• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerimaan Teknis, Benefit Cost Ratio dan Preferensi Konsumen Terhadap Beberapa Kombinasi Tepung Terigu Dengan MOCAF Pada Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Pada PD Galuh Sari,Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penerimaan Teknis, Benefit Cost Ratio dan Preferensi Konsumen Terhadap Beberapa Kombinasi Tepung Terigu Dengan MOCAF Pada Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Pada PD Galuh Sari,Bogor)."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI TEPUNG TERIGU DENGAN MOCAF PADA

PRODUKSI ROTI TAWAR

(Studi Kasus Pada PD Galuh Sari, Bogor)

Oleh

FIRSTY DILLIANA R

H24097048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KOMBINASI TEPUNG TERIGU DENGAN MOCAF PADA

PRODUKSI ROTI TAWAR

(Studi Kasus Pada PD Galuh Sari, Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Firsty Dilliana Romadhanty

H24097048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

FIRSTY DILLIANA R. H24097048. Analisis Penerimaan Teknis, Benefit Cost Ratio dan Preferensi Konsumen Terhadap Beberapa Kombinasi Tepung Terigu Dengan MOCAF Pada Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Pada PD Galuh

Sari,Bogor). Dibawah bimbingan BUDI PURWANTO.

Di Indonesia penggunaan terigu dalam industri roti cukuplah besar, sedangkan terigu sendiri keberadannya masih impor. Peningkatan kebutuhan akan terigu ini dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, selain itu juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam akibat tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian, membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Untuk itu perlu dicari bahan lain hasil produksi dalam negeri yang dapat dikombinasikan dengan terigu.

MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah produk turunan dari ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi, sehingga hasilnya berbeda dengan tepung gaplek ataupun tepung ubi kayu. Keberadaan tepung MOCAF sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional dan dapat mengurangi ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor. Penerimaan produsen terhadap penggunaan MOCAF dapat dianalisis secara teknis dan finansial, sedangkan penerimaan konsumen dapat dianalisis melalui preferensi konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu, (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada roti tawar yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF, (3) menganalisis apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti tawar dan (4) menganalisis respon konsumen terhadap roti tawar yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan tepung MOCAF hingga 30 persen tidak mengalami kesulitan. Dari aspek biaya, penggunaan kombinasi tepung MOCAF untuk membuat roti tawar yang dilakukan pada PD. Galuh Sari belum dapat digunakan karena dapat menaikkan biaya produksi. Semakin tinggi presentase kandungan MOCAF, semakin tinggi pula biaya produksi. Responden tidak dapat membedakan roti bakar dengan kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan dan kekenyalan ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 30 persen.

(4)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Mei 1988. Penulis

merupakan anak pertama dari enam bersaudara, anak dari pasangan Bapak Rudi K

dan Ibu Elly Haryati.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di SDN

Merdeka 5 Bandung. Selanjutnya menyelesaikan pendidikan sekolah menengah

pertama pada tahun 2003 di SLTPN 6 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan

di Sekolah Menengah Atas pada tahun 2006 di SMAN 2 Bogor. Pada tahun yang

sama penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) Program

Diploma 3 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar

sebagai mahasiswa Program Keahlian Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Manufaktur/Jasa. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma 3

dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Program Sarjana

Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama mengikuti pendidikan, penulis cukup aktif dalam berorganisasi.

Saat duduk dibangku kuliah Diploma 3 penulis menjadi pengurus dalam acara

Tour de Java PPMJ Field Trip sebagai Seksi Konsumsi pada tahun 2008 dan penulis juga pernah mengikuti turnamen basket putri antar Program Keahlian

Diploma pada tahun 2008. Selama perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis

Manajemen IPB penulis juga ikut sebagai anggota Executive of Management (EXOM) sebagai pengurus dalam Departemen Sosial dan Seni pada tahun 2010.

Penulis juga pernah mengikuti turnamen basket putri antar Departemen dan juga

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul Analisis Penerimaan Teknis, Finansial dan Preferensi Konsumen

terhadap Substitusi Sebagian Bahan Baku Roti Tawar dengan Menggunakan

MOCAF (Studi Kasus pada PD. Galuh Sari, Bogor) sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang peluang pemanfaatan bahan pangan lokal

untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu yang

merupakan bahan pangan impor. Bahan ini dapat digunakan sebagai campuran

untuk selanjutnya akan dianalisis respon atau penerimaan produsen dan konsumen

roti tawar.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2011

(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Ir. Budi Purwanto, ME. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan dukungan agar dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi dengan baik.

2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc. selaku Ketua Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta selaku DosenPembimbing Akademik.

3. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM

IPB.

4. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan, dan

motivasi untuk dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.

5. Keluarga tercinta (Teh Erny, Om Imam, Om Edi, Om Aceng, Teh Lita), Adik –

adikku tersayang (Jerry, Dylan, Fachry, Wildan, Bungsu) serta Papah Aki dan

Mamih tercinta yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, dan

kebahagiaan dalam kehidupan penulis.

6. Sahabat-sahabat tercinta (Nila, Dewi, Irma, Elin, Febry, Eka, Nola, Annisa,

Tuti, Ayu, Mirna, Sunengsih, Gita) dan seluruh teman-teman Alih Jenis

Manajemen angkatan 7.

7. Teman-teman satu bimbingan (Miftahul Jannah, Ni’mah Wati, Faaizah, Ka Sari dan Mas Rengga) yang selalu memberikan semangat untuk terus berjuang

bersama.

8. Bapak Amir dan Ibu Maemunah sebagai pemilik PD. Galuh Sari dan seluruh

pekerja pabrik yang telah bersedia membantu kelancaran proses penelitian.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah

membantu penulis selama menyelesaikan studi dan skripsi.

(7)

vi

2.4. Modified Cassava Flour (MOCAF) ... 10

2.5. Penerimaan Teknis ... 11 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 23

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.5. Pengumpulan Data ... 24

3.5.1 Aspek Teknis ... 24

3.5.2 Aspek Finansial ... 25

3.5.3 Preferensi Konsumen ... 25

3.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

3.6.1 Penerimaan Teknis ... 26

3.6.2 Penerimaan Finansial ... 26

(8)

vii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 29

4.2. Tujuan Perusahaan ... 29

4.3. Kegiatan Perusahaan ... 29

4.3.1 Kegiatan Produksi ... 29

4.3.2 Kegiatan Pemasaran ... 32

4.4. Karakteristik Responden ... 32

4.4.1 Produsen ... 32

4.4.2 Konsumen Akhir ... 32

4.5. Analisis Teknis dan Finansial ... 34

4.5.1 Penerimaan Teknis ... 34

4.5.2 Analisis Benefit Cost Ratio ... 36

4.6. Preferensi Konsumen ... 39

4.7. Implikasi Manajerial ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 43

2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Grafik Pasar Terigu Atas Dasar Produk Akhir ... 2

2. Kondisi Produk MOCAF antara Juni – Oktober 2008 ... 3

3. Jalur Distribusi yang Dilakukan Oleh Produsen Tepung Terigu Nasional .. 10

4. Diagram Kerangka Pemikiran ... 22

5. Alur Pengambilan Sampel... 24

6. Alur Proses Produksi ... 31

(10)

ix

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Kapasitas Produksi Sepuluh Produsen Terbesar Di Dunia ... 9

2. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Singkong ... 11

3. Perbedaan Sifat Organoleptik MOCAF dengan Tepung Singkong ... 11

4. Tingkat Perbandingan Roti….. ... 25

5. Perbandingan Atribut Roti Bakar ... 26

6. Sebaran Responden Roti Bakar ... 33

7. Waktu dan Tingkat Kesulitan pada Proses Produksi Roti Tawar ... 35

8. Hasil Perhitungan Benefit Cost Ratio Roti Tawar ... 36

9. Analisis Benefit Cost Ratio Pengguna Terigu Segitiga Biru... 38

10. Analisis Benefit Cost Ratio Pengguna Terigu Kunci Biru ... 38

11. Test Statistic terhadap Roti Bakar ... 40

12. Hasil Uji Lanjut terhadap Kelembutan Roti Bakar ... 40

13. Hasil Uji Lanjut terhadap Kekenyalan Roti Bakar ... 41

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuesioner Penelitian Untuk Produsen ... 47

2. Kuesioner Preferensi Konsumen Terhadap Roti Bakar ... 48

3. Perbandingan Tingkat Kesulitan pada Masing-masing Kombinasi MOCAF ... 51

4. Biaya-biaya Yang Digunakan dalam proses Produksi pada Masing-masing Tingkat Kombinasi MOCAF ... 52

5. Uji Realibility dan Validitas ... 53

6. Descriptive Statistics pada Roti Tawar ... 54

7. Uji Kruskal Wallis pada Roti Tawar ... 55

8. Hasil Uji Lanjut ... 56

9. Rincian Biaya pada Roti Tawar ... 57

10. Perhitungan Harga Pokok produksi ... 61

11. Gambar Roti Tawar ... 62

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pangan merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan

air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukan bagi

konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman, sehingga komoditas pangan

harus mengandung zat gizi yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

Undang-undang nomor 7 tentang pangan dirumuskan sebagai usaha mewujudkan

ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu

dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap

individu.

Ketahanan pangan terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses

fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi sesuai

dengan kebutuhannya. Salah satu contoh untuk mencapai ketahanan pangan pada

seluruh rumah tangga yaitu dengan melakukan revitalisasi penganekaragaman

pangan. Sehubungan dengan hal tersebut maka pada tahun 2000 dikembangkan

budidaya gandum (Welirang dalam Hariyadi, 2003).

Tepung terigu adalah tepung yang berasal dari bulir gandum dan

digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue, mi, dan roti. Di Indonesia

penggunaan terigu dalam industri roti yang cukup besar, sedangkan terigu sendiri

keberadannya masih impor. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan volume

impor tepung terigu selama Januari 2010 sebesar 60.029 ton, naik sebesar 275,9%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 15.968 ton. Peningkatan

kebutuhan akan terigu ini dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, selain

itu juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama pasca

krisis ekonomi 1998.

Menurut APTINDO, pengguna tepung terigu nasional terdiri dari 3 (tiga)

kategori besar yaitu kategori industri besar&moderen, kategori industri

kecil&menengah (UKM) dan rumah tangga (household). Jenis produk akhir yang

menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku adalah mie basah yang

(13)

20 %, mie instant sebesar 20%, biskuit dan makanan ringan 10%, rumah tangga

10% dan mie kering 5%. Untuk lebih memahami pasar terigu atas dasar produk

akhir dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Sumber : APTINDO, 2007.

Gambar 1. Grafik Pasar Terigu Atas Dasar Produk Akhir

Sementara itu permintaan yang semakin meningkat ini ternyata tidak

diimbangi oleh ketersediaan bahan baku yang memadai. Jenis tepung terigu yang

selama ini beredar di pasaran sebagian besar adalah berbahan baku gandum.

Padahal, gandum adalah jenis tanaman sub-tropik, yang tidak terlalu sesuai

dengan iklim dan kondisi geografis di Indonesia. Meskipun sudah seringkali

diupayakan, namun sampai sekarang belum ada upaya budidaya gandum yang

bisa berkembang secara ekonomis.

Hal ini membuat ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan

baku impor sangat besar. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor

meningkat tajam akibat tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan

biji-bijian, membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Untuk

mengurangi biaya produksi yang meningkat akibat kenaikkan harga terigu, maka

perlu dicari bahan lain hasil produksi dalam negeri yang dapat dikombinasikan

dengan terigu.1 Upaya pencarian bahan baku lokal untuk melakukan substitusi

1

(14)

tepung terigu dengan bahan baku lokal semakin mendekati kenyataan dengan

ditemukannya cara modifikasi tepung ubi kayu menjadi MOCAF (Modified

tepung singkong termodifikasi).1

MOCAF adalah produk turunan dari ubi kayu yang menggunakan prinsip

modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi, sehingga hasilnya berbeda dengan

tepung gaplek ataupun tepung ubi kayu. MOCAF dapat digunakan sebagai bahan

baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, roti, kue, hingga makanan semi

basah. Karena itu, keberadaan tepung MOCAF sebagai alternatif dari tepung

terigu, akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan

karakteristik yang hampir sama dengan terigu, namun dengan harga yang jauh

lebih murah membuat tepung MOCAF menjadi pilihan yang sangat menarik.

Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang bisa digantikan oleh tepung

MOCAF, juga membuat transisi pengguna kepada tepung MOCAF tidak sulit

untuk dilakukan.1

Perkembangan MOCAF di Indonesia khususnya di Trenggalek telah

mengalami peningkatan. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah produksi MOCAF

antara Juni – Oktober 2008 yang telah mencapai 100 ton per bulan. Berikut ini

kondisi produksi MOCAF antara Juni-Oktober 2008.

Sumber : MOCAF Indonesia, 2009.

Gambar 2. Kondisi Produksi MOCAF antara Juni-Oktober 2008

(15)

Namun kendala yang masih muncul di lapangan adalah tingkat substitusi

terhadap tepung terigu yang masih rendah. Karena faktor sifat fisikokimia yang

masih menjadi ganjalan dalam melakukan substitusi seperti aroma asli bahan baku

yang masih muncul, daya kembang yang masih rendah, warna tepung yang

berbeda dan lain sebagainya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit

perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk yang

bermutu optimal.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu?

2. Apakah terdapat perbedaan pada proses produksi roti tawar yang

menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang menggunakan

bahan baku kombinasi MOCAF?

3. Apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti tawar?

4. Bagaimana respon konsumen terhadap roti tawar yang bahan bakunya

menggunakan kombinasi MOCAF?

1.3Tujuan Penelitian

1. Menganalisis apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu.

2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada roti tawar

yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang

menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF.

3. Menganalisis apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti

tawar.

4. Menganalisis respon konsumen terhadap roti tawar yang menggunakan

bahan baku kombinasi MOCAF.

1.4Manfaat Penelitian

1. Membantu memperkenalkan tepung MOCAF kepada para UKM roti yang

ada di Bogor.

2. Melanjutkan pembuktian penelitian terdahulu tentang peluang

(16)

1.5Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis penerimaan teknis yang dilakukan

pada kombinasi MOCAF dengan tepung terigu, analisis penerimaan dari segi

finansial menggunakan Benefit Cost Ratio dan analisis preferensi konsumen yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan alat kuesioner. Pada

penelitian ini dilakukan percobaan penggunaan kombinasi MOCAF sebesar 10

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga Negara

untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup jumlahnya, bermutu

baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen pangan adalah karbohidrat

yang merupakan sumber utama energi bagi tubuh. Kelompok tanaman yang

menghasilkan karbohidrat disebut tanaman pangan. Di Indonesia tanaman pangan

yang digunakan oleh masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis, yaitu padi,

jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Selain sebagai sumber karbohidrat, ada tanaman

pangan yang merupakan sumber protein. Jenis tanaman penghasil protein yang

masuk ke dalam tanaman pangan, antara lain kacang tanah, kedelai, dan kacang

hijau. Karena alasannya banyak dikenal dan digunakan sebagai bahan pangan,

tanaman tersebut disebut sebagai kelompok tanaman pangan utama. Jadi, istilah

tanaman pangan utama muncul lebih karena alasan kultur daripada fungsinya

(Purwono dan Purnawati, 2008).

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah

segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan

bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau

pembuatan makanan atau minuman. Pangan dibedakan atas pangan segar dan

pangan olahan:

a. Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belu mengalami pengolahan, yang dapat

dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya

beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.

b. Pangan Olahan Tertentu

Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan

bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas

(18)

c. Pangan Siap Saji

Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa

langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar

pesanan.

2.2 Diversifikasi Makanan

Sampai saat ini ketergantungan pangan padi masih sangat besar. Dari total

kalori yang dikonsumsi oleh masyarakat Imdonesia, hampir 60 persen dicukupi

oleh beras (Purwono dan Purwati, 2008). Kondisi ini sangat tidak menguntungkan

bagi pola ketahanan nasional, karena penurunan produksi padi akibat gagal panen

atau sebab lain yang berpengaruh sangat besar terhadap kecukupan pangan

nasional oleh karena itu diversifikasi pangan harus dilakukan jika ketahan pangan

nasional ini ingin dijaga.

Diversifikasi pangan dapat mendukung stabilitas ketahan pangan sehingga

dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan. Oleh

karena itu akselerasi diversivikasi pangan sebagaimana diamanatkan dalam

Perpres No. 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan.

Menurut Herdinsyah (2004) pengertian diversifikasi pangan adalah salah

satu upaya untuk mengatasi masalah ketergantungan pada beras. Diversifikasi

pangan sudah lama dilakukan, namun sampai saat ini belum menunjukkan hasil

yang memuaskan. Diversifikasi pangan hendaknya tidak hanya meningkatkan

produksi berbagai macam bahan pangan saja, namun terpenting adalah merubah

struktur bahan pangan yang dikonsumsi. Dengan demikian penganekaragaman

pangan bukan saja dimaksud untuk mengurangi ketergantungan masyarakat

terhadap beras, tetapi juga untuk peningkatan mutu gizi makanan rakyat dalam

rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Diversifikasi perlu diarahkan kembali kepada penggunaan bahan pangan

likal, sumber karbohidrat nonberas. Sebenarnya banyak bahan pangan lokal yang

dimiliki Negara Indonesia, misalnya jagung yang disukai rakyat Madura, gaplek

(Jawa bagian selatan), sagu (Ambon), umbi (Irian Jaya), Pisang (Sulawesi

Tengah) dan lainnya. Sumber bahan pangan, baik tanaman setahun maupun

tanaman tahunan yang melimpah ini sangat potensial dikembangkan dalam rangka

(19)

psikologis sosial akibatnya adanya kebijakan pemerintah yang memungkinkan

beras cukup mudah dan murah untuk diakses oleh masyarakat di berbagai daerah

dan strata ekonomi. Nilai gizi, citra rasa, dan nilai sosial beras yang tinggi

mengakibatkan masyarakat di beberapa daerah yang semula tidak mengkonsumsi

beras menjadi beralih ke beras (Khosman, 2004)

2.3 Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses

penggilingan. Kata “terigu” sendiri diserap dari bahasa Portugis “trigo” yang berarti gandum. Definisi tepung terigu sebagai bahan makanan menurut SNI

(Standard Nasional Indonesia) adalah tepung yang dibuat dari endosperm biji

gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan/atau Triticum campactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan fortifikan zat besi (Fe), seng (Zn),

vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat. Boleh juga ditambahkan BTP (bahan

tambahan pangan) yang diijinkan sesuai peraturan tentang BTP.

Anonim (2010) membagi tepung terigu menjadi tiga jenis berdasarkan

kandungan proteinnya, yaitu:

a. Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung kadar

protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi,

pasta, dan donat. Contoh : Terigu Cakra Kembar

b. Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu yang

mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan sebagai bahan

pembuat kue cake. Contoh : Terigu Segitiga Biru

c. Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%,

umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau

kulit gorengan ataupun keripik. Contoh : Terigu Kunci Biru

Dari segi gizi, tepung terigu merupakan bahan makanan pokok yang paling

bergizi di antara berbagai makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Tepung terigu mengandung protein yang tertinggi disbanding makanan pokok

lainnya sekitar 12 persen serta mengandung lemak sekitar 1 persen dan

karbohidrat 86 persen (Herdinsyah, 2004).

Berdasarkan data yang diperoleh dari APTINDO produsen tepung terigu di

(20)

Jakarta dan Surabaya, merupakan produsen yang memiliki kapasitas produksi

terbesar di dunia. Daya giling gandum menjadi tepung terigu yang dimiliki oleh

dua pabrik milik Bogasari itu sebesar 11.766 mt/hari, jauh di atas kemampuan

rata-rata kapasitas produksi 10 (sepuluh) produsen terbesar di dunia sebesar 2.426

mt/hari, seperti Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kapasitas Produksi Sepuluh Produsen Terbesar di Dunia

No. Perusahaan Lokasi / Negara Kapasitas

1. Bogasari Flour Mills Jakarta - Indonesia 7.400 Mt / hari

2. Bogasari Flour Mills Surabaya - Indonesia 4.366 Mt / hari

3. Prima Flour Mills Trincomalee – Sri lanka 2.600 Mt / hari

4. Eastern Pearl Flour Mills Ujung Pandang - Indonesia 2.146 Mt / hari

5. Nabisco Brands, Inc. Toledo, Ohio - USA 1.600 Mt / hari

6. ConAgra Flour Milling Buffalo, New York - USA 1.450 Mt / hari

7. General Mills, Inc. Kansas City, MO - USA 1.300 Mt / hari

8. ADM Milling Corp. Montreal, PQ - Canada 1.200 Mt / hari

9. Sriboga Raturaya FM Semarang - Indonesia 1.100 Mt / hari

10. General Milling Corp. Cebu - Philippines 1.100 Mt / hari

Sumber : APTINDO, 2007.

Jalur distribusi yang dilakukan oleh produsen tepung terigu nasional, baik

oleh Bogasari Flour Mills, Eastern Pearl Flour Mills, Sriboga Raturaya dan Panganmas Inti Persada dilakukan melalui 2 (dua) mata rantai jalur distribusi

besar yaitu: Pertama, produk tepung terigu yang dihasilkan oleh setiap produsen lokal didistribusikan kepada distributor besar atau langsung diserap oleh industri

skala besar dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua, tepung terigu masuk dalam gudang-gudang distributor, dan didistribusikan kepada grosir atau Industri

Kecil Menengah (IKM). Dari grosir didistribusikan kembali untuk dikonsumsi

(21)

Gambar 3. Jalur Distribusi Yang Dilakukan Oleh Produsen Tepung Terigu Nasional

2.4 Modified Cassava Flour (MOCAF)

MOCAF yang juga dikenal dengan istilah MOCAL merupakan produk

tepung dari singkong (Manihot Esculenta Crantz)yang diproses menggunakan

prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri

Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang

tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat

menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi

granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang

menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi

asam-asam organic, terutama asam-asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan

karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan

gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demkian pula, cita rasa MOCAF

menjadi netral karena menutupi citra rasa singkong sampai 70% (Subagio et al., 2008).

Menurut Subagio et al. (2008), komposisi kimia MOCAF tidak jauh

berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik

organoleptik yang spesifik. Komposisi kimia dan karakteristik organoleptik antara

MOCAF dan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Secara

organoleptik warna MOCAF yang dihasilkan jauh lebih putih jika dibandingkan

dengan warna tepung singkong biasa. Hal ini disebabkan karena kandungan

protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung singkong. Produsen Lokal

Industri Besar Distributor

Grosir Industri UKM

(22)

Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat tua ketika pengeringan atau

pemanasan.

Tabel 2. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Sumber : Subagio et al., 2008.

Tabel 3. Perbedaan sifat organoleptik MOCAF dengan tepung singkong

Sumber : Subagio et al., 2008.

2.5 Penerimaan Teknis

2.5.1 Proses Produksi

Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk

menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan

menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan daya) yang

ada. Secara ekstrem proses produksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses

produksi yang terus-menerus (countinous processes) dan proses produksi yang

terputus-putus (intermitten processes) ( Assauri, 2004).

Proses produksi adalah pengubahan (transformasi) dari bahan atau

komponen menjadi produk lain yang mempunyai nilai lebih tinggi atau dalam

prosesnya terjadi penambahan nilai (Yamit, 2001).

2.6 Penerimaan Finansial

Dalam melakukan studi peluang, aspek keuangan merupakan faktor yang

menentukan, artinya betapapun aspek-aspek yang lain mendukung namun bila

tidak tersedia dana maka suatu proyek akan sia-sia belaka. Aspek keuangan

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13

Kadar protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2

Kadar abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2

Kadar pati (%) 85 - 87 82 - 85

Kadar serat (%) 1.9 - 3.4 1.0 - 4.2

Kadar lemak (%) 0.4 - 0.8 0.4 - 0.8

Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Warna Putih Putih agak kecoklatan

Aroma Netral Kesan singkong

(23)

berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana, sehingga

memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan begi investor.

Menurut Ibrahim dalam Yohan (2005), beberapa faktor pada analisis

finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu proyek terutama

berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan,

kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan.

Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak,

maka diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada

estimasi aliran kas yang bersangkutan.

a. Net Present Value (NPV)

Menurut Sugiono (2009), metode ini membandingkan present value dengan cash in flow yang diperoleh dengan cash out flow yang dikorbankan untuk

melaksanakan investasi jangka panjang tersebut berupa initial investment.

Penilaian NPV adalah putusan untuk menerima atau menolak usulan suatu

investasi yang didasarkan pada kriteria berikut.

a. Usulan investasi dapat diterima jika NPV > 0

b. Usulan investasi dapat ditolak jiks NPV < 0

Metode NPV mengakui konsep dari time value of money. Present value CIF diperoleh dengan cara mendiskontokan CIF tersebut dengan Cost Of

Capital-nya.

……….(1)

Keterangan :

C : cash out flow (Initial Investment)

CIF : cash in flow

K : tingkat suku bunga/diskonto/biaya modal

n : periode/umur investasi

Vn : nilai residu pada akhir umur ekonomis

b. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Sugiono (2009), Metode ini mencari suatu tingkat bunga yang

membuat nilai sekarang (present Value) dari cash in flow akan sama dengan nilai

(24)

untuk menerima atau menolak usulan investasi dapat dilakukan dengan didasarkan

pada kriteria berikut.

a. Usulan investasi dapat diterima jika IRR > opportunity cost of capital b. Usulan investasi dapat ditolak jika IRR < opportunity cost of capital

………(2)

r = merupakan tingkat bunga (diskonto) yang dicari, yaitu rate of return dari proyek tersebut yang membuat present value dari CIF sama dengan intial investment.

c. Benefit Cost Ratio (B/C)

Metode ini digunakan untuk menghitung present value (nilai sekarang) dari cash in flow dibagi dengan present value dari cash out flow (Initial investment) (Sugiono, 2009). Rumus untuk menghitung benefit cost ratio adalah:

∑ ………(3)

Dengan menggunakan metode ini, kita dapat menyatakan hal-hal berikut.

a. Investasi dapat diterima jika PI > 1

b. Investasi tidak diterima jika PI < 1

d. Payback Periode

Metode ini menganalisis neraca lama suatu investasi yang akan

dikembalikan. Untuk itu perlu dihitung cash in flow yang diperoleh pada tiap-tiap

tahun proyek tersebut. Metode ini memiliki asumsi bahwa nilai uang akan tetap

sama antara suatu periode dan periode berikutnya. Oleh sebab itu, metode ini

sama sekali tidak memperhatikan unsur time value of money. Jadi, simpulannya adalah bahwa payback periode digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi (initial investment) yang dihitung

dengan membagi investasi semua dengan cash in flow (Sugiono, 209).

(25)

e. Break Event Point (BEP)

Menurut Heizer, et al (2005), analisis titik impas merupakan alat penentu

untuk menetapkan kapasitas yang harus dimiliki oleh sebuah fasilitas untuk

mendapatkan keuntungan. Tujuan analisis titik impas (break-even analysis) adalah

untuk menemukan sebuah titik, dalam satu dolar dan unit.

Komponen-komponen yang dibutuhkan dalam analisis titik impas adalah

sebagai berikut:

1. Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang ada walaupun tidak ada satu unit pun yang

diproduksi. Contohnya adalah penyusutan, pajak, utang, dan pembayaran

hipotek.

2. Biaya Variabel (variable cost)

Biaya variabel adalah biaya yang bervariasi sesuai dengan banyaknya unit yang

diproduksi. Komponen utama biaya variabel adalah biaya tenaga kerja dan

bahan. Walaupun demikian, biaya-biaya lain seperti sebagian biaya listrik dan

air yang bervariasi sesuai dengan banyaknya unit yang diproduksi, juga

merupakan biaya variabel.

Rumus yang berkaitan dengan titik impas dalam unit dan dolar

ditunjukkan di bawah.

1) TR = TC atau Px = F +Vx………....……...(5)

2) ……….…..…(6)

3)

………...…...(7)

Dimana : BEPx = Titik impas dalam unit

BEP$ = Titik impas dalam dolar

P = Harga per unit (setelah semua diskon)

x = Jumlah unit yang diproduksi

TR = Pendapatan total = Px

F = Biaya tetap

V = Biaya Variabel

(26)

Dari kelima alternatif analisis penerimaan finansial, maka dipilih salah

satu metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

analisis benefit cost ratio. Karena dalam perhitungannya, analisis ini memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu

program atau proyek. Dalam analisis cost – benefit perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya

mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini, maka nalisis manfaat dan

biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat

keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang

digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan.

2.7 Preferensi Konsumen

Adanya makanan yang lebih beragam untuk tujuan diversifikasi makanan,

dapat menimbulkan preferensi bagi konsumen. Terdapatnya pilihan makanan yang

lebih beragam dengan kandungan gizi yang berbeda dan memberikan kepuasan

yang berbeda-beda juga bagi konsumen.

Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan preferensi konsumen sebagai

suatu pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang dan jasa)

yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari

berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis

tingkat kepuasan bagi konsumen. Terdapat banyak aksioma yang digunakan untuk

menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan. Hubungan

preferensi ini biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar yaitu kelengkapan,

transivitas, dan kontuinitas. Menurut Kotler dan Amstrong (2003), hubungan

preferensi biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu kelengkapan

(completeness), transitivitas (transivity), dan kontinuitas (continuity).

Sifat kelengkapan (completeness) memberikan asumsi bahwa setiap orang

selalu dapat menentukan pilihan dengan dua alternatif. Sebagai contoh, jika A dan

B merupakan dua kondisi, maka setiap orang harus selalu bisa menentukan salah

satu dari tiga hal. Pertama, A lebih disukai daripada B. Kedua, B lebih disukai

(27)

Sifat transivitas (transivity) memberikan asumsi bahwa seseorang yang

membandingkan beberapa kondisi yang saling berhubungan akan menunjukkan

sikap yang sesuai dan konsisten. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan

bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan lebih menyukai B daripada C, maka ia

harus lebih menyukai A daripada C.

Sifat berkelanjutan (continuity) memiliki asumsi dasar yang hampir sama

dengan sifat transivitas, bahwa kesesuaian dan konsisensi sikap seseorang akan

terjaga pada saat membandingkan dua kondisi pada situasi yang berbeda. Sebagai

contoh, jika seseorang mengetakan A lebih disukai daripada B, maka kondisi lain

yang serupa dengan A lebih disukai daripada B (Kotler dan Amstrong, 2003).

Menurut Stepherd dan spark dalam Faaizah (2011), preferensi pangan

adalah derajat kesukaan terhadap makanan yang akan berpengaruh terhadap

konsumsi pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dapat

dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu faktor intrinsic, faktor ekstrinsik, faktor

biologis, faktor fisik dan psikologis, faktor personal, faktor sosial dan ekonomi,

faktor pendidikan, serta faktor kultur, agama, dan daerah. Faktor intrinsic

merupakan faktor yang bersumber dari dalam produk yang meliputi penampakan,

aroma, suhu, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara penyajian pangan. Faktor

ekstrinsik meliputi lingkungan sosial, iklan produk, dan waktu penyajian.

Produk baru adalah barang, jasa, atau ide yang dianggap baru oleh

sejumlah pelanggan potensial. Produk baru mungkin telah ada untuk beberapa

waktu, tetapi ketertarikan terletak pada bagaimana konsumen mempelajari produk

itu untuk pertama kalinya dan membuat keputusan untuk mengadopsinya. Proses

adopsi didefinisikan sebagai proses mental yang harus dilalui seseorang untuk

mempelajari sebuah inovasi untuk pertama kalinya sampai adopsi akhir, dan

adopsi adalah keputusan seseorang untuk menjadi pengguna tetap sebuah produk

(Kotler dan Amstrong, 2008).

Proses adopsi produk dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu kesadaran,

minat, evaluasi, mencoba, dan adopsi. Pada mulanya, konsumen harus menyadari

produk baru. Kesadaran menumbuhkan minat dan konsumen mencari informasi

tentang produk baru. Setelah informasi dikumpulkan, konsumen memasuki tahap

(28)

dalam tahap mencoba, konsumen mencoba produk dalam skala kecil untuk

meningkatkan estimasinya terhadap nilai produk. Jika konsumen puas dengan

produk, ia memasuki tahap adopsi, memutuskan untuk menggunakan produk baru

dengan skala lebih besar dan teratur.

Sesuai dengan pemikiran Kotler dan Amstrong, dalam proses difusi

inovasi terdapat pengaruh karakteristik produk pada tingkat adopsi, yaitu (1)

keunggulan relatif, tingkat dimana inovasi tampak mengungguli produk yang ada,

(2) kesesuaian, tingkat dimana inovasi memenuhi nilai dan pengalaman konsumen

potensial, (3) kompleksitas, tingkat dimana inovasi sulit dipahami atau digunakan,

(4) dapat dibagi, tingkat dimana inovasi dapat dicoba pada basisi terbatas, (5)

kemampuan komunikasi, tingkat di mana hasil penggunaan inovasi dapat diteliti

atau digambarkan orang lain.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian Rahman (2007) dengan judul Mempelajari Karakteristik Kimia

dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (MODIFIED CASSAVA FLOUR)

Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Tujuan penelitian ini adalah

mempelajari karakteristik kimia dan fisik beberapa sampel tepung tapioka dan

MOCAL, mempelajari korelasi antara karakteristik kimia dan fisik sampel

tersebut dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, menentukan karakteristik yang paling relevan terhadap

kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, dan mempelajari karakteristik

sampel yang memberikan kerenyahan tertinggi terhadap penyalut pada produk

kacang salut. Berdasarkan hasil penelitiannya, menunjukkan karakteristik kimia

dan fisik yang berbeda antar sampel tepung tapioka, begitu pula dengan MOCAL.

Berdasarkan hasil analisis korelasi, karakteristik yang paling relevan terhadap

tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada kacang salut adalah

rasio amilosa dan amilopektin. Sementara itu, karakteristik lainnya seperti kadar

air, kadar abu, kadar pati, nilai pH, bentuk dan ukuran pati, kehalusan, derajat

putih, swelling power dan kelarutan, serta sifat amilografi tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan

(29)

dapat disimpulkan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin, tingkat

pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut akan semakin besar. Tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan tertinggi dimilki oleh penyalut yang dihasilkan dari tapioka F, sedangkan yang terendah yaitu pada sampel MOCAL.

Oleh karena itu MOCAL tidak cocok untuk digunakan sebagai penyalut pada

produk kacang salut.

Panikulata (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Potensi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai substitusi Tepung Terigu Pada Produk Kacang

Telur”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik MOCAF dan terigu sebagai bahan baku pembuatan kulit kacang telur, menentukan tingkat

substitusi MOCAF terhadap tepung terigu yang dapat diaplikasikan pada

formulasi kacang telur sehingga dapat diterima baik oleh konsumen. Berdasarkan

hasil penelitiannya, karakteristik bahan baku yang mempengaruhi tekstur kacang

telur ialah kadar protein, lemak, kadar amilosa dan amilopektin. MOCAF

memiliki kandungan protein yang sangat rendah bila dibandingkan dengan terigu.

Kandungan protein MOCAF sebesar 0.53%, sedangkan terigu sebesar 7.79%.

semakin tinggi kandungan protein dalam suatu bahan, akan menyebabkan tekstur

produk yang dihasilkan menjadi keras. Oleh karena itu, kacang telur yang

disubstitusi dengan MOCAF, akan menghasilkan tekstur yang tidak terlalu keras,

dan dapat diterima baik oleh konsumen dengan skor penerimaan minimum

sebesar 3.50. semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu

pada formulasi kacang telur, akan menghasilkan tekstur produk yang masir,

karena MOCAF memiliki kandungan amilosa yang tinggi dibansingkan dengan

kadar lemak yang rendah. Kadar amilosa MOCAF sebesar 34.75% dan kadar

lemak sebesar 0.54%. sedangkan terigu memiliki kadar amilosa sebesar 29.78%

dengan kadar lemak sebesar 1.03%. Selain itu, tekstur juga dipengaruhi oleh

kandungan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin suatu bahan, akan

menyebakan daya kembang menjadi tinggi. MOCAF memiliki kandungan

amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan terigu, yaitu 39.55% dan

terigu sebesar 33.74%. Daya kembang MOCAF lebih tinggi daripada terigu.

Berdasarkan analisis tekstur secara subjektif, substitusi MOCAF dapat diterima

(30)

penerimaan konsumen sebesar 3.56. Hasil analisis tekstur menggunakan Texture Analyser juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu, maka tekstur kacang telur yang dihasilkan akan semakin renyah.

Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF, nilai

crispness yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin tinggi. Selain itu juga, semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu pada kacang telur, maka

gaya yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin rendah. Semakin rendah gaya yang dibutuhkan, menunjukkan bahwa semakin banyak rongga udara yang

terdapat di dalam produk kacang telur. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat

substitusi, maka akan menghasilkan tekstur produk yang semakin renyah.

Penelitian Damanik (2010) dengan judul Akseptasi Teknis, Finansial dan

Preferensi Konsumen Terhadap Substitusi Sebagian Bahan Baku Roti dan Pizza dengan Menggunakan MOCAF (Studi Kasus Pada UKM Di Bogor). Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi

bahan baku pada pizza dan roti manis, menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada pizza dan roti manis yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan bahan baku kombinasi MOCAF, menganalisis apakah

MOCAF mampu menurunkan biaya produksi pizza dan roti manis, dan menganalisis respon konsumen terhadap pizza dan roti manis yang menggunakan

bahan baku kombinasi MOCAF. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

proses produksi pizza dan roti manis yang memiliki kandungan MOCAF

membutuhkan tambahan waktu 3-5 menit, ini disebabkan karena MOCAF lebih

lama mengembang, sehingga mengakibatkan adanya tambahan biaya pada

pemakaian gas. Dari segi analisis manfaat biaya, kombinasi 20 persen MOCAF

dan 80 persen terigu pada pizza adalah layak, karena nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,3283 menjadi 1,3324. Demikian juga terhadap roti manis pada

kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu adalah dapat diterima karena

nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,7591 menjadi 1,7672. Semakin tinggi persen kandungan MOCAF, semakin mampu menurunkan total biaya produksi.

Pada kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu, responden tidak dapat

menemukan adanya perbedaan baik dari variabel rasa, aroma, kelembutan,

(31)

Faaizah (2011) dengan judul Penerimaan Produsen dan Preferensi

Konsumen terhadap Penggunaan MOCAF sebagai Campuran Bahan Baku Mi

Basah (Studi Kasus pada CV Taruna di Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk (1)

menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi bahan baku

pada mi basah, (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi mi

basah berbahan baku 100 persen terigu dengan mi kombinasi MOCAF, (3)

menganalisis apakah perubahan biaya produksi mi yang terjadi masih dapat

diterima, (4) menganalisis respon konsumen terhadap mi basah yang

menggunakan bahan baku kombinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

secara teknis, penggunaan kombinasi MOCAF hingga 25 persen untuk membuat

mi basah tidak mengalami kendala. Dari aspek biaya, penggunaan kombinasi

MOCAF pada produksi mi basah saat ini belum dapat digunakan karena dapat

meningkatkan biaya produksi. Distributor tidak dapat membedakan mi basah

kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20

persen serta atribut warna ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi

MOCAF 25 persen. Konsumen tidak dapat membedakan mi basah dengan

kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20

(32)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi

manusia. Disamping itu ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional

yang saat ini dinilai paling rapuh. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia

telah ditegaskan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang

dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh

rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman

dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Dalam hal ini

keaneka-ragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan pangan.

Gandum merupakan komoditas strategis untuk menjangkau ketahanan

pangan karena gandum dapat mendorong perubahan bentuk pangan dari butiran

beras ke bentuk tepung. Dengan begitu, variasi bentuk pangan non-nasi akan lebih

banyak dan sistem makannya pun akan lebih mudah diubah. Salah satu jenis

makanan yang menggunakan bahan baku tepung terigu adalah roti. Kebanyakan

gandum yang digunakan untuk membuat roti adalah di impor dari luar negeri.

Padahal, di Indonesia terdapat sumber daya lokal yang dapat digunakan untuk

fungsi yang sama yaitu singkong. Bahan ini dapat diolah menjadi tepung singkong

modifikasi yang disebut dengan Modified Cassava Flour (MOCAF).

Pada penelitian ini, dianalisis mengenai penerimaan masyarakat terhadap

penggunaan MOCAF sebagai bahan baku untuk membuat roti. Analisis dilakukan

terhadap produsen dan konsumen roti tawar. Dari analisis produsen, dianalisis

mengenai penerimaan aspek teknis melalui praktek dan benefit cost ratio melalui

praktek dan simulasi. Sementara, dari sisi konsumen dianalisis mengenai

preferensi mereka terhadap produk tersebut. Untuk lebih memahami alur

(33)

Gambar 4. Diagram Kerangka Pemikiran Ketahanan

MOCAF Terigu

Singkong

Gandum Lokal

Impor

Penerimaan Konsumen

Preferensi Konsumen Penerimaan

Produsen

l

Finansial Teknik

Praktek Simulasi

Pangan

Kombinasi

(34)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PD. Galuh Sari yang beralamat di Jl. Panaragan

Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu

tiga bulan dimulai dari bulan Mei sampai Juli 2011.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari para responden. Responden di

sini mencakup produsen roti tawar (pemilik perusahaan), dan konsumen akhir roti

bakar. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, artikel, internet, dan

literatur-literatur yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahanw pustaka

yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Pengumpulan data sekunder ini

bertujuan untuk lebih memahami permasalahan yang diteliti lebih dalam.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini mencakup produsen dan konsumen roti tawar

yang diolah dan dijual sebagai roti bakar. Produsen adalah satu orang pengusaha

roti tawar yang merupakan salah satu produsen yang menjalankan usahanya di

wilayah Bogor dengan jumlah pedagang sebagai distributor dan penjual roti

bakarnya mencapai ratusan unit usaha(gerobak). Analisis penerimaan produsen

dilakukan untuk memperoleh penilaian teknis dan financial dari proses kombinasi

sebagian bahan baku roti tawar dengan menggunakan MOCAF. Secara teknis

pengusaha roti tawar dapat mengetahui proses produksi dan keberhasilan

percobaan yang dilakukan. Secara finansial, diteliti biaya yang dikeluarkan dalam

proses produksi roti.

Sampel berikutnya adalah konsumen akhir roti bakar. Penilaian konsumen

digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen. Konsumen akhir yaitu

masyarakat yang menyukai roti bakar. Dalam penentuan jumlah responden,

jumlah 30 orang sudah mewakili untuk mendekati kurva normal (Umar, 2003).

Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, peneliti melakukan pengujian

atribut-atribut roti tawar kepada 30 responden awal yang hanya digunakan untuk uji

validitas dan realibilitas. Hal ini bertujuan agar kuesioner yang akan disebar

(35)

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling berupa Purposive sampling, dengan pertimbangan konsumen akhir (pelajar, mahasiswa, pegawai dan ibu rumah tangga) sudah memiliki pola pikir yang

berkembang serta keputusan pembeliannya sudah dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan. Untuk lebih memahami alur pengambilan sampel penelitian

dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan : Angka dalam kurung ( ) adalah rencana jumlah responden.

Gambar 5. Alur Pengambilan Sampel

3.5 Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui metode wawancara terstruktur dengan kuesioner

dan observasi.

3.5.1 Aspek Teknis

Observasi dilakukan pada saat melakukan percobaan dalam proses

produksi. Percobaan dimulai dari penggunaan 90 persen tepung terigu dengan

campuran 10 persen tepung MOCAF. Apabila percobaan ini berhasil akan

dilanjutkan dengan percobaan menggunakan campuran MOCAF yang lebih

banyak (20 persen dan setrusnY). Apabila gagal pada percobaan dengan campuran

10 persen MOCAF maka dilakukan percobaan menggunakan campuran MOCAF

5 persen hingga ditemukan kombinasi ideal.

Kuesioner penilaian terhadap aspek teknis berisi tentang pertanyaan

mengenai tingkat kesulitan dan jenis kesulitannya. Kuesioner ini diberikan kepada

produsen roti tawar yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai

kesulitan apa yang dilalui produsen selama proses produksi roti. Penilaian

terhadap aspek teknis dapat dilihat pada tingkat kesulitan dan jenis kesulitan yang

(36)

ditemui. Perbandingan tingkat kesulitan pada masing-masing kombinasi MOCAF

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.

3.5.2 Aspek Finansial

Metode wawancara langsung digunakan untuk mengetahui aspek finansial

untuk meminimalisasi penyimpangan data karena bias persepsi dan faktor-faktor

psikologis lainnya. Melalui metode ini diketahui biaya bahan baku yang

digunakan untuk menghasilkan setiap kombinasi roti tawar. Analisis meliputi

biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksi pada tiap tingkat kombinasi

MOCAF pada roti tawar. Biaya-biaya yang akan dianalisis dalam penelitian ini

adalah biaya bahan baku, seperti: tepung terigu, MOCAF, air, mentega, gula,

pengembang dan pelembut, upah tenaga kerja, gas dan listrik. secara lengkap

dapat dilihat pada lampiran 4.

3.5.3 Preferensi Konsumen

Kuesioner penelitian ini berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai tingkat

perbedaan dari segi rasa, aroma, kelembutan, kekenyalan, dan warna. Kuesioner

diberikan kepada distributor untuk menilai roti tawar dan konsumen akhir yang

menilai roti tawar yang sudah diolah menjadi roti bakar untuk mengetahui

preferensi konsumen. Responden akan menilai produk dengan melihat, mencium

dan mencicipinya lalu mengisi kuesioner mengenai atribut warna, aroma,

kelembutan, kekenyalan, dan rasa. Penilaian yang dilakukan oleh responden yaitu

mengenai perbandingan antara produk roti, seperti yang terlihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Perbandingan Roti

No.

Responden akan menilai keempat produk tersebut dengan melihat,

mencium, dan mencicipinya lalu mengisi kuesioner yang telah disediakan.

(37)

Tabel 5. Perbandingan Atribut Roti Bakar

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Penerimaan Teknis

Data hasil wawancara langsung diolah dengan menggunakan metode

deskriptif untuk memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan yang

ditemukan produsen mulai dari mempersiapkan adonan hingga proses produksi

disertai oleh pengisian kuesioner yang telah disiapkan, lebih lengkap dapat dilihat

pada lampiran . Penilaian meliputi tingkat kesulitan dan jenis kesulitan yang

ditemui pada proses produksi.

3.6.2 Penerimaan Finansial

a. Analisis Benefit Cost Ratio

Analisis finansial menggunakan metode Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat biaya, bertujuan untuk memperhitungkan biaya serta manfaat yang

akan diperoleh dari suatu proyek (Sugiono, 2009).

Dalam penelitian ini Benefit Cost Ratio (BCR) digunakan untuk

mengetahui apakah substitusi sebagian bahan baku roti tawar dengan

menggunakan MOCAF dapat diterima. Agar substitusi sebagian bahan baku roti

Roti 0 Roti 1 Roti 2 Roti 3 3 Kelembutan roti ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus 4 Kekenyalan roti ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

(38)

bakar dapat diterima, maka nilai Benefit Cost pada roti tawar harus meningkat atau lebih besar dari Benefit Cost roti bakar yang tidak mengandung MOCAF.

Benefit Cost dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

karena menyangkut masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat

dikelompokkan dengan berbagai cara.

Hal yang perlu diperhitungkan dalam menentukan manfaat adalah hanya

kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan, sedangkan kenaikan nilai

suatu kekayaan karena adanya proyek tidak diperhitungkan.

Perhitungan biaya harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya

alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus

memasukkan biaya langsung dan biaya tidak langsung.

3.6.3 Penerimaan terhadap Preferensi Konsumen

Untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap berbagai tingkat

substitusi bahan baku roti bakar dilakukan wawancara terstruktur dengan

menyebar kuesioner terhadap 30 responden. Data yang diperoleh di olah dengan

menggunakan metode kruskal wallis. Analisis dengan metode kruskal wallis

bertujuan untuk mengetahui tingkat kombinasi MOCAF dengan terigu yang dapat

diterima oleh konsumen, dengan menbandingkan setiap atribut pada

masing-masing roti (Daniel, 1990).

Uji kruskal wallis mengasumsikan bahwa varian antara k populasi

(treatment) adalah sama, tetapi k populasi tersebut berdistribusi kontinu. Untuk uji

statistik Kruskal Wallis : (1) semua sampelnya digabung, (2) nilai gabungannya

diurutkan dari tendah ke tinggi, dan (3) nilai yang sudah diurutkan diganti dengan

tingkat, dimulai dari 1 untuk nilai terkecil (Atmajaya, 2009).

Menurut Wathen (2008) hipotesis alternatif adalah K populasi mempunyai

(39)

Ho : µ1 = µ2 = ………µk

H1 : µ2 ≠ µ2 ≠ ………µk

Kriteria pengambilan keputusannya adalah :

Ho diterima apabila : H ≤ X2α ; K-1

(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PD. Galuh Sari merupakan perusahaan yang didirikan oleh Bapak Amir

dan Istrinya yang bernama Ibu Maemunah pada tahun 2001 yang berlokasi di Jl.

Panaragan Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Awalnya usaha ini masih

tergolong kecil yang bergerak dalam usaha makanan kecil seperti kue pancong

dan dorayaki. Namun semenjak tahun 2001, usaha yang ditekuni oleh Pak Amir

dan ibu Maemunah semakin berkembang dan juga Pak Amir telah

memperkerjakan beberapa karyawan untuk membantu proses produksi.

Dalam menjalankan usahanya banyak kendala yang dialami oleh Pak

Amir. Permasalahan yang dialami oleh PD. Galuh Sari adalah pada saat usahanya

berada di puncak banyak pesaing yang membuka usaha yang bergerak di bidang

yang sama, sehingga menurunkan jumlah permintaan pasar.

4.2 Tujuan Perusahaan

Tujuan awal PD. Galuh Sari adalah untuk mengisi waktu luang Ibu

Maemunah.yang seorang ibu rumah tangga, dan juga keinginan Ibu Maemunah

untuk menjadi seorang wirausaha. Seiring dengan berkembangnya usaha yang

mereka tekuni, akhirnya PD. Galuh Sari bertujuan untuk membuka lapangan

pekerjann.

Saat ini PD. Galuh Sari memiliki 18 karyawan tetap, termasuk Pak Amir

dan Ibu maemunah. PD. Galuh Sari tidak memiliki struktur organisasi yang

formal sehingga struktur organisasi masih tergolong kecil yaitu proses produksi

dan penjualannya diawasi langsung oleh Pak Amir dan Ibu Maemunah.

4.3 Kegiatan Perusahaan

4.3.1 Kegiatan Produksi

PD. Galuh Sari merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar yang

digunakan untuk roti bakar. PD. Galuh Sari rutin memproduksi rata-rata 12 bal

(satu bal sama dengan 25 kg) roti tiap harinya. Untuk menunjang proses produksi

dibutuhkan beberapa peralatan penting seperti mesin pengaduk (mixer),

(41)

Bahan yang digunakan dalam produksi roti tawar adalah terigu, gula,

pengembang, air, mentega, pelembut dan garam. Proses produksi roti tersebut

terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama produksi adalah pengadukan seluruh

bahan. Selanjutnya adonan ditimbang sesuai dengan berat yang telah ditentukan.

Tahap ketiga adonan dimasukkan ke dalam loyang/cetakan yang telah diolesi

terlebih dahulu. Tahap selanjutnya adonan yang telah di masukkan ke dalam

loyang/cetakan ditutup dan di diamkan agar mengembang. Setelah mengembang

adonan dimasukan ke dalam oven untuk proses pemanggangan selama 17 menit.

Roti yang sudah matang di keluarkan dari loyang/cetakan, kemudian di simpan

dalam wadah dan disusun di rak pendinginan. Setelah roti dingin, tahap terakhir

adalah proses pengemasan. Untuk lebih jelasnya proses produksi roti tawar dapat

(42)

Gambar 6. Alur Proses Produksi Proses pencampuran atau pengadukan

semua bahan

Pembagian adonan dan ditimbang

Pencetakan

Fermentasi

Pembakaran

Pendinginan

Pengemasan

(43)

4.3.2 Kegiatan Pemasaran

Pemasaran PD. Galuh Sari awalnya dilakukan dengan cara promosi dari

mulut ke mulut. Kini PD. Galuh Sari hanya melakukan kegiatan penjualan di

pabrik saja dan dengan mengantarkan pesanan kepada pedagang. Selain itu, ada

distributor langsung yang rutin membeli roti di perusahaan ini. Kegiatan

pemasaran dilakukan di beberapa tempat seperti Leuwiliang, Cilebut, Rangkas

bitung, Merdeka, Pasar Anyar, dan lain-lain. Kemgiatan pemasarannya pun tidak

hanya dilakukan di Bogor saja, tetapi juga dilakukan hingga Jakarta seperti

Manggarai, Senen, Cempaka Putih, Karang Anyar, Mangga dua dan Pademangan.

4.4 Karakteristik Responden

Responden terdiri dari produsen roti tawar dan konsumen akhir. Produsen

yang menjadi responden yakni pengusaha roti tawar. Sedangkan konsumen yang

menjadi responden terdiri dari 30 orang.

4.4.1 Produsen

Pengusaha roti tawar PD. Galuh Sari bernama Bapak Amir yang berlokasi

di Jl. Panaragan Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Responden melakukan

penilaian terhadap roti tawar secara teknik dan finansial.

4.4.2 Konsumen Akhir

Konsumen akhir terdiri dari 30 orang yaitu 18 orang wanita dan 12 orang

pria. Responden melakukan penilaian terhadap roti tawar yang telah diolah lebih

lanjut menjadi roti bakar. Sebaran responden roti bakar dapat dilihat lebih jelas

(44)

Tabel 6. Sebaran Responden Roti Bakar

Setelah pengolahan data konsumen akhir, dapat diketahui bahwa frekuensi

responden dalam mengkonsumsi roti bakar 1x seminggu ada 14 orang, 11 orang

mengkonsumsi roti bakar 2x seminggu dan 5 orang mengkonsumsi roti bakar 3x

seminggu. Sedangkan mengenai waktu mengkonsumsi roti bakar di pagi hari

sebanyak 14 orang, siang hari sebanyak 4 orang, sore hari 8 orang dan malam hari

sebanyak 4 orang. Diketahui pula bahwa 13,33 persen responden pernah

mendengar MOCAF namun 86,67 persennya mengaku belum pernah mendengar

n %

Menyukai roti bakar

Ya 30 100

Tidak 0 0

Frekuensi mengkonsumsi roti bakar dalam satu minggu

1 14 46,67

Tertarik untuk mengkonsumsi roti bakar yang menggunakan bahan baku kombinasi terigu dengan MOCAF

Ya 12 40

Tidak 18 60

(45)

MOCAF. Sebanyak 12 orang responden ( 40 persen ) tertarik untuk

mengkonsumsi roti tawar yang menggunakan bahan baku campuran MOCAF

dengan terigu, sedangkan 18 orang responden ( 60 persen ) tidak tertarik untuk

mengkonsumsinya.

4.5 Analisis Teknis dan finansial

4.5.1 Penerimaan Teknis

Percobaan dilakukan dengan bantuan 5 pekerja sesuai pembagian

kerjanya. Satu pekerja bertanggung jawab dalam proses pengadukan dan

pembuatan adonan. Satu pekerja membagi adonan sementara pekerja yang lain

mencetak adonan. Secara teknis proses produksi roti tawar tersebut tidak memiliki

tingkat dan jenis kesulitan untuk tiap campuran MOCAF. Semua jenis roti yang

diproduksi diberi perlakuan sama melalui proses produksi dan waktu yang sama.

Perbedaan masing-masing percobaan adalah dalam hal persentase penggunaan

(46)

Tabel 7. Waktu dan Tingkat Kesulitan pada Proses Produksi Roti Tawar

Hasil wawancara yang diperoleh, produsen roti tawar mengaku tertarik

untuk menggunakan tepung MOCAF yang belum dijual di pasar tradisional.

Produsen kurang sesuai dengan harga MOCAF yang lebih mahal dari harga

20 menit 20 menit Sama, tidak terdapat

kesulitan

Ket : *) Pembakaran pada suhu 220⁰C Hasil

80% Terigu dan 20% MOCAF 70% Terigu dan 30% MOCAF

Deskripsi :

100% Tepung Terigu 90% Tepung Terigu dan 10% MOCAF

Roti Tawar dengan Bahan Baku Tahapan

(47)

tepung terigu yang biasa digunakan, serta kualitas roti yang dihasilkan dengan

kombinasi MOCAF tidak sebagus roti dengan 100 persen terigu.

4.5.2 Analisis Benefit Cost Ratio

Penggunaan campuaran MOCAf pada produksi roti tawar menyebabkan

perubahan biaya yang dikeluarkan untuk beberapa bahan yang digunakan.

Perubahan pada bahan baku tepung terigu dan MOCAf menyebabkan perubahan

pada biaya produksi roti tawar. Hasil perhitungan benefit cost pada roti tawar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.HasilPerhitunganBenefit Cost Ratio Roti Tawar

Gambar

Gambar 1. Grafik Pasar Terigu Atas Dasar Produk Akhir
Tabel 1. Kapasitas Produksi Sepuluh Produsen Terbesar di Dunia
Gambar 3. Jalur Distribusi Yang Dilakukan Oleh Produsen Tepung Terigu
Gambar 4. Diagram Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

DAYA PEMBENGKAKAN ( Swelling power ) CAMPURAN TEPUNG GANYONG ( Canna edulis kerr) dan TEPUNG TERIGU TERHADAP.. TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

Untuk mengetahui daya pembengkakan (swelling power) campuran tepung kimpul dan tepung terigu terhadap tingkat pengembangan dan kesukaan sensorik roti tawar.. Untuk

Optimasi Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.) dan Potensinya Sebagai Pengganti Tepung Terigu pada Pembuatan Roti Tawar. Beserta perangkat yang ada

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan standar waktu kerja pada sejumlah komponen kerja yang terlibat dalam proses produksi roti tawar, menganalisis tata letak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung biji durian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna roti tawar pada penilaian

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung biji durian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna roti tawar pada penilaian