• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Qiroati Methods, Ummi method, and the Ability Reading Al-Qur an. A. Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Qiroati Methods, Ummi method, and the Ability Reading Al-Qur an. A. Pendahuluan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF ANTARA METODE UMMI DAN METODE QIROATI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANMEMBACA AL-QUR’AN PADA SISWASDIT UKHUWAH DAN MADRASAH

IBTIDAIYAH FITA'LIMISSIBYAN Ahmad Alghifari Fajeri

ABSTRACT

In learning, the use of appropriate method will enable teachers to teach and students to understand the lesson. Qiroati and Ummi methodsare two of the many methods exist in learning Al-Qur’an adopted school to address the lack of interest in learning to read the Quran.

The research was conducted in the SDIT Ukhuwah Banjarmasin. The research typesis quantitative research approach with Non Experimental. While the design used isExpose Facto in the form of Causal Comparative Studies. The data were collected through observation, documentation, questionnaires and interviews. The data obtained were then analyzed using Different Test comparisons (t-test) Independent Sample T-Test. However, the data previously tested for their validity, and reliability.

Based on these results, the researcher suggeststhat the lesson’s duration for learning and teaching the Qur'an to be extended more, in order to maximize learning. And, to Ustadz /ah (Islamic Teachers) is expected to be more creative in using various tools / media to support the learning of Qur'an.

Keywords: Qiroati Methods, Ummi method, and the Ability Reading Al-Qur’an

A. Pendahuluan

Ditinjau dari aspek kognitif, pembelajaran Al-Qur’an yang perlu dikembangkan kepada santri atau peserta didik adalah berupa pengetahuan tentang Ghorib, ilmu Tajwid, hafalan surat-surat pendek dan materi-materi penunjang yang lain. Ditinjau dari aspek afektif, peserta didik dituntut agar memiliki perilaku atau sikap sesuai dengan kepribadian Muslim Qur’ani yang berakhlaqul karimah berdasarkan nilai-nilai Islam. Ditinjau dari aspek psikomotorik, peserta didik diharapkan mampu menulis dan merangkai huruf-huruf hijaiyah (imla’) serta ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Begitu pula dengan prinsip pengajaran pada Al-Qur’an dapat dilakukan dengan

(2)

bermacam-macam metode. Diantara metode-metode itu adalah sebagai berikut: Pertama, guru membaca terlebih dahulu kemudian disusul oleh anak atau murid. Dengan metode ini, guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya, sedangkan murid melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya (musyafahah). Kedua, murid membaca di depan guru sedangkan guru menyimaknya (‘ardul qiro’ah atau setoran bacaan atau sorogan). Ketiga, guru mengulang-ulang bacaan, sedangkan anak menirukannya kata per kata dan kalimat per kalimat juga secara berulang-ulang hingga terampil dan benar.1

Dalam mendidik anak yang paling bertanggung jawab adalah dari pihak keluarga. Seperti halnya pepatah mengatakan ”Mendidik Anak Bagaikan Mengukir Diatas Batu”. Meskipun mendidik anak begitu penuh tantangan, tetapi ketika seorang anak telah mampu memahami satu kata saja dari pendidiknya, ia akan tetap mengingatnya hingga dewasa kelak.2 Hal ini berhubungan dengan fenomena di masyarakat, walaupun dari masyarakat itu sendiri banyak yang sudah mengerti tentang Al-Qur’an, akan tetapi masih banyak yang belum bisa membaca dan memahami Al-Qur’an dengan benar dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Imam Suyuti mengatakan bahwa mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anak merupakan salah satu diantara pilar-pilar Islam, sehingga mereka bisa tumbuh di atas fitrah. Begitu juga cahaya hikmah akan terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka, sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dan dinodai oleh kemaksiatan dan kesesatan.3

Kondisi kemampuan mambaca Al-Qur’an umat Islam pada saat ini masih memprihatinkan, karena sebagian besar penduduk negeri ini yang notabene adalah beragama Islam, ternyata kemampuan membaca Al-Qur’annya sangatlah minim. Lemahnya kemampuan membaca Al-Qur’an tentu saja akan berimplikasi terhadap berkurangnya intensitas untuk selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an

1

Ahmad Syarifuddin. Mendidik Anak: Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 81

2

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redevisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Nuansa, 2003), hlm. 121

3

Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid. Mendidik Anak Bersama Nabi, terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2003), hlm.157-158

(3)

yang pada gilirannya akan meyebabkan jauhnya umat ini terhadap pengamalan Al-Qur’an itu sendiri. Hal ini lah yang disadari oleh beberapa orang tokoh masyarakat diantaranya: Bambang yulianto (pencetus metode Aba Ta Tsa), dan Efendi Lc. (pencetus metode Utsmani).

Untuk belajar membaca diperlukan seorang pembimbing, demikian juga untuk belajar membaca Al-Qur’an dibutuhkan pengajar yang benar-benar mampu mengajarkan Al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwid. Tanpa pengajar seseorang akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca Al-Qur’an. Nabi sendiri ketika menerima wahyu di gua Hira dipandu dan dituntun oleh malaikat Jibril agar mampu membaca, menerima dan memahami wahyu yang diturunkan kepadanya. Begitu pentingnya seorang guru sebagai pengajar Al-Qur’an.4

Dalam pembelajaran Al-Qur’an sering menggunakan sebuah metode dalam setiap cara membacanya termasuk didalamnya metode qiroati dan ummi dimana masing-masing metode mempunyai karakteristik tersendiri dalam pembelajaran pengembanganya.

Dalam proses belajar mengajar metode merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Seorang pendidik atau guru diharapkan memiliki berbagai metode yang tepat serta kemampuan dalam menggunakan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran Al-Qur’an pada hakekatnya adalah mengajarkan Al-Qur’an pada anak yang merupakan suatu proses pengenalan Al-Qur’an tahap pertama dengan tujuan agar siswa mengenal huruf sebagai tanda suara atau tanda bunyi. Pengajaran membaca Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan pengajaran membaca dan menulis di sekolah dasar, karena dalam pengajaran Al-Qur’an anak-anak belajar huruf dan kata-kata yang tidak mereka pahami artinya.

4

H. Moh. Zuhri, dkk, Terjemah Sunan at-Tarmidzi bab. Mengajarkan al-Qur.an, (Semarang : CV. asy-Syifa, 1992), jilid IV, hal. 507-508

(4)

B. Diskripsi Teoritik 1. Metode Qiroati

Metode Qiroati adalah suatu metode membaca Al-Qur’an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan qoidah ilmu tajwid. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa dalam metode qiroati terdapat dua pokok yang mendasari yakni: membaca Al-Quran secara langsung dan pembiasaan pembacaan dengan tartil sesuai dengan ilmu tajwid. Membaca Al-Qur’an secara langsung maksudnya yaitu dalam pembacaan jilid ataupun Al-Qur’an tidak dengan cara mengijah akan tetapi dalam membacanya harus secara langsung.5

Metode Qiroati ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasyi (w. 2001 M) dari Semarang, Jawa Tengah. Metode yang disebarkan sejak awal 1970-an, ini memungkinkan anak-anak mempelajari Al-Qur’an secara cepat dan mudah.

Kiai Dachlan yang mulai mengajar Al-Qur’an pada 1963, merasa metode baca Al-Qur’an yang ada belum memadai. Misalnya metode Qa’idah Baghdadiyah dari Baghdad Irak, yang dianggap metode tertua, terlalu mengandalkan hafalan dan tidak mengenalkan cara baca tartil (jelas dan tepat).

Kiai Dachlan kemudian menerbitkan enam jilid buku Pelajaran Membaca Al-Qur’an untuk TK Al-Qur’an untuk anak usia 4-6 tahun pada l Juli 1986. Usai merampungkan penyusunannya, KH. Dachlan berwasiat, supaya tidak sembarang orang mengajarkan metode Qiroati. Tapi semua orang boleh diajar dengan metode Qiroati. Dalam perkembangannya, sasaran metode Qiroati kian diperluas. Kini ada Qiroati untuk anak usia 4-6 tahun, untuk 6-12 tahun, dan untuk mahasiswa.

5

H. M. Nur Shodiq Achrom, Koordinator Malang III, Pendidikan dan Pengajaran Sistem Qoidah Qiroati, (Ngembul Ka lipare: Pondok Pesantren Salafiyah Sirotul Fuqoha‟ II), hlm. 11

(5)

2. Metode Ummi

Kata Ummi diambil dari bahasa Arab bermakna ibuku, metode ini ada karena untuk menghormati dan mengingat jasa ibu yang telah mengajarkan bahasa pada kita, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bahasa ibu. Karena ibu adalah orang yang paling sukses mengajarkan bahasa di dunia ini adalah ibu kita. Semua anak pada usia 5 tahun bisa berbicara bahasa ibunya.

Banyaknya sekolah atau TPQ yang membutuhkan solusi real bagi kelangsungan pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa-siswinya. Seperti halnya program pembelajaran yang lainnya bahwa dalam pembelajaran Al-Qur’an di lembaga pendidikan juga membutuhkan pengembangan, baik dalam segi konten, konteks maupun support sistemnya. Ummi Foundation memberi solusi pembelajaran Al-Qur'an yang mudah, cepat dan bermutu. Kekuatan mutu yang dibangun Ummi Foundation ada dari 3 hal yaitu (1) Metode yang bermutu, (2) Guru yang bermutu, (3) Sistem yang berbasis mutu.6

Metode Ummi karanganUst. Ahmad Yusuf, MS adalah suatu metode yang menggunakansistem yang terdiri dari 3 komponen: buku praktis metode Ummi, manajemen mutu metode Ummi, dan guru bersertifikat metode Ummi. Ketiganya harus digunakan secara simultan jika ingin mendapatkan hasil yang optimal dari metode ini.

Metode ini diharapkan mampu mengembangkan kecakapan berfikir siswa untuk mengenali bacaan-bacaan Al-Qur’an serta siswa dengan mudah menerima materi. Dengan adanya beberapa pengulangan bacaan dan hafalan surat-surat pendek, maka akan mempercepat siswa mahir membaca Al-Qur’an. Pembelajaran metode Ummi menggunakan pendekatan bahasa ibu yang menekankan kasih sayang dengan metode klasikal baca simak dan sistem penjaminan mutu.

6

Ummi Surabaya. Membangun Generasi Qur’ani. http://ummi-surabaya.blogspot.com. Diakses 07-07-2012

(6)

Adapun visi dari metode Ummi adalah “menjadi lembaga terdepan dalam melahirkan generasi Qur’ani”. Sedangkan misi dari metode Ummi yaitu:

1) Mewujudkan lembaga profesional dalam pengajaran Al-Qur'an yang berbasis sosial dan dakwah.

2) Membangun sistem manajemen pengajaran Al-Qur'an yang berbasis pada mutu.

3) Mewujudkan pusat pengembangan pembelajaran Al-Qur’an.7

3. Kemampuan Membaca

Secara etimologi kata “baca” adalah bentuk kata benda dari kata kerja “membaca”.Menurut bahasa Arab dari kamus Al-Munawwir adalah “qoro`a-yaqro`u” yang berarti membaca.8Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, membaca diartikan “melihat isi sesuatu yang tertulis dengan teliti serta memahaminya (dengan melisankan atau dengan hati)”.9 Khusus dalam membaca Al-Qur’an harus dibarengi dengan kemampuan mengetahui (ilmu) tajwid dan mengaplikasikannya dalam membaca teks. Tentang hal ini bisa difahami dari perintah membaca Al-Qur’an secara tartil.

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, pikiran, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menerjemahkan simbul tulis (huruf) kedalam kata-kata lisan. Sebagai proses berfikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif.10

7

Ummi Surabaya. Ibid

8

Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), hlm. 75

9

Peter Salim dan Yenny Salam, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer(Jakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 1691

10

Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar (Edisi Kedua) , (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 2

(7)

4. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an menurut bahasa (etimologi) artinya “bacaan” atau “yang dibaca”. Secara harfiah, Al-Qur’an berarti “bacaan sempurna”. Menurut istilah (terminologi/syara’), Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan secara mutawattir kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dengan perantara Malaikat Jibril yang ditulis ke dalam mushaf-mushaf dan bertuliskan dengan huruf bahasa Arab, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas untuk disampaikan kepada seluruh umat Islam di dunia dan bagi yang membacanya berpahala dan bernilai ibadah.11

Al-Qur’an diibaratkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud sebagai jamuan Tuhan. Oleh karena itu Al-Qur’an harus dikaji, dibaca, dipahami, dan dinikmati oleh kaum muslimin. Untuk menuju kesana tangga pertama adalah belajar, belajar mengerti aksaranya, belajar membaca dan menulis aksara Al-Qur’an.12

Al-Qur’anul Karim ini adalah kitab yang jelas, pembeda antara yang hak (benar) dan yang batil (salah), yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji, yang merupakan mukjizat (Nabi Muhammad SAW) kekal selama-lamanya yang berlaku untuk semua zaman dari masa (waktu), yang diwariskan Allah SWT kepada bumi dan orang-orang yang ada di dalamnya.13

C. Hasil Penelitian

Untuk bisa mengkomparasikan antara metode Ummi dan Metode Qiroati untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an Siswa, maka penulis mendapatkan dan mengumpulkannya menggunakan teknik observasi, wawancara, dan angket.

11

Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyyah (IAIN Sunan Ampel Surabaya: Anika Bahagia Offset, 1995), hlm. 2

12

Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an, Jakarta:Gema Insani, 2004, hlm. 22

13

Otong Surasman, Metode Insani Kunci Praktis Membaca Al-Qur’an Baik dan Benar (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 15

(8)

Dari hasil wawancara penulis dengan salah seorang ustadz, selaku tenaga pengajar Al-Qur’an ustadz Jum’ani,

“penggunaan metode Ummi ini lebih memudahkan ustadz/dzah dalam mengajarkan Al-Qur’an karena lebih terorganisir serta juga sering dilaksanakannya bimbingan pelatihan, baik itu yang dari pusat datang ke sekolah ataupun juga ustadz/dzah dari sekolah tersebut yang dikirim untuk pelatihan”.

Beliau juga mengatakan bahwa:

“Tujuan dari klasikal baca simak murni ini yaitu melatih agar lebih teliti dalam mempelajari Al-Qur’an. Pada klasikal baca simak ini ustadz/ah menjelaskan tentang pokok pelajaran pada siswa mulai dari kelompok halaman terendah kemudian siswa dites satu persatu dan disimak oleh siswa yang lain, setelah itu dilanjutkan lagi ke kelompok halaman yang berikutnya. Ustadz/ah menjelaskan pokok pelajarannya, lalu siswa dites satu persatu dan disimak oleh semua siswa. Demikian seterusnya. Di samping itu juga pada metode Ummi ditunjang dengan penggunaan alat peraga yang memang sudah diberlakukan oleh kantor pusatnya, jadi Ustadz/ah tinggal memaksimalkan pembelajarannya saja lagi. Selain itu, usaha yang dilakukan oleh para ustadz/ustadzah adalah memahami perbedaan individu setiap santri karena dengan memahami perbedaan itu akan lebih mempermudah ustadz/ustadzah dalam menyampaikan materi kepada siswa”. Beiau juga mengatakan bahwa metode Ummi di SDIT Ukhuwah dianggap lebih efektif dalam pembelajaran Al-Qur’an khususnya pada tahap awal, karena metode ini dianggap lebih mudah dipahami siswa.14

Berdasarkan wawancara penilis dengan salah seorang ustadz di MI Fita'limissibyan melalui handphone, beliau mengatakan bahwa:

“Kemampuan membaca Al-Qur'an siswa dengan makhrijul huruf masih kurang mampu. Hal ini dipengaruhi oleh faktor fasilitas seperti media pembelajaran Al-Qur'an yang kurang dan sarana dan prasarana seperti ruang

14

(9)

belajar kurang memadai. Selain itu, ditambah kurangnya aktivitas belajar membaca Al-Qur'an pada waktu di sekolah, yaitu di luar jam pelajaran. Sedangkan kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an dengan kaidah ilmu tajwid dalam kategori cukup mampu. Hal ini juga disebabkan dari faktor penyampaian guru cukup jelas dalam materi Al-Qur’an”.

Dari hasil penelitian dengan berpedoman kepada angket yang sudah valid, maka diperoleh data sebagai berikut:

a. 85% siswa/i SDIT Ukhuwah sudah mampu membaca Al-Qur’an dengan kaidah bacaan yang benar sesuai dengan tajwid Al-Qur’an. Sedangkan di MI Fita'limissibyan mencapai 80% siswa/i yang sudah lancar membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwid yang benar. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara garis besar memang siswa/i dari kedua sekolah tersebut sudah lancar dalam membaca Al-Qur’an berdasarkan kaidah tajwid, artinya bahwa penerapan kedua metode pembelajaran ini cukup berhasil di sekolah masing-masing, tinggal mempelajari dan mendalami Gharibnya saja lagi. Memang untuk mempelajarai Gharib lebih memerlukan waktu yang lebih maksimal, karena mengenalkan kosa kata baru yang masih asing ditelinga siswa serta juga mengenalkan ayat mana yang tergolong dalam ayat mutasyabihat.

b. 80% siswa dari SDIT Ukhuwah selalu aktif bertanya pada saat pembelajaran berlangsung ketika menggunakan metode Ummi. Sedangkan di MI Fita'limissibyan 70% yang aktif bertanya pada saat pembelajaran berlangsung ketika menggunakan metode Qiroati. Dan 85% siswa mengatakan bahwa guru menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar sehingga pelajarannya menyenangkan dan mudah dipahami dan Ustadz/ah sering menggunakan alat peraga. c. 75% siswa mengatakan masih bersekolah di TPA/TPQ. Dan 60% siswa mengatakan bahwa mereka selalu mengulang pelajaran (membaca Al-Qur’an) di rumah dan orangtua mereka juga menemani mereka ketika membaca Al-Qur’an di rumah.

(10)

d. 70% siswa mengatakan lebih termotivasi pada saat menggunakan metode Ummi dan metode Qiroati dalam proses pembelajaran Al-Qur’an berlangsung.

D. Kesimpulan

Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara metode Ummi dan metode Qiroati dalam pemberian materi ajarnya, tetapi yang membedakan kedua metode tersebut yaitu dalam proses penerapannya saja yang berdampak pada kemampuan membaca Al-Qur’an siswanya, Hal ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu kualitas tenaga pengajarnya, sarana prasaranya, lingkungan sekitar, ataupun faktor lainnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pembelajaran Al-Qur’an akan lebih maksimal apabila pembelajaran tersebut tidak hanya mengandalkan kualitas gurunya saja tetapi juga didukung oleh berbagai faktor sebagai penunjang dari keberhasilan pembelajaran Al-Qur’an, khususnya pada tahap-tahap awal, yaitu tahap pengenalan huruf pada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab (Surabaya: Pustaka Progressif

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redevisi Islamisasi Pengetahuan Bandung: Nuansa, 2003 Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid. Mendidik Anak Bersama Nabi,

terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, Solo: Pustaka Arafah, 2003

Nur Shodiq Achrom, Koordinator Malang III, Pendidikan dan Pengajaran Sistem Qoidah Qiroati, Ngembul Ka lipare: Pondok Pesantren Salafiyah Sirotul Fuqoha‟ II

Peter Salim dan Yenny Salam, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Jakarta: Modern English Press

(11)

Rahim, Farida. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar (Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara

Surasman, Otong. Metode Insani Kunci Praktis Membaca Al-Qur’an Baik dan Benar Jakarta: Gema Insani

Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak: Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.

Tim Penyusun Teks Book Dirasat Islamiyyah IAIN Sunan Ampel Surabaya: Anika Bahagia Offset

Ummi Surabaya. Membangun Generasi Qur’ani. http://ummi-surabaya.blogspot.com. Diakses ulang 07-07-2014

Wawancara dengan Jum’ani, Guru Al-Quran SDIT Ukhuwah.

Zuhri, Moh. dkk, Terjemah Sunan at-Tarmidzi bab. Mengajarkan al-Qur.an, Semarang : CV. asy-Syifa, 1992, jilid IV

Referensi

Dokumen terkait

Guru memberikan penjelasan tambahan kepada peserta didik dalam bentuk video yang dibagikan melalui chat grup terkait materi tata cara shalat berjamaah.. Peserta

Cara pemotongan blok (sectioning) 1) Menyiapkan kaca objek bersih. 2) Kaca objek diberi albumin ditengahnya dan direkatkan. Setelah jaringan mengembang, jaringan diambil dengan

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap lama waktu penetasan, persentase telur yang menetas,

6 14 Mahasiswa dapat memahami konsep dan implementasi pengukuran kematangan Tata Kelola pada Organisasi Konsep IT Alignment and Maturity Project-based learning 240 -

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK  SEMESTER (GENAP) TAHUN PELAJARAN 2020/2021 A Komponen Layanan Layanan

Berdasarkan uraian pemikiran yang telah disampaikan diatas memberikan landasan dan arah untuk menuju pada penyusunan kerangka pemikiran teoritis, berikut ini kerangka

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi empiris