• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Fisika Inti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proposal Fisika Inti"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. JUDUL

PROPOSAL EKSPERIMEN FISIKA NUKLIR

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Bidang ilmu Fisika Nuklir telah berkembang dan telah dimanfaatkan untuk keperluan damai. Fisika nuklir merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang mengkaji tentang inti atom beserta sifat-sifatnya. Ketika suatu inti atom berada dalam kondisi tidak stabil, maka inti tersebut akan memancarkan radiasi berupa pancaran berkas zarah atau foton sehingga ia mencapai kestabilan. Inti ini kemudian disebut dengan inti radioaktif. Pengukuran aktivitas suatu material radioaktif serta dosisnya perlu dilakukan untuk memperkecil resiko bahaya radiasi. Salah satu alat yang banyak digunakan untuk mengukur aktivitas adalah spektrometer gamma yang dilengkapi dengan detektor NaI(Tl). Detector NaI(Tl) merupakan jenis detector sintilator.

Sistem spektroskopi merupakan pengukuran yang bersifat analisis baik kualitatif maupun kuantitatif karena untuk keperluan ini harus berdasarkan spectrum radiasi yang dipancarkan oleh sampel yang dianalisis Spektrometer sinar gamma dapat digunakan untuk menganalisis sumber radioaktif yang kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur atau isotop-isotop radioaktif yang ada di dalamnya yang biasanya disebut isotope radioaktif. Dalam eksperimen ini digunakan detector NaI(Tl) karena detector ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mempunyai efisiensi deteksi yang relative baik, resolusi rendah, operasi sederhana, dan detektor ini mempunyai sensitivitas rendah terhadap paparan/medan neutron.

Percobaan spektroskopi gamma ini dilakukan untuk mempelajari cacah latar / background counting, mempelajari spektrum isotop Cs-137 dan Co-60, mengkalibrasi detektor dengan Cs-137 dan Co-60, serta dapat menggunakan hasil kalibrasi detektor untuk menentukan energi gamma dari suatu sumber radioaktif yang tidak / belum diketahui energinya (isotop Ba-133).

Selain spectrometer gamma yang dilengkapi dengan detector NaI(Tl), untuk mengetahui adanya suatu partikel radiasi dapat pula digunakan detector Geiger Muller yang merupakan jenis detector isian gas. Detector ini merupakan detector yang paling banyak digunakan untuk mengukur radiasi. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai

(2)

detector Geiger Muller. Dalam eksperimen, selanjutnya akan ditentukan efisiensi, waktu mati serta hubungan variasi jarak sumber radiasi (Hukum Kuadrat Jarak Terbalik) dari detector Geiger Muller. Semakin jauh kuantitas radiasi dipancarkan dari sumber, semakin menyebar dalam sebuah daerah yang sebanding dengan kuadrat jarak dari sumber. Dengan demikian, kuantitas yang melewati satu satuan luas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber.

C. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah pada eksperimen ini adalah: 1. Spektroskopi gamma (γ) :

a. Bagaimana menghitung cacah latar / background counting? b. Bagaimana spektrum isotop Cs-137 dan Co-60?

c. Bagaimana cara mengkalibrasi energi dengan sumber radiasi Cs-137 dan Co-60? d. Bagaimana cara menentukan energi gamma dari isotop Ba-133?

2. Bagaimana cara menentukan efisiensi detektor Geiger Muller?

3. Bagaimana hubungan variasi jarak sumber radiasi terhadap cacah radiasi detektor Geiger Muller (hukum kuadrat terbalik)?

4. Bagaimana cara menentukan waktu mati (dead time) dari detektor Geiger Muller?

D. TUJUAN

1. Memahami konsep spektroskopi gamma (γ), yang meliputi: a. Cacah latar/ background counting.

b. Spektrum isotop Cs-137 dan Co-60.

c. Kalibrasi energi dengan sumber radisai Cs-137 dan Co-60.

d. Menggunakan hasil kalibrasi detektor untuk menentukan energi gamma dari suatu sumber radioaktif yang tidak/ belum diketahui energinya (isotop Ba-133).

2. Menentukan efisiensi dari detektor Geiger Muller.

3. Mengetahui hubungan variasi jarak sumber radiasi terhadap cacah radiasi detektor Geiger Muller (hukum kuadrat terbalik).

(3)

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Luaran yang diharapkan pada eksperimen ini adalah laporan eksperimen dengan judul terkait serta mampu memahami materi terkait eksperimen dalam proposal ini.

F. MANFAAT

Dapat memberikan wawasan kepada praktikan mengenai konsep spektroskopi gamma. Selain itu dapat pula memberikan wawasan mengenai detector Geiger Muller yang meliputi efisiensi detector, hubungan jarak terhadap cacah radiasi (Hukum Kuadrat Terbalik) serta waktu mati (dead time).

G. TINJAUAN PUSTAKA 1. Spektroskopi gamma

Sinar gamma adalah radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek (dalam orde Ao) yang dipancarkan oleh inti atom yang tidak stabil yang bersifat radioaktif. Setelah inti atom memancarkan partikel α, β- (elektron), β+ (positron), atau setelah peristiwa tangkapan elektron, inti yang masih dalam keadaan tereksitasi tersebut akan turun ke keadaan dasarnya dengan memancarkan radiasi gamma. Sebagai contoh, peluruhan unsur 137Cs menjadi 137Ba melalui peluruhan β- yang diikuti pemancaran radiasi γ.

137

Cs 137Ba + β1- + β2- + γ

(4)

Gambar 1. Skema Peluruhan 137Cs

Detektor yang umum digunakan dalam spektroskopi gamma adalah detektor sintilasi NaI (Tl). Detektor ini terbuat dari bahan yang dapat memancarkan kilatan cahaya apabila berinteraksi dengan sinar gamma. Efisiensi detektor bertambah dengan meningkatnya volume kristal sedangkan resolusi energi tergantung pada kondisi pembuatan pada waktu pengembangan kristal. Sinar gamma yang masuk ke dalam detektor berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator menimbulkan efek fotolistrik, hamburan compton dan produksi pasangan dan akan menghasilkan kilatan cahaya dalam sintilator. Keluaran cahaya yang dihasilkan oleh kristal sintilasi sebanding dengan energi sinar gamma. (Beiser, 1982)

Kilatan cahaya oleh pipa cahaya dan pembelok cahaya ditransmisikan ke fotokatoda lalu ditransmisikan ke photomultiplier tube (PMT) kemudian digandakan sebanyak-banyaknya oleh bagian pengganda elektron pada PMT. Arus elektron yang dihasilkan membentuk pulsa tegangan pada input penguat awal (preamplifier). Pulsa ini setelah melewati alat pemisah dan pembentuk pulsa dihitung dan dianalisis oleh Mulichannel Analyzer (MCA) dengan tinggi pulsa sebanding dengan energi gamma.

Spektroskopi gamma adalah spektrokopi yang dapat di gunakan untuk menganalisis sumber radioaktif yang kemudian dapat digunakan untuk mengindentifikasi unsur antara isotop radioaktif yang ada didalamnya. Biasanya untuk mengindentifikasi isotop radioaktif spektrometer gamma di lengkapi dengan suatu perangkat lunak atau kalibrasi dan mencocokkan puncak – puncak energi foton (photopeak) dengan suatu pustaka data nuklir.

Jika energi radiasi yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 137-Cs diserap seluruhnya oleh elektron-elektron pada kristal detektor NaI(Tl) maka interaksi ini disebut efek fotolistrik yang menghasilkan puncak energi (photopeak) pada spektrum gamma (gambar 3) pada daerah energi 661,65 keV. Apabila foton gamma berinteraksi dengan sebuah elektron bebas atau yang terikat lemah, misal elektron pada kulit terluar suatu atom, maka sebagian energi photon akan diserap oleh elektron dan kemudian terhambur. Interaksi ini disebut dengan hamburan Compton.

(5)

Gambar 2. Spektrum gamma dari 137-Cs

Titik batas antara interaksi Compton dan foto listrik menghasilkan puncak energi yang disebut Compton edge. Puncak Backscatter disebabkan oleh foton yang telah dihamburkan keluar ternyata didefleksi balik kedalam detektor sehingga terdeteksi ulang.Spektrometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari sprektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif, jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.

Tujuan utama pengukuran spektroskopi adalah mengukur energi serta intensitas radiasi. Oleh karena itu semua detektor harus dikalibrasi menggunakan sumber radiasi standar, sehingga dapat diperoleh hubungan antara nomor channel dengan energi. Sumber radiasi standar yang digunakan biasanya memiliki 2 atau lebih energi yang telah diketahui, misalnya dan , serta menghasilkan sentroid di channel dan . Dari 2 buah titik ini dapatlah dengan mudah dibuat konversi nomor channel dengan energi. Namun mengingat MCA tidak sepenuhnya linier, maka perlu dipilih sumber radiasi standar yang memiliki energi radiasi yang berdekatan dengan energi radiasi yang tidak diketahui.

(6)

Detektor Geiger-Muller bekerja berdasarkan prinsip ionisasi, di mana partikel radiasi yang masuk akan mengionisasi gas isian dalam detektor. Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah tabung yang diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel.

Gambar 3. Detektor Geiger Muller

Secara skematis bentuk dari geiger muler seperti gambar diatas yang terdiri dari : 1) Tabung ionisasi

Merupakan tempat berinteraksinya partikel radiasi dengan gas alam tabung yang menimbulkan elektron melalui proses ionisasi. Umumnya tabung ini juga berfungsi sebagai katoda yang bermuatan listrik negatif.

2) Kawat anoda

Kawat ini bermuatan listrik positif, berbentuk kawat didalam tabung, dan terbuat dari tungsten. Anoda ini dhubungkan dengan suplai tegangan tinggi. Suplai ini berperan dalam operasional detektor karena mempengaruhi proporsonal deteksi. Elektron yang tertangkap oleh anoda akan memangkitkan snya keluaran yang mewakili hasil cacah. 3) Window

Bagian ini terletak dibagian depan detektor. Terbuat dari material sejenis polimer tipis sehingga radiasi dapat menembusnya.

Apabila ke dalam tabung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi gas isian. Banyaknya pasangan elektron-ion yang terjadi pada detektor Geiger-Muller

(7)

tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebut elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak ke arah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak ke arah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. Sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya. Sehingga menimbulkan pasangan elektron- ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder ini pun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya, sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus (avalence).

Jika tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi, maka peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative electron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect.

Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya elektron- elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek muatan ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. Penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambah tenaga kinetic akibat penambahan tegangan V.

Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan elektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang

(8)

datang. Jika tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger Muller, maka detektor tersebut akan rusak.

a. Efisiensi detector Geiger Muller

Effisiensi adalah suatu parameter yang sangat penting dalam pencacahan karena nilai inilah yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan sistem pencacah terhadap radiasi yang diterima detektor. Secara ideal, setiap radiasi yang mengenai detektor akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dan akan dicatat sebagai cacahan. Bila hal ini terjadi, maka sistem pencacah mempunyai effisiensi 100%. Effisiensi detektor dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya cacahan dengan aktivitas sumber.

Secara matematis, effisiensi absolut dinyatakan dalam persamaan:

( )

Effisiensi sistem pencacah sangat ditentukan oleh effisiensi detektor yang mempunyai nilai berbeda antara jenis detektor. Selain jenis detektor, effisiensi sistem pencacah juga dipengaruhi oleh setting, atau pengaturan saat pencacahan misalnya, jarak antara sumber dan detektor, tegangan kerja, faktor amplifikasi, pada amplifier, batas atas dan bawah pada diskriminator dan sebagainya. Oleh karena itu, nilai effisiensi sistem pencacah harus ditentukan secara berkala atau bila terdapat perubahan setting pada sistem pencacah. Secara garis besar effisiensi detektor bergantung pada kepadatan dan ukuran bahan detektor, jenis dan energi radiasi, jarak sumber ke detektor dan elektronik.

Effisiensi detektor akan meningkat jika probabilitas interaksi antara radiasi dan material penyusun detektor meningkat. Probabilitas akan meningkat sebanding dengan ukuran detektor. Selain itu juga bergantung pada jarak antara detektor dengan sumber radiasi. Semakin dekat jaraknya, semakin besar effisiensinya. Probabilitas interaksi per satuan jarak yang ditempuh akan sebanding dengan kepadatan materi. Densitas zat padat dan cair sekitar seribu kali lebih besar daripada densitas gas pada

(9)

tekanan dan temperatur normal. Oleh karena itu, detektor yang terbuat dari bahan padat atau cair lebih effisien dibandingan dengan gas.

b. Hukum Kuadrat Terbalik

Hukum kuadrat terbalik umumnya berlaku ketika suatu gaya, energi, atau kuantitas kekal lainnya dipancarkan secara radial dari sumbernya. Karena luas permukaan sebuah bola (yang besarnya ) sebanding dengan kuadrat jari-jari, maka semakin jauh kuantitas tersebut dipancarkan dari sumber, semakin tersebar dalam sebuah daerah yang sebanding dengan kuadrat jarak dari sumber. Dengan demikian, kuantitas yang melewati satu satuan luas berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber.wikipedia

Intensitas cahaya atau gelombang linear lain yang memancar dari titik sumberberbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber. Jadi obyek (ukuran yangsama) dua kali lebih jauh, hanya menerima seperempat dari energy (dalam jangkawaktu yang sama). Lebih umum, radiasi yaitu intensitas (energy persatuan luas) darisebuah bola wavefront berbanding terbalik dengan kuadrat jarakdari titik sumber(dengan asumsitidak ada kerugian yang disebabkan oleh penyerapan atau hamburan).Hubungan intensitas dengan jarak dari sumber:

I ~1/r2

Dengan: I = intensitas radiasi r = jarak dari sumber

Misalkan daya total yang diradiasikan dari sebuah titik adalah P pada jarak yang jauh dari sumber, daya ini akan didistribusikan pada luasan permukaan berjari- jari r (jarak dari sumber), sehingga intensitas yang dipancarkan pada jarak r dari sumber radiasi adalah

I = P/4πr2

Dengan : I = intensitas (W/m^2) P = daya yang dipancarkan (W) r = jarak dari sumber (m)

(10)

Pada saat ion-ion positif menuju anoda setelah terbentuknya pulsa, kuat medan listrik di sekitar anoda turun sampai nilai minimum yang diperlukan untuk dapat terjadinya avalance yang baru. Selama waktu ini detektor dalam keadaan tidak peka,dan selang waktu ini biasa disebut waktu mati detektor.

Kuat medan listrik di sekitar anoda berangsur- angsur naik ke nilai normalnya. Pulsa yang terbentuk akan naik dari nol ke nilai normalnya. Selang waktu yang diperlukan agar pulsa mencapai nilai normalnya dirsebut waktu pulih. Bentuk pulsa detektor GM dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Bentuk pulsa detector Geiger Muller

Jumlah waktu mati dan waktu pulih detektor GM biasa disebut sebagai resolving time. Selama selang waktu ini ini sistim deteksi dengan detektor GM tidak mampu mendeteksi pulsa yang datang berikutnya. Selang waktu inilah yang biasa sebagai waktu mati sistim deteksi. Adanya waktu mati ini menyebabkan perlunya koreksi terhadap hasil pencacahan yaitu:

Dengan N0 = cacah sebenarnya

N = cacah yang tercatat di counter

= resolving time = dead time (waktu mati )

Untuk menghitung digunakan dua sumber dan dihitung dengan rumus :

( )

Dengan ;

N1 = cacah pulsa dari sumber 1 setelah dikoreksi dengan cacah latar

(11)

N1,2 = cacah pulsa dari sumber 1 dan 2 bersama setelah dikoreksi cacah latar.

H. METODOLOGI EKSPERIMEN 1. Waktu dan tempat eksperimen

Eksperimen akan dilaksanakan selama 5 minggu mulai tanggal 15 Oktober – 12 November 2013 bertempat di UPT Lab. Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret. 2. Alat dan Bahan

a. Spektroskopi Gamma Alat :

 Mulichannel Analyzer (MCA) 1 buah

 Detektor NaI (Tl) 1 buah

Bahan :

 Sumber Radiasi yaitu Cs-137, Co-60 dan Ba-133 masing-masing 1 buah b. Geiger Muller (Efisiensi detector, Penentuan Dead time, Hukum kuadrat terbalik)

Alat :

 Detektor Geiger Muller dan Counter 1 set

 Stopwatch 1 buah

 Penggaris / mistar 1 buah

Bahan :

(12)

3. Bagan prosedur eksperimen a. Spektroskopi gamma

Gambar 5. Bagan metode pelaksanaan eksperimen spektroskopi gamma 1. Pencacahan latar

Pemilihan sampel radioaktif (Cs-137, Co-60, Ba-133) yang akan diamati dan diletakkan pada muka detector, untuk pencacahan latar tanpa sampel.

2. Pencacahan

Dengan menekan tombol START saat mulai pencacahan dan STOP untuk penghentian pencacahan.

3. Pengamatan spectrum photopeak

Diamati pada layar monitor. Menekan tombol marker > atau < untuk mengetahui nomor channel, mengubah atau melihat skala dengan tombol SCALE ^ atau v. untuk pengamatan intensitas total dengan menekan tombol SET > atau < sampai

Pencacahan latar Pencacahan Pengamatan spektrum photopeak Pembuatan grafik kalibrasi energi Penyalaan MCA dan

detektor NaI(Tl)

Penyalaan komputer

Pengaturan saklar power pada detektor

Pengaturan lama pencacahan

(13)

semua spectrum terasir dan menekan tombol SET dan CLEAR untuk mengedit, menghapus arsiran dan mengulang pencacahan lagi.

4. Pembuatan grafik kalibrasi energy

Pengamatan nomor channel photopeak dari sampel radioaktif (Cs-137 dan Co-60) dan digunakan energy photopeak referensi untuk membuat grafik hubungan energy (sumbu-y) dan nomor channel (sumbu-x) untuk menghitung energy gamma dari Ba-133.

5. Penyalaan MCA dan detector NaI(Tl)

Pada proses ini dilakukan dengan cara menghubungkan kabel dengan sumber tegangan PLN (saklar power dan high voltage harus pada posisi off).

6. Penyalaan computer

Dilakukan dengan menarik tombol PULL ON BRIGHT pada monitor. Setelah itu kemudian dilakukan pengaturan Contrass.

7. Pengaturan saklar power pada detector

Saklar power pada detector diatur pada posisi on, kemudian saklar High Voltage juga diatur pada posisi on.

8. Pengaturan lama pencacahan

Diatur dengan menekan tombol TIME untuk penetapan lama pencacah, dimana di sini diatur lama pencacahan 1 menit, kemudian ditekan ENTER.

(14)

b. Efisiensi detector Geiger Muller dan Hukum kuadrat terbalik

Gambar 6. Bagan metode pelaksanaan eksperimen Efisiensi Detektor Geiger Muller dan Hukum Kuadrat Terbalik

1. Persiapan alat dan bahan

Pada tahap ini dilakukan persiapan alat serta bahan yang akan digunakan dalam eksperimen.

2. Perangkaian alat

Setelah alat dan bahan disiaapkan, alat yang digunakan kemudian dirangkai agar dapat dipergunakan dalam eksperimen. Setelah dirangkai, kemudian detector dihubungkan dengan sumber PLN.

3. Pencacahan latar

Dilakukan pencacahan latar (tanpa sumber) selama 60 detik. 4. Pencacahan sumber radiasi

Dilakukan pencacahan sumber radiasi dimana terdapat variasi 2 buah sumber radioaktif yaitu 60Co dan 137Cs. Pencacahan dilakukan selama 60 detik. 5. Pencacahan dengan variasi jarak

Persiapan alat dan bahan Perangkaian alat Pencacahan latar Pencacahan sumber radiasi Pencacahan dengan variasi jarak Perhitungan

(15)

Dari kedua sumber radioaktif tersebut kemudian dipilih 1 sumber radioaktif dan dilakukan eksperimen dengan 5 kali variasi jarak antara sumber radioaktif dengan detector selama 60 detik.

6. Perhitungan

Dari data yang didapat pada tahap 4, kemudian dapat dihitung efisiensi detector Geiger Muller. Sedangkan dari data yang diperoleh pada tahap 5 dapat ditentukan hubungan jarak terhadap intensitas radiasi.

c. Waktu mati (dead time) detector Geiger Muller

Gambar 7. Bagan metode pelaksanaan eksperimen penentuan dead time detector GM 1. Pengoperasian detector GM

Detector Geiger Muller dinyalakan kemudian dioperasikan. 2. Pencacahan 2 sumber secara terpisah

Ditempatkan sumber 1 pada jarak tertentu dan dicatat cacahnya (N1). Begitu pula

sumber 2 dengan jarak yang sama dicatat cacahnya (N12).

3. Pencacahan 1 sumber

Diambil sumber 1 dan dicatat cacahnya (N2).

4. Pencacahan 2 sumber secara bersamaan Diambil kedua sumber dan dicatat cacahnya.

Pengoperasian detektor GM Pencacahan 2 sumber secara terpisah Pencacahan 1 sumber Pencacahan 2 sumber secara bersamaan

(16)

5. Penentuan dead time

Dari data di atas dapat dihitung dead time dengan persamaan :

( ) 4. Gambar Rangkaian dan alat

(a) (b)

Gambar 8. Rangkaian alat (a) Efisiensi detector dan Hukum Kuadrat Terbalik, (b) Spektrometer Gamma dengan detector NaI(Tl)

(a) (b) Gambar 9. (a) Detektor Geiger Muller, (b) Counter

(17)

I. JADWAL KEGIATAN

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Eksperimen

No Kegiatan minggu ke Tempat

1 2 3 4 5 1 Eksperimen Spektroskopi gamma

Lab. Pusat FMIPA UNS

2 Eksperimen Efisiensi detector Geiger Muller

Lab. Pusat FMIPA UNS

3 Eksperimen Hukum Kuadrat Terbalik

Lab. Pusat FMIPA UNS

4

Percobaan Dead Time detector Geiger Muller

Lab. Pusat FMIPA UNS

5 Pembuatan laporan

Menyesuaikan

J. DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis. 2007. Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika. Badan Tenaga Nuklir Naisonal. Jakarta.

Beiser, A. 1983. Konsep Fisika Modern. Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga

G. Ratel, J.W.Muller, Trial Comparison of Activity Measurement of Solution of 1 125, BIMP Report-88/2, February 1998

Irwan, Dimas. 2002. Karakteristik Detektor Proporsional 4. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Safitri Irama, 2001, “Perbandingan Karakteristik Detektor Geiger-Muller Self Quenching

dengan External Quenching”, Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir.

Wardhana, Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi Offset

G.F.Knoll,Radiation Detection and Measurement of Radiation, Taylor and Francis, New York,1995

Gambar

Gambar 2. Spektrum gamma dari 137-Cs
Gambar 3. Detektor Geiger Muller
Gambar 4. Bentuk pulsa detector Geiger Muller
Gambar 5. Bagan metode pelaksanaan eksperimen spektroskopi gamma  1.  Pencacahan latar
+5

Referensi

Dokumen terkait

Energi Radiasi dapat mengeluarkan elektron dari inti Atom sisa Energi Radiasi dapat mengeluarkan elektron dari inti Atom, sisa atom ini mempunyai muatan positif, disebut

Detektor ini menghasilkan sebuah pulsa listrik dari setiap partikel tunggal yang datang padanya., dan tidak tergantung pada energi radiasi.Biasanya detektor ini

Detektor yang sering digunakan disini adalah detektor GM karena detektor ini mempunyai karakteristik tidak dapat membedakan energi radiasi (sesuai dengan keperluan sistem

Apabila dalam sistem ini besarnya energi yang dimiliki zarah lebih besar dari tinggi potensial yang ada (atau E &gt; V ) maka yang terjadi adalah

Untuk mengetahui keberhasilan dalam pembuatan detektor Geiger Muller yang mempunyai ukuran : diameter tabung 16 mm, diameter anoda 0,08 mm dan panjang daerah aktif 100 mm dengan gas

Penguat pulsa pada perangkat spektrometer gamma mempunyai fungsi untuk memperbesar ampitudo tegangan keluaran dari detektor radiasi gamma dengan melakukan pengaturan

Dalam makalah ini akan dibahas hasil kalibrasi dan efisiensi alat ukur kontaminasi permukaan dengan jenis detektor Geiger Muller terhadap sumber radiasi beta standar 14 C, 147..

Seperti pada praktikum Radiasi Alpha, dengan mengetahui pola level energi radiasi pada detektor dan dibandingkan dengan nilai energi radiasi sesungguhnya (sesuai dengan