the simulation results with the historical data obtaining, where was found that the service time of each station had a P value greater than 5% (P> 0.05) or outside the critical area with a 95% confidence level (α = 5%). This showed the uniformity between service

time’s mean value on the real conditions with the results of simulation shown, indicated that simulation resulted could be said to be valid for use in simulation models.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1987 di Cilacap, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak dari pasangan Eddy Wardono dan Sulasmiyati. Penulis merupakan putri ke-2 dari 3 bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak Puspita Mekar Jakarta (1992-1993) dan dilanjutkan pada tingkat pendidikan tingkat dasar di Sekolah Dasar Negeri Malaka Sari 05 Pagi Jakarta (1993-1999). Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat lanjutan di SLTP Negeri 139 Jakarta (1999-2002) dan di SMU Negeri 103 Jakarta (2002-2005). Pada tahun 2005. penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang kemudian pada tahun 2006 diterima sebagai Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (TIN).

Selama kuliah, penulis aktif di sejumlah kegiatan kepanitian serta organisasi intra kampus diantaranya adalah Himalogin dan BEM Fateta. Penulis juga mengikuti sejumlah kursus dan kegiatan seminar/pelatihan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan yang meliputi bidang bahasa, pribadi, dan pendidikan. Pada tahun 2007, penulis melakukan kegiatan praktek lapangan

di PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta dengan topik

“Tata Letak dan Penanganan Bahan” dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelitian di PT Nippon Indosari Corpindo - Cikarang dengan topik “Keseimbangan Lini” selama 2 bulan.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis skripsi yang berjudul “Analisis Keseimbangan Lini dalam Proses Produksi Roti Tawar di PT Nippon Indosari Corpindo - Cikarang” dapat penulis selesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak, Mama, Mbak Astri, dan Bayu atas segala kasih sayang, semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M. Eng dan Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan. 3. Dr. Ir. Suprihatin, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini serta masukannya kepada penulis untuk pengembangan diri penulis.

4. Bapak Sumaryadi selaku Asisten Manajer Produksi sekaligus Pembimbing

Lapang atas izin, bantuan dan bimbingannya selama penelitian di PT Nippon Indosari Corpindo berlangsung.

5. Ibu Seti Ekawati bagian Human Resource Development atas izin dan kerja samanya.

6. Mas Emon, Mas Kusman, Pak Yayat, Erik, Pak Aris, Pak Edi, dan Mas Asep

atas bantuan, semangat, cerita, dan canda tawanya selama penelitian di PT Nippon Indosari Corpindo berlangsung.

7. Seluruh karyawan PT Nippon Indosari Corpindo di bagian Produksi, RM, FG, QC, Maintenance, dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, cerita dan kerja samanya.

8. Linda Mikowati, teman seperjuangan selama penulis melaksanakan penelitian

dan teman sekamar selama beberapa bulan terakhir di Bogor, terima kasih atas persahabatan, tumpangan, bantuan, cerita, nasehat, doa dan semangat yang telah diberikan.

(11)

9. Sahabat-sahabat UCS terbaikku Linda, Kochan, Nono, Putus, Rara, Ronny, Mahe, Torik, Nuge, Kriston, dan Dony atas persahabatan, bantuan, dukungan, doa dan semangat yang selalu diberikan.

10. Pupet, Efrat, Ambar, Mike, Nadiyah, Indra, dan seluruh teman-teman TIN 42

atas kebersamaan, dukungan, doa, dan semangat yang telah diberikan selama di TIN.

11. Bu Teti, Pak Mul, dan seluruh staf UPT dan Departemen TIN atas bantuan yang tak terhingga kepada penulis.

12. Teman-teman Pondok Sabrina : Dewi, Sri, Dinday, Emma, Risma, Wening, dan Teti atas pertemanan, canda tawa, semangat dan doanya.

13. Teman-teman Pondok Annisa : Lydia, Mega, dan Tety atas semangat, dan doanya.

14. Seluruh kerabat dan sahabat yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak–pihak yang membutuhkan dan memberikan sumbangan lebih dalam ilmu pengetahuan, Amin.

Bogor, Desember 2009

(12)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Roti ... 4

B. Proses Produksi Roti ... 5

C. Pengukuran Waktu Kerja ... 7

D. Tata Letak Pabrik ... 11

E. Peta Proses Operasi ... 13

F. Diagram Keterkaitan Ruangan ... 14

G. Metode Keseimbangan Lini (Line Balancing) ... 15

H. Teori Antrian ... 17

I. Distribusi Peluang ... 21

J. Simulasi ... 24

K. Verifikasi Model ... 26

L. Peneliti Pendahulu ... 27

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Kerangka Pemikiran ... 29

B. Penyelesaian Permasalahan ... 30

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

D. Tata Laksana ... 31

IV. KEADAAN PERUSAHAAN ... 42

A. Sejarah Perusahaan... 42

B. Proses Produksi ... 43

C. Sistem Produksi Roti Tawar ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A.Pengukuran Waktu Standar Kerja ... 54

B. Analisis Tata Letak ... 59

(13)

iv

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(14)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lambang-Lambang Peta Proses Operasi ... 14

Tabel 2. Kriteria Penyesuaian Menurut Westinghouse ... 36

Tabel 3. Kriteria Kelonggaran Menurut Westinghouse ... 37

Tabel 4. Hasil Uji Kenormalan Data Waktu Kerja Operator ... 56

Tabel 5. Hasil Uji Keseragaman Data Waktu Kerja Operator... 57

Tabel 6. Hasil Uji Kecukupan Data Waktu Kerja Operator ... 57

Tabel 7. Waktu Baku Kerja Operator ... 59

Tabel 8. Waktu Baku Kerja Mesin ... 59

Tabel 9. Keterangan Gambar Diagram Alir Produksi Roti Tawar ... 60

Tabel 10. Tingkat Keterkaitan Aktivitas ... 62

Tabel 11. Nilai Total Closeness Rating setelah diurutkan ... 63

Tabel 12. Jumlah Operator, Kapasitas, dan Disiplin Antrian Kondisi Nyata ... 66

Tabel 13. Hasil Uji Kecukupan Data Waktu Kedatangan Bahan Roti Tawar ... 68

Tabel 14. Hasil Uji Kecukupan Data Waktu Pelayanan Operator Roti Tawar ... 69

Tabel 15. Hasil Uji Distribusi Data Waktu Kedatangan Bahan Roti Tawar ... 70

Tabel 16. Hasil Uji Distribusi Data Waktu Pelayanan Operator Roti Tawar ... 70

Tabel 17. Komponen-Komponen Simulasi WB di PT NIC ... 72

Tabel 18. Hasil Uji Nilai Tengah Dua Populasi dengan Software Minitab 15... 85

(15)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Model Antrian Jalur Tunggal Fasilitas Pelayanan Tunggal .... 18

Gambar 2. Model Antrian Jalur Tunggal Fasilitas Pelayanan Ganda ... 18

Gambar 3. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Tunggal ... 19

Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Ganda ... 19

Gambar 5. Model Antrian ... 19

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Keseluruhan Penelitian ... 41

Gambar 7. Diagram Alir Proses Produksi Roti Tawar ... 50

Gambar 8. Peta Proses Operasi Produksi Roti Tawar ... 51

Gambar 9. Diagram Alir Produksi Roti Tawar ... 61

Gambar 10. Activity Relationship Chart Produksi Roti Tawar ... 62

Gambar 11. Bagan Keterkaitan Aktivitas Produksi Roti Tawar ... 63

Gambar 12. Pola Antrian Lini Produksi Roti Tawar di PT Nippon Indosari Corpindo ... 67

Gambar 13. Tampilan Data pada Model D pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 77

Gambar 14. Tampilan Model Grafis pada Model D pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks... 78

Gambar 15. Tampilan Data pada Model E pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 80

Gambar 16. Tampilan Model Grafis pada Model D pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 80

Gambar 17. Tampilan Data pada Model G pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 82

Gambar 18. Tampilan Model Grafis pada Model G pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks... 82

Gambar 19. Tampilan Data pada Model H pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 83

Gambar 20. Tampilan Model Grafis pada Model H pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 83

Gambar 21. Tampilan Data pada Model I pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 84

Gambar 22. Tampilan Model Grafis pada Model D pada Program QSS 1.00 dalam Bentuk Matriks ... 85

(16)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Elemen-Elemen Kerja ... 93

Lampiran 2. Uji Kenormalan Data Waktu Kerja Operator dengan Software Minitab 15 ... 97

Lampiran 3. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-1 ... 101

Lampiran 4. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-5 ... 102

Lampiran 5. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-8 ... 103

Lampiran 6. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-15 . 104 Lampiran 7. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-16 . 105 Lampiran 8. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-18 . 106 Lampiran 9. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Waktu Kerja O-24 . 107 Lampiran 10. Hasil Penentuan Nilai Penyesuaian ... 108

Lampiran 11. Hasil Penentuan Nilai Kelonggaran ... 109

Lampiran 12. Perhitungan Waktu Baku Proses Produksi Roti Tawar ... 110

Lampiran 13. Hasil Pengamatan Kecepatan Kedatangan Bahan ... 111

Lampiran 14. Hasil Pengamatan Kecepatan Pelayanan Bahan ... 116

Lampiran 15. Output Uji Distribusi Peluang Waktu Kedatangan Bahan dengan Software EasyFit 5.1 Professional ... 122

Lampiran 16. Output Uji Distribusi Peluang Waktu Pelayanan Operator dengan Software EasyFit 5.1 Professional ... 126

Lampiran 17. Keseimbangan Aliran Bahan pada Model A ... 130

Lampiran 18. Keseimbangan Aliran Bahan pada Model B ... 139

Lampiran 19. Keseimbangan Aliran Bahan pada Model C ... 148

Lampiran 20. Keseimbangan Aliran Bahan pada Model F ... 158

Lampiran 21. Output Simulasi LBWB-NIC Model D Kondisi Nyata ... 161

Lampiran 22. Output Simulasi LBWB-NIC Model E Kondisi Nyata ... 165

Lampiran 23. Output Simulasi LBWB-NIC Model G Kondisi Nyata ... 169

Lampiran 24. Output Simulasi LBWB-NIC Model H Kondisi Nyata ... 173

(17)

viii Lampiran 26. Hasil Uji-T Nilai Tengah Waktu Pelayanan Data Historis

dan Hasil Simulasi Antrian Kondisi Nyata Roti Tawar ... 181 Lampiran 27. Tata Letak Pabrik Ruang Produksi ... 183

(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara agraris yang memprioritaskan pembangunan pada bidang pertanian, merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini, Indonesia menempatkan agroindustri sebagai salah satu sub sektor industri yang harus dikembangkan dan mempunyai nilai strategis.

Agroindustri merupakan sub sektor yang strategis karena dari pengembangannya diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan teknologi pengolahan. Makna strategis agroindustri juga tercermin pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan sektor perdagangan. Pertumbuhan agroindustri akan menjadi pemicu pertumbuhan sektor lain, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan dinamika perekonomian nasional.

Pertumbuhan agroindustri dan juga sektor lain yang sangat pesat, tentunya akan diikuti pula oleh perkembangan teknologi yang semakin maju, yang kemudian akan menimbulkan persaingan global serta permasalahan pada suatu industri menjadi semakin kompleks. Dalam menghadapi permasalahan dunia industri serta persaingan global ini, efisiensi, efektifitas, dan produktivitas yang tepat bagi operasi industri merupakan faktor kunci bagi setiap industri yang berbasis agro agar mampu bersaing secara kompetitif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung itu semua yaitu dengan suatu perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat. Salah satu faktor yang mendukung terwujudnya perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat yaitu dengan adanya keseimbangan lini produksi yang lancar, dimana keseimbangan lini ini dipengaruhi oleh kinerja operator, tata letak yang tepat, dan juga ada dan tidaknya antrian bahan.

Produktivitas adalah kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal (Siagian, 1987). Peningkatan

(19)

2 produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebasar-besarnya (do the thing right) (Manuaba, 1992). Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja secara total (Bakri, et. al., 2004). Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input. Efektivitas ditentukan oleh hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikontribusikan terhadap tujuan

Industri pengolahan roti (bakery) seperti PT Nippon Indosari Corpindo umumnya memiliki banyak tuntutan dalam menyediakan produk tepat waktu dengan waktu siklus penyimpanan yang pendek. Oleh karena itu, kelancaran proses produksinya sangat dipengaruhi oleh waktu produksi yang diusahakan seefisien mungkin. Pengefisienan waktu memiliki pengaruh terhadap tingkat produktivitas, yang dapat dilakukan dengan cara menghitung beberapa atribut yang terlibat dalam proses produksi, seperti kinerja operator, tata letak, penanganan bahan, kecepatan kedatangan bahan baku, dan kecepatan pelayanan mesin/operator.

Pengukuran waktu kerja merupakan metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Hal ini berimplikasi pada pemanfaatan sumber daya manusia dan juga efisiensi waktu yang dapat meningkatkan produktivitas. Pengefisiensian waktu salah satunya dengan menerapkan strategi tata letak yang baik. Tata letak yang merupakan salah satu strategi dalam pengefisiensian operasi dalam jangka panjang, dapat memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses produksi bila diterapkan secara tepat. Tata letak yang baik akan memberikan kontribusi terhadap keseimbangan lini, sedangkan keseimbangan lini dapat diindikasikan dengan ada atau tidaknya bahan yang mengantri. Jumlah keluaran dan masukan dari stasiun satu ke stasiun lainnya yang tidak sama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan aliran bahan (antrian). Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis pada suatu sistem produksi untuk mengetahui sejauh mana kelancaran suatu sistem produksi yang telah berlangsung dalam suatu industri.

(20)

3

B. RUANG LINGKUP

Penelitian ini dibatasi pada perhitungan standar waktu, analisis tata letak dan analisis sistem antrian pada lini produksi roti tawar PT Nippon Indosari Corpindo, kawasan industri Jababeka Blok U, Cikarang, yaitu dimulai dari proses penerimaan bahan baku di stasiun Mixing hingga stasiun Crating.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan standar waktu kerja pada sejumlah komponen kerja yang terlibat

dalam proses produksi roti tawar.

2. Menganalisis tata letak ruang produksi pada lini produksi roti tawar yang sudah ada.

3. Menganalisis kinerja sistem antrian pada lini produksi roti tawar.

D. MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi penulis mengenai analisis perhitungan waktu standar, tata letak dan aplikasi teori antrian dalam memecahkan permasalahan sistem produksi dalam suatu industri. Hasil penelitian yang diperoleh dapat diterapkan untuk memperbaiki kinerja sistem produksi yang selama ini berjalan di perusahaan.

(21)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ROTI

Roti adalah sejenis makanan. Bahan dasar utama roti adalah tepung dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa tertentu. Roti termasuk makanan pokok di banyak negara Barat. Roti adalah bahan dasar pizza dan lapisan luar roti lapis (MediaWiki, 2009).

Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat roti adalah tepung terigu. Namun demikian tidak semua terigu bisa dipakai. Jenis terigu yang biasa dipakai untuk pembuatan roti adalah terigu dengan kandungan gluten atau protein gandum yang tinggi. Gluten ini berguna untuk mengembangkan adonan roti, sehingga roti menjadi empuk (Jurnal Halal Edisi 58).

Komposisi roti tawar umumnya terdiri dari 57 persen tepung terigu, 36 persen air, 1.6 persen gula, 1.6 persen shortening (mentega atau margarin), 1 persen tepung susu, 1 persen garam dapur, 0.8 persen ragi roti (yeast), 0.8 persen

malt dan 0.2 persen garam mineral. Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard wheat), tipe sedang (medium wheat), dan tipe lemah (soft wheat) (Astawan, 2004).

Roti umumnya dibuat dari tepung terigu kuat. Maksudnya tepung mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar, dan mengandung 12-13 persen protein (Astawan, 2004).

Kandungan protein pada terigu tipe kuat paling tinggi dibandingkan dengan terigu tipe lainnya. Dalam pembuatan roti, penggunaan terigu tipe kuat lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu) yang sangat elastis dan kuat untuk menahan pengembangan adonan akibat terbentuknya gas karbondioksida (CO2) oleh khamir Saccharomyces cereviseae (Astawan, 2004).

(22)

5 Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin

mengembang volume adonan roti. Mengembangnya volume adonan

mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti (Astawan, 2004).

Gula, walaupun dalam jumlah sedikit, perlu ditambahkan ke dalam adonan. Sebab, gula dapat berperan sebagai sumber karbohidrat untuk mendukung pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae), yang akan menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah cukup untuk mengembangkan volume adonan secara optimal (Astawan, 2004).

Shortening (mentega atau margarin) ditambahkan ke dalam adonan untuk memudahkan pembentukan adonan, serta melunakkan tekstur dan mencegah staling roti. Penambahan tepung susu dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur dan meningkatkan kadar protein roti. Penambahan garam untuk memperbaiki cita

rasa dan juga mendukung pertumbuhan khamir Saccharomyces cereviseae dalam

menghasilkan gas karbondioksida (Astawan, 2004).

B. PROSES PRODUKSI ROTI

Proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), proses pengadonan (kneading), fermentasi, pencetakan (rounding) dan pemanggangan (roasting). Suhu optimum fermentasi adonan adalah 27oC (Astawan, 2004).

Cara untuk memperdalam aroma dari roti adalah dengan membuat adonan sponge dari beberapa tepung terigu, air, dan ragi. Sponge dapat dibuat dari 30 sampai 50% dari total tepung terigu yang digunakan dalam roti. Semakin sedikit tepung terigu, dan semakin banyak air yang digunakan, maka semakin cepat pertumbuhan raginya. Bagaimanapun juga, harus terdapat tepung yang cukup bagi ragi melakukan fermentasi (Beranbaum, 2003).

Fementasi adalah proses yang terjadi saat ragi mengalami kontak langsung dengan tepung dan air. Fermentasi adalah proses yang menyebabkan

wine keluar dari gula dan beer keluar biji gandum. Pada kasus-kasus yang ada, hal ini terjadi saat ragi mengkonsumsi gula dari produksi pati-pati, termasuk bahan lainnya yaitu gelembung dari gas karbondiksida. Dalam kasus pemanggangan roti,

(23)

6 gelembung karbondioksida inilah yang akan berperan dalam proses peragian dan memberikan tekstur yang baik terhadap roti yang dihasilkan (Beranbaum, 2003).

Ragi adalah tumbuhan sel tunggal yang hidup. Ragi mengkonsumsi gula-gula dan memproduksi karbondiksida dan etil alkohol dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Tepung terigu adalah karbohidrat. Seperti semua karbohidrat umumnya, molekul pati terbentuk dari ratusan molekul gula. Ketika ragi, air dan tepung terigu bercampur, enzim pada tepung terigu akan memecah karbohidrat menjadi gula. Ragi sebagai organisme bersel tunggal yang berukuran mikroskopis, akan mengkonsumsi gula, lalu tumbuh dan berkembang biak, dan memproduksi karbondioksida dan alkohol. Bersamaan dengan itu, karbondioksida yang telah terbentuk akan bekerja sama dengan benang-benang gluten atau protein, dibentuk oleh pengulenan bersama air dan tepung, dan kemudian menyebabkan roti mengembang. Alkohol diproduksi oleh ragi yang juga memberikan aroma pada roti. Kedua karbondioksida dan alkohol akan terevaporasi ke udara saat pemanggangan (Beranbaum, 2003).

Setelah difermentasi, adonan kemudian dibentuk, ditimbang, dan dimasukkan ke dalam loyang. Selanjutnya loyang didiamkan (proofing) pada suhu 32-38oC dengan kelembaban relatif 80-85 % selama 15-45 menit. Setelah itu,

adonan siap untuk dipanggang dengan menggunakan oven (Astawan, 2004).

Selama pengadukan adonan, fermentasi, proofing, dan pada awal proses pemanggangan, ragi roti tumbuh dengan pesat dan menghasilan sedikit etanol dan gas CO2. Etanol yang dihasilkan akan menguap selama pemanggangan, sedangkan gas CO2 ditahan oleh gluten terigu sehingga roti mengembang (Astawan, 2004).

Tujuan akhir dari pemanggangan adalah untuk mendapatkan volume yang bagus dan kerenyahan yang cantik. Volume ditentukan oleh oven spring,

dimana akan didapatkan pada 1/3 dari siklus proses pemanggangan, yaitu saat tingkat fermentasi meningkat secara cepat, hingga akhirnya suhu panas mematikan ragi. Namun bagian yang paling signifikan dari pengembangan

volume roti yaitu disebabkan oleh membesarnya gas dan kelembaban pada dough

(24)

7 Selama penyimpanan, roti mudah mengalami kerusakan akibat tumbuhnya jamur (kapang). Untuk mencegah hal tersebut, dalam pembuatan roti perlu ditambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan jamur, yaitu Sodium propionat atau Kalsium propionat dengan kadar 0.32-0.38 persen dari jumlah tepung yang digunakan (Astawan, 2004).

C. PENGUKURAN WAKTU KERJA

Pengukuran kerja (studi waktu) berkaitan dengan penentuan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu unit kerja. Pengukuran kerja dipergunakan untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan oleh pekerja yang memenuhi syarat, dengan suatu metode standar dan bekerja pada suatu tahapan kerja standar, untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Waktu yang diperlukan untuk tugas ini biasanya disebut sebagai “standar” atau “yang ditetapkan” (Nasution, 2006).

Menurut Heizer dan Render (1996), studi waktu merupakan metode untuk menghitung waktu standar dalam melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan pekerjaan tersebut. Studi waktu adalah proses sampling, sehingga selalu mengandung sampling error. Sampling error tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan dengan

menggunakan jumlah sample yang benyak tapi terlalu banyak karena akan

menghabiskan waktu.

Menurut Nasution (2006), waktu standar dapat digunakan untuk setiap tujuan sebagai berikut :

1. Penyeimbangan lintasan produksi untuk model-model baru atau

produk-produk baru.

2. Penyeimbangan aktivitas pekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan

beberapa pekerja.

3. Perencanaan estimasi biaya atas produk-produk baru atau model-model baru.

4. Pengadaan dasar untuk penentuan biaya.

5. Pengadaan daasar untuk rencana-rencana pernagsang dan upah.

6. Penetapan sasaran pengawasan dan pengadaan dasar untuk pengukuran

(25)

8 Menururt Wignjosoebroto (1995), kegunaan dari waktu baku antara lain untuk :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.

2. Perkiraan biaya upah tenaga kerja.

3. Penetapan kapasitas produksi untuk penjadwalan produksi

4. Perencanaan sistem pemberian insentif karyawan.

5. Penetapan standar keluaran output yang mampu dihasilkan seorang pekerja.

Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk di dalamnya adalah cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan waktu gerakan (Sutalaksana et. al., 1979).

Pengukuran waktu jam henti (stop watch) adalah suatu cara untuk menentukan waktu baku yang pengamatannya langsung dilakukan di tempat berlangsungnya suatu aktivitas atau berlangsungnya suatu pekerjaan dengan menggunakan alat utamanya adalah jam henti (stop watch) yaitu dengan mengamati saat mulainya pekerjaan itu hingga berakhirnya pekerjaan/aktivitas yang meliputi : waktu setting, waktu operasi dan waktu inspeksi (Suhdi, 2009).

Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk jumlah pengukuran dan lain-lain. Menurut Suhdi (2009), langkah-langkah sebelum melakukan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penetapan tujuan pengukuran.

2. Melakukan penelitian pendahuluan.

3. Memilih operator.

4. Melatih operator.

5. Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan.

(26)

9 Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Andai kata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan (Sutalaksana et. al., 1979).

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata-rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuain. Besarnya harga p tentunya sedemikuan rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa iperator bekerja di atad normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p>1). Sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka p nya sama dengan satu (p=1) (Sutalaksana et. al., 1979).

Menurut Sutalaksana et. al. (1979), cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja dan Konsistensi. Setiap kelas terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang

(27)

10 ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari.

Menurut Sutalaksana et. al. (1979), selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan penyesuaian satu hal lain yang dikerapkali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yanitu untuk kebutuhan pribadi

menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat

dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyaa dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.

Menurut Lowry et. al. (1985), Performance Factor ditentukan dengan mengkombinasikan empat atribut dari si pekerja. Atribut-atribut tersebut antara lain Skill, Effort, Condition, dan Consistency. Skill seseorang dinilai berdasarkan pengalamannya. Effort merupakan tingkat kemauan yang dimiliki seseorang.

Effort dinilai berdasarkan kecepatan dalam menggunakan skill. Condition adalah kondisi ruangan di sekitar seseorang. Penilaiannya meliputi suhu, ventilasi, tingkat kebisingan, dan pencahayaan. Consistency dinilai berdasarkan kecepatan seseorang melakukan tugasnya. Jika ia melakukannya dengan kecepatan yang selalu hampir sama, maka ia dikatakan konsisten. Allowance Factor adalah batas toleransi waktu yang diberikan perusahaan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.

Menurut Nasution (2006), Kelonggaran-kelonggaran untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi berkisar antara kira-kira 2 persen sampai dengan 5 persen untuk pekerjaan ringan. Untuk pekerjaan yang lebih keras, kelonggaran ini boleh dinaikkan sampai sebesar 50 persen.

Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk mendapatkan waktu baku. Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana et. al., 1979).

Oleh karena itu, penelitian pendahuluan perlu dilakukan untuk memperbaik kondisi kerja, memilih operator yang berkemampuan normal dan

(28)

11 dapat diajak bekerja secara wajar, melatih operator, menguraikan pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan serta menyiapkan peralatan pengukuran (Sutalaksana et. al., 1979).

Menurut Barnes (1980), penentuan waktu standar dilakukan dengan melakukan pengukuran yang dapat dipercaya mengenai fakta di lapangan. Pengukuran waktu kerja dilakukan pada tiap elemen kerja dengan cara menentukan rata-rata waktu tiap elemen atau waktu yang sering mucul dalam elemen kerja. Bila terdapat waktu abnormal yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, waktu tersebut tidak digunakan.

Pemilihan operator didasarkan pada orang yang memiliki kemampuan bekerja rata-rata terlatih baik, telah berpengalaman dengan cara kerja yang ada, cara kerjanya sistematis dan konsisten (Niebel, 1982). Waktu standar juga dipengaruhi oleh operator secara subyektif dan obyektif dengan memperhitungkan faktor penyesuaian dan kelonggaran.

D. TATA LETAK PABRIK

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), tata letak (layout)

merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang turut menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak yang tepat menunjukkan ciri-ciri adanya penyesuaian tata letak fasilitas operasional itu dengan jenis produk atau jasa yang dihasilkan, dan proses konversinya. Menurut Apple (1990), tata letak adalah suatu susunan fasilitas fisik seperti perlengkapan, tanah, bangunan untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara ekonomis dan aman.

Perencanaan tata ruang (layout planning) adalah salah satu aspek penting yang diperlukan dalam perancangan sistem produksi. Perencanaan tata ruang dilakukan pada awal ketika suatu sistem produksi akan dibangun maupun pada saat pengembangan produksi. Perencanaan tata ruang yang dilakukan pada awal produksi bertujuan untuk menghasilkan tata ruang yang baik karena tata ruang mempengaruhi aspek lain. Sedangkan perencanaan yang dilakukan ketika sistem produksi yang telah ada sebelumnya bertujuan untuk menghasilkan tata fasilitas

(29)

12 yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Perencanaan tata ruang yang buruk dapat mempengaruhi produktivitas, misalnya tingkat produksi menjadi rendah karena penataan tata ruang yang tidak tepat (Perwitasari, 2008).

Tujuan perancangan tata letak pabrik pada dasarnya adalah meminimumkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin dan biaya penyimpanan produk setengah jadi (Sritomo, 1992).

Tata letak yang efektif menurut Render dan Jay (2001) yaitu dapat membantu perusahaan dalam hal mencapai : (1) pemanfaatan yang lebih efektif atas ruangan, peralatan, dan manusia; (2) arus informasi, bahan baku, dan manusia yang lebih baik; (3) lebih memudahkan konsumen; (4) peningkatan moral karyawan dan kondisi kerja yang lebih aman.

Menurut Machfud dan Agung (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan tata letak pabrik:

1. Bahan mentah yang menyangkut hasil desain, spesifikasi produk, sifat-sifat fisik, kimia, mutu bahan, variasi/jenis bahannya

2. Faktor mesin/peralatan seperti mesin produksi, perlengkapan dari mesin tersebut, alat-alat pengujian dan peralatan perawatan mesin.

3. Faktor tenaga kerja seperti pekerja langsung, tak langsung, pembantu, staf administrasinya

4. Faktor gerak yaitu faktor gerakan atau perpindahan barang maupun bahan pada waktu produksi adalah sebagai hal yang mungkin dihindari

5. Faktor menunggu 6. Faktor pelayanan 7. Faktor bangunan

8. Perubahan perluasan pabrik dan penambahan mesin-mesin produksi

Tata letak fasilitas dibedakan dalam empat tipe, yaitu (1) tipe lokasi material yang tetap, (2) tipe produk, (3) tipe kelompok produk, dan (4) tipe proses. Berdasarkan tipe operasinya dibedakan menjadi operasi yang bersifat terputus (intermittent) dan operasi kontinyu (Machfud dan Agung, 1990).

(30)

13 Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), dalam tata letak posisi tetap, produk yang dikerjakan tetap berada di posisinya di suatu tempat pengerjaan yang dipilih/ditentukan. Alat-alat dan perlengkapan, bahan serta para pekerja, baik tenaga terampil maupun tenaga ahli dibawa ke tempat pengerjaan produk. Jenis tata letak ini umumnya diterapkan di bidang pertanian (lahan tetap pada posisinya), bidang maintenance (perawatan/perbaikan pesawat terbang, dok kapal laut, dan lokomotif kereta api), bidang konstruksi (pembangunan gedung, perumahan, jembatan dan bangunan sipil lainnya).

Product layout adalah penetaan dari mesin, fasilitas, dan peralatan produksi menurut urutan pengerjaan untuk menyelesaikan pembuatan suatu produk atau jasa yang akan diserahkan. Unit-unit yang diproduksi akan memiliki

urutan proses pengerjaan yang sama (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Process

layout adalah penataan letak fasilitas dan mesin atau peralatan produksi yang dikelompokkan menurut kesamaan fungsinya.

Secara garis besar terdapat dua golongan tipe operasi yang bersifat terputus (intermittent) yang mempunyai ciri-ciri antara lain : volume produksi yang rendah, penggunaan peralatan yang multifungsi (multiple purpose), operasi produksi yang membutuhkan keahlian tenaga kerja, aliran produk yang sering terputus, sering terjadi perubahan jadwal,jnis produksi yang operasi bersifat kontinyu yang mempunyai cirri-ciri antara lain : volume produksi yang tinggi, menggunakan peralatan dengan kegunaan khusus (single purpose), operasi produksi membutuhkan investasi yang tinggi, aliran produk yang tidak terinterupsi, jarang terjadi perubahan jadwal, variasi jenis produk kecil dan produk yang dihasilkan bersifat standar (Machfud dan Agung, 1990).

E. PETA PROSES OPERASI

Menurut Sutalaksana et. al. (1979), peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku dalam urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Adapun kegunaan peta proses operasi adalah sebagai berikut :

(31)

14 2. Memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan

efisiensi di tiap operasi/pemeriksaan) 3. Alat untuk menentukan tata letak pabrik

4. Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai 5. Alat untuk latihan kerja.

Lambang-lambang yang digunakan Bagan Operasi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Lambang-Lambang Peta Proses Operasi

No Notasi Arti Keterangan

1 Operasi Pekerjaan yang meliputi pengolahan bahan atau

yang merupakan pekerjaan utama.

2 Pemindahan

Pemindahan atau pergerakan bahan atau bagian daripadanya antar berbagai pusat kerja selama kegiatan pengolahan.

3 Penahanan

Kurun waktu tertentu pada saat mana bahan-bahan yang diolah harus menunggu; atau pada saat pekerja tidak sedang melakukan kegiatan pengolahan apapun.

4 Pemeriksaan

Kegiatan untuk memastikan apakah bahan-bahan sedah dikerjakan atau kegiatan utama sudah dilaksanakan sesuai dengan yang diirencanakan.

5 Penundaan

Penahanan atau penyimpanan bahan-bahan untuk sementara sebelum kegiatan pengolahan dimulai atau selesai dimulai

Sumber : Pardede, 2005

F. DIAGRAM KETERKAITAN RUANGAN

Menurut Heizer dan Render (1993), peta keterkaitan kegiatan atau disebut juga relationship chart, merupakan suatu cara untuk menunjukkan aliran departemen. Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari-ke, tapi tidak seperti peta dari-ke yang berisis data perpindahan material, peta ini berisikan tanda kualitatif yang menggambarkan hubungan antar departemen.

(32)

15 Analisis terhadap peta ini memperlihatkan departemen-departemen yang harus berdekatan dan departemen-departemen yang tidak boleh berdekatan. Untuk membantu menentukan kegiatan yang haru diletakkan pada suatu tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi (Heizer dan Render, 1993).

Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan, yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990).

Tanda yang menyatakan derajat kedekatan antara aktivitas adalah sebagai berikut :

Simbol A Berarti mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut saling berdampingan satu dengan lainnya.

Simbol E Berarti sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut saling berdekatan

Simbol I Berarti penting kegiatan-kegiatan tersebut saling berdekatan

Simbol O Berarti kegiatan biasa atau umum, dimana saja tidak ada masalah

Simbol U Berarti tidak perlu adanya keterkaitan geografis apapun

Simbol X Berarti tidak boleh ada kedekatan antara departemen-departemen yang bersangkutan.

G. METODE KESEIMBANGAN LINI (LINE BALANCING)

Menurut Boysen (2006) di dalam Perwitasari (2008), penentuan lintasan perakitan adalah salah satu dari aspek-aspek yang dirancang dalam perancangan tata ruang. Suatu lintasan perakitan terdiri dari beberapa stasiun kerja, dan setiap stasiun kerja terdiri dari minimal satu task. Keseimbangan lini merupakan suatu pernasalahan yang harus dihadapi dalam pembangunan suatu lintasan perakitan. Tujuan keseimbangan lini (line balancing) pada kasus ini adalah untuk

(33)

16

menentukan jumlah stasiun kerja yang seminimal mungkin dengan

memperhatikan urutan antar-task dan waktu siklus sehingga batasan

keterhubungan terpenuhi dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus. Semakin sedikit jumlah stasiun kerja kebutuhan ruang akan semakin sedikit.

Metode ini dipergunakan untuk merencanakan sistem produksi yang berorientasi pada produk (proses kontinyu), yaitu suatu tipe tata letak produksi dimana mesin-mesin dan fasilitas disusun menurut urutan proses pengolahan produk, mulai dari bahan mentah menjadi produk jadi. Analisis metode ini

dimaksudkan untuk meminimumkan waktu tunda keseimbangan (balance delay),

dengan jalan mengelompokkan elemen-elemen kerja dilakukan tnapa menggangu urutan proses produksi (Machfud dan Agung, 1990).

Menurut Nasution (2006), tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sampai dengan saat ini belum ada metode yang benar-benar menghasilkan solusi optimum, kecuali dengan menggunakan simulasi komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan selama ini terbatas hanya pada metode heuristic, yang akan menghasilkan solusi optimal, tetapi tidak menjamin tercapainya solusi optimal.

Menurut Machfud (1999), teknik penganalisaan aliran bahan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Konvensional. Teknik ini relatif mudah dalam penggunaannya karena

menggunakan pendekatan grafis. Untuk berbagai tujuan, teknik ini merupakan alat yang cukup baik dan mudah.

2. Kuantitatif. Teknik ini menggunakan matematika dan metode statistika yang cukup canggih, yang biasanya digolongkan dalam teknik-teknik penelitian

operasional. Perhitungan-perhitungan yang digunakan biasanya

memanfaatkan operator.

Ada berbagai metode pendekatan kuantitatif yang bisa digunakan untuk menganalisis aliran bahan yaitu teknik pemrograman lanjar, masalah penugasan, masalah pemrograman transportasi, masalah pemrograman pemindahan, masalah penjual keliling, teknik pemrograman bilangan cacah, teknik pemrograman

(34)

17 dinamis, teknik kurva permukaan, teknik teori antrian, analisis sabuk penghanttar dan simulasi (Apple, 1990).

H. TEORI ANTRIAN

Menurut Siagian (1987), teori antrian adalah teori yang mengkaji secara sistematis fenomena garis tunggu. Formasi garis tunggu merupakan fenomena yang terjadi apabila kebutuhan akan suatu pelayanan melebihi kapasitas yang tersedia untuk menyelenggarakan pelayanan itu.

Menurut Machfud (1999), teori antrian merujuk kepada penyelidikan suatu kelompok masalah secara fisik dan matematis. Hal ini dicirikan oleh :

1. Adanya suatu pemasukan suatu objek ke dalam suatu sistem.

2. Objek bergerak melalui suatu sistem adalah bersifat diskrit.

3. Objek yang masuk ke dalam sistem untuk mendapatkan pelayanan (proses) diurut menurut aturan tertentu.

4. Terdapat suatu mekanisme tertentu yang mennetukan waktu pelayanan

(proses).

5. Terdapat paling sedikit satu dari dua mekanisme, kedatangan atau pelayanan,

yang tidak dapat ditentukan secara pasti, akan tetapi dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem yang bersifat probabilistik.

Sebagian besar aplikasi teori antrian berkenaan dengan suatu nilai ekspektasi atau nilai rata-rata pada suatu periode tertentu. Hal ini terjadi karena sifat random dari waktu atau kecepatan kedatangan atau pemasuka bahan atau kecepatan pelayanan atau proses yang berlangsung. Walaupun bersifat random, sehingga tidak dapat diduga secara tepat, nilai-nilai tersebut masih dapat diduga dari nilai rata-rata, keragaman dan peluangnya.

Sistem antrian merupakan sesuatu dimana kita mengobservasi periode kemacetan secara terus menerus, misalnya lintasan tunggu, kemacetan suatu fasilitas pelayanan karena keterbatasan kapasitas dan kerandoman dari kedatangan unit-unit dan waktu yang dibutuhkan untuk melayaninya. Permasalahn antrian merupakan masalah di mana kita mencoba menentukan kapasitas optimum bagi suatu fase produksi (barang/jasa). Hal ini diukur oleh jumlah pelayan (server)

(35)

18 paralel, atau tingkatan output rata-rata, sehingga kombinasi biaya dan tingkat pelayanan dari unit-unit yang menunggu menjadi minimum (Nasution, 2006).

Sebuah sistem antrian terdiri atas kedatangan pelanggan (customers) pada waktu acak pada sejumlah fasilitas dimana mereka menerima sejumlah pelayanan dan kemudian meninggalkan fasilitas tersebut. Menurut Taylor dan Karlin (1998), sistem antrian dikelompokkan berdasarkan :

1. Proses input yaitu distribusi peluang pola kedatangan pelanggan pada suatu waktu.

2. Distribusi pelayanan, distribusi peluang waktu yang acak untuk pelayanan sebuah pelanggan (atau sekelompok pelanggan pada kasus pelayanan sistem batch).

3. Disiplin antrian, jumlah pelayan dan urutan pelayanan pelanggan. Disiplin antrian yang paling sering digunakan adalah first come first served dimana pelanggan dilayani sesuai dengan urutan kedatangan.

Menurut Buffa dan Dyer (1978), terdapat empat struktur dasar dari sistem antrian yang melukiskan kondisi umum dari pelayan, yaitu (1) jalur tunggal dengan satu pelayan, (2) jalur tunggal dengan pelayan ganda, (3) jalur ganda dengan pelayan tunggal dan (4) jalur ganda dengan pelayan ganda. Gambar model antrian dapat dilihat pada Gambar 1 sampai Gambar 4 berikut:

Gambar 1. Model Antrian Jalur Tunggal Fasilitas Pelayanan Tunggal

(36)

19

Gambar 3. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Tunggal

Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Ganda

Menurut Agung (1990), proses yang terjadi pada model antrian dapat digambarkan pada Gambar 5 berikut :

Gambar 5. Model Antrian

Beberapa elemen pokok dalam sistem antrian antara lain : 1. Sumber masukan (input)

Sumber masukan dari sistem antrian dapat terdiri atas suatu populasi orang, barang, komponen atau kertas kerja yang dating pada saat dilayani. Bila populasi relatif besar sering dianggap bahwa hal itu merupakan besaran-besaran yang tek terbatas. Anggapan ini adalah hamper umum karena merupakan besaran yang tak terbatas. Anggapan ini adalah hamper umum karena perumusan sumber masukan yang tak terbatas lebih sederhana daripada sumber yang terbatas. Suatu populasi dinyatakan “besar” bila populasi tersebut lebih besar disbanding dengan kapasitas sistem pelayanan.

Unit-unit yang membutuhkan pelayanan

(37)

20 2. Pola kedatangan

Cara dengan nama individu-individu dari populasi memasuki sistem disebut pola kedatangan (arrival pattern). Individu-individu mungkin dating dengan tingkat kedatanagn (arrival rate) yang konstan ataupun acak/random

(yaitu berapa banyak individu-individu per periode waktu) 3. Disiplin antrian

Disiplin antrian menunjukkan pedoman keputusan yang digunakan untuk menseleksi individu-individu yang memasuki antrian untuk dilayani terlebih dahulu (prioritas). Disiplin antrian yang paling umum adalah pedoman first come first served (FCFS), yang pertama kali datang pertama kali dilayani. Beberapa disiplin antrian lainnya ialah pedoman-pedoman

shortest operating service time (LOT), dan service in random order (SIRO).

4. Kepanjangan antrian

Banyak sistem antrian dapat menampung jumlah individu-individu yang relative besar, tetapi ada beberapa sistem yang memepunyai kapsitas yang terbatas. Bila kapasitas antrian menjadi faktor pembatas besarnya jumlah individu yang dapat dilayani dalam sistem secara nyata, berarti sistem mempunyai kepanjangan antrian yang terbatas (finite), dan model antrian terbatas harus digunakan untuk menganalisis sistem tersebut. Secara umum model antrian terbatas lebih kompleks daripada sistem antrian tak terbatas (infinite).

5. Tingkat pelayanan

Waktu yang digunakan untuk melayani individu-individu dalam suatu sistem disebut waktu pelayanan (service time). Waktu ini mungkin konstan, tetapi juga sering acak (random). Perbedaan distribusi-distribusi waktu pelayanan dapat diliputi oleh model-model antrian dengan lebih mudah dibanding perbedaan distribusi waktu kedatangannya.

6. Keluar (exit)

Sesudah selesai dilayani, maka produk akan keluar dari sistem dan bergabung pada satu diantara kategori populasi. Jika bergabung dengan populasi asal dan mempunyai probabilitas yang sama untuk memasuki sistem

(38)

21 kembali, namun bila bergabung dengan populasi lain yang mempunyai probabilitas lebih kecil dalam hal kebutuhan pelayanan tersebut kembali.

Teori antrian banyak digunakan pada kasus analisis aliran untuk fasilitas yang menggunakan konveyor sebagai sarana penanganan bahan. Hal ini dapat diterapkan pada masalah keseimbangan lini produksi, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya hambatan proses produksi sebagai akibat menumpuknya bahan yang diproses pada salah satu tahapan proses produksi.

I. DISTRIBUSI PELUANG

Hampir semua sistem dunia nyata mengandung satu atau lebih sumber keacakan, Secara umum, penting untuk menggambarkan tipe sumber keacakan sistem dengan sebuah distribuais peluang (tidak hanya nilai mean) dalam model simulasi. Kegagalan untuk memilih distribusii yang tepat dapat menimbulkan efek pada keakuratan hasil model.

Sistem antrian umumnya ditentukan oleh dua buah kelengkapan statistik, yaitu distribusi peluang antar kedatangan dan distribusi peluang waktu pelayanan. Dalam sistem antrian nyata, waktu antar kedatangan dan waktu pelayanan mengikuti berbagai macam bentuk distribusi. Bentuk distribusi yang mendasari model-model antrian adalah sebaran poisson dan eksponensial.

1. Distribusi Poisson

Menurut Harinaldi (2005), dalam eksperimen poisson, probabilitas memperoleh dengan tepat peristiwa X sebanyak x kejadian untuk setiap satu satuan unit (waktu atau ruang) yang ditentukan membentuk sebuah distribusi yang fungsi probabilitasnya adalah :

( ; ) =

! , x = 0, 1, 2, ...

di mana, λ adalah laju kejadian (rata-rata banyaknya kejadian dalam satu satuan unit tertentu) dan e adalah konstanta dasar (basis) logaritma natural = 2,71828....

2. Distribusi Eksponensial

Menurut Harinaldi (2005), distribusi eksponensial merupakan kasus khusus dari distribusi gamma dengan faktor bentuk α = 1 dan faktor skala β =

(39)

22

1/λ. Distribusi ini banyak digunakan sebagai model di bidang teknik dan

sains. Jika variabel acak kontinu X memiliki distribusi eksponensial dengan

parameter λ di mana λ > 0, maka fungsi kepadatan probabilitas dari X adalah: ( ; ) = ≥0

0

Fungsi di atas mudah untuk diintegralkan, sehingga diperoleh fungsi distribusi kumulatif eksponensial sebagai :

( ; ) = ( ≤ ) = = 1−

3. Distribusi Normal

Sebuah variabel acak kontinu dikatakan memiliki distribusi normal dengan parameter dan , di mana -∞ < < ∞ dan > 0 jika fungsi kepadatan probabilitas dari X adalah :

( ; , ) = 1 √2 .

( )

( )

di mana, adalah mean, dan adalah deviasi standard.

Distribusi normal dapat dibedakan dari distribusi normal lainnya atas dasar perbedaan nilai rata-rata dan simpangan bakunya atau kedua-duanya.

Menurut Law dan Kelton (2000), tahapan dalam menentukan jenis distribusi dari data yang ada adalah :

1. Membuat hipotesis pendugaan awal.

2. Menduga parameter-parameter di dalam data.

3. Menentukan tingkat kesesuaian distribusi data dengan distribusi teoritis. Menurut Law dan Kelton (2000), prosedur untuk menentukan kualitas distribusi yang sudah dicocokkan (fitted distributions) ada dua, yaitu :

1. Prosedur heuristik atau grafis

Ada sejumlah prosedur heuristik atau grafis yang dapat digunakan untuk membandingkan distribusi yang telah dicocokkan (fitted distributions) dengan distribusi sesungguhnya, diantaranya adalah density / histogram overplots dan perbandingan frekuensi, distribusi fungsi perbedaan plots dan plot ppeluang (Probability Plots). Sebuah plot peluang dapat digambarkan sebagai grafik perbandingan sebuah estimasi distribusi data sesungguhnya X1,

Gambar

Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda Fasilitas Pelayanan Ganda
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Keseluruhan
Diagram  alir  dan  peta  proses  operasi  proses  produksi  roti  tawar  pada  PT  Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 8. Peta Proses Operasi Produksi Roti Tawar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi jika dilihat dari hasil perhitungan waktu baku tiap elemen kerja yang ada pada tabel 11 diatas tampak jelas bahwa waktu baku untuk elemen kerja pada proses