• Tidak ada hasil yang ditemukan

175184_paperfixproudofme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "175184_paperfixproudofme"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MATA KULIAH

PARASITOLOGI VETERINER

PROTOZOA PADA BABI

Oleh:

Kartika Dewi Kusumawardhani

1609511063

Laras Ayu Nadira

1609511064

Satria Aji Pratama

1609511087

Rani Utami Putri

1609511088

LABORATORIUM PARASITOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2017

(2)

RINGKASAN

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan jadi protozoa adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik.

Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi antara lain Eimeria, Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan Giardia. Eimeria dan Isospora termasuk dalam sub ordo Eimeriina, ordo Eucoccidia, subkelas Coccidia, dan kelas Telosporea. Eimeria ditandai dengan adanya empat sporokista ditiap-tiap ookista dan dua sporozoit dalam sporokista. Kebanyakan spesies dari genus ini berada di dalam sel-sel intestinum vertebrata, tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel hati, dan saluran empedu.

Isospora ditandai dengan adanya dua sporokista ditiap-tiap ookista dan empat sporozoit

di dalam sporokista.

Coccidia yang umum ditemukan pada babi terutama yang berpredileksi pada saluran cerna antara lain: Eimeria debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria

cerdonis, Eimeria guevarai, Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci, Eimeria scabra, Eimeria scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais, Eimeria suisnoller, Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis

Genus Balantidium digolongkan dalam phylum Ciliophora, class Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Famili Balantidiidae (Soulsby, 1982). Anggota genus ini mempunyai bentuk ovoid, ellipsoid sampai subsilindris. Morfologi dari Balantidium yaitu bentuk trofozoit rata-rata berukuran panjang 50-60 mikron. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang 150 mikron. Permukaan tubuh ditutupi oleh barisan silia memanjang yang terletak sedikit miring. Pada ujung anterior terdapat lekuk yang disebut peristoma dan diteruskan sebagai saluran yang menuju ke faring dengan bentuk seperti corong disebut sitofaring, terus ke dalam dan berakhir di sepertiga bagian tubuh. Mempunyai dua inti yaitu makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak sub terminal dan mikronukleus terletak pada lekukan makronukleus yang bertanggungjawab dalam proses reproduksi. Terdapat satu vakuola kontraktil di dekat ujung posterior tubuh, yang lain dekat pertengahan, dan sitoplasma mengandung sejumlah vakuola makanan. Pada ujung posterior juga terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke anus (cytopyge). Kista yang dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berukuran 40-60 mikron. ((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982). Balantidium coli hidup secara komensal pada usus besar dan sekum babi, namun Balantidium coli dapat pula menyerang mukosa usus babi tersebut. Balantidium coli juga dapat menginfeksi manusia dan bersifat patogen serta dapat menimbulkan penyakit disentri Balantidiosis. Selain Balantidium coli pada babi.

(3)

Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia. Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5- 25µm, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter kista 4-17µm, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner, trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik (terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.

Genus Giardia termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum Mastigophora, class Zoomastigophorea, ordo Kinetoplastidae (Soulsby, 1982). Giardia adalah flagellate yang memiliki cambuk seperti pelengkap untuk bergerak.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Protozoa pada Babiini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Protozoa pada Babi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

(5)

DAFTAR ISI

Ringkasan……… i

Kata Pengantar……… iii

Daftar Isi………. iv

Daftar Gambar………. v

BAB I Pendahuluan……… 1

1.1 Latar Belakang……… 1

2.1 Rumusan Masalah……… 1

BAB II Tujuan dan Manfaat……… 2

2.1 Tujuan……….. 2

2.2 Manfaat……… 2

BAB III Tinjauan Pustaka……… 3

BAB IV Pembahasan……… 8

4.1 Protozoa Saluran Cerna Babi……… 8

4.1. 1. Eimeria sp. dan Isospora suis……… 8

4.1. 2. Balantidium sp. ……… 12 4.1. 3. Entamoeba sp. ……… 14 4.1. 4. Giardia sp. ………... 16 BAB V Kesimpulan……….. 19 Daftar Pustaka………... 20 Lampiran……… 21

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 01. (Siklus Hidup Eimeria sp.)……… 8

Gambar 02. (Isospora Suis)………8

Gambar 03. (Balantidium Coli)………. 12

Gambar 04. (E. Hystolitica)……….. 14

(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Provinsi Bali merupakan salah satu ikon pariwisata di Indonesia, dengan luas wilayah sekitar 5.663 km2. Ternak babi memiliki peran yang sangat besar bagi kebanyakan masyarakat Bali, baik segi ekonomi maupun budaya. Dari segi ekonomi, babi dapat digunakan sebagai alat tukar, dan juga kebutuhan pangan, selain itu dari segi budaya daging babi sering kali digunakan pada saat hari raya besar masyarakat Hindu.

Namun pemahaman masyarakat akan penyakit strategis pada Babi dirasa masih kurang. Contohnya sistem pemeliharaan Babi yang masih tradisional sehingga agen infeksi mudah menyerang Babi. Salah satu agen infeksi yang menyerang Babi adalah Protozoa. Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi umumnya antara lain: Coccidia, Balantidium, Entamoeba dan Giardia. Babi-babi muda umumnya lebih peka terhadap infeksi protozoa dan daya tahannya lebih lemah dibandingkan dengan babi dewasa. (Damriyasa, 2013).

Beberapa penelitian protozoa pada babi telah dilakukan di Indonesia diantaranya ditemukannya kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil di Surabaya. Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa dari 60 tinja babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 tinja (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli. Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali menunjukkan 70% (14 dari 20 sampel) induk babi terinfeksi Eimeria sp dan pada anak babi ditemukan 20%. Cargil et al. mengidentifikasi protozoa Eimeria deblecki, Eimeria scabra, Eimeria suis, Eimeria polita, Balantidium coli, Entamoeba dan Jodamoeba pada babi di Lembah

1.2 Rumusan Masalah

2.1.1. Apa yang dimaksud dengan Protozoa pada Babi?

2.1.2. Apa yang dimaksud dengan Eimeria sp. dan isospora suis? 2.1.3. Apa yang dimaksud dengan Balantidium sp.?

2.1.4. Apa yang dimaksud dengan Entamoeba sp.? 2.1.5. Apa yang dimaksud dengan Giardia sp.?

(8)

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT 2.1 Tujuan

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memperluas pengetahuan mahasiswa tentang protozoa pada babi.

2.2 Manfaat

Manfaat dari penulisan ini, yaitu:

1) Mengetahui apa pengertian dari protozoa pada Babi 2) Mengetahui apa itu Eimeria sp. dan Isospora Suis 3) Mengetahui apa itu Balantidium sp.

4) Mengetahui apa itu Entamoeba sp. 5) Mengetahui apa itu Giardia sp.

(9)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Babi merupakan hewan dengan Nama ilmiah Sus, tergolong famili Suidae, dengan genus Sus dan merupakan kingdom Animalia. Penyebaran hewan mamalia ini tidak terlalu merata di bumi ini. Indonesia sendiri memiliki tiga spesies Babi, yaitu Sus Barbatus, Sus Veroucossus, dan Sus Scrofa.

Babi sendiri sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Eropa dan orang Asia kebanyakan. Babi adalah makanan yang umum di nusantara sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah. Beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan keseharian, seperti Suku Dayak, suku Bali, Toraja, Papua, Batak, Manado, dll. Dalam masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan ternak yang umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi di nusantara. Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai gastrointestinal parasit. (Supriadi, 2014)

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan jadi protozoa adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas perbedaannya. Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Beberapa organisme mempunyai sifat antara algae dan protozoa. Sebagai contoh algae hijau Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang berklorofil, tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa. Contohnya strain mutan algae genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil, dapat dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus Polytoma. Hal ini merupakan contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara algae dan protozoa. Protozoa dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.

Biasanya berkisar 10-50 μm, tetapi dapat tumbuh sampai 1 mm, dan mudah dilihat di bawah mikroskop. Mereka bergerak di sekitar dengan cambuk seperti ekor disebut flagela. Mereka sebelumnya jatuh di bawah keluarga Protista. Lebih dari 30.000 jenis telah ditemukan. Protozoa terdapat di seluruh lingkungan

(10)

berair dan tanah, menduduki berbagai tingkat trophic. Tubuh protozoa amat sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tunggal (unisel). Namun demikian, Protozoa merupakan sistem yang serba bisa. Semua tugas tubuh dapat dilakukan oleh satu sel saja tanpa mengalami tumpang tindih. Ukuaran tubuhnya antaran 3-1000 mikron.Bentuk tubuh macam-macam ada yang seperti bola, bulat memanjang, atau seperti sandal bahkan ada yang bentuknya tidak menentu. Juga ada memiliki fligel atau bersilia.

Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan. Semua protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai, kolam, atau genangan air. Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. Beberapa protozoa berbahaya bagi manusia karena mereka dapat menyebabkan penyakit serius. Protozoa yang lain membantu karena mereka memakan bakteri berbahaya dan menjadi makanan untuk ikan dan hewan lainnya. Protozoa hidup secara soliter atau bentuk koloni. Didalam ekosistem air protozoa merupakan zooplankton. Permukan tubuh Protozoadibayangi oleh membransel yang tipis, elastis, permeable, yang tersusun dari bahan lipoprotein, sehingga bentuknya mudah berubah-ubah. Beberapa jenis protozoa memiliki rangka luar (cangkok) dari zat kersik dan kapur. Apabila kondisi lingkungan tempat tinggal tiba-tiba menjadi jelek, Protozoa membentuk kista. Dan menjadi aktif lagi. Organel yang terdapat di dalam sel antara lain nucleus, badan golgi, mikrokondria, plastida, dan vakluola. Nutrisi protozoa bermacam-macam. Ada yang holozoik (heterotrof), yaitu makanannya berupa organisme lainnya,. Ada pula yang holofilik (autotrof), yaitu dapat mensintesis makanannya sendiri dari zat organic dengan bantuan klorofit dan cahaya. Selain itu ada yang bersifat saprofitik, yaitu menggunakan sisa bahan organic dari organisme yang telah mati adapula yang bersifat parasitik. Apabila protozoa dibandingkan dengan tumbuhan unisel, terdapat banyak perbedaan tetapi ada persamaannya. Hal ini mungkin protozoa meriupakan bentuk peralihan dari bentuk sel tumbuhan ke bentuk sel hewan dalam perjalanan evolusinya.

Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma, sitoplasma, dan mitokondria. Ciri-ciri umum :

(11)

• Organisme uniseluler (bersel tunggal) • Eukariotik (memiliki membran nukleus)

• Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)

• Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof) • Hidup bebas, saprofit atau parasite

• Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup • Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela

Ciri-ciri prozoa sebagai hewan adalah gerakannya yang aktif dengan silia atau flagen, memili membrane sel dari zat lipoprotein, dan bentuk tubuhnya ada yang bisa berubah-ubah. Adapun yang bercirikan sebagai tumbuhan adalah ada jenis protozoa yang hidup autotrof. Ada yang bisa berubag-ubah. Adapun yang mencirikan sebagai sebagai tumbuhan adalah ada jenis protozoa yang hidup autotrof. Perkembangbiakan bakteri dan amuba Perkembangbiakan amuba dan bakteri yang biasa dilakukan adalah dengan membela diri. Dalam kondisi yang sesuai mereka mengadakan pembelahan secara setiap 15 menit. Peristiwa ini dimulai dengan pembelahan inti sel atau bahan inti menjadi dua. Kemudian diikuti dengan pembelahan sitoplasmanya, menjadi dua yang masing=masing menyelubungi inti selnya. Selanjutnya bagian tengah sitoplasma menggenting diikuti dengan pemisahan sitoplasma. Akhirnya setelah sitoplasma telah benar-benar terpisah, maka terbentuknya dua sel baru yang masing=masing mempunyai inti baru dan sitoplasma yang baru pula. Pada amuba bila keadan kurang baik, misalnya udara terlalu dingin atau panas atau kurang makan, maka amuba akan membentu kista. Didalam kista amuba dapt membelah menjadi amuba-amuba baru yang lebih kecil. Bila keadaan lingkungan telah baik kembali, maka dinding kista akan pecah dan amuba-amuba baru tadi dapat keluar. Selanjudnya amuba ini akan tumbuh setelah sampaipada ukuran tertentu dia akan membelah diri seperti semula.

Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel vegetatifnya. Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin seperti pada jamur dan algae. Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai dengan fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel. Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yang tersusun dari Si dan Ca. Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat

(12)

mengikat partikel mineral untuk membentuk kerangka luar yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera tersusun dari CaO2 sehingga koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur. Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia (kaki palsu), flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak aktif. Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan mekanisme gerakan inilah protozoa dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina, yang bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang bergerak dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat bergerak serat merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke dalam Sporozoa. Mulai tahun 1980, oleh Commitee on Systematics and Evolution of the Society of Protozoologist, mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru, yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini, Sarcodina dan Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora, dan Sporozoa karena anggotanya sangat beragam, maka dipecah menjadi lima kelas. Contoh protozoa yang termasuk Sarcomastigophora adalah genera Monosiga, Bodo, Leishmania, Trypanosoma, Giardia, Opalina, Amoeba, Entamoeba, dan Difflugia. Anggota kelompok Ciliophora antara lain genera Didinium, Tetrahymena, Paramaecium, dan Stentor. Contoh protozoa kelompok Acetospora adalah genera Paramyxa. Apicomplexa beranggotakan genera Eimeria, Toxoplasma, Babesia, Theileria. Genera Metchnikovella termasuk kelompok Microspora. Genera Myxidium dan Kudoa adalah contoh anggota kelompok Myxospora.

Protozoa umumnya bersifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa protozoa dapat hidup pada lingkung ananaerobik misalnya pada saluran pencernaan manusia atau hewan ruminansia. Protozoa aerobik mempunyai mitokondria yang mengandung enzim untuk metabolisme aerobik, dan untuk menghasilkan ATP melalui proses transfer elektron dan atom hidrogen ke oksigen. Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme lain (bakteri) atau partikel organik, baik secara fagositosis maupun pinositosis. Protozoa yang hidup di lingkungan air, maka oksideng dan air maupun molekul-molekul kecil dapat berdifusi melalui membran sel. Senyawa makromolekul-molekul yang tidak dapat berdifusi melalui membran, dapat masuk sel secara pinositosis. Tetesan cairan masuk melalui saluran pada membran sel, saat saluran penuh kemudian masuk ke dalam membrane yang berikatan denga vakuola. Vakuola kecil terbentuk, kemudian dibawa ke bagian dalam sel, selanjutnya molekul dalam vakuola dipindahkan ke sitoplasma. Partikel makanan yang lebih besar dimakan secara fagositosis oleh sel yang bersifat amoeboid dan anggota lain dari kelompok Sarcodina. Partikel dikelilingi oleh bagian membran sel yang fleksibel untuk

(13)

ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam sel oleh vakuola besar (vakuola makanan). Ukuran vakuola mengecil kemudian mengalami pengasaman. Lisosom memberikan enzim ke dalam vakuola makanan tersebut untuk mencernakan makanan, kemudian vakuola membesar kembali. Hasil pencernaan makanan didispersikan ke dalam sitoplasma secara pinositosis, dan sisa yang tidak tercerna dikeluarkan dari sel. Cara inilah yang digunakan protozoa untuk memangsa bakteri. Pada kelompok Ciliata, ada organ mirip mulut di permukaan sel yang disebut sitosom. Sitosom dapat digunakan menangkap makanan dengan dibantu silia. Setelah makanan masuk ke dalam vakuola makanan kemudian dicernakan, sisanya dikeluarkan dari sel melalui sitopig yang terletak disamping sitosom.

(14)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Protozoa Saluran Cerna Babi Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi antara lain Eimeria, Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan Giardia.

4.1.1. Eimeria sp. dan Isospora suis

Gambar 01. ( siklus hidup Eimeria sp ) Gambar02. ( isospora suis )

Eimeria dan Isospora termasuk dalam sub ordo Eimeriina, ordo

Eucoccidia, subkelas Coccidia, dan kelas Telosporea. Eimeria ditandai dengan adanya empat sporokista ditiap-tiap ookista dan dua sporozoit dalam sporokista. Kebanyakan spesies dari genus ini berada di dalam sel-sel intestinum vertebrata, tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel hati, dan saluran empedu. Isospora ditandai dengan adanya dua sporokista ditiap-tiap ookista dan empat sporozoit di dalam sporokista (Noble and Noble, (1989). Coccidia yang umum ditemukan pada babi terutama yang berpredileksi pada saluran cerna antara lain: Eimeria

debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria cerdonis, Eimeria guevarai, Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci, Eimeria scabra, Eimeria scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais, Eimeria suisnoller, Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis (Soulsby, 1982 dan

(15)

a. Eimeria debliecki

Penyebaran protozoa ini terjadi di seluruh dunia. Berpredileksi pada usus halus bagian anterior. Ookista berbentuk elips, berukuran 20-30 µm x 14-20 µm, dinding ookistanya lembut tidak memiliki mikrofilia (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

b. Eimeria polita

Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar di Hongaria dan USA (Albama). Ookista berbentuk bulat panjang sampai oval dengan ukuran 23-27 µm. Dinding ookista lembut, berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat kemerahan, tidak memiliki mikrofilia dan masa sporulasinya 8-9 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

c. Eimeria spinosa

Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di USA, Hawaii, dan Uni Soviet. Jenis ini jarang ditemukan, ookista berbentuk elips sampai oval berukuran 16-22,4 µm, dinding berwarna cokelat, gelap, tidak memiliki mikrofilia dan masa sporulasinya 15 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

d. Eimeria cerdonis

Teridentifikasi menginfeksi babi di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk elips berukuran 26-32 µm, dinding ookista besar, berwarna kuning cerah, tidak memiliki mikrofilia, periode prepaten 8 hari dan periode paten 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

e. Eimeria guevarai

Teridentifikasi menginfeksi babi di Spanyol. Ookista berbentuk pyriformis berukuran 26-32 µm dan tidak memiliki mikrofilia. Sporulasi lebih dari 10 hari pada suhu 20ºC dengan periode prepaten 9-10 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

f. Eimeria neodeblecki

Teridentifikasi dari babi lokal dan babi liar yang terdapat di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk elips berukuran 17-26 µm, tidak memiliki mikrofilia, masa sporulasi 13 hari. Periode prepaten 10 hari dan periode patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

(16)

g. Eimeria perminuta

Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk ovoid kadang bulat, dengan ukuran 11,2-16 µm. Dinding ookista kasar, berwarna kuning, tidak memiliki mikrofilia dengan masa sporulasi 11 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

h. Eimeria porci

Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di Amerika Utara dan India. Ookista berbentuk ovoid berukuran 18-27 µm, lembut, dan mikrofilia tidak jelas. Periode prepaten 7 hari dan periode patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

i. Eimeria scabra

Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar diseluruh dunia. Ookista berbentuk panjang a, elips sampai ovoid berukuran 25- 35,5 µm, dinding ookista berwarna cokelat kekuningan dan kasar, terdapat mikrofilia yang menyempit pada ujungnya dengan masa sporulasi 9-12 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

j. Eimeria scrofae

Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan yang terdapat di Lousanne Switzerland. Ookista berbentuk silindris berukuran 24 µm dengan mikrofilia (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

k. Eimeria suis

Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk elip sampai bulat dengan ukuran 13-20 µm, dinding lembut, berwarna cerah dan tidak memiliki mikrofilia. Periode prepaten 10 hari dan periode selama patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

l. Isospora almataensis

Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Uni Soviet. Ookista berbentuk oval dengan diameter 26-34 µm, dinding licin berwarna cokelat tua, sporokista berukuran 6x4 µm dengan waktu sporulasi selama 5 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

(17)

m. Isospora neyrai

Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Spanyol. Ookista berbentuk ovoid atau elips berukuran 45 µm, dinding berlapis dua, tidak memiliki mikrofilia. Sporokista berbentuk ovoid berukuran 8-64 µm. Sporozoit berbentuk ovoid memanjang dan mempunyai suatu bulat terang (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

n. Isospora suis

Spesies ini mudah ditemukan dalam usus halus dan kolon babi piaraan. Ookista berbentuk agak bulat dengan ukuran 16-21 µm, berdinding halus, tidak berwarna, berlapis satu, tebal 0,5-0,7µm dan tidak memiliki mikrofilia. Sporokista elips berukuran 13-14 x 8-11 µm dan sporozoit berbentuk sosis berukuran 9-11 x 3-4 µm. Waktu sporulasi 3-5 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

Siklus hidup eimeria dimulai dari keluarnya ookista bersama tinja yang terdiri dari satu sel sporon. Pertumbuhan ookista membutuhkan oksigen. Sporon membagi menjadi empat sporoblast yang kemudian menjadi satu sporokista yang mengandung dua sporozoit di dalamnya. Proses sporogoni/sporulasi berlangsung selama beberapa hari yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan spesies Coccidia. Infeksi terjadi dengan menelan ookista, setelah sampai diusus ookista pecah dan sporokista terbebaskan hingga sporozoit keluar (Schwartz, 2002). Sporozoit memasuki vilii epitel usus, kemudian membulat menjadi meron generasi pertama, tumbuh dan membelah membentuk ± 900 merozoit generasi pertama dengan panjang 2-4 µm. Merozoit ini memecahkan sel host dan masuk ke sel yang baru yang disebut meron generasi ke dua dengan panjang 16 µm. Meron generasi ke tiga menghasilkan 4-30 merozoit dan sebagian besar merozoit melaksanakan siklus hidup seksual. Merozoit membulat membentuk gamon, kebanyakan gamon adalah makrogamon yang berubah menjadi makrogamet sedangkan mikrogamon membelah secara skizogoni membentuk mikrogamet yang berflagela. Mikrogamet membuahi makrogamet dan menyatu menjadi ookista. (Levine, 1994). Eksistasi di dalam tubuh hospes yang baru memerlukan

(18)

rangsangan berupa karbondioksida, tripsin dan cairan empedu. Kebanyakan ookista memiliki mikrofilia, dengan adanya karbondioksida tutup mikrofilia terangkat dan terjadi permeabilitas dinding kista yang juga didukung oleh suhu tubuh hospes. Setiap sporokista memiliki sumbat yang disebut benda stidea yang dapat dicerna oleh tripsin dan cairan empedu akan masuk untuk memulai gerakan sporozoit. Sporozoit memasuki sel hospes dan sisa amilopektin digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya (Noble and Noble, 1989).

4.1.2. Balantidium sp.

Gambar 03. ( Balantidium coli )

Genus Balantidium digolongkan dalam phylum Ciliophora, class Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Famili Balantidiidae (Soulsby, 1982). Anggota genus ini mempunyai bentuk ovoid, ellipsoid sampai subsilindris. Morfologi dari Balantidium yaitu bentuk trofozoit rata-rata berukuran panjang 50-60 mikron. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang 150 mikron. Permukaan tubuh ditutupi oleh barisan silia memanjang yang terletak sedikit miring. Pada ujung anterior terdapat lekuk yang disebut peristoma dan diteruskan sebagai saluran yang menuju ke faring dengan bentuk seperti corong disebut sitofaring, terus ke dalam dan berakhir di sepertiga bagian tubuh. Mempunyai dua inti yaitu makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal

(19)

yang terletak sub terminal dan mikronukleus terletak pada lekukan makronukleus yang bertanggungjawab dalam proses reproduksi. Terdapat satu vakuola kontraktil di dekat ujung posterior tubuh, yang lain dekat pertengahan, dan sitoplasma mengandung sejumlah vakuola makanan. Pada ujung posterior juga terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke anus (cytopyge). Kista yang dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berukuran 40-60 mikron. ((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982). Balantidium coli hidup secara komensal pada usus besar dan sekum babi, namun Balantidium coli dapat pula menyerang mukosa usus babi tersebut. Balantidium coli juga dapat menginfeksi manusia dan bersifat patogen serta dapat menimbulkan penyakit disentri Balantidiosis. Selain Balantidium coli pada babi, dikenal pula Balantidium suis yang bentuknya lebih panjang (Ashadi dan Soetijono, 1992). Levine (1995), menyatakan pemupukan berturut-turut bahwa Balantidium suis adalah variasi morfologi dari Balantidium coli yang dipengaruhi oleh kondisi makanannya, karena itu dinyatakan bahwa Balantidium suis sinonim dari Balantidium coli. Balantidium coli memiliki distribusi di seluruh dunia antara babi domestik (Schwartz et al., 1999). Kista Balantidium dapat hidup didalam tinja 1-2 hari pada suhu kamar, dan dapat tumbuh pada suhu antara 20-40oC (Frederick et al., 2008). Siklus hidup Balantidium dimulai jika makanan atau minuman terkontaminasi oleh kista yang berasal dari kotoran atau feses penderita. Setelah termakan, Balantidium tersebut kemudian berkembang di dalam usus hospes dan mulai makan bagian-bagian sel, butir-butir pati, feses dan bahan-bahan organik lainnya. Seringkali Balantidium memasuki mukosa dan submukosa usus besar/sekum sehingga menimbulkan luka- luka ulseratif yang hebat dan kadang-kadang meliputi sepanjang usus besar (Noble and Noble, 1989). Kemampuan Balantidium coli untuk mengeluarkan hyaluronidase membantu organisme untuk menyerang mukosa, lesi yang mirip dengan amoebiasis seperti terjadinya perforasi usus besar dan usus buntu, abses hati. Pada kasus berat, babi menjadi diare, disentri, radang usus dan sakit perut (Yatswako et al., 2007). Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh secara perlahan dan penderita kemudian menjadi pembawa penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja, didukung oleh klinis yang sesuai.

(20)

Siklus hidup Balantidium dimulai dari tertelannya pakan yang tercemar oleh trophozoit. Pada stadium ini trophozoit bentuknya oval dan besar serta dikelilingi cilia pendek yang memungkinkan begerak di dalam usus besar. Stadium motil ini panjangnya 50 – 100 mikron dan lebarnya 40 – 70 mikron. (Winaya, 2011)

4.1.3. Entamoeba sp.

Gambar 04. ( E. histolytica )

Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia. Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5- 25µm, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter kista 4-17µm, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak

(21)

patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner, trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik (terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja. Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia (Mohammadi et al., 2004). Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5- 25µm, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter kista 4-17µm, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner, trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik (terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.

(22)

4.1.4. Giardia sp

Gambar 05. ( Giardia sp )

Genus Giardia termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum Mastigophora, class Zoomastigophorea, ordo Kinetoplastidae (Soulsby, 1982). Giardia adalah flagellate yang memiliki cambuk seperti pelengkap untuk bergerak. Bentuk aktifnya trophozoit, menempel sendiri dengan disk perekat ke lapisan saluran usus bagian atas dari hewan inang. Di sana, trophozoit makan dan bereproduksi. Trophozoites membagi dengan pembelahan biner sekitar setiap 12 jam, sehingga parasit tunggal secara teoritis dapat menghasilkan lebih dari satu juta dalam 10 hari dan satu miliar dalam 15 hari (Robert dan Rockwell, 2003). Trophozoit memiliki panjang 9-15 mikron, lebar 5-15 mikron, dan tebal 2-4 mikron; tidak dapat hidup lama di luar host. Kista memiliki panjang 8-12 mikron dengan dalam diameter 6-9 mikron, maka satu juta bisa masuk di bawah kuku (Rockwell, 1996). Organisme bergerak dengan flagella bahkan bisa melawan arus peristaltik usus. Protozoa ini mengambil makanan dari sel usus halus tetapi dapat juga mengambil makanan dengan melisis sel epitel tempat dimana organisme menghisap (Levine, 1995). Kaufman, 1996 menyatakan Giardia lamblia terletak

(23)

di jejunum, duodenum dan ileum manusia, primata (sangat patogen) dan mamalia lainnya termasuk babi di mana itu adalah non patogenik (domba dan kambing). G.lamblia umum di seluruh dunia dan lebih umum protozoa intestinal pada manusia. Koloni G.lamblia pada usus kecil dari manusia dan hewan, menyebabkan diare ringan hingga berat (Kirkoyun et al., 2009). Siklus hidup Giardia sederhana, di duodenum dari host baru, trophozoit muncul dari kista dan mengalami pembelahan mitosis. Masing-masing dua trophozoit diproduksi dengan cara menempel pada sel epitel dengan cakram perekat, kemudian memakan sel epitel. Trophozoit melepaskan diri dari sel-sel epitel, mungkin karena perputaran yang cepat (72 jam) dari sel-sel, dan menjalani pembelahan mitosis dalam lumen usus. Selama periode diare, tropozoit ini dapat dibawa dengan isi usus dan diekskresikan, tetapi tidak bertahan lama di luar host. Beberapa encyst tropozoit selama perjalanan melalui usus dan meninggalkan host dengan feses sebagai kista. Dalam bentuk feses, kista lebih sering ditemukan daripada trophozoit (Fricker, 2001). Mekanisme di mana Giardia menyebabkan diare dan malabsorpsi masih belum jelas. Organisme dapat bertindak sebagai penghalang fisik, tetapi area yang dicakup oleh thophozoit mungkin terlalu kecil untuk mempengaruhi penyerapan nutrisi. tidak ada bukti untuk produksi toksin (Buret, 1994). Infeksi Giardia tampak mempengaruhi aktivitas enzim usus (laktase, disaccharidase), kerusakan permukaan mukosa (menyebabkan pemendekan vili kriptus dan), dan menimbulkan pertumbuhan berlebih dari bakteri atau jamur di usus kecil (Fricker, 2001). Penularan Giardia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kista. Kista dapat bertahan hidup dalam lingkungan lembab sampai 2 minggu (Soulsby, 1982). Diagnosa dapat di buat dengan menemukan kista dalam tinja padat, bentuk trofozoit dan kista dalam tinja encer. G. lamblia dapat dibedakan dari protozoa usus lainnya karena morfologinya khas dalam sediaan air garam, jodium, dan pewarnaan. Untuk menunjukkan kista Giardia dapat menggunakan teknik pengapungan dengan memakai larutan seng sulfat yang mempunyai berat jenis 1,8 dan kemudian meneteskan sedikit larutan Lugol- Jodine untuk mewarnai organismenya. Kista terlihat jelas dengan sitoplasma terpusat pada salah satu sisi dan ini dapat

(24)

membantu untuk membedakan Giardia dari ookista Coccidia yang berukuran kecil (Novan, 2010).

(25)

BAB V KESIMPULAN

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi,Protozoa adalah hewan pertama.[1]Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik.

Salah satunya adalah protozoa yang menyerang pencernaan pada babi, diantaranya: Eimeria, Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan Giardia sp .

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Beaver, P.C.; Jung, R.C; Cupp, E.W.; Clinical Parasitology, Lea & Febiger, Philadelphia, 5th edition, 1984, 35-220

Hall, H.T.B., 1987. Diseases and Parasites of Livestock in the Tropics 2nd

Edition. England

Soulsby E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals. The ELBS & Bailliere Tindall. London

Urquhart G.M.,; Armour J.,; Duncan J.L.,; Dunn A.M.,; and Jennings F.W. 1987. Veterinary Parasitology, ELBS, England.

Damriyasa IK, et al. 2013. Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di

Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua. Denpasar. 2(2) : 208 – 215

Komala D., dalam skripsi IDENTIFIKASI ENDOPARASIT PADA BABI (Sus spp.)

DI RUMAH POTONG HEWAN KAPUK JAKARTA BARAT pada tahun

2015.

Supriadi, et al. 2014. Pre-Eleminasi Parasit Gastrointestinal pada Babi dari Desa

Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. 8(2): 1.

Winaya, Ida Bagus Oka, et al. 2011. Kejadian Balantidiosis pada Babi Landrace.

(27)

64 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________________

Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com

PRE-ELIMINASI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA BABI DARI DESA SURANADI KECAMATAN NARMADA LOMBOK BARAT

Oleh:

Supriadi , A. Muslihin B. Roesmanto

Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB

Abstrak: Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai gastrointestinal parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study. Adapun sampling dilakukan dengan metode purposif sampling. Sebanyak 23 sampel feses babi telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengapungan. Hasil penelitian ini berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan Helminth. Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan Helminth terdiri atas 4 spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan Taenia sp. Dari hasil penelitian ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan sanitasi lingkungan, khususnya di sekitar kandang babi yang ada di Desa Suranadi.

Kata Kunci : Gastrointestinal parasit, Babi, desa Suranadi.

PENDAHULUAN

Babi merupakan hewan yang dipelihara untuk tujuan tertentu, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi manusia. Ditinjau dari pola makannya, babi termasuk hewan omnivora, yaitu hewan pemakan segala jenis pakan, baik yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Parakkasi (2006), babi merupakan salah satu hewan monogastrik yang memiliki lambung tunggal. Usaha peternakan babi memiliki beberapa keuntungan bagi peternak diantaranya adalah siklus reproduksi yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak digunakan oleh manusia. Kegiatan usaha peternakan babi dilakukan secara komersial (industri peternakan), dan sebagian besar masih merupakan peternakan rakyat. Selain sebagai cabang usaha utama, peternakan babi dapat dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998).

Menurut Ardana (2008), babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam. Ternak babi dapat dipelihara di berbagai

tipe iklim, mulai dari daerah yang beriklim dingin (temperate zone) sampai ke daerah tropis (topical zone). Daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya, babi dipelihara dan dapat berproduksi dengan baik mulai dari daerah pegunungan sampai ke daerah pesisir. Ditinjau dari segi produktivitas, babi merupakan hewan peridi (profilic), yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun. Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat, peternak akan biasa memperoleh keuntungan dari hasil usaha ternak babinya. Keuntungan lainnya dari peternakan babi adalah daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka selain kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakandaging babi yang berkualitas (Tobing, 2012).

Secara ekonomis, ternak babi merupakan salah satu sumber daging dan pemenuhan gizi yang

(28)

ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah65

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014

sangat terjangkau bagi sebagian kalangan masyarakat pengkonsumsinya karena (1) presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai 65-80%, sedangkan presentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau 38%; (2) daging babi memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; dan (3) adaptif terhadap sistem pemakaian peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan tenaga kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam usaha beternak babi, ada beberapa kendala yang sering dihadapi peternak, salah satunya adalah penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila babi yang terserang penyakit parasitik tersebut tidak segera diobati maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Pemeliharaan babi di Desa Suranadi masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadang-kadang babi dikandangkan pada malam hari dan dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk mencari makan. Menurut Levine (1995), sistem pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Matsubayasi et al (2009) melaporkan 3 spesies organisme parasit pada babi beberapa daerah di Jepang. Spesies parasit tersebut antara lain Eimeria spp., (40,3%), Thricuris suis (24,8%), Ascaris suum (14,7%) dan Metastrongylus sp.(2,3%). Lebih lanjut dijelaskan oleh Dewi dan Nugroho (2007) bahwa hasil hasil pemeriksaan feses babi di beberapa daerah di Surabaya menunjukkan adanya kehadiran kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil. Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa dari 60 feses babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 feses (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli (Sulistiningari, 2003). Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali menunjukkan Eimeria (60%), Entamoeba (38%), dan Balantidium (62%). Hasil ini ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Yuliari et al., (2013) yang melakukan pemeriksaan terhadap 22 sampel feses babi dan menemukan bahwa 72,7% babi

yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora (27,3%), Entamoeba (27,3%), dan Balantidium(36,4%) (Yuliari et al. 2013). Scuster and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan pada babi bersifat zoonosis dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia.

Salah satu daerah yang memiliki populasi babi yang cukup tinggi di Pulau Lombok adalah daerah Suranadi. Hal ini sangat didukung oleh kondisi ekologis yang memungkinkan babi dapat berkembang pesat di daerah ini. Mengingat sifat babi sebagai reservoir berbagai organisme parasitik dan belum pernah dilakukan penelitian infeksi parasit gastrointestinal pada babi di daerah ini, maka penelitian ini sangat perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat.

METODE PENELITIAN

Sebanyak 23 sampel feses babi telah dikoleksi selama bulan Juli 2014. Sampel tersebut dikoleksi dari dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Sampel-sampel tersebut telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Sampel yang dikoleksi selama di lapangan disimpan dalam botol sampel dan dilarutankan dengan etanol absolut untuk menghindari kerusakan jaringan parasit yang ada di dalam sampel feses. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa.

Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study yaitu studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengambil status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu waktu (Murti, 2011).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi yang di pelihara pada kandang tradisional di Dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat dengan perkiraan jumlah populasi target sebanyak 400

(29)

66 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________________

Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com ekor babi. Adapun besaran sampel yaitu 23 ekor

yang dihitung menurut rumus :

Besaran sampel yang di peroleh dari populasi ternak babi berjumlah 400 ekor adalah 23 ekor, diperoleh berdasarkan rumus.

Rumus : n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2] D = 10% x 400 = 40 n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/ 2] n = [1-(1-0,90)1/40] [400-(40-1)/2] = [1-0,1]0,025 [400-19,5] = [1-0,94] [400-19,5] = 0, 06 x 360,5 = 22,83 = 23 Dimana : n = Jumlah sampel a = Tingkat kepercayaan N = Jumlah populasi

D = perkiraan jumlah hewan sakit dalam populasi (Murti, 2011).

Pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling denganpengambilan lansung dari peternakan masyarakat. Pengambilan sampel feses sebanyak 23 ekor. Feses dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke Laboratorium.

Sampel feses babi yang telah dikoleksi dari lapangan diperiksa dengan menggunakan metode pengapungan (Flotation Method). Sebanyak 2 gram sampel digerus dengan mortar dan ditambahkan aquades sampai ¾ tabung reaksi. Sampel kemudian disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm, cairan jernih di atas endapan dibuang. Larutan gula jenuh kemudian dituangkan di atas endapan sampai ¾ tabung dan diaduk sampai homogen. Sampel kemudian disentrifus kembali selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Tabung kemudian diletakkan di atas rak dengan posisi tegak lurus, kemudian gula jenuh diteteskan sampai permukaan cairan menjadi cembung. Setelah itu cover glass ditempelkan pada permukaan tabung reaksi dan ditunggu selama 3 menit, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan telur cacing untuk naik ke permukaan cairan. Kaca penutup kemudian

dipindahkan ke object glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40 serta didokumentasikan.

Hasil pengamatan yang didapat diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran protozoa dengan mencocokkan hasil pengamatan langsung dengan literature (Buku Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2 oleh Ideham, B., Pusarawati, S. 2009).

Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan menghubungkan data dan fakta dilapangan serta interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Kesimpulan ditarik secara deduktif dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum ke khusus.

HASIL PENELITIAN

Hasil pemeriksaan 23 sampel feses babi yang diambil dari dusun Pemunut masing-masing 8 sampel dari RT. 02, 8 sampel dari RT. 03 dan 7 sampel dari RT. 04 dengan menggunakan Metode pengapungan ditemukan 5 spesies parasit yaitu Balantidium sp. Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. kelima spesies parasit tersebut dapat digolongkan ke dalam Protozoa (1 jenis) dan Helminth (4 jenis).

Tabel 1. Prevalensi Infeksi Parasit Gastrointestinal pada babi di Dusun Pemunut Desa Suranadi.

Gastrointestinal Parasit Parasit Teridentifikasi Protozoa Helminth Protozoa Balantidium sp. Helminth Ascaris suum Taenia sp. Metastrongylus sp. Trichostrongylus sp.

Secara morfologi Balantidium sp. memiliki bentuk oval dan memiliki makronukleus yang besar dan mudah teramati. Ascaris suum secara morfologi memiliki telur dengan lapisan kapsul yang tebal dan kasar. Metastrongylus sp.

(30)

ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah67

_____________________________________

http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014

dan Trycostrongylus sp. merupakan golongan cacing yang memiliki dinding telur yang tipis. Akan tetapi, secara morfologi, Trycostrongylus sp. memiliki bentuk yang lonjong dengan ujung bundar, sedangkan Metastrongylus sp. memiliki ujung anterior yang lebih lancip. Hal inilah yang membedakan karakteristik morfologi telur kedua spesies tersebut.

Gambar 1. Gastro intestinal parasit yang teridentifikasi menginfeksi babi di daerah Suranadi.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pre-eliminasi sampel feses babi yang diperiksa dengan metode pengapungan diperoleh bahwa parasit gastrointestinal yang mengifeksi babi di desa Suranadi terdiri dari 2 golongan. golongan pertama adalah Protozoa dan golongan kedua adalah Helminth (cacing). Adapun golongan protozoa parasit yang teridentifikasi pada sampel feses babi adalah spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa Helminth gastrointestinal parasit adalah Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi babi yang dipelihara pada kandang tradisional dengan kandang tanah sangat rentan terhadap infeksi berbagai gastrointestinal parasit, baik dari golongan Protozoa maupun Helminth. Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti Dewi dan Nugroho (2007) yang mengidentifikasi Balantidium sp. pada babi kutil di daerah Surabaya. Hasil penelitian

Yasa et al. (2010) yang juga menemukan infeksi Balantidium sp. pada ternak babi. Kedua penelitian ini memperkuat hasil penelitian ini dan memberikan gambaran yang jelas bahwa Balantidium sp. merupakan parasit yang khas pada babi, meskipun indentifikasi sampai level spesies sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena babi merupakan reservoir dari berbagai penyakit parasit (Scuster and Ramirez-Avila, 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Protozoa parasit ini bersifat zoonosis ke manusia. Oleh karena itu, adanya infeksi pada babi di daerah Suranadi perlu terus diwaspadai.

Selain parasit dari golongan Protozoa, pada penelitian ini juga menemukan adanya infeksi beberapa golongan Helminth yaitu Ascaris suum, Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp dan Taenia sp. menurut Matsubayasi et al (2009) Ascaris suum umum ditemukan pada babi. Spesies cacing Nematoda merupakan spesies yang khas pada ternak babi maupun babi liar. Hal ini diperkuat dari hasil penelitiannya yang menemukan prevalensi infeksi A. suum sebesar 14,7%. Selain A. suum, spesies Metastrongylus sp. dan Trycostrongylus sp. juga sering dijumpai menginfeksi ternak babi, meskipun dalam intensitas yang rendah. Lebih lanjut Matsubayasi et al (2009) menjelaskan bahwa kedua spesies cacing Nematoda tersebut pada musim tertentu ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Selain cacing Nematoda, pada penelitian ini juga ditemukan Helminth Trematoda yaitu Taenis sp. Cacing ini merupakan golongan cacing zoonosis yang sangat patogen. Kehadiran cacing ini sangat perlu mendapatkan perhatin dan penelitian lebih lanjut, karena dapat mengganggu kesehatan ternak babi. Selain itu, infeksi cacing ini sangat berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi daging babi, khsusnya pada anak-anak.

Tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di desa Suranadi mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat manajemen pemeliharan babi. Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi faktor yang meningkatkan resiko infeksi gastrointestinal parasit pada babi dan tidak menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia (pemilik babi). Dugaan ini diperkuat dengan hasil pengamatan di lokasi sampling yang menemukan

(31)

68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________________

Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com bahwa penduduk sangat dekat dengan kehidupan

babi, bahka dapur dan peralatan makan penduduk sangat dekat dengan aktivitas babi. Mengingat tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini, maka perlu dilakukan sosialisasi yang intensif kepada warga, khsusnya yang memiliki ternak babi untuk lebih menjaga kebersihan kandang dan meningkatkan sanitasi lingkungan sekitar tempat tinggal. Selain itu, penelitian lebih lanjut untuk melihat prevalensi dan identifikasi molekuler sangat perlu dilakukan untuk mengetahui mortalitas infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini. PENUTUP

Dari hasil peneliatian ini dapat disimpulkan bahwa babiyang dipelihara di Desa Suranaditelah terinfeksi oleh beberapa spesies gastrointestinal parasit. Adapun spesies parasit yang menginfeksi populasi babi tersebut adalah dari golongan Protozoa yaitu Balantidium sp. ; dan golongan Helmint yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp, Metastrongylus sp dan Taenia sp.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana, I.B.K dan Putra D.K. Harya. 2008. Ternak Babi (Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Bali.

Aritonang, D. 1998. Produktivitas Babi Impor di Indonesia. Seminar Ekspor Ternak Potong, Jakarta. Diunduh 21 Mei 2014.

Dewi, K & R.T.P Nugraha. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Dan Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): 13-19

http://bioeducation10.blogspot.co m/2012/11/protozoa_11.html. Diunduh tanggal : 6 Mei 2014. Hamton, J., P. B. S. Spencer, A. d. Elliot, and R. C.

A. Thompson. 2006. Prevalence of Zoonotic Pathogens from Feral Pigs in Major Public Drinking Water

Cathments in Western Australia. J Eco Health. pp: 1-6

Levine, N.D. 1995. Protozoologi Veteriner. Penerjemah : Soekardono, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Matsubayashi, M., T. Kita, T. Narushima, I. Kimata, H Tani), K Sasai and E. Baba. 2009. Coprological Survey of Parasitic Infections in Pigs and Cattle in Slaughterhouse in Osaka, Japan. J. Vet. Med. Sci. 71(8): 1079–1083. Murti, B. 2011. Desain Studi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University.Press.

Parakkasi, A. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik, Vol.1B.UI Press. Jakarta. http://peternakan.co.id/ ternak-monogastrik-2. Diunduh tanggal: 17 Mei 2014.

Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan : Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam. Prima Centra. Jakarta.

Prasetyo, H., ARDANA, I B. K., BUDIASA, M. K. 2013. Studi Penampilan Reproduksi (Litter Size, Jumlah Sapih, Kematian) Induk Babi pada Peternakan Himalaya, Kupang. Indonesia Medicus Veterinus: 2(3) : 261 - 268.

Schuster FL, Avila LR. Current World Status of Balantidium coli. Clinical microbiol

review 21:626-638.

doi:10.1128/CMR.00021-08.

Sulistiningari. 2003. Pemeriksaan Protozoa Usus Patogen Bagi Manusia Dalam Tinja Babi di Peternakan Dusun Kanten Desa Sroyo Kecamatan Jaten KabupatenKaranganyar.http://www.f km.undip.ac.id/data/index.php?actio

n=4&idx=608. Diunduh tanggal: 06 Mei 2014.

(32)

Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan

pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua

PANDE KETUT YULIARI1,

I MADE DAMRIYASA2,I MADE DWINATA1

1

Lab. Parasitologi, 2Lab. Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.

Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali tlp. 0361-223791 Email: yuliematsya@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua, dan juga untuk mengetahui besarnya prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua. Penelitian ini menggunakan 22 sampel feses babi yang terdiri dari 10 sampel diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan sampel feses dilakukan setelah babi di nekropsi, feses diambil pada bagian rektum, kemudian ditampung pada larutan SAF. Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Formol Ether (RITCHIE). Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses didapatkan 72,7% babi yang diambil dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria,

Isospora, Entamoeba, dan Balantidium.

Kata Kunci: Protozoa, Formol Ether (RITCHIE), Babi

PENDAHULUAN

Provinsi Papua merupakan Provinsi yang paling luas wilayahnya dari seluruh Provinsi di Indonesia. Luas Provinsi Papua ± 410.660 km2 atau merupakan ± 21% dari luas wilayah Indonesia. Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang dipenuhi dengan hutan hujan tropis, padang rumput dan lembah, sedangkan di bagian tengah terdapat pegunungan tinggi sepanjang 650 km. Salah satu lembah dan pegunungan di Papua yang terkenal adalah Lembah Baliem dan

(33)

Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Pegunungan Arfak. Pada kedua daerah tersebut terdapat salah satu hewan ternak yang paling banyak dipelihara yaitu babi (Gordon dan Raymond, 2005).

Ternak babi bagi masyarakat Papua sendiri memiliki banyak makna, baik dari segi ekonomi, sosial maupun makna budaya. Dari segi ekonomi, babi biasa dipakai sebagai alat tukar jasa, prestasi, hutang dan kewajiban dibayar dengan babi atau daging babi. Dari sudut pandang sosial, babi itu sangat penting. Jumlah babi yang dimiliki seseorang, ikut menentukan bagaimana seseorang itu dipandang oleh orang lain. Dalam berbagai ritual tradisional yang sering digelar masyarakat Papua, babi harus selalu ada sebagai hidangan utama selain sayur mayur dan umbi- umbian. Babi juga dipergunakan untuk membayar mas kawin, membayar hutang dan denda sebagai bentuk sanksi atas suatu perkara, serta upacara kematian dan juga merayakan panen kebun yang melimpah. Selain itu babi juga digunakan sebagai simbol kepemimpinan, yang dapat menunjukkan derajat seorang kepala suku (Kunto, 2011).

Pemeliharaan babi di Papua masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian (LIPTAN,1996), kadang-kadang babi dikandangkan pada malam hari dan dilepas pada pagi hari untuk mencari makan di hutan dan akan kembali ke kandang pada sore hari (Balai Penelitian Ternak, 2008). Sistem pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Salah satunya adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh protozoa. Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi umumnya antara lain: Coccidia, Balantidium, Entamoeba dan Giardia (Levine, 1995). Babi-babi muda umumnya lebih peka terhadap infeksi protozoa dan daya tahannya lebih lemah dibandingkan dengan babi dewasa. Keadaan tersebut menyebabkan infeksi protozoa lebih sering terjadi pada babi-babi muda dibandingkan dengan babi-babi dewasa (Sihombing, 1997). Beberapa penelitian protozoa pada babi telah dilakukan di Indonesia diantaranya Dewi dan Nugraha (2007) menemukan kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil di Surabaya. Hasil pemeriksaan oleh Sulistiningari (2003) didapatkan bahwa dari 60 tinja babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 tinja (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli. Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali menunjukkan 70% (14 dari 20 sampel) induk babi terinfeksi Eimeria sp dan pada anak babi ditemukan 20%. Cargil et al. mengidentifikasi protozoa Eimeria deblecki, Eimeria scabra,

(34)

Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Baliem Papua (Mahalaya, 2009). Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang protozoa di Papua maka perlu dilakukan penelitian keberadaan protozoa saluran pencernaan pada babi di daerah lainnya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua. Besarnya prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua.

METODE PENELITIAN

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses babi sebanyak 22 sampel yang terdiri dari 10 sampel babi yang diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel babi yang diambil dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan sampel feses dilakukan pada saat babi di nekropsi. Sampel feses diambil pada bagian rektum, kemudian ditampung pada tabung yang berisi larutan SAF.

Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Sedimentasi Formol Ether (RITCHIE) dengan tahapan sebagai berikut : Sampel feses dalam tabung larutan SAF, diaduk. Saring dengan kain kasa, cairan filtrasi ditampung didalam tabung sentrifuge 15 ml. Sentrifuge, selama 3 menit dengan kecepatan 1000 rpm kemudian supernatannya dibuang. Tambahkan NaCl fisiologis dan 3 ml ether. Disentrifuge selama 3 menit dengan putaran 2000 rpm, kemudian cairan dibuang. Pindahkan 1 tetes sedimen pada kaca benda, kemudian tutup dengan kaca penutup. Pemeriksaan di bawah mikroskop diawali dengan pembesaran 100X yang kemudian dilanjutkan dengan pembesaran 400X. Identifikasi protozoa berdasarkan morfologi (Kaufman, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses babi, masing-masing 10 sampel dari Lembah Baliem dan 12 sampel dari Pegunungan Arfak dengan menggunakan Metode Sedimentasi Formol Ether (RITCHIE) ditemukan 16 sampel terinfeksi protozoa (72,7%). Protozoa tersebut antara lain: Eimeria, Isospora, Balantidium, dan Entamoeba.

(35)

Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Prevalensi infeksi protozoa berdasarkan daerah asal sampel feses babi, yaitu di Lembah Baliem dari 10 sampel yang diperiksa ditemukan 6 positif adanya infeksi protozoa (60%), dan 12 sampel feses babi yang berasal dari Pegunungan Arfak ditemukan 10 sampel positif infeksi protozoa (83.3%) (Tabel 1).

Tabel 1 Prevalensi Infeksi Protozoa pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua Asal Sampel Babi Jumlah

Sampel

Infeksi Protozoa Prevalensi (%)

Hasil Uji Chi Square Positif Negatif Pegunungan Arfak 12 10 2 83.3 0.348 Lembah Baliem 10 6 4 60 Total 22 16 6 72.7

Setelah di analisis dengan Uji Chi-Square tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0.05) prevalensi protozoa saluran pencernaan antara pada babi yang dipelihara di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.

Gambar 1. Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.

Tabel 2 Prevalensi Infeksi Protozoa pada feses babi yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak.

Protozoa

Prevalensi (%)

Total Hasil Uji Chi-Square Lembah Baliem Pegunungan Arfak

Eimeria 50% 83.3% 68,2% 0.172 83% 60% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Pegunungan Arfak Lembah Baliem

Pr e val e n si

Gambar

Tabel 1.  Prevalensi  Infeksi  Parasit  Gastrointestinal  pada  babi  di  Dusun  Pemunut Desa Suranadi
Gambar 1.  Gastro  intestinal  parasit  yang  teridentifikasi  menginfeksi  babi  di  daerah Suranadi
Tabel 1 Prevalensi Infeksi Protozoa pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua  Asal Sampel Babi  Jumlah
Gambar  2.  Prevalensi  Infeksi  Eimeria,  Isospora,  Entamoeba    dan  Balantidium  pada  Babi  di  Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua
+3

Referensi

Dokumen terkait

Holder Mechanism hasil rancangan sudah sesuai dengan kebutuhan untuk menahan material plat setelah proses pemotongan dimana ukuran, bentuk dan komponen- komponen

Berdasarkan hasil pengujian SPK ini menunjukkan bahwa penggabungan metode SAW dan TOPSIS pada aplikasi ApeMDos yang dibangun mampu membantu proses pengambilan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka melalui penulisan ini dicobakan suatu pembuatan model serta animasi 3 dimensi beberapa gambar yang diambil dari bab 3 yaitu Air Tanah

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1) Menyusun desain penelitian, (2) Membuat instrumen penelitian berupa kisi-kisi angket gaya belajar,

Relatif tingginya pengaruh faktor-faktor yang meliputi X1 (Bahan Baku), dan X2 (Biaya) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

Dari hasil penelitian menunjukkan kisaran nilai Zn (seng) berkisar antara 0,035 – 0,082 mg/l nilai ini belum memenuhi persyaratan menurut PP No.82 tahun 2001 tentang

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Dalam landasan teori akan disampaikan mengenai teori kepuasan kerja ( job satisfaction ) , ketidak nyamanan kerja ( job insecurity ), komitmen organisasi dan tingkat keluar masuk